Anda di halaman 1dari 22

Hasriani

Senin, 25 April 2016


makalah enzim

TUGAS FARMAKOLOGI II
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

ENZIM

DISUSUN OLEH:
NAMA :HASRIANI
NIM :PO.71.3.251.13.1.024
KELAS : II. A

DOSEN MATA KULIAH : Ruadiaman, Ssi, Msi Apt

JURUSAN FARMASI
POLITEKHNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta alam
semesta, manusia, dan kehidupan beserta segala isinya, karena berkat pimpinan,bimbingan,
bantuan, izin serta bimbingan dari dosen mata kuliah saya dapat menyelesaikan makalah
dengan judul Ezim ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada bapak Ruadiaman, Ssi, Msi Apt selaku dosen mata kuliah
MARMAKOLOGI II atas bimbingannya serta semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Topik pada makalah ini adalah Enzim, khususnya mengarah pada pembahasan
mengenai pembagian enzim, farmakodinamika obat, farmakokinetika obat indikasi,
efeksamping serta mekanisme kerja obat. Saya mengumpulkan data-data dari berbagai
sumber seperti buku, internet, maupun orang-orang yang memiliki kemampuan lebih
mendalam mengenai topik yang saya bahas.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada teman-teman. kami menyadari bahwa dalam penulisan jurnal ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para teman-teman demi peningkatan kualitas makalah.
Makassar, 15 Maret 2015
Mahasiswa

( Hasriani )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap sel hidup dalam organisme memerlukan tenaga (energi) untuk kelangsungan
hidupnya. Tenaga tersebut diperoleh dari serangkaian reaksi pembongkaran (katabolisme)
bahan-bahan manakan (nutrisi) yang utamanya adalah glukosa (sumber energi utama hasil
konversi energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis). Energi tersebut
selanjutnya digunakan untuk melakukan seluruh proses-proses fisiologi dan biokimia di
dalam sel dan system tubuh melalui berbagai reaksi. Seluruh proses dan reaksi tersebut
dilakukan dalam kondisi terjaga, dan memerlukan katalisator yang disebut Enzim
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa
yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.
Enzim mempunyai beberapa jenis serta beberapa sifat. Enzim bekerja secara bolak balik.
Maisng-masing enzim menempati substrat tertentu.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman)
optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan
bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat
bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan
menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh
molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan
aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor
enzim.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian enzim
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim
merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut
sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang
berbeda, disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat
berlangsung dengan cukup cepat.
Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan
dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan
energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian
besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada
satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap
enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan pada
proses perombakan pati menjadi glukosa.
Hal-ihwal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia
pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri tetapi
sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama dipelajari dalam
kedokteran, ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman,
kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum
yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk
jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja
secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim
kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor
adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang
meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor enzim.
B. Ciri-Ciri Enzim
Ciri ciri dari enzim ialah sebagai berikut :
1. Merupakan sebuah protein Jadi sifatnya sama dengan protein yaitu dapat menggumpal dalam
suhu tinggi dan terpengaruh oleh temperatur.
2. Bekerja secara khusus Artinya hanya untuk bekerja dalam satu reaksi saja tidak dapat
digunakan dalam beberapa reaksi.
3. Dapat digunakan berulang kali Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak
berubah pada saat terjadi reaksi.
4. Rusak oleh panas Enzim tidak tahan pada suhu tinggi, kebanyakan enzim hanya bertahan
pada suhu 500C, rusaknya enzim oleh panas disebut dengan denaturasi.
5. Dapat bekerja bolak balik Artinya satu enzim dapat menguraikan satu senyawa menjadi
senyawa yang lain.
6. ISOZIM atau Iso-enzim adalah dalam suatu campuran terdapat lebih dari satu enzim yang
dapat berperan dalam suatu substrat untuk memberikan suatu hasil yang sama. Keuntungan
bagi tumbuhan yang mengandung isoenzim adalah karena isozim isozim tersebut akan
memiliki tanggapan yang berbeda terhadap faltor faktor lingkungan. Setiap isozim
dihadapkan pada lingkungan kimia yang berbeda dab masing masing berperan pada posisi
yang berbeda dalam lintasan metabolic.
C. Struktur Enzim
Beberapa reaksi kimia didalam tubuh mahluk hidup terjadi sangat cepat. Hal ini terjadi
karena adanya suatu zat yang membantu proses tersebut. Bila zat ini tidak ada maka proses-
proses tersebut akan terjadi lambat atau tidak berlangsung sama sekali. Zat tersebut di kenal
dengan nama fermen/enzim.
Menurut Kuhne (1878), enzim berasal dari kata in + zyme yang berarti sesuatu dalam
ragi. Menurut Mayrback (1952), enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi
reaksi-reaksi kimia dalam sel da jaringan mahluk hidup. Dari hasil penelitian dapat di
simpulkan bahwa ENZIM adalah biokatalisator, yamh artinya senyawa organik berupa
protein bermolekul besar yang dapat mempercepat jalannya reaksi-reaksi metabolisme tanpa
mengalami perubahan struktur kimia.
Kebanyakan enzim yang terdapat didalam alat-alat atau organ-organ organisme hidup
berupa larutan koloidal dalam cairan tubuh, seperti air ludah, darah, cairan lambung dan
cairan pangkreas.
Pembentukan enzim memerlukan bahan baku asam amino sehingga pembentukannya
akan mengalami hambatan jika sumber bahan baku ini berkurang.
Beberapa enzim, seperti pepsin, tripsin dan kimotripsin yang hanya terdiri atas satu
rantai polipeptida disebut enzim monomerik. Enzim lain, seperti heksokinase, laktat
dehidrogenase, endase dan piruvat kinase yang terdiri atas dua atau lebih rantai polipeptida
disebut enzim oligomerik.
Seperti protein, enzim dapat mengalami denaturasi, misalnya akibat pengaruh
pemanasan, gelombang ultrasonik dan radiasi ultraviolet atau pengaruh penambahan asam,
basa dan pelarut organik tertentu. Denaturasi ini menyebabkan enzim menjadi tidak aktif atau
tidak dapat bekerja.
Pada enzim terdapat bagian protein yang tidak tahan panas yaitu disebut dengan
apoenzim, sedangkan bagian yang bukan protein adalah bagian yang aktif dan diberi nama
gugus prostetik, biasanya berupa logam seperti besi, tembaga, seng atau suatu bahan senyawa
organik yang mengandung logam.
Apoenzim dan gugus prostetik merupakan suatu kesatuan yang disebut haloenzim, tapi
ada juga bagian enzim yang apoenzim dan gugus prostetiknya tidak menyatu. Bagian gugus
prostetik yang lepas kita sebut koenzim, yang aktif seperti halnya gugus prostetik. Contoh
koenzim adalah vitamin atau bagian vitamin (misal : vitamin B1,B2,B6, oniasindan biotin).
Karena enzim itu suatu protein, konsekuensinya karakteristik biokimia enzim sama
seperti karakteristik protein, yang disintesis oleh sel memerlukan DNA, bila rusak oleh
lingkungan yang tidak mendukung seperti akibat suhu dan pH enzim dapat menurunkan
barier energi aktivasi, sehingga reaksi dapat berlangsung dalam kondisi normal yang ada pada
sel hidup. Enzim dapat mempercepat tingkat reaksi yang sebenarnya terjadi, tapi jauh lebih
lambat.
D. Peran dan Bagian Enzim
Enzim adalah protein yang khusus disintesa oleh sel hidup untuk mengkatalisa reaksi yang
langsung didalamnya. Oleh karena itu reaksi itu banyak sekali, maka biokatalisator yang
membentuk jumlah maupun jenisnya tak terhitung banyaknya. Untuk aktifitasnya kadang-
kadang enzim itu membutuhkan kofaktor yang bisa berupa senyawa organik dengan besar
molekul cukup tinggi, atau logam. Fungsi logam pada umumnya adalah untuk memantapkan
ikatan antara substrat pada enzim atau mentransfer elektron yang timbul selama proses
katalisa. Kecepatan gerak pada enzim dapat diukur dari jumlah substrat yang berkurang.
Enzim tersusun atas protein, oleh karena itu pengaruh pH berhubungan erat dengan sifat
asam-basa yang dipunyai oleh protein. Pengaruh reaksi sebagian besar naik, dengan kenaikan
suhu sampai batas tertentu. Setiap naik 10*C kecepatan reaksinya naik dua kali. Suhu
mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas enzim. Pertambahan
suhu akan menaikkan aktivitas enzim, sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim. Pada
umumya suhu berada pada 50-60*C(Martoharsono, 1984)
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan dalam aktivitas biologis.
Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam jumlah
yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal
tidak terjadi penyimpangan hasil reaksinya. Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena
panas, asam dan basa kuat, pelarut organik atau apa saja yang bisa menyebabkan denaturasi
protein. Enzim dinyatakan mempunyai sifat yang sangat khas karena hanya bekerja pada
substrat tertentu (Girinda, 1990).
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme zat, bekerja dengan urutan yang
teratur. Enzim mengkatalis ratusan reaksi tahap yang menguraikan molekul nukleat. Reaksi
yang menyimpan dan mengubah energi kimia dan membuat makromolekul sel dan prekusor
sederhana. Diantara sekelompok yang berpartisipasi dalam metabolisme terdapat sekelompok
khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur yang dapat mengenali berbagai isyarat
metabolik dan mengubah kecepatan kataliknya sesuai dengan isyarat yang diterima. Melalui
aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang
harmonis antara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda yang diperlukan untuk
menunjang kehidupan(Lehnninger, 1995).
Fungsi penting dari enzim adalah sebagai biokatalisator, reaksi kimia secara kolektif
membentuk metabolisme perantara sel, suatu bagian yang sangat kecil dari suatu molekul
besar protein enzim sangat berperan untuk katalis reaksi. Bagian yang kecil ini dinamakan
bagian aktif enzim. Aktivitas katalik enzim dapat ditentukan juga melalui struktur tiga
dimensi molekul enzim tersebut.
Enzim disini mempunyai peranan katalis dalam menurunkan aktivitas dari reaksi energi.
Aktivasi dapat diartikan sebagai sejumlah energi atau kalori yang diturunkan oleh suatu mol
zat pada temperatur tertentu untuk membawa molekul kedalam aktifnya atau keadaan
aktivnya(Wirahadikusuma, 1989)
Enzim terdiri atas dua bagian, yaitu koenzim dan apoenzim. Koenzim dan apoenzim
membentuk haloenzim yang merupakan enzim aktif. Tanpa adanya koenzim, enzim menjadi
tidak aktif(Winarno, 1983).
Berdasarkan macam reaksi yang dikatalisa, enzim dapat dikelompokkan dalam 6 jenis,
yaitu oksidoreduktase, transferase, hididase, lipase, isomerase, dan lipase. Enzim
memerlukan komponen kimia bagi aktivitasnya, komponen ini disebut kofaktor-kofaktor
berupa molekul organik kompleks yang disebut koenzim(Harpet, 1979).
Peranan dan Fungsi Enzim Dalam Kehidupan
Terdapat berbagai macam peranan atau Fungsi dari pasa enzim yakni :
1. Reduksi, yaitu reaksi penambahan hydrogen, electron atau pelepasan oksigen.
2. Dehidrasi yaitu pelepasan molekul uap air (H20).
3. Oksidasi yaitu reaksi pelepasan molekul hydrogen, electron atau penambahan oksigen
4. Hidrolisis yaitu reaksi penambahan H20 pada suatu molekul dan diikuti pemecahan molekul
pada ikatan yang ditambah H20.
5. Deminase yaitu reaksi pelepasan gugus amin (NH2)
6. Dekarbolisasi yaitu reaksi pelepasan CO2 dan gugusan karbosil.
7. Fosforilasi yaitu reaksi pelepasan fosfat.
8. Enzim merupakan biomolekul yang mengkatalis reaksi kimia, di mana hampir semua enzim
adalah protein. Pada reaksi-reaksi enzimatik, molekul yang mengawali reaksi disebut
substrat, sedangkan hasilnya disebut produk. Cara kerja enzim dalam mengkatalisis reaksi
kimia substansi lain tidak merubah atau merusak reaksi ini.
9. Fungsi Enzim Yaitu sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun di
luar sel makhluk hidup. Enzim ini berfungsi sebagai katalis yang sangan efisien dan
mempunyai derajat yang tinggi.
10. Tata nama dan Kekhasan Enzim Setiap enzim disesuaikan dengan nama substratnya dengan
menambahkan ase dibelakangnya. Kekhasan enzim asam amino sebagai substrat dapat
mengalami reaksi berbagai enzim.
11. Penggolongan Enzim Enzim dapat digolongkan ke dalam 6 golongan yaitu: 1.
Oksidoreduktase terdapat dua enzimyaitu dehidrogenase dan oksidasi 2. Transferase yaitu
enzim yang bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa
lain 3. Hidrolase yaitu sebagai katalis reaksi hidrolisis 4. Liase berperan dalam proses
pemisahan 5. Isomerase bekerja pada reaksi intramolekuler 6. Ligase bekerja pada
penggabungan dua molekul.
E. Cara kerja enzim
Enzim dapat digolongkan berdasarkan tempat bekerjanya dan cara bekerjanya.
1. Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya
a. Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel.
Umumnya merupakan enzim yang digunakan untuk proses sintesis di dalamsel dan untuk
pembentukan energi (ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel,misal dalam proses
respirasi.
b. Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di luar sel.
Umumnya berfungsi untuk mencernakan substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul
yang lebih sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel.
Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak digunakan dalam
proses kehidupan sel.
2. Penggolongan enzim berdasarkan cara bekerjanya
No Nama Enzim Tipe Reaksi yang Dikatalisis Contoh
1. Oksidoreduktase Transfer elektron Alkohol deh
2. Transferase Transfer gugus fungsi Heksokinase
3. Hidrolase Reaksi hidrolisis Tripsin
4. Liase Pemutusan ikatan C-C, C-O, C-N, membentuk ikatan Piruvat deka
rangkap
5. Isomerase Pemindahan gugus di dalam molekul, membentuk Maleat isom
isomer
6. Ligase (sintetase) Pembentukan ikatan Piruvat karb
a. Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang merupakan pemindahan elektron,
hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh adalah enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen
peroksidase (katalase). Ada beberapa macam enzim electron transfer oksidase, yaitu enzim
oksidase, oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase
1) Oksidase
2) Oksigenase (transferase oksigen)
3) Hidroksilase
4) Dehidrogenase
5) Hidrogen peroksidase
b. Transferase
Transferase mengkatalisis pemindahan gugusan molekul dari suatu molekul ke molekul
yang lain. Sebagai contoh adalah beberapa enzim sebagai berikut:
1) Transaminase adalah transferase yang memindahkan gugusan amina.
2) Transfosforilase adalah transferase yang memindahkan gugusan fosfat.
3) Transasilase adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
c. Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh enzim adalah:
1) Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan ester karboksil.
2) Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
3) Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.
d. Liase
Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan dari
suatu molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
1) L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan air dari
malat sehingga dihasilkan fumarat.
2) Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan gugus
karboksil.
e. Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
1) Rasemas: mengubah l-alanin <> D-alanin
2) Epimerase: merubah D-ribulosa-5-fosfat <> D-xylulosa-5-fosfat
3) Cis-trans isomerase: merubah transmetinal <> cisrentolal
4) Intramolekul ketol isomerase,: merubah D-gliseraldehid-3-fosfat <> dihidroksi aseton fosfat
5) Intramolekul transferase atau mutase: merubah metilmalonil-CoA <> suksinil-CoA
f. Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul dengan dibebaskannya molekul
pirofosfat dari nukleosida trifosfat, sebagai contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang
mengkatalisis rekasi sebagai berikut: Asetat + CoA-SH + ATP <> Asetil CoA + AMP + P-P
g. Enzim lain dengan tatanama berbeda
Ada beberapa enzim yang penamaannya tidak menurut cara di atas, misalnya enzim
pepsin, triosin, dan sebagainya serta enzim yang termasuk enzim permease. Permease adalah
enzim yang berperan dalam menentukan sifat selektif permiabel dari membran sel.
Enzim dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata.
Enzim bekerja dengan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi.
Gambar 1. Ilustrasi sebuah reaksi untuk mendapatkan produk dengan menergi
yang lebih rendah. Reaksi dimulai dengan interaksi reaktan yang memerlukan energi untuk
aktivasinya hingga mencapai level untuk reaksi menuju produk dengan melepas energi
sehingga memiliki level energi yang lebih rendah dari semula. Enzim bekerja dengan
mengikat reaktan (substrat) yang menyebabkan berada pada posisi (orientasi) yang
diinginkan dengan energi yang lebih rendah dari energi aktivasinya. Pada akhir reaksi, enzim
akan kembali seperti semula.
enzyme + A + B C + D + enzyme

Gambar 2. Peran enzim dalam mempercepat reaksi kimia. Deangan adanya enzim maka
energi aktivasi untuk reaksi A+B dapat diturunkan sehingga pembentukan produk C+D akan
berjalan lebih cepat.
Enzim memiliki sifat:
1. Dapat menurunkan energi aktivasi dari reaksi
2. Meningkatkan kecepatan reaksi
3. Tidak habis atau berubah selama reaksi berlangsung
4. Menunjukkan spesifitas, kompetisi dan saturasi
Teori katalitik enzim
1. Teori Lock and Key
Teori yang mendasarkan pada kesesuaian bentuk antara enzim dan substrat sehingga
memungkinkan untuk berikatan secara spesifik sebagaimana antara gembok dan kunci.
Dalam hal ini substrat terikat pada posisi tertentu pada enzim dengan tepat sesuai (binding
site) bentuknya dan kemudian melakukan reaksi disitu hingga terbentuk produk.

2. Teori penyesuaian (Induced fit theory)


Teori yang mendasarkan bahwa struktur enzim pada binding site nya adalah lentur dan secara
spesifik mampu menyesuaikan dengan struktur substrat yang tepat. Sekali substrat terikat
pada binding site enzim rekasi akan dapat berjalan. Dengan teori ini dapat dijelaskan bahwa
reaksi enzimatik umumnya berjalan reversible.
Gambar 3. Teori katalitik enzim. Teori Lock and Key merupakan teori lama yang
tidak dapat menjelaskan adanya sifat reversible reaksi enzimatis. Teori induced fit merupakan
teori yang banyak dianut hingga saat ini. Adanya ko-faktor dank o enzim dapat
mempermudah pengikatan substrat dengan enzim.
Gambar VI-4. Peran ko-faktor dalam reaksi enzimatis

