Kualitas Vs Loyalitas - Skripsi Undip
Kualitas Vs Loyalitas - Skripsi Undip
Oleh:
Eni Lestