Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam Yang Dibimbing Oleh
Oleh :
Sarce (21401082025)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
APRIL 2017
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika bisnis merupakan suatu bidang ilmu ekonomi yang terkadang
dilupakan banyak orang, padahal melalui etika bisnis inilah seseorang dapat
memahami suatu bisnis persaingan yang sulit sekalipun, bagaimana bersikap
manis, menjaga sopan santun, berpakaian yang baik sampai bertutur kata semua
itu ada meaning nya. Bagaimana era global ini dituntut untuk menciptakan suatu
persaingan yang kompetitif sehingga dapat terselesaikannya tujuan dengan baik,
kolusi, korupsi, mengandalkan koneksi, kongkalikong menjadi suatu hal yang
biasa dalam tatanan kehidupan bisnis, yang mana prinsip menguasai medan dan
menghalalkan segala cara untuk memenangkan persaingan menjadi suatu hal yang
lumrah, padahal etikanya tidak begitu.
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan
system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk
didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya
yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses
ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan
perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan
system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan
organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
a. Bagimana kerangka konseptual etika bisnis islam?
b. Bagaimana etika bisnis dalam era globalisasi?
PEMBAHASAN
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam,
kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis.
Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis.
Dalam hal ini, beliau bersabda:Tidak dibenarkan seorang muslim menjual
satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya (H.R. Al-
Quzwani). Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami (H.R.
Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau
melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan
barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut
Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya,
sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi
juga berorientasi kepada sikap taawun (menolong orang lain) sebagai
implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung
material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang
lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang
para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis
Dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud, dari Abu Hurairah bahwanya saya
mendengar Rasulullah saw bersabda, Sumpah itu melariskan dagangan
tetapi menghapuskan keberkahan. Praktek sumpah palsu dalam kegiatan
bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada
gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari,
bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak
berkah.
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan
bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, Allah merahmati seseorang yang
ramah dan toleran dalam berbisnis (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain
tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, Janganlah
kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan
penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar
menarik orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya.
Nabi Muhammad Saw bersabda, Janganlah seseorang di antara kalian
menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain
(H.R. Muttafaq alaih).
7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang
dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan
keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis
semacam itu.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan
yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah
bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi ( QS. 83: 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah,
Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari
mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang
hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang.
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw
bersabda, Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya.
Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-
tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
Perusahaan
Perusahaan ialah suatu tempat untuk melakukan kegiatan proses
produksi barang atau jasa. Hal ini disebabkan karena kebutuhan manusia
tidak bisa digunakan secara langsung dan harus melewati sebuah proses di
suatu tempat, sehingga inti dari perusahaan ialah tempat melakukan proses
sampai bisa langsung digunakan oleh manusia. Untuk menghasilkan barang
siap konsumsi, perusahaan memerlukan bahan bahan dan faktor pendukung
lainnya, seperti bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan tenaga kerja.
Untuk memperoleh bahan baku dan bahan pembantu serta tenaga kerja
dikeluarkan sejumlah biaya yang disebut biaya produksi (Abiyoga, 2012).
Hasil dari kegiatan produksi adalah barang atau jasa, barang atau jasa
inilah yang akan dijual untuk memperoleh kembali biaya yang dikeluarkan.
Jika hasil penjualan barang atau jasa lebih besar dari biaya yang dikeluarkan
maka perusahaan tersebut memperoleh keuntungan dan sebalik jika hasil
jumlah hasil penjualan barang atau jasa lebih kecil dari jumlah biaya yang
dikeluarkan maka perusaahaan tersebut akan mengalami kerugian. Dengan
demikian dalam menghasilkan barang perusahaan menggabungkan beberapa
faktor produksi untuk mencapi tujuan yaitu keuntungan (Ramdhan, 2010).
Perusahaan merupakan kesatuan teknis yang bertujuan menghasilkan
barang atau jasa. Perusahaan juga disebut tempat berlangsungnya proses
produksi yang menggabungkan faktor faktor produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa. Perusahaan merupakan alat dari badan usaha untuk mencapai
tujuan yaitu mencari keuntungan. Lembaga yang melakukan usaha pada
perusahaan disebut pengusaha, para pengusaha berusaha dibidang usaha yang
beragam (Anonim , 2012).
A. Kesimpulan
Dalam Islam etika dan bisnis merupakan satu kesatuan utuh yang tidak
bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Hal ini dikarenakan ajaran Islam yang
bersifat syumul yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.Hubungan
bisnis dengan etika dalam Islam tak ubahnya kesatuan antara urat dan daging.
Landasan yang mendorong prilaku bisnis hendaknya didasarkan tidak
hanya karena rasa takut pada sebuah pemerintahan, tidak juga hanya karena hasrat
menumpuk kekayaan , tetapi lebih dari itu, seorang pebisnis hendaknya
menyandarkan prilakunya semata-mata karena rasa takut kepada Allah dalam
usah mencari ridhanya. Sehingga bisnis yang ideal dalam Islam, adalah bisnis
yang mampu menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, mempu menciptakan
rasa keadilan dan memenuhi tuntutan kebajikan dan keluhuran budi. Oleh karena
itu, pebisnis muslim harus tunduk kepada aksioma (nilai dasar) etika bisnis Islami
yang mencakup tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, tanggungjawab, dan
kebenaran.
Dalam kehidupan bermasyarakat, dikenal nilai-nilai dan norma-norma
etis. Begitu juga pada dunia bisnis pada umumnya. Bisnis perlu mengenal dan
memperhatikan etika. Dalam dunia persaingan yang ketat, bisnis yang berhasil
adalah bisnis yang memprhatikan nilai-nilai moral. Jadi antara etika dan bisnis
ada relevasinya. Adanya persaingan yang ketat antara pelaku usaha dan adanya
prinsip ekonomi untuk memperoleh kaentungan sebesar-besarnya, membuat para
pelaku bisnis bertindak tidak jujur.
REFERENSI
Rivai, V., Nuruddin, A., & Arfa, F. A. (2012). Islamic Business and Economic Ethics.
Jakarta: Bumi Aksara.
Beekun, R. I. (1997). Islamic business ethics (No. 2). International Institute of Islamic
Thought (IIIT).
Harahap, S. S., & Mandala, H. M. (1997). Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara. ISO
690