F. Kerja obat pada enzim


Obat yang bekerja pada enzim dibagi menjadi 3 berdasarkan mekanisme aksinya :
1. Inhibitor kompetitif
2. Substrat Palsu
3. Pro-drug
1. INHIBITOR KOMPETITIF
Inhibitor kompetitif ( obat ) bereaksi secara kompetititf dengan substrat enzim
terhadap enzim pada sisi aktifnya. Interaksi antara obat dengan enzim mengakibatkan
penghambatan aktifitas enzim tersebut. Ringkasnya, inhibitor kompetitif menghambat reaksi
normal yang di perantarai suatu enzim . Aspiri suatu oabt analgesik , bereaksi menghambat
enzim siklooksigenase yang di perantarai perubahan substrat asam arakidonat menjadi
beberapa mediator inflamasi yaitu prostaglandin, tromboksan . Neostigmin ( obat pada
myasteniagravis ) dan racun organofosfat ( diisopropil fluorofosfat , isofluorofosfat dan
malation ) menghambat enzim asetilkolinesterase yang mendegradasi asetilkolin menjadi
kolin dan asam assetat sehingga mengakibatkan peningkatan kadar asetilkolin.
Kaptopril ( antihipertensi ACE inhibitor ) berekasi dengan menghambat angiotensi
converting enzyme sehingga menghambat pembentukan angiotensi II ( suatu
vasokonstriktor poten ). Allopurinol, suatu obat antigout beraksi dengan menghambat enzim
xanthin oksidase. Enzim tersebut bertanggung jawab menghasilkan asam urat. Simvastatin
merupakan obat yang menurunkan kadar lipid. Obat ini bereaksi mengahmbat enzim HMG-
CoA reduktase, suatu rate-limiting enzyme pada sistem kolesterol. HMG-CoA reduktase,
merupakan enzim yang mengubah HMG-CoA menjadi asam mevalonat, selanjutnya diubah
menjadi kolesterol. Antibiotik menghambat sintesis folat yaitu sulfonamid dan trimetropim
bereaksi secara sinergis menghambat enzim dihidropteroat synthetase dan dihidrofolat
reduktase. Kedua obat tersebut sering dikombinasikan untuk beberapa kasus infeksi misalnya
infeksi pada saluran pernapasan dan saluran kenci.
Contoh obat lainnya adalah asetasolamid ( diuretik, menghambat enzim karbonik
anhidrase), karbidopa ( anti Parkinson, menghambat dopa dekarboksilase), selegilin ( anti
Parkinson, menghambat enzim monoamin oksidase B), cytarabin ( anti kanker, menghambat
enzim DNA polimerase), acyclovir ( anti virus menghambat thymidin kinase).
2. SUBSTRAT PALSU
Obat antikanker fluorourasil merupakan suatu contoh obat yang beraksi sebagai substrat
palsu. Pada proses normal , urasil dalam 2-deoksiuridilat ( DUMP) diubah menjadi 2-
deoksitimidilat ( DTMP) melalui enzim timidilat sintetase. Timidilat tersebut digunakan
dalam proses sintesis purine atau sintesis DNA sel. Pada pemberian fluorourasil, senyawa ini
kan mengalami transformasi kimia untuk membentuk produk abnormal yang mengganti jalur
metabolisme yang normal. Fluorourasil mengganti urasil sebagai intermediet pada
biosintesis purine. Dalam tubuh fluorourasil diubah menjadi fluorodeoksiuridin monofosfat
( FDUMP), dapat berinteraksi dengan timifilat sintetase namun tidak mngahasilkan DTMP.
Hal ini mengakibatkan penghambatan sintesis DNA dan pada akhirnya pembelahan sel
terhenti.
Contoh lain adalah metildopa suatu obat antihipertensi golongan central blockers.
Peningkatan tekanan darah salah satunya dipacu oleh aktivitas syaraf simpatik pada organ
kardiovaskuler dengan melibatkan noradrenalin ( NA). Dalam sistem syaraf simpatik , NA
dibentuk dari dopamin oleh enzim dopamin b-hidroksilase. Dopamin sendiri dibentuk dari
dopa oleh enzim dopa dekarboksiloase. Pada pemberian metildopa, senyawa tersebut dapat
berinteraksi dengan enzim tersebut sehingga tidak terbentuk noradrenalin namun membentuk
metil-noradrenalin. Metil-noradrenalin merupakan agonis a2 adrenergik. Aktifitas pada
reseptor a2 adrenergik menyebabkan penghambatan pelepasan noradrenalin dari sistem syaraf
simpatik.
3. Pro-drug
Istilah pro-drug merupakan salah satu obat yang berinteraksi enzim metabolisme dalam tubuh
, diubah menjadi suatu metabolit yang mempunyai efek farmakologi. Dalam hal ini obat
tersebut bisa tidak aktif namun metabolitnya lebih aktif. Contoh prodrug ( tidak aktif) dengan
metabolit aktifnya adalah kortison ( hidrokortison ), prednison ( prednisolon ), enalapril
( enalaprilat), azathioprin ( merkaptopurine), zidovudin ( zidovudin tri fosfat). Atau, obat
tersebut bersifat aktif namun metabolitnya jauh lebih aktif. Contohnya : morfin ( morfin 6-
glukuronat), parasetamol (N- asetil-p- benzoquinon imin), halotan (asam trifluoroasetat ).
G. Mekanisme Kerja Obat : Fase Farmakodinamik
Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dalam tubuh atau
mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh. Kebanyakan obat pada tubuh bekerja
melalui salah satu dari proses interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan enzim,
dan kerja obat non spesifik.
Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel,
ribosom, atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa
protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor yang
diduduki atau bereaksi, maka efeknya akan meningkat.
Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan
enzim pada tubuh. Obat ini bisa dengan cara mengikat (membatasi produksi) atau
memperbanyak produksi dari enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik
bekerja dengan cara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri bekerja dengan
cara mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi ketika asetilkolin esterase
dihambat, maka asetilkolin tidak akan dipecah menjadi asetil dan kolin.
Yang ketiga adalah kerja non spesifik. Maksud dari kerja non spesifik adalah obat tersebut
bekerja dengan cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Na-
bikarbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi protein, dan norit
yang mengikat toksin, zat racun, atau bakteri.
Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat yang tidak
sepenuhnya mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial, karena yang diikat hanya
sebagian (parsial). Selain menimbulkan efek farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu
senyawa kimia juga bisa tidak menimbulkan efek farmakologis. zat tersebut diberinama
antagonis. Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan dan obat
antagonis memiliki ikatan yang lebi kuat maka dapat menghalangi efek agonis. Antagonis
sendiri ada yang kompetitif dan antagonis non-kompetitif. Disebut antagonis kompetitif
ketika obat itu berikatan di tempat yang sama dengan obat agonis.
H. CONTOH INTERAKSI OBAT CARBAMAZEPINE TERHADAP INDUKSI ENZIM
1. Farmakodinamika Carbamazepine
1.1.Efek Farmakologis
Carbamazepine digunakan untuk terapi epilepsi semua jenis baik kejang parsial
maupun menyeluruh. Ketika obat ini digunakan, fungsi ginjal dan hati serta parameter
hematologi harus dipantau. Meskipun efek carbamazepine pada hewan dan manusia dalam
banyak mirip dengan efek fenitoin, kedua obat ini berbeda dalam sejumlah hal yang
kemungkinan penting. Carbamazepine diketahui menghasilkan respons terapeutik pada
pasien mania-depresif, termasuk pada beberapa pasien yang tidak sembuh dengan litium
karbonat, selain itu, carbamazepine mempunyai efek antidiuretik yang kadang-kadang
dikaitkan dengan berkurangnya konsentrasi hormon antidiuretik (ADH) dalam plasma. Yang
menjadi perhatian adalah gangguan hati atau gangguan ginjal, hamil, menyusui, hindari
pemutusan obat mendadak, riwayat penyakit jantung, glaucoma, riwayat reaksi hematologik
terhadap obat lain (Sweetman, 2009).
Intoksitasi akut akibat carbamazepine menyebabkan stupor atau koma,
hiperiritabilitas, konvulsi dan depresi pernapasan. Selama terapi jangka panjang, efek obat
yang tidak diinginkan yang lebih sering terjadi meliputi rasa kantuk, vertigo, ataksia,
diplopia, dan pandangan kabur. Frekuensi kejang dapat meningkat, terutama jika overdosis.
Efek merugikan lainnya meliputi mual, muntah, toksisitas hematologis parah (anemia
aplastik, agranulositosis), dan reaksi hipersensivitas (dermatitis, eosinofilia, limfadenopati,
splenomegali). Komplikasi terapi carbamazepine yang muncul lambat adalah retensi air,
disertai dengan penurunan osmolalitas dan konsentrasi Na+ dalam plasma, terutama pada
pasien lanjut usia yang menderita penyakit jantung (Sweetman,2009).
Toleransi berkembang terhadap efek-efek neurotoksik carbamazepine, dan dapat
diminimalkan dengan meningkatkan dosis secara bertahap atau dengan pengaturan dosis
pemeliharaan. Berbagai abnormalitas hati atau pankreas telah dilaporkan selama terapi
dengan carbamazepine, yang paling sering terjadi adalah peningkatan sementara enzimenzim
hati dalam plasma pada 5% sampai 10% pasien. Leukopenia ringan dan sementara terjadi
pada sekitar 10% pasien selama awal-awal terapi dan biasanya menghilang dalam 4 bulan
pertama pada penanganan, berkelanjutan, trombositopenia sementara juga telah teramati.
Pada sekitar 2% pasien, leukopenia yang menetap dapat berkembang yang mengharuskan
dihentikannya pemberian obat ini. Kekhawatiran awal bahwa anemia aplastis dapat
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada terapi jangka panjang dengan carbamazepine
tidak terbukti. Pada kebanyakan kasus, pemberian beberapa obat atau adanya penyakit lain
yang mendasari mennyulitkan penetapan suatu hubungan sebabakibat. Pada umumnya,
prevalensi anemia aplastik muncul sekitar 1 dari 200.000 pasien yang ditangani dengan obat
ini. Tidak jelas apakah pemantauan fungsi hematologis dapat mencegah berkembangnya
anemia aplastis ireversibel. (Sweetman, 2009).
.1.2 Mekanisme Kerja
Seperti fenitoin, carbamazepine membatasi perangsangan berulang potensial aksi
yang dipicu oleh depolarisasi terus menerus pada neuron-neuron spinalis kordata atau korteks
mencit yang dipertahankan secara in vitro. Ini tampaknya diperantarai oleh melambatnya laju
pemulihan saluran Na+ yang diaktivasi tegangan dari keadaan terinaktivasi. Efek
carbamazepine ini tampak jelas pada konsentrasi dalam rentang terapeutik di dalam CSS
manusia. Efek carbamazepine bersifat selektif pada konsentrasi ini, karena tidak ada efek
pada aktivitas spontan atau pada respons terhadap GABA atau glutamat yang diberikan secara
iontoforetik. Metabolit carbamazepine, yaitu 10,11-epoksi carbamazepine juga membatasi
perangsangan berulang secara terus menerus pada konsentrasi yang sesuai secara terapeutik,
yang menunjukkan bahwa metabolit ini dapat berkontribusi terhadap efikasi carbamazepine
sebagai antikejang (Sweetman,2009).
1.3. Efek Samping
Efek samping penggunaan carbamazepine adalah pusing, vertigo, ataksia, diplopia
dan penglihatan kabur. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, anemia
aplastik,agranulositosis, dan reaksi alergi berupa dermatitis, eosinofilia, limfadenopati, dan
splenomegali. Gejala intoksikasi akut dapat berupa stupor/koma, iritabel, kejang dan depresi
napas (Sweetman, 2009).
2. farmakokinetika CarbamaFarmakozepine
2.1 Absorbsi
Carbamazepine diabsorpsi dengan lambat dan secara teratur dari saluran percernaan
dan memiliki bioavailabilitas 85 sampai 100%. Konsentrasi terapetik dilaporkan sebesar 6
sampai 12 g/ml, walaupun terjadi keragaman yang cukup besar. Efek samping terhadap SSP
sering terjasi pada konsentrasi diatas 9 g/ml. Konsentrasi minimal dalam plasma (Cp min)
sebesar 4 g/ml dan konsentrasi maksimal dalam plasma (Cp max) sebesar 14g/ml
(Sukandar, 2008).
2.2 Distribusi
Carbamazepine cepat terdistribusi dalam tubuh dalam bentuk metabolit aktifnya yaitu
10,11-epoksikarbamazepin yang konsentrasi nya dalam plasma dan otak dapat mencapai
50%. Sekitar 70-80% dari carbamazepine terikat pada protein plasma. Hal ini dapat
menyebabkan carbamazepine menginduksi metabolismenya sendiri, sehingga waktu paruh
plasma menjadi lebih singkat dan berpengaruh pada pengulangan dosis. Waktu paruh rata
rata carbamazepine pada pengulangan dosis sekitar 12-24 jam, dimana waktunya lebih
singkat pada anak anak dari pada orang dewasa (Sweetman, 2009).
2.3 Metabolisme
Carbamazepine dimetabolisme di hati, khususnya oleh enzim sitokrom P450 dengan
isoenzimnya adalah CYP3A4 dan CYP2C8. Carbamazepine dimetabolisme oleh CYP3A4
dan CYP2C8 menghasilkan metabolit aktif 10,11-epoksikarbamazepin, disini yang paling
banyak berperan adalah CYP3A4, CYP2C8 hanya berfungsi untuk mempercepat kerja dari
CYP3A4 untuk mengubah carbamazepine menjadi 10,11-epoksikarbamazepin (Pearce et al.
2008).
Selanjutnya diubah menjadi 10,11-dihidroksikarbamazepin yang tidak aktif oleh
enzim epoksihidrolase untuk selanjutnya diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk bebas
dan konjugatnya (Mulyadi dkk., 2010). Jumlah carbamazepine yang dikonversi menjadi
10,11-epoksikarbamazepin sebagai jalur metabolisme utama adalah sebesar 30-50% dari
jumlah dosis yang diberikan kepada pasien selama pengobatan dengan antiepilepsi (Fagiolino
et al., 2006). 10,11-epoksikarbamazepin adalah bentuk aktif dari carbamazepine sedangkan
10,11-dihidroksikarbamazepin adalah bentuk inaktif dari carbamazepine (Tatyana, 1992).

Gambar 1. Jalur metabolisme Carbamazepine (Pearce et al. 2008)


a) Induksi Enzim dan Sifat Autoinduksi Carbamazepine
Beberapa obat (misalnya fenobarbital, carbamazepine, etanol, dan khususnya rifampisin)
dan polutan (misalnya hidrokarbon aromatic polisiklik dalam asap tembakau) meningkatkan
aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme obat. Mekanisme yang terlibat tidak jelas, tetapi
zat-zat kimia yang mempengaruhi sekuens DNA spesifik membangkitkan produksi dari
enzim yang sesuai, biasanya adalah suatu subtype sitokrom P-450. Akan tetapi, tidak semua
enzim yang berperan pada induksi adalah enzim mikrosomal. Sebagai contoh, dehidrogenase
alcohol hepatik terjadi dalam sitoplasma (Neal, 2005).
Carbamazepine memiliki sifat autoinduksi yang artinya carbamazepine secara
otomatis atau dengan sendirinya akan menginduksi enzim yang digunakan untuk
memetabolisme dirinya. Enzim yang diinduksi oleh carbamazepine adalah sitokrom P450
CYP3A4. Induksi enzim akan meningkatkan kecepatan biotransformasi dari obat yang
dimetabolisme yang berpengaruh pada laju eliminasi obat yang semakin meningkat sehingga
untuk mempertahankan agar obat berada dalam rentang konsentrasi terapi, dilakukan
penambahan dosis pada pemakaian berikutnya, akibatnya akan terjadi toleransi obat (Istianty,
2010).
Carbamazepin menginduksi ekspresi sistem enzim hati mikrosomal CYP3A4, yang
memetabolisme carbamazepine sehingga dikatakan autoinduksi. Setelah inisiasi terapi
carbamazepine, konsentrasi dapat diprediksi dan mengikuti dasar masing-masing clearance /
waktu paruh yang telah ditetapkan untuk pasien tertentu. Namun, setelah cukup
carbamazepine telah disajikan untuk jaringan hati, peningkatan aktivitas CYP3A4,
mempercepat klirens obat dan memperpendek waktu paruh. Autoinduksi akan terus terjadi
dengan peningkatan berikutnya dalam dosis tetapi biasanya akan mencapai puncak dalam
waktu 5-7 hari dengan dosis pemeliharaan. Peningkatan dosis pada laju 200 mg setiap 1-2
minggu mungkin diperlukan untuk mencapai ambang kejang stabil. Konsentrasi
carbamazepin stabil terjadi biasanya dalam waktu 2-3 minggu setelah mulai terapi
(Tatyana,1992).
Gambar 2. Grafik hubungan antara dosis dengan klirens steady-state rata-rata
carbamazepine

Dari gambar di atas merupakan grafik hubungan antara dosis dengan klirens steady-
state rata rata dari carbamazepine (simbol kotak merupakan nilai klirens dan simbol batang
merupakan standar deviasi). Grafik ini menunjukkan bahwa dosis dari carbamazepine harus
terus ditingkatkan agar tetap berada dalam rentang steady state, karena setiap pemberian
berulang dari carbamazepine akan meningkatkan produksi dari enzim CYP3A4 yang
berpengaruh pada peningkatan laju klirens dari carbamazepine. Dapat dilihat pada grafik,
pada pemberian dosis tunggal carbamazepine sebanyak 100 mg/hari dan telah mencapai
steady-state, klirens obat tercatat sebesar 30 ml/menit, saat pemberian berulang dengan
peningkatan dosis tunggal menjadi 200 mg/hari, klirens carbamazepine terus meningkat
menjadi 35 ml/menit tetapi tidak mencapai konsentrasi steady-state. Oleh sebab itu dosis
kembali ditingkatkan menjadi 300 mg/hari agar tetap berada dalam konsentrasi steasy-state
walaupun klirens obat terus meningkat (Tatyana, 1992).
Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Connell et al (1984) untuk
mengetahui perubahan jumlah dari carbamazepine yang dimetabolisme dalam tubuh selama
pemakaian jangka pendek dengan sampel darah yang berasal dari 6 subjek pria sehat, maka
didapatkan data di bawah ini:
First Day 21 Days
Elimination half-life (h) 10,4 1,7 6,8 1,2
Systematic clearance (mL/h) 0,79 0,17 1,1 0,3
Volume of distribution (l) 48,4 9,3 45,6 8, 4

Tabel 1. Parameter farmakokinetik dari terapi carbamazepine dosis tunggal 400


mg/hari terhadap 6 pasien pria sehat selama 21 hari
Dari table diatas diketahui bahwa klirens total dari carbamazepine pada saat awal
pemberian (hari pertama) adalah sebesar 0,79 mL/jam dan setelah hari ke-21 setelah terapi
menggunakan carbamazepine, klirens total carbamazepine meningkat menjadi 1,1 mL/jam,
sehingga dapat dihitung persen kenaikan klirens total selama pemberian adalah sebesar
71,81%.

2.4 Eliminasi
Sekitar 25% dari dosis yang diabsorpsi, dieksresikan dalam urin sebagai metabolit
10,11-dihidroksi karbamazepin, 2% sebagai 10,11-epoksikarbamazepin dan kurang dari 10%
dalam bentuk obat yang tidak berubah atau tidak termetabolisme (unchanged drug), sehingga
total obat yang diekskresikan ke dalam urine sebesar 37% dari keseluruhan obat yang
diabsorpsi. Selain diekskresi melalui urin, carbamazepine dikeluarkan melalui feses sebesar
30% yaitu dalam bentuk metabolit 10,11-epoksikarbamazepin. Waktu paruh eliminasi 10 20
jam. Hal ini dipersingkat dengan kehadiran obat antipilepsi lain dan induktor hati enzim
(phenitoin, phenobarbitone). Carbamazepin mengurangi konsentrasi plasma lamotrigin,
oxcarbamazepame, topiramate, phelbamate (Moffat et al., 2004).
2.5 Klirens
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan
mekanisme prosesnya. Ada beberapa takrif dari klirens yang secara farmakokinetik sama
artinya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan
dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari konsep
ini, klirens ditakrifkan sebagai volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari
obat per satuan waktu. Kemungkinan lain, klirens dapat ditakrifkan sebagai laju eliminasi
obat dibagi konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut (Shargel, 2005).
a) Klirens total, klirens renal, dan klirens nonrenal carbamazepine
Klirens obat secara umum dihitung sebagai kliren obat total atau klirens tubuh total.
Klirens tubuh total adalah jumlah obat dari seluruh jalur klirens dalam tubuh, termasuk
klirens obat lewat ginjal (klirens renal), klirens hepar (klirens hepatik) dan klirens paruparu
(klirens lung) dan didasarkan atas konsep bahwa seluruh tubuh bertindak sebagai suatu sistem
eliminasi obat (Shargel, 2005).
CLT = CLr + CLh + CLl atau CLT = CLrenalis + Clnonrenalis Klirens total dari
carbamazepine dengan pemberian dosis tunggal 400 mg rata-rata berkisar antara 0,71 sampai
0,82 mL/jam (Mulyadi 2010).

Klirens hepatis dapat diartikan sebagai volume darah yang mengaliri (perfusi) hati
yang terbersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens hepatis (CLh) juga sama dengan CL
tubuh total dikurangi CL ginjal. Dengan kata lain, CLh dapat dihitung dengan rumus :
CLh = CLT (1 % obat utuh yang ditemukan dalam urin)
(Shargel, 2005)
Dengan menggunakan rumus di atas, CLh dapat ditentukan, dimana CL total
carbamazepine yang diberikan dengan dosis 400 mg pada hari pertama berdasarkan data pada
Tabel 1. adalah 0,79 mL/jam (Connell et al., 1984). Persentase obat utuh yang ditemukan
dalam urin adalah sekitar 10 % (0,1) (Moffat et al., 2004). Jadi, CLh carbamazepine pada hari
pertama adalah:
CLh = CLT x (1- % obat utuh yang ditemukan dalam urin)
CLh = CLT x (1- 10%)
CLh = 0,79 mL/jam x (1- 0,1)
CLh = 0,79 mL/jam x 0,9
CLh = 0,711 mL/jam
Sedangkan klirens renalis dari carbamazepine pada hari pertama adalah :
CLrenalis = CLT - CLh
CLrenalis = 0,79 mL/jam - 0,711 mL/jam
CLrenalis = 0,079 mL/jam
b) Rasio ekstraksi hepatik carbamazepine
Ekstraksi hepatik adalah istilah yang berguna untuk mengukur seberapa mudah hati
dapat memproses, atau memetabolisme, memberikan obat atau racun. Istilah ekstraksi
hepatik berarti perbedaan jumlah obat dalam darah yang dimasukkan ke dalam hati (100
persen) dan jumlah obat utuh yang keluar atau tidak termetabolisme (berarti 100 persen
dikurangi fraksi termetabolisme). Ekstraksi biasanya dituliskan dengan E yang berarti rasio
ekstraksi, dirumuskan:

Rasio ekstraksi =konsetrasi obat yang masuk kehati-konsetrasi obat yang keluar dari hati
Konsetrasi obat yang masukkehati
(Coleman, 2005)
Carbamazepine termasuk obat yang dieliminasi oleh metabolism hepatik dengan rasio
ekstraksi hepatis yang rendah yaitu 0,03 (Shargel, 2005).
c). Profil Kadar Carbamazepine Intravena Dosis Tunggal Dalam Plasma
Penelitian yang telah dilakukan Mulyadi dkk, (2010) mengenai profil farmakokinetika
carbamazepin dan metabolitnya pada sukarelawan sehat etnik Jawa dan Cina di Indonesia
menunjukkan tidak terdapat perbedaan profil farmakokinetika carbamazepin antara etnik
Jawa dan etnik Cina. Namun demikian terdapat variasi profil farmakokinetika antar individu
yang bermakna pada kedua etnik ini. Hasil penelitian mengenai profil kadar carbamazepin
dalam serum setelah pemberian dosis tunggal carbamazepin dosis tunggal 400 mg dan
parameter farmakokinetika carbamazepin dapat dijabarkan sebagai berikut
Gambar 3. Profil kadar karbamazepin (KBZ), 10,11-epoksi karbamazepin (KBZ-E) dan trans-
10,11-dihidroksi karbamazepin (KBZ-D) dalam serum setelah pemberian dosis tunggal
karbamazepin 400 mg pada sukarelawan dewasa sehat etnik Jawa
Gambar 4. Profil kadar karbamazepin (KBZ), 10,11-epoksi karbamazepin (KBZ-E) dan trans
10,11-dihidroksi karbamazepin (KBZ-D) dalam serum setelah pemberian dosis tunggal
karbamazepin 400 mg pada sukarelawan dewasa sehat etnik Cina.
Tabel 2. Nilai parameter farmakokinetika karbamazepin, 10,11-epoksi karbamazepin
dan trans-10,11-dihidroksi karbamazepin (rerata SD) pada sukarelawan sehat etnik
Jawa (N= 26) dan Cina (N=24) di Indonesia setelah pemberian karbamazepin dosis
tunggal 400 mg.
Rasio metabolit (AUC metabolit/AUC Etnik Jawa Etnik Cina
carbamazepin)
10,11-epoksi carbamazepin/carbamazepin 0,07 0,03 0,35
0,99
trans-10,11-dihidroksi epoksi 0,13 0,14 0,14
carbamazepin/carbamazepin 0,11
Tabel 3. Rasio metabolit (AUC metabolit/AUC karbamazepin) SEM setelah
pemberian karbamazepin 400 mg secara oral dosis tunggal pada sukarelawat sehat
etnik Jawa dan Cina di Indonesia.
Penelitian terhadap profil farmakokinetika carbamazepin telah dilakukan pada
beberapa ras di dunia. Hasil penelitian pada umumnya menunjukkan kadar carbamazepin
pada ras Kaukasoid lebih rendah dibandingkan dengan ras Mongoloid seperti yang
ditunjukkan dalam hasil penelitian pada etnik Jawa dan Cina di atas. Homsek et al. (2007)
mengkaji ketersediaan hayati 2 produk carbamazepin pada subjek sehat Serbia dan
melaporkan pada pemberian carbamazepin pada pemberian carbamazepin dosis tunggal 400
mg nilai Cmaks, Tmaks, AUC0-~ dan T1/2 berturut-turut sekitar 4,34 g/mL, 9,7 jam, 220,42
g/mL.jam dan 37,08 jam. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tothfalusi et al. (2007)
terhadap 4 formulasi carbamazepin pada orang Kanada melalui pemberian dosis tunggal 400
mg diperoleh nilai Cmaks rata-rata di bawah 6 g/mL. Nilai Cmaks yang diperoleh dari hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Singapura terhadap
etnik Cina dan Melayu yaitu rata-rata sebesar juga menunjukkan rata-rata carbamazepin yang
lebih tinggi dengan nilai rata-rata 7,8 g/mL dengan nilai tertinggi mencapai 20,5 g/mL
(Chan et al., 2001).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim
merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut
sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang
berbeda, disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat
berlangsung dengan cukup cepat.
Enzim dapat digolongkan berdasarkan tempat bekerjanya dan cara bekerjanya Obat yang
bekerja.pada enzim dibagi menjadi 3 berdasarkan mekanisme aksinya :1.Inhibitor
kompetitif,2,Substrat Palsu, 3.Pro-drug.
B. Saran
Kesempurnaan makalah ini tergantung pada motivasi dan saran yang membangun dari
para pembaca. Maka dari itu, saya mengharapkan masukan ataupun saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://fhamiiredo.blogspot.com/2012/06/contoh-makalah-enzim.html
http://andriyanto507.blogspot.com/2014/09/makalah-enzim.html
https://ikhwanfadly.wordpress.com/2013/04/08/enzim/
https://azizahnafi.wordpress.com/2013/06/12/penggolongan-enzim/

Diposkan oleh Hasriani Laodi di 23.27


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: famaklogi

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Hasriani Laodi
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
2016 (14)

o September (1)
o April (13)

obat tradisional untuk analgetik antipietik

MAKALAH K3 bagunan dan sarana laboratorium

makalah alat bedah tulang

makalah enzim

efek toksisitas pada mencit

pemerian anti diabetika pada mencit

efek deiuresis pada mencit

efek analgetik pada percobaan pada mencit

cara pemerian secara parenteral pada mencit

cara pemerian secara oral pada mencit

laporan farmakologi

oppa

dapus

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai