Anda di halaman 1dari 23

PERCOBAAN 3

Uji Intoleransi Glukosa Pada Tikus

A. Maksud Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mengetahui dan
memahami efek dari obat antidiabetes golongan sulfonilurea
(glibenclamid), obat golongan biguanid (metformin), dan Akarbose
terhadap hewan coba tikus (Rattus novergicus).

B. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui pengaruh obat obat antidiabetes seperti
glibenclamid, metformin dan Akarbose terhadap kadar gula darah hewan
coba tikus (Rattus novergicus).

C. Prinsip Praktikum
Tikus yang telah dipuasakan 8-12 jam, diberi larutan glukosa per
oral dan pada awal percobaan sebelum pemberian obat obat antidiabetes
seperti glibenclamid, metformin dan akarbose, dilakukan pengambilan
cuplikan darah sebagai kadar glukosa awal. Pengambilan cuplikan darah
diulangi setelah pemberian obat (perlakuan) pada waktu-waktu tertentu.
Keadaan hiperglikemia pada uji toleransi glukosa hanya berlangsung
beberapa jam setelah pemberian glukosa sebagai diabetogen.
D. Dasar Teori
Diabetes militus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu
gangguan kronis yang khususnya menyangkut metabolisme hidratarang
(glukosa) di dalam tubuh. Tetapi metabolisme lemak dan protein juga
terganggu (Lat. Diabetes = penerusan, mellitus = manis madu).
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak.
Akibatnya ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan
akhirnya dieksresikan lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu
produksi kemih sangat meningkat dan pasien harus kencing, merasa amat
haus, berat badan menurun dan berasa lelah (Tjay, 2002).
Pankreas adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon
peptide insulin, glukagon dan somatostatin, dan suatu kelenjar eksokrin
yang menghasilkan enzim pencernaan. Hormon peptide diskeresikan dari
sel-sel yang berlokasi dalam pulau-pulau Langerhans (A atau sel-B yang
menghasilkan insulin , atau sel-A yang menghasilkan glukogen, dan ,
atau sel-D yang menghasilkan somatostatin). Hormon-hormon ini
memegang peranan penting dalam pengaturan aktivitas metabolic tubuh,
dan dengan demikian, membantu memelihara homestosis glukosa darah.
Hiperinsulinemia (misalnya, disebabkan oleh suatu insulinoma) dapat
menyebabkan hipoglikemia berat. Umumnya, kekurangan insulin relatif
ataupun absolut (seperti pada diabetes mellitus) dapat menyebabkan
hiperglikemia berat. Pemberian preparat insulin atau obat-obat hipoglikemia
dapat mencegah morbiditas dan mengurangi mentalitas yang berhubungan
dengan diabetes (Mycek, 2001).
Pankreas adalah organ lonjong kira-kira 15 cm, yang terletak
dibelakang hati. Organ ini terdiri dari 98% sel-sel dengan sekresi ekstren,
yang memproduksi enzim-enzim cerna (pankreatin) yang disalurkan
keduodenum dengan sekresi intern, yakni hormon-hormon insullin dan
glukagon yang disalurkan langsung kealiran darah (Tjay, 2002).
Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai
polieptida yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sekresi insulin tidak
hanya diatur oleh kadar glukosa darah tetapi juga hormon lain dan mediator
autonomik. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh ambilan glukosa darah
yang tinggi dan difosforilasi dalam sel pankreas. Insulin umumnya diisolasi
dari pankreas sapi dan babi, namun insulin manusia juga dapat
menggantikan hormon hewan untuk terapi. Insulin manusia diproduksi oleh
strain khusus E. Coli yang telah diubah secara genetik mengandung gen
untuk insulin manusia. Insulin babi paling mendekati struktur insulin
manusia, yang dibedakan hanya oleh satu asam amino. Gejala hipoglikemia
merupakan reaksi samping yang paling umum dan serius dari kelebihan
dosis insulin. Reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi.
Diabetes militus ialah suatu keadaan yang timbul karena defisiensi insulin
relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke
dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan
normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira
30-40% diubah menjadi lemak (Sherwood, 2001).
Proinsulin disintesis dalam elemen poliribosom reticulum
endoplasmic sel pancreas. Prohormon tersebut ditransfer kesistem
reticulum endoplasmic dan kemudian ke kompleks Golgi. Ditempat terakhir
ini terjadi perubahan proinsulin menjadi insulin. Granula yang mengandung
insulin, proinsulin dalalm jumlah kecil dan peptide-C kemudian terlepas
dari apparatus Golgi (Ganiswarna, 2007).
Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu, glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari
metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif
tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi
hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata berbahaya ialah gliosuria
yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis
sangat meningkat disertai hilangnya berbagai efektrolit. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita
diabetes yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi, maka badan berusaha
mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4
kalori untuk setiap hari gram glukosa yang diekskresi. Polifagia timbul
karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya
pemakaian glukosa dikelenjar itu (Ganiswarna, 2007).
Diabetes dapat dibagi menjadi dua grop berdasarkan kebutuhan atas
insullin : diabetes melitus tergantung insullin (IDDM atau tipe I) dan
diabetes melitus tidak tergantung insullin (NIDDM atau tipe II). Kira-kira
satu sampai dua juta pasien menderita IDDM : sisanya 80 samapai 90%
penderita NIDDM (Mycek, 2001).
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara
penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang.
Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000
jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang
dan dalam kurun waktu 25 tahun kenudian, pada tahun 2025, jumlah itu
akan membengkak menjadi 300 juta orang (Sudoyo, 2007).
Diabetes melitus adalah gangguan metabollisme yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka
diabetes melitus di tandai dengan hiperglikemia puasa transpor glukosa
menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat di
sebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang
selnya responsif terhadap insulin intrinsik. Akibatnya,terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa
(Ganiswarna, 1995).
Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus
Tergantung Insulin ( DMTI ) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau
Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus ( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung
Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin (Mansjoer, 2000).
Diagnosis klinis diabetes umumnya akan dipikirkan bila ada gejala
khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya (Mansjoer, 2000).
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan adalah lemah, kesemutan,
gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria. Kadar glukosa darah
sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik digunakan sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM. Bila didapatkan kadar glukosa darah sewaktu
kurang lebih 200 mg/dI dan kadar glukosa darah puasa kurang lebih 126
mg/dI sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus (Sudoyo,
2007).
Pada saat makanan masuk ke dalam tubuh kita, glukosa akan
diabsorbsi oleh darah. Kemudian oleh kerja insulin glukosa dibawa ke hati
untuk disimpan dalam bentuk glikogen. Akan tetapi pada kondisi diabetes
melitus terjadi gangguan fungsi insulin sehingga glukosa banyak menumpuk
di dalam darah. Keadaan ini disebut sebagai hiperglikemi (Guyton dan Hall,
1996).
Kadar glukosa dalam darah rata-rata manusia normal

E. Uraian Bahan
1. Air Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Air suling, aquadest
RM/BM : H2O / 18,02
Rumus bangun : HOH
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertrutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Glukosa (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi : Glucosum
Nama Lain : Glukosa
Rumus molekul : C6H12O22H2O
Pemerian : Hablur tidak berwarna serbuk hablur atau butiran
putih, tidak berbau, rasa manis
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih, agak sukar larut dalam etanol 95 %
p mendidih, sukar larut dalam etanol 95% p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Induksi pada tikus
3. Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama lain : Natrium karboksimetil selullosa
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning
gading; tidak berbau atau hampir tidak berbau
hidrofobik .
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam
etanol (95%) eter P dan pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Kontrol
F. Uraian Obat
1. Glibenclamid tablet
Jenis sediaan : Tablet
Nama paten : Daonil, Euglucon, Prodiabet, Prodiamel
Indikasi : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (Type
II, maturity onset diabetes) yang tidak responsif
dengan diaet saja
Kemasan : Glibenklamid 5 mg, botol 100 captab
Glibenklamid 5 mg, kotak 10 strip @ 10 captab
Produksi : Indofarma
No. Reg : GKL 9520904004 A1
Kontraindikasi : Glibenklamida tidak boleh diberikan pada
diabetes mellitus juvenil, prekoma dan koma
diabetes, gangguan fungsi ginjal berat, gangguan
fungsi hati serta gangguan berat fungsi tiroid atau
adrenal. Penderita yang hipersensitif terhadap
Glibenklamida
Efek samping : Kadang-kadang terjadi gangguan saluran
pencernaan, seperti mual, muntah dan nyeri
apigastrik, sakit kepal, demam, reaksi alergi pada
kulit.

2. Metformin tablet
Jenis sediaan : Tablet
Nama paten : Eraphage, Glucophage, Glucotica
Indikasi : a. Pengobatan penderita diabetes yang baru
terdiagnosis setelah dewasa, dengan atau tanpa
jelebihanberat badan dan bila diet taidak
berhasil
b. Sebagai kombinasi terapi pada penderita yang
tidak responsif terhadap terapi tunggal
sulfonilurea baik primer maupun sekunder
c. Sebagai obat pembantu untuk mengurangi
dosis insulin apabila dibutuhkan
Kemasan : Metformin 500 : Kotak, 10 strip @ 10 tablet
salut selaput, Metformin 850 : Kotak, 10 strip @
10 tablet salut selaput
Produksi : Dexa medica
No. Reg : GKL 9805024917 A1
Kontra indikasi : Penderita kardiovaskuler, gagal ginjal, gagal hati,
dehidrasi dan peminum alkohol., koma diabetik,
ketoasidosis, infark miokardial, keadaan kronik
akut yang berhubungan dengan asidosis laktat
seperti syok, insufisiensi pulmonar, riwayat
asidosis laktat
Efek samping : Efek samping bersifat reversibel pada saluran
cerna termasuk anoreksia, gangguan perut, mual,
muntah, rasa logam pada mulut dan diare. Dapat
menyebabkan asidosis laktat tetapi kematian
akibat insiden ini lebih rendah dari kasusu
hipoglikemia yang disebabkan oleh
glibenklamid/sulfonilurea.
3. Akarbose tablet
Jenis Sediaan : Tablet
Nama Paten : Acrios, Eclid, Glubose, dan Glucobay
Indikasi : Kegunaan Acarbose adalah untuk pengobatan
diabetes mellitus tipe 2 jika kadar gula darah
tidak cukup dikendalikan dengan diet, latihan
fisik dan penurunan berat badan saja.
Kemasan :
Kontra Indikasi : Jangan digunakan untuk pasien yang mempunyai
riwayat hipersensitif (alergi) terhadap Acarbose.
Obat ini juga dikontraindikasikan untuk penderita
penyakit inflamasi usus, ketoasidosis diabetes
atau sirosis, ulserasi kolon, obstruksi usus parsial
atau kecenderungan untuk kondisi ini.
Tidak boleh digunakan untuk penderita penyakit
usus kronis yang berhubungan dengan gangguan
pencernaan yang ditandai adanya gangguan
penyerapan sebagai akibat meningkatnya
pembentukan gas di usus (misalnya pembesaran
hernia).
Orang-orang yang memiliki gangguan hati yang
berat dan gangguan ginjal (CrCl <25 mL / menit).
Efek Samping : Karena acarbose mencegah degradasi karbohidrat
kompleks menjadi glukosa, beberapa karbohidrat
akan tetap berada di usus dan selanjutnya dikirim
ke usus besar. Dalam usus besar, bakteri
mencerna karbohidrat kompleks, menyebabkan
efek samping gastrointestinal seperti perut
kembung, sakit perut, diare, mual dan muntah.
Karena adanya efek samping ini, disarankan
penggunaan obat ini dimulai dengan dosis efektif
terkecil.
Jika terjadi efek samping berupa serangan
hipoglikemia, pasien harus makan sesuatu yang
mengandung monosakarida, seperti tablet glukosa
(dextrose). Karena Obat ini menghambat
pemecahan gula, minum jus buah atau makan
makanan bertepung tidak akan efektif
membalikkan episode hipoglikemik yang terjadi
akibat pemakaian acarbose.

G. Uraian Hewan Coba


Klasifikasi (Jasin, 1992)
Kingdom : Animalia
Phylum : Cordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Novergicus
H. METODE KERJA
Alat Yang digunakan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1. Batang pengaduk
2. Gelas beker
3. Glukometer
4. Kandang tikus
5. Sendok tanduk
6. Spoit 5 ml
7. Jarum Spoit berujung tumpul (untuk oral)
8. Sarung tangan
9. Timbangan analitik
Bahan Yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1. Air suling
2. Betadine
3. Glibenklamid
4. Akarbose
5. Metformin
6. Na-CMC 1%
7. Tissue

I. Cara Kerja
Pemilihan Hewan Coba
1. Disiapkan hewan uji yaitu tikus
2. Ditimbang dan diberi tanda hewan uji tersebut
3. Dihitung volume pemberian glukosanya
Pembuatan Bahan
Pembuatan Glukosa 10% (Untuk diinduksikan ke tikus)
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Ditimbang glukosa sebanyak 10 g, kemudian dilarutkan dalam
100 ml air hangat
c. Diaduk hingga homogen, setelah itu diminumkan pada tikus kira
kira 4 hari sebelum praktikum
Pembuatan Na-CMC 1%
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 g
c. Na-CMC dilarutkan dengan 100 ml air hangat sambil diaduk
hingga jernih dan homogen
d. Na-CMC tersebut disimpan pada wadah dan siap untuk
digunakan setelah didiamkan selama 1 x 24 jam dalam kulkas
Pembuatan Obat
1. Suspensi Glibenclamid
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Ditimbang Glibenclamid sebanyak 0,0726 g
c) Dilarutkan dengan Na-CMC
d) Dicukupkan volumenya hingga 100 ml
e) Glibenclamid siap digunakan
2. Suspensi Metformin
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Ditimbang Metformin sebanyak 0,1932 g
c) Dilarutkan dengan Na-CMC
d) Dicukupkan volumenya hingga 100 ml
e) Metformin siap digunakan
3. Suspensi Acarbose
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Ditimbang Acarbose sebanyak 9 g
c) Dilarutkan dengan Na-CMC
d) Dicukupkan volumenya hingga 100 ml
e) Acarbose suspensi siap digunakan
Perlakuan Hewan Coba
1. Diukur kadar glukosa awal tikus
2. Diinduksi dengan larutan glukosa 10% sebanyak 5 ml selama 4
hari
3. Diukur kadar glukosa darah setelah induksi selama 4 hari
4. Hitung dosis obat yang akan diberikan
5. Diberi masing-masing tikus
a) Tikus I diberikan larutan Na-CMC sebanyak 5 ml
b) Tikus II diberikan Glibenclamid sebanyak 5 ml
c) Tikus III diberikan Metformin sebanyak 4,75 ml
d) Tikus IV diberi Acarbose sebanyak 4,75 ml
6. Diukur kadar glukosa darah pada hari praktikum (15 menit
setelah penyuntikan obat antidiabetes)
Skema Kerja

4 ekor tikus

Diukur kadar glukosa


awal

Di induksi glukosa 10 %

Diukur kadar glukosa


induksi

Perhitungan Volume
Obat

Pemberian obat

Metformin Na-CMC 1% Glibenklamid Acarbose


Diukur kadar glukosa akhir


BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

IV.1.1 Tabel Pengamatan

%
No Perlakuan Vp (ml) Awal Induksi Akhir Penuruna
n
Glibenklamid
1 4,25 353 273 328 -20,15

2 Metformin 5 218 119 149 -25,21


Infus sarang
3 5 131 91 45 50,5
semut
Infus sarang
4 3,9 419 421 597 -41,81
semut

IV.1.2 Perhitungan % penurunan

Tikus 1 (Glibenklamid)

Kadar darah Induksi kadar darah akhir


Rumus = X 100 %
Kadar darah Induksi

273 - 328
= X 100 %
273

= -20,15 %
Tikus 2 (Metformin)

Kadar darah Induksi kadar darah akhir


Rumus = X 100 %
Kadar darah Induksi

119 - 149
= X 100 %
119

= -25,21%

Tikus 3 (Infus sarang semut)

Kadar darah Induksi kadar darah akhir


Rumus = X 100 %
Kadar darah Induksi

91 - 45
= X 100 %
91

= 50,5 %

Tikus 4 (Infus sarang semut)

Kadar darah Induksi kadar darah akhir


Rumus = X 100 %
Kadar darah Induksi

421 - 597
= X 100 %
421

= -41,81 %
BAB V
PEMBAHASAN

Diabetes merupakan suatu grup sindrom heterogen yang semua gejalanya

ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh defisiensi insulin

relative atau absolute.

Pada praktikum kali ini dilakukan uji kadar gula darah pada tikus. dengan

memakai alat glukometer yang merupakan alat yang dipakai untuk mengukur

kadar gula darah. Pertama-tama diukur kadar gula darah awal dari tikus, setelah

kadar gula darah awal tikus diketahui, diinduksi dengan pemberian sediaan

glukosa 10% dibiarkan selama 4 hari kemudian diukur kadar gula darahnya tikus

pertama diberi Glibenklamid, tikus kedua diberi metformin dan tikus ketiga

diberi sarang semut 9% dantikus ke empat di beri sarang semut 9%.

Untuk tikus yang diberi glibenklamid, setelah diberi obat, kadar

gulanya terus meningkat. Sesuai dengan literatur obat glibenklamid merupakan

obat turunan sulfonylurea yang dapat merangsang sekresi insulin. Sehingga obat

ini termasuk obat anti diabetika. Obat-obat golongan ini berguna dalam

pengobatan pasien diabetes tidak tergantung insulin (NIDDM) yang tidak dapat

diperbaiki hanya dengan diet.

Mekanisme kerja glibenklamid yaitu merangsang sekresi insulin dari

granul ses-sel langerhans pankreas. Ransangannya melalui interaksinya dengan

ATP-sensitif K chanel pada membran sel sel yang menimbulkan depolarisasi

membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca

maka ion Ca2+ akan masuk sel- merangsang granula yang berisui insulin dan akan
terjadi sekresi insulin dengan jumlah ang euivalen dengan peptida C. Kecauli itu

sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.

Pada pemberian obat Metformin, setelah diberi obat, kadar gulanya terus

meningkat. Sesuai dengan literetur obat metformin merupakan obat turunan

biguanida yang tidak dapat merangsang sekresi insulin. Sehingga obat ini

digolongkan sebagai obat antihipoglikemi. Sehingga ada kemungkinan seandainya

pengukuran kadar gula darah dilanjutkan pada praktikum ini darah akan terus naik

sampai glukosa yang diinduksi ketubuh mencit habis bereaksi dengan insulin baru

kadar gula darah kembali pada kadar gula awal atau normal.

Mekanisme kerja metformin yaitu berdaya mengurangi resisten insulin,

meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin.

Pada pemberian obat sarang semut, setelah diberi obat, kadar gulanya

menurun. Sesuai dengan literatur, didalam sarang semut terdapat kandungan

polifenol, antioksidan, glikosida yang dapat menurunkan kadar glukosa dalam

darah.
BAB VI
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang dilakukan pada praktikum antidiabetes maka

dapat disimpulkan bahwa obat yang paling bagus digunakan adalah sarang

semut dimana sarang semut memberikan reaksi yang cepat untuk

menurunkan kadar gula pada tikus.

V.2 Saran

Diharapkan supaya setiap asisten kelompok mendampingi praktikan

ketika praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Penuntun Praktikum Farmakologi dan Toksikologi III.
Universitas Muslim Indonesia: Makassar

Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI. Jakarta

Ganiswarna, 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. UI-Press. Jakarta

Guyton AC, Hall EJ., 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor : Setiawan
I, EGC : Jakarta

H.T.Tan., & Raharja.K. 2008. Obat-Obat Penting Edisi VI, PT.Elex Media
Komputindo Gramedia, Jakarta
Malole, 1989. Penanganan Hewan Coba. Depkes RI. Jakarta

Mansjoer, A., 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta

Mutschler, E,. 1991. Dinamika Obat Edisi III. ITB. Bandung

Mycek, J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika. Jakarta

Sudoyo AW, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : Jakarta
LAMPIRAN

1. Skema Kerja

4 ekor tikus

Diukur kadar glukosa


awal

Di induksi glukosa 9 %

Diukur kadar glukosa


induksi

Pemberian obat

Metformin Na-CMC 1% Glibenklamid Acarbose


Diukur kadar glukosa akhir


PERHITUNGAN DOSIS
2. Perhitungan Dosis untuk Tikus
a. Glibenklamid

Dosis : 5 mg

Berat etiket : 5 mg

Berat rata-rata : 0,2018 mg

Dosis untuk tikus 200 g = Dosis x fk

= 5 mg x 0,018

= 0,09 mg

100 g
Dosis untuk tikus 100g = x 0,09 mg
200 g

= 0,045 mg

Larutan stok 100 ml


Larutan stok yang dicari = x Dosis max
Vp maksimal

100 ml
= x 0,09 g
5 ml

= 1,8 g / 100 ml

Larutan stok
BYD = x Berat rata-rata
BE

1,8
= x 0,2018 g
5

= 0,0726 g

b. Metformin
Dosis : 500 mg

Berat etiket : 500 mg

Berat rata-rata : 0,5367 mg

Dosis untuk tikus 200 g = Dosis x fk

= 500 mg x 0,018

= 9 mg

100 g
Dosis untuk tikus 100g = x 9 mg
200 g

= 4,5 mg

Larutan stok 100 ml


Larutan stok yang dicari = x Dosis max
Vp maksimal

100 ml
= x 9 mg
5 ml

= 180 g / 100 ml

Larutan stok
BYD = x Berat rata-rata
BE

180
= x 0,5367 g
500

= 0,1932 g

3. Perhitungan Volume Pemerian Tikus


Berat tikus
Volume Pemberian = x Volume maksimal
Berat max tikus

a. Untuk tikus I (170 g)

170 g
Volume Pemberian = x 5 ml
200 g

= 4,25 ml

b. Untuk Tikus II (298 g)


c. Untuk tikus III (233 g)
d. Untuk Tikus IV (157 g)
157 g
Volume Pemberian = x 5 ml
200 g

= 3,93 ml

Catatan : Untuk tikus II dan III melebihi berat maksimal, jadi volume

pemberiannya sama dengan volume pemberian maksimal yaitu

5 ml.

Anda mungkin juga menyukai