Anda di halaman 1dari 23

Sosialisasi Pain Dalam Rangka Akreditasi KARS RSUP HAM

TIM PAIN CLINIC

Dr.Qadri Fauzi T SpAn,KAKV

Kenapa pain harus ditangani di RSUP HAM ?

1. Hak pasien untuk terbebas dari rasa nyeri HAM

2. Merupakan vital sign yang kelima

3. JCI/KARS

4. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB III;pasal 5 ayat 2

Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan


yang aman, bermutu, dan terjangkau.

JCI -> COP (PP)

Manajemen nyeri

TIU -> membantu pasien mengatasi rasa nyeri secara efektif

TIK :

a.) Identifikasi pasien dengan kemungkinan nyeri, saat asessment dan reassesment

b.) Memberikan pelayanan pain management sesuai SOP

c.) Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang apa yang mereka alami dan
rencana penatalaksanaan

Definisi Nyeri

Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
dihubungkan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadinya kerusakan jaringan.
(IASP).
VAS (Visual analoge scale)

CARA MENILAI:

1. Dokter atau perawat menjelaskan kepada pasien arti dari angka-angka 0-10.
Semakin mendekati nol intensitas (tingkatan/ukuran) nyeri semakin ringan.
Semakin mendekati angka 10 intensitas nyeri semakin kuat .

2. Selanjutnya pasien diminta untuk membuat tanda digaris (0-10 cm) tersebut
untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.

3. Nilai VAS antara 0-3 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan
digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia.

4. Nilai VAS 4 cm dianggap nyeri sedang menuju berat.

Numeric Rating Pain Scale ( Anak diatas 7 tahun dan dewasa )

CARA MENILAI :

Pasien diminta untuk menyebutkan skala nyeri pasien dari 0 sampai 10


Numeric Rating Scale:

0=tidak merasakan nyeri; dan 10=nyeri yang berat

Nyeri ringan skala 1-3

Nyeri sedang skala 4-7

Nyeri berat 8-10

Wong Baker Faces Pain Rating Scores


(dewasa dan anak-anak ( > 3 tahun ) yang tidak dapat menjelaskan intensitas nyeri yang
dirasakan

Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak,
orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan
bahasa lokal setempat.

CARA MENILAI

Cukup dengan melihat ekspresi wajah pasien saat sedang diperiksa

Wong-Baker Face Scale:

0=tidak merasakan nyeri; dan 10=nyeri yang sudah berat.

Nyeri ringan 1-3

Nyeri sedang 4-6

Nyeri berat 7-10


Kapan dilakukan penilaian nyeri?

Sejak pertama kali pasien tersebut diperiksa

Dilakukan penilaian kembali setelah pemberian penatalaksanaan nyeri

Kapan dilakukan pengkajian ulang nyeri :

Setiap 30 menit 1 jam setelah pemberian obat nyeri (tatalaksana nyeri)

Setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat intra vena pada pasien kardiak.

Pada pasien yang menjalani prosedur yang menyakitkan

Setiap shift jaga

Sebelum transfer

Sebelum pasien pulang.

VAS < 4 artinya :

Nyeri ringan

Diberikan terapi non farmakologi seperti penjelasan kepada pasien atau


diberikan terapi farmakologi seperti Paracetamol.

VAS 4 artinya :

Nyeri sedang dan nyeri berat

Diberikan terapi farmakologi seperti NSAID dan Opioid.


Keterangan:

Pasien nyeri poliklinik bedah atau non bedah:

1. Ditangani di tempat sesuai dengan penyakit dasar nya bedah atau non bedah
(poli bedah atau non bedah.

2. Poliklinik selain pain clinic boleh menangani nyeri sambil melakukan diagnosis
penyakit dasar pasien.

3. Jika VAS 4 setelah pengobatan yang kedua maka DPJP poliklinik ditempat
pasien pertama sekali masuk harus mengkonsultasikannya ke tim pain clinic
4. Tim pain clinic wajib memberi saran dan berkoordianasi dengan DPJP
sebelumnya untuk mengobati penyakit dasar pasien seperi apakah memerlukan
tindakan pembedahan atau tidak.

5. Pasien yang mengeluhkan nyeri dapat langsung menuju poliklinik nyeri. Tetapi,
tim pain clinic wajib berkoordinasi dengan DPJP bedah atau non bedah untuk
mengatasi penyakit dasar pasien (penyebab nyeri).
Keterangan:

Jika ditemukan pasien mengeluhkan nyeri:

1. Untuk penangan nyeri akut setelah operasi harus melibatkan semua pihak,
dokter, perawat serta farmasi

2. Gagal menangani nyeri akut ini akan berdampak luka operasi sulit sembuh,
muncul nyeri kronik dan perawatan pascaoperasi akan lebih lama.

3. Penangaan nyeri didahului dengan penilaian nyeri dan pengobatannya dapat


disesuaikan dengan WHO STEP LADER.

4. Opioid dapat menjadi pilihan untuk nyeri pascaoperasi (morfin atau fentanyl).

5. Penggunaan analgetik dengan anestesi lokal sangat dianjurkan seperti Epidural


analgesia.

6. NSAID dapat digunakan sebagai analgetik tunggal atau dikombinasi dengan


opioid.
Keterangan:

Jika ditemukan pasien mengeluhkan nyeri: Perawat diruangan menilai derajat


nyeri. Jika VAS < 4 dilakukan terapi non farmakologi seperti edukasi, menenangkan
pasien dll. Jika VAS 4 maka perawat ruangan harus melapor ke DPJP yang bertugas
saat itu. DPJP harus memberikan terapi penganagan nyeri secara farmakologis ataupun
non farmakologis. DPJP harus mengevaluasi terapi setelah 1 jam. Jika nyeri tidak
berkurang atau VAS4 maka DPJP wajib mengkonsultasikannya ke tim pain clinic.
Keterangan:

1. Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri harus di screening dan dilakukan
pengobatan oleh dokter triase jika VAS < 4.

2. Jika VAS 4 dokter triase wajib mengkonsultasikan ke DPJP spesialis yang


sedang bertugas sesuai dengan penilaian pertama mengenai penyakit dasar
pasien, misalnya nyeri diseluruh lapangan perut ke DPJP bedah digestive.

3. Jika setelah ditangani oleh DPJP yang pertama VAS 4 maka DPJP tersebut
wajib mengkonsultasikannya ke DPJP tim pain clinic.

4. DPJP spesilis bedah atau non bedah serta DPJP pain clinic atau anestesi harus
melakukan koordinasi mengani penanganan nyeri pasien tersebut.
5. Sebaiknya menggunakan obat antinyeri intravena agar mendapat hasil penangan
nyeri yang cepat serta dapat mengevaluasi dengan cepat apakah nyeri berkurang
atau tidak.

PROPOSAL KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PPI


RS AR BUNDA LUBUKLINGGAU

A. Latar Belakang

Rumah sakit adalah tempat paling berpotensi untuk sumber kuman. Orang-
orang yang berada di lingkungan rumah sakit, seperti pasien, petugas kesehatan,
penunggu atau pengunjung sangat berisiko terinfeksi. Rumah Sakit sebagai salah
satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu
Rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang aman dan bermutu
sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Masyarakat, pasien dan pengunjung di
rumah sakit sebagai penerima pelayanan kesehatan serta tenaga kesehatan sebagai
pemberi pelayanan, dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi yang didapat di RS
atau HAIs (Healthcare Associated Infections) (Kemenkes RI, 2011).
HAIs (Healthcare Associated Infections) adalah infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
dimana pada saat masuk tidak ada infeksi atau tidak masa inkubasi ,termasuk infeksi
didapat di rumah sakit tapi muncul setelah pulang juga infeksi pada petugas karena
pekerjaannya. HAIs (Healthcare Associated Infections) berimplikasi sangat luas
menimbulkan masalah bagi penderita dan dapat merugikan nama baik rumah sakit.
Sebagai sebuah penyakit yang berdiri sendiri (terlepas dari keterkaitan penyakit
dasar) yang muncul sebagai akibat tindakan medis dan asuhan keperawatan yang
dilakukan baik sesuai SPO atau pun tidak, maka infeksi tersebut dapat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit dasar. Akibat lain adalah hari
rawat yang lebih panjang dan itu berarti perlu adanya tambahan biaya sedangkan
bagi rumah sakit dapat memberikan kesan kurang baik terhadap pencegahan infeksi
yang merupakan indikator keselamatan pasien rumah sakit (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Al Varado tahun 2000 angka infeksi yang didapat dari RS terus
meningkat mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh dunia. Hasil survey point prevalensi dari 11 Rumah
Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit
Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi
nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih)
15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi
Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain 32,1% (Kemenkes RI, 2011). Selain itu
berdasarkan data petugas sesuai profesi yang tertusuk jarum di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta tahun 2009, jumlah petugas yang terbanyak
tertusuk jarum adalah perawat 46 % dan dokter 30,7 % (RS Harapan Kita, 2009).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di RS perlu diterapkan
pengendalian infeksi yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi. Pengendalian
infeksi di rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang sangat penting, selain
kejadian infeksi seperti wabah atau KLB dari penyakit infeksi yang sangat sulit
diperkirakan, sehingga perlu di waspadai. Pengendalian infeksi bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya penularan baik infeksi yang ditularkan dari
pasien ke pasien, dari tenaga kesehatan ke pasien, baik infeksi dari luar rumah sakit
maupun yang didapat di rumah sakit, hal ini sangat erat kaitannya dengan mutu
pelayanan yang pada akhirnya sangat berkaitan dengan citra rumah sakit.
Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting
karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini
muncul berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-
emerging diseases). Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit infeksi
sulit diperkirakan datangnya, sehingga kewaspadaan melalui surveilans dan
tindakan pencegahan serta pengendaliannya perlu terus ditingkatkan. Selain itu
infeksi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan tetapi juga dapat
dicegah dengan melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI
bersama World Health Organization (WHO) ke rumah sakit - rumah sakit di
Propinsi / Kabupaten / Kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal
sebagaimana yang diharapkan. Penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh
karyawan dan anggota Komite belum memahami dengan baik tugas, kewenangan,
serta tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam lingkup pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu program kerja Komite PPI adalah pendidikan dan pelatihan dasar
pencegahan dan pengendalian infeksi. Untuk mencapai program ini dengan baik dan
benar, makaakan diadakannya pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
terkait Pelayanan Kesehatankepada seluruh staf rumah sakit.
A. Tujuan
Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tenaga pelayanan kesehatan tentang upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit AR Bunda Lubuklinggau.
B. Sasaran
Perwakilan masing masing Unit/Bagian di RS AR Bunda Lubuklinggau.
C. Metode
Ceramah, diskusi dan Demonstrasi
D. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Selasa-Rabu/ 12-13 April 2016
Waktu : 08.00 WIB sd Selesai
E. Tempat Pelaksanaan
Kegiatan ini akan dilaksanakan di Ruangan Apel RS AR Bunda Lubuklinggau.
F. Biaya
Biaya pelaksanaan kegiatan ini sebagai berikut:
Snack 200 Kotak/Hari 400 5.000 2.000.000
Spanduk 1 250.000 250.000
Seminar Kit 100 -
Sertifikat 150 2.000 300.000
ID Card Panitia 30 1.500 45.000
Nasi Kotak 100 Kotak/Hari 200 15.000 3.000.000
Total 5.595.000

G. Susunan Kepanitiaan
Penasihat : dr. M. Taufan Lutfi.A,SPPK
Pembimbing : Ns. Eti Meliani, S.Kep
Ketua Pelaksana : Harry Sabarno,Am.Rd.
Sekretaris : 1. Deca Anggraini, Am Kep.
2. Ns.Depta pradipta, S Kep.
3. Ns. Lidya Heprianti. S Kep.
moderator : Sylvia Novita Haryani.Am.Ak
Seksi Acara
Ketua : Yanti Kurnia Sari. Am.Kep
Anggota : 1. Ns. Mareta Efriani, S Kep.
2. Havizo, Am. Keb
3. Dhika Novriyanti. Am.Kep

Seksi Dokumentasi
Ketua : Hilal, Am.Kep
Anggota : Aleka putra, Amd.FAR
Seksi Publikasi
Ketua : Rini Marlina,Am.Keb
Angota : 1. Ns Tri Citra Sari, S. Kep.
2. Ns.Ririn Dwi Muliana, S Kep.
Seksi Konsumsi
Ketua : Rika nafisha, Am.Kep
1. Yolanda, S KM.
2. Rida Maya Sari, AMG
3. Silviea, Am.Kep.
4. Ns. Yulike Eristina, S Kep.
5. Ns. Nurika Fitri, S Kep.
Seksi Perlengkapan
Ketua : Ns. Cecep Rudi Darmawan, S.Kep
Anggota : Soska Dwi Putra, Am Kep.

I. Jadwal Kegiatan
Susunan acara kegiatan pendidikan dan pelatihan pencegahan dan pengendalian
infeksi RS AR BUNDA Lubuklinggau
Tanggal 12 13 April 2016

Hari Pertama

No Waktu Materi/Kegiatan Metode Fasilitator

1 07.00-07.30 Registrasi ulang Panitia

2 07.30-08.00 Pembukaan Ceramah Direktur RS AR Bunda


Ketua komite PPI

3 08.00-08.30 Pretest Panitia

4 08.30-09.10 Konsep Dasar PPI dan CTJ dr. M. Taufan Lutfi.A,SP. PK


Manajemen HAIs

5 09.10- 09.50 Kebijakan Kemenkes CTJ dr. M. Taufan Lutfi.A,SP. PK


dalam PPI
6 09.50-10.30 Peran dan Fungsi IPCN CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners

7 10.30- 10.50 Coffe Break Panitia


8. 10.50- 11.30 Penggunaan AB Rasional CTJ dr. Ardianto Sp. PD

10 11.30- 12.00 PPI HIV, Hepatitis,TB CTJ dr. Ardianto Sp.PD

11 12.00- 13.00 Ishoma Peserta

12 13.00 13.40 Konsep Dasar CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners


Kewaspadaan Isolasi
13 13.40- 14.20 Kebersihan Tangan CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners
14 14.20- 15.00 APD CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners
15 15.00 15.20 Coffe Break Panitia
16 15.20-16.00 Pengendalian CTJ Yolanda. SKM
Lingkungan
17 16.00-17.00 Praktikum HH, APD, Panitia
Kotak Sampah, Spil kits

HARI KEDUA
1 07.00-07.340 Teori Pemprosesan CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners
Peralatan disinfeksi dan
sterilisasi

3 07.40 08.40 Manajemen limbah dan CTJ Yolanda.SKM


benda tajam

4 08.40 09.20 Penanganan Linen CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners

09.20- 09.40 Coffe Break Panitia

5 09.40 10.20 Pencegahan HAIS ISK CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners

6 10.20 11.00 Pencegahan HAIS VAP CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners

7 11.00 11.40 Pencegahan HAIS IADP CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners

11.40 - 13.00 ISHOMA Eti Meliani, S.Kep.,Ners

8 13.00 13.40 Pencegahan HAIS IDO CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners

9 13.40 14.20 Surveilans HAIS CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners


10 14.20- 14.40 Cofee Break Eti Meliani, S.Kep.,Ners

11 14.40 15.20 Perlindungan Kesehatan CTJ Eti Meliani, S.Kep.,Ners


Karyawan
12 15.20 16.00 Praktikum Menyuntik Panitia
yang aman dan
pemasangan infus

13 16.00 16.30 Post test Peserta

14 16.30 17.00 Penutup Panitia

J. Penutup

Demikian proposal kegiatan ini di buat semoga dapat menjadi acuan dan
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

Lubuklinggau, 7 April 2016


Ketua Diklat RS AR. Bunda Mengetahui,
Ketua Komite PPI

dr. Ibrahim Muhammad dr. Moh. Taufan Lutfi,SP.PK

Direktur RS AR. Bunda Lubuklinggau

dr. Sarah Ainar Rahman


DAFTAR HADIR RAPAT KOORDINASI KEGIATAN PPI DENGAN DOKTER
PPI RUMAH SAKIT AR BUNDA LUBUK LINGGAU

No Nama Paraf Keterangan


Lubuk linggau, April 2016
Ketua Komite PPI

(dr Taufan Lutfi, Sp.PK)


DAFTAR HADIR RAPAT KOORDINASI KEGIATAN PPI DENGAN PERAWAT
PPI RUMAH SAKIT AR BUNDA LUBUK LINGGAU

No Nama Paraf Keterangan


Lubuk linggau, April 2016
Ketua Komite PPI

(dr Taufan Lutfi, Sp.PK)


DAFTAR HADIR RAPAT KOORDINASI KEGIATAN PPI DENGAN LAUNDRY,
SANITASI DAN KEBERSIHAN, GIZI, UPSRS PPI RUMAH SAKIT AR BUNDA
LUBUK LINGGAU

No Nama Paraf Keterangan


Lubuk linggau, April 2016
Ketua Komite PPI

(dr Taufan Lutfi, Sp.PK)

DAFTAR HADIR SOSIALISASI PENGELOLAAN PENYAKIT INFEKSI KOMITE PPI


RS AR BUNDA LUBUK LINGGAU

No Nama Paraf Keterangan


Lubuk linggau, April 2016
Ketua Komite PPI

(dr Taufan Lutfi, Sp.PK)

DAFTAR HADIR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PPI

RS AR BUNDA LUBUK LINGGAU

No Nama Paraf Keterangan


Lubuk linggau, April 2016
Ketua Komite PPI

(dr Taufan Lutfi, Sp.PK)

DAFTAR HADIR SOSIALISASI PROGRAM PPI KOMITE PPI RS AR BUNDA LUBUK


LINGGAU

No Nama Paraf Keterangan


Lubuk linggau, April 2016
Ketua Komite PPI

(dr Taufan Lutfi, Sp.PK)

Anda mungkin juga menyukai