3. JCI/KARS
Manajemen nyeri
TIK :
a.) Identifikasi pasien dengan kemungkinan nyeri, saat asessment dan reassesment
c.) Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang apa yang mereka alami dan
rencana penatalaksanaan
Definisi Nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
dihubungkan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadinya kerusakan jaringan.
(IASP).
VAS (Visual analoge scale)
CARA MENILAI:
1. Dokter atau perawat menjelaskan kepada pasien arti dari angka-angka 0-10.
Semakin mendekati nol intensitas (tingkatan/ukuran) nyeri semakin ringan.
Semakin mendekati angka 10 intensitas nyeri semakin kuat .
2. Selanjutnya pasien diminta untuk membuat tanda digaris (0-10 cm) tersebut
untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.
3. Nilai VAS antara 0-3 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan
digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia.
CARA MENILAI :
Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak,
orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan
bahasa lokal setempat.
CARA MENILAI
Setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat intra vena pada pasien kardiak.
Sebelum transfer
Nyeri ringan
VAS 4 artinya :
1. Ditangani di tempat sesuai dengan penyakit dasar nya bedah atau non bedah
(poli bedah atau non bedah.
2. Poliklinik selain pain clinic boleh menangani nyeri sambil melakukan diagnosis
penyakit dasar pasien.
3. Jika VAS 4 setelah pengobatan yang kedua maka DPJP poliklinik ditempat
pasien pertama sekali masuk harus mengkonsultasikannya ke tim pain clinic
4. Tim pain clinic wajib memberi saran dan berkoordianasi dengan DPJP
sebelumnya untuk mengobati penyakit dasar pasien seperi apakah memerlukan
tindakan pembedahan atau tidak.
5. Pasien yang mengeluhkan nyeri dapat langsung menuju poliklinik nyeri. Tetapi,
tim pain clinic wajib berkoordinasi dengan DPJP bedah atau non bedah untuk
mengatasi penyakit dasar pasien (penyebab nyeri).
Keterangan:
1. Untuk penangan nyeri akut setelah operasi harus melibatkan semua pihak,
dokter, perawat serta farmasi
2. Gagal menangani nyeri akut ini akan berdampak luka operasi sulit sembuh,
muncul nyeri kronik dan perawatan pascaoperasi akan lebih lama.
4. Opioid dapat menjadi pilihan untuk nyeri pascaoperasi (morfin atau fentanyl).
1. Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri harus di screening dan dilakukan
pengobatan oleh dokter triase jika VAS < 4.
3. Jika setelah ditangani oleh DPJP yang pertama VAS 4 maka DPJP tersebut
wajib mengkonsultasikannya ke DPJP tim pain clinic.
4. DPJP spesilis bedah atau non bedah serta DPJP pain clinic atau anestesi harus
melakukan koordinasi mengani penanganan nyeri pasien tersebut.
5. Sebaiknya menggunakan obat antinyeri intravena agar mendapat hasil penangan
nyeri yang cepat serta dapat mengevaluasi dengan cepat apakah nyeri berkurang
atau tidak.
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah tempat paling berpotensi untuk sumber kuman. Orang-
orang yang berada di lingkungan rumah sakit, seperti pasien, petugas kesehatan,
penunggu atau pengunjung sangat berisiko terinfeksi. Rumah Sakit sebagai salah
satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu
Rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang aman dan bermutu
sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Masyarakat, pasien dan pengunjung di
rumah sakit sebagai penerima pelayanan kesehatan serta tenaga kesehatan sebagai
pemberi pelayanan, dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi yang didapat di RS
atau HAIs (Healthcare Associated Infections) (Kemenkes RI, 2011).
HAIs (Healthcare Associated Infections) adalah infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
dimana pada saat masuk tidak ada infeksi atau tidak masa inkubasi ,termasuk infeksi
didapat di rumah sakit tapi muncul setelah pulang juga infeksi pada petugas karena
pekerjaannya. HAIs (Healthcare Associated Infections) berimplikasi sangat luas
menimbulkan masalah bagi penderita dan dapat merugikan nama baik rumah sakit.
Sebagai sebuah penyakit yang berdiri sendiri (terlepas dari keterkaitan penyakit
dasar) yang muncul sebagai akibat tindakan medis dan asuhan keperawatan yang
dilakukan baik sesuai SPO atau pun tidak, maka infeksi tersebut dapat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit dasar. Akibat lain adalah hari
rawat yang lebih panjang dan itu berarti perlu adanya tambahan biaya sedangkan
bagi rumah sakit dapat memberikan kesan kurang baik terhadap pencegahan infeksi
yang merupakan indikator keselamatan pasien rumah sakit (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Al Varado tahun 2000 angka infeksi yang didapat dari RS terus
meningkat mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh dunia. Hasil survey point prevalensi dari 11 Rumah
Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit
Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi
nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih)
15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi
Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain 32,1% (Kemenkes RI, 2011). Selain itu
berdasarkan data petugas sesuai profesi yang tertusuk jarum di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta tahun 2009, jumlah petugas yang terbanyak
tertusuk jarum adalah perawat 46 % dan dokter 30,7 % (RS Harapan Kita, 2009).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di RS perlu diterapkan
pengendalian infeksi yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi. Pengendalian
infeksi di rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang sangat penting, selain
kejadian infeksi seperti wabah atau KLB dari penyakit infeksi yang sangat sulit
diperkirakan, sehingga perlu di waspadai. Pengendalian infeksi bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya penularan baik infeksi yang ditularkan dari
pasien ke pasien, dari tenaga kesehatan ke pasien, baik infeksi dari luar rumah sakit
maupun yang didapat di rumah sakit, hal ini sangat erat kaitannya dengan mutu
pelayanan yang pada akhirnya sangat berkaitan dengan citra rumah sakit.
Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting
karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini
muncul berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-
emerging diseases). Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit infeksi
sulit diperkirakan datangnya, sehingga kewaspadaan melalui surveilans dan
tindakan pencegahan serta pengendaliannya perlu terus ditingkatkan. Selain itu
infeksi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan tetapi juga dapat
dicegah dengan melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI
bersama World Health Organization (WHO) ke rumah sakit - rumah sakit di
Propinsi / Kabupaten / Kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal
sebagaimana yang diharapkan. Penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh
karyawan dan anggota Komite belum memahami dengan baik tugas, kewenangan,
serta tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam lingkup pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu program kerja Komite PPI adalah pendidikan dan pelatihan dasar
pencegahan dan pengendalian infeksi. Untuk mencapai program ini dengan baik dan
benar, makaakan diadakannya pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
terkait Pelayanan Kesehatankepada seluruh staf rumah sakit.
A. Tujuan
Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tenaga pelayanan kesehatan tentang upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit AR Bunda Lubuklinggau.
B. Sasaran
Perwakilan masing masing Unit/Bagian di RS AR Bunda Lubuklinggau.
C. Metode
Ceramah, diskusi dan Demonstrasi
D. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Selasa-Rabu/ 12-13 April 2016
Waktu : 08.00 WIB sd Selesai
E. Tempat Pelaksanaan
Kegiatan ini akan dilaksanakan di Ruangan Apel RS AR Bunda Lubuklinggau.
F. Biaya
Biaya pelaksanaan kegiatan ini sebagai berikut:
Snack 200 Kotak/Hari 400 5.000 2.000.000
Spanduk 1 250.000 250.000
Seminar Kit 100 -
Sertifikat 150 2.000 300.000
ID Card Panitia 30 1.500 45.000
Nasi Kotak 100 Kotak/Hari 200 15.000 3.000.000
Total 5.595.000
G. Susunan Kepanitiaan
Penasihat : dr. M. Taufan Lutfi.A,SPPK
Pembimbing : Ns. Eti Meliani, S.Kep
Ketua Pelaksana : Harry Sabarno,Am.Rd.
Sekretaris : 1. Deca Anggraini, Am Kep.
2. Ns.Depta pradipta, S Kep.
3. Ns. Lidya Heprianti. S Kep.
moderator : Sylvia Novita Haryani.Am.Ak
Seksi Acara
Ketua : Yanti Kurnia Sari. Am.Kep
Anggota : 1. Ns. Mareta Efriani, S Kep.
2. Havizo, Am. Keb
3. Dhika Novriyanti. Am.Kep
Seksi Dokumentasi
Ketua : Hilal, Am.Kep
Anggota : Aleka putra, Amd.FAR
Seksi Publikasi
Ketua : Rini Marlina,Am.Keb
Angota : 1. Ns Tri Citra Sari, S. Kep.
2. Ns.Ririn Dwi Muliana, S Kep.
Seksi Konsumsi
Ketua : Rika nafisha, Am.Kep
1. Yolanda, S KM.
2. Rida Maya Sari, AMG
3. Silviea, Am.Kep.
4. Ns. Yulike Eristina, S Kep.
5. Ns. Nurika Fitri, S Kep.
Seksi Perlengkapan
Ketua : Ns. Cecep Rudi Darmawan, S.Kep
Anggota : Soska Dwi Putra, Am Kep.
I. Jadwal Kegiatan
Susunan acara kegiatan pendidikan dan pelatihan pencegahan dan pengendalian
infeksi RS AR BUNDA Lubuklinggau
Tanggal 12 13 April 2016
Hari Pertama
HARI KEDUA
1 07.00-07.340 Teori Pemprosesan CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners
Peralatan disinfeksi dan
sterilisasi
J. Penutup
Demikian proposal kegiatan ini di buat semoga dapat menjadi acuan dan
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.