Oleh : Dwi Martani (Staf pengajar Akuntansi FEUI, anggota tim implementasi IFRS)
Kata kunci: akuntansi pajak penghasilan, pajak tangguhan, pajak kini, kewajiban
pajak tangguhan, aset pajak tangguhan.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua
entitas bisnis (badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. Undang-Undang Pajak
menyebutkan atas penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan) akan
dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Penghasilan menurut regulasi
pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh
wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Untuk entitas, penghasilan yang
diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang
diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan.
Namun untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang
menghitung pajak dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba.
Kewajiban pajak tidak hanya terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas
tersebut. Entitas juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan
yang diterima oleh pihak lain (withholding tax). Pada saat membayar gaji kepada
karyawan, membayar sewa kepada rekanan, membayar jasa konsultasi pada kantor
akuntan publik, entitas harus memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas
pajak yang telah dipotong, harus disetorkan ke kas Negara dan dilaporkan setiap
awal bulan berikutnya. Pajak pihak ketiga tidak mempengaruhi kinerja entitas dalam
laporan laba rugi komprehensif, karena pajak tersebut bukan beban bagi
perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima pihak lain,
sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan
jumlah yang dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu
penerima penghasilan dan kas negara sebagai penerima pajak.
Pada saat entitas melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak
wajib memotong PPN (pajak pertambahan nilai). Untuk produksi dan import barang
mewah akan dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah). Pajak pihak ketiga
ini harus diadministrasikan dan juga dicatat dalam pembukuan. Jika pada akhir
periode terdapat pajak yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang pajak
dalam laporan posisi keuangan. PPN tidak mempengaruhi kinerja entitas karena PPN
tidak mempengaruhi jumlah penjualan dan pembelian tetapi menambah piutang
atau utangnya.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh.
Atas penghasilan yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk jasa, sewa akan
dipotong pajak. Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan
pajak yang telah dilakukan pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan.
Setiap bulan entitas wajib membayar angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya
dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya dibagi dua belas atau dengan cara
perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya diperkirakan berbeda.
Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang dalam satu tahun
fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan pajak anak
perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi
komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah
dipotong dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28).
Pajak kurang bayar akan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai utang
pajak penghasilan (kurang bayar) atau piutang restitusi pajak (lebih bayar). Dalam
standar disebut sebagai utang pajak kini
PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan merupakan revisi atas PSAK 46 : Akuntansi
Pajak Penghasilan tahun 1998. Revisi dilakukan dengan menyesuaikan PSAK dengan
IAS 21: Income taxes. Beberapa ketentuan dalam IAS 21 yang tidak diadopsi dalam
PSAK 46 revisi 1998, ditambahkan. Namun ada beberapa ketentuan pajak dalam
regulasi Indonesia seperti pajak finak dan surat ketetapan pajak masih
dipertahankan, sehinga masih terdapat perbedaan antara IAS 12 dan PSAK revisi
(2010). Ketentuan dalam PSAK 46 secara umum mengikuti praktik umum yang
berlaku secara internasional. Beban pajak dalam laporan keuangan tidak dihitung
berdasarkan jumlah pajak terhutang menurut fiskal namun juga tidak dihitung
berdasarkan laba sebelum pajak sebelum tarif yang berlaku.
Beban pajak merupakan penjumlahan dari beban pajak kini dan beban (manfaat)
pajak tangguhan. Praktik sebelum PSAK 46 revisi 1998, beban pajak penghasilan
dalam laporan laba rugi adalah beban pajak kini saja, tanpa memperhitungkan
pajak tangguhan. Untuk SAK ETAP, beban pajak dalam laporan keuangan adalah
pajak terutang menurut perhitungan fiskal. Beban (manfaat) pajak tangguhan
merupakan dampak dari perbedaan temporer yang menyebabkan jumlah pajak
terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada periode masa depan.
Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak
sama, karena memiliki tujuan yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak hanya
terjadi di Indonesia namun hampir di seluruh Negara cenderung terdapat perbedaan
antara pajak dan akuntansi. Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan
menjadi dua, perbedaan permanen dan perbedaan temporer. Setiap akhir pelaporan
entitas melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak
untuk menghitung jumlah penghasilan kena pajak. Informasi dalam rekonsiliasi
fiskal disajikan dalam catatan atas laporan keuangan, sebagai informasi pendukung
untuk menghitung jumlah beban pajak kini, beban pajak tangguhan dan aset /
liabilitas pajak tangguhan yang terkait.
Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode
mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau
liabilitas muncul akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar
dibandingkan menurut pajak, maka akan menimbulkan pajak terutang di masa
depan sehingga akan diakui liabilitas pajak tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan
pendapatan menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan penghasilan menurut
pajak, maka entitas akan melakukan pembayaran pajak terlebih dahulu atas
pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan. Aset pajak
tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum
dikompensasikan dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk
fasilitas kredit pajak, ketentuan regulasi di Indonesia belum mengatur.
Sebagai ilustrasi, sebuah peralatan dibeli pada awal tahun 1 sebesar 12.000
disusutkan menurut pajak selama 4 tahun tanpa nilai sisa. Menurut akuntansi
disusutkan selama 5 tahun dengan nilai sisa 2.000. Tabel berikut memberikan
gambaran pajak tangguhan, dengan mengasumsikan pendapatan 5.000.
Menurut akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga
beban pajak sebesar 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan
ke kas Negara sebesar 500 dan beban pajak tangguhan sebesar 250. Dampaknya
timbul kewajiban pajak tangguhan. Menurut akuntansi, penyusutanya lebih kecil
sehingga laba akuntansi lebih besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak
tangguhan selama 4 tahun pertama. Pada tahun kelima, entitas membayar pajak
lebih besar karena tidak ada lagi penyusutan. Namun secara akuntansi masih
terdapat penyusutan sehingga penghasilannya lebih kecil sebesar 3.000. Pada
tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar 1.250 namun beban pajak yang diakui
sebesar 750. Selisihnya 500 merupakan manfaat pajak tangguhan dan mengurangi
kewajiban pajak tangguhan.
Sampai akhir tahun kelima masih ada nilai sisa 2.000 dan saldo kewajiban pajak
tangguhan 500. Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut.
Jika tahun ke 7 peralatan dijual seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba
penjualan aset sebesar 3.000 sedangkan menurut akuntansi laba penjualan aset
1.000 karena masih ada nilai sisa 2.000. Pajak atas penjualan tersebut akan
dibayarkan sebesar 750, namun secara akuntansi beban pajak 250, yang 500
manfaat pajak tangguhan. Kewajiban pajak tangguhan akan habis dikurangkan dan
diakui sebagai manfaat pajak tangguhan, karena asetnya sudah terjual.
Aset pajak tangguhan yang telah diakui pada periode sebelumnya, karena
perubahan kondisi ekonomi menjadi tidak terpulihkan di masa depan. Untuk aset
pajak tangguhan terkait dengan kompensasi kerugian, entitas kemungkinan tidak
dapat memanfaatkan kompensasi karena entitas rugi terus. Standar akuntansi
mengharuskan untuk membuat cadangan atas penurunan nilai aset pajak
tangguhan, jika terdapat indikasi bahwa pada periode masa depan tidak dapat
dipulihkan.
Aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dapat disajikan saling hapus
sesuai dengan ketentuan dalam penyajian instrumen keuangan. Saling hapus dapat
dilakukan jika entitas memiliki hak secara hukum untuk melakukan saling hapus dan
berniat menyelesaikan dengan dasar neto. Untuk aset dan liabilitas pajak
tangguhan dalam satu entitas, penyelesaiannya dilakukan dalam perhitungan pajak
entitas tersebut sehingga dapat disajikan saling hapus. Namun jika aset dan
liabilitas pajak tangguhan muncul dari entitas yang berbeda dalam laporan
konsolidasian, akan tetap disajikan terpisah tidak dinetokan. Aset pajak tangguhan
pada anak entitas tidak dapat dipulihkan dari laba induk entitas. Tidak ada hak
secara hukum untuk saling hapus kewajiban perpajakan antara anak dan induk,
karena kewajiban perpajakan untuk masing-masing entitas.
Untuk penghasilan yang dikenakan pajak final, standar menjelaskan secara khusus
walaupun tidak ada dalam IAS 21. Atas aset dan liabilitas yang berhubungan
dengan pajak penghasilan final berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya, maka
perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset dan liabilitas pajak tangguhan.
Alasannya karena pajak final tidak dilaporkan dalam menentukan pajak
penghasilan. Karena tidak terdapat perbedaan temporer maka tidak diakui adanya
aset dan liabilitas pajak tangguhan. Atas penghasilan yang dikenakan pajak final
beban pajak diakui proporsional dengan pendapatan menurut akuntansi yang diakui
pada periode berjalan. Ketentuan standar mengharuskan penghasilan yang
dikenakan pajak final diakui sebesar nilai bruto, kemudian beban pajak (kini) akan
diakui pada periode yang sama. Atas pengakuan penghasilan yang dikenakan pajak
final menurut akuntansi dan belum dibayarkan pajak finalnya, maka akan diakui
beban pajak final pada periode tersebut dan pajak yang masih harus dibayar. Untuk
kondisi sebaliknya, atas pendapatan yang dikenakan pajak final diterima dimuka,
akan diakui pajak final dibayar dimuka, karena pembebanan pajak hanya sebesar
beban yang diakui menurut akuntansi. Pajak penghasilan final dibayar dimuka harus
disajikan terpisah dari pajak penghasilan final yang masih harus dibayar.
Jumlah pajak dan denda yang ditetapkan dalam surat ketetapan pajak harus
dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada periode berjalan.
Pembebanan ditangguhkan jika memenuhi kriteria pengakuan. Jika terdapat bukti
bahwa SKP tersebut tidak menimbulkan kewajiban di masa mendatang, karena
proses banding atau keberatan yang berpotensi dimenangkan entitas maka
pembebanan SKP dapat ditangguhkan.
Untuk perbedaan nilai aset investasi pada asosiasi antara pencatatan akuntansi dan
dasar pengenaan pajak, menurut standar diakui sebagai perbedaan temporer.
Peraturan perpajakan di Indonesia mengecualikan deviden dan laba entitas asosiasi
dengan kepemilikan sekurang-kurangnya 25% sebagai penghasilan. Sehingga
menurut pajak investasi akan tercatat sebesar nilai perolehan, sedangkan dengan
metode ekuitas nilai investasi akan meningkat sebesar laba yang belum terbagi,
karena pendapatan diakui saat melaporkan laba dan dividen dicatat mengurangi
investasi. Standar menjelaskan bahwa perbedaan temporer terkait investasi pada
asosiasi, anak dan cabang dapat tidak diakui jika entitas induk tidak mampu
mengendalikan waktu pemulihan perbedaan temporer dan kemugkinan perbedaan
temporer tersebut tidak dapat dipulihkan di masa depan yang dapat diperkirakan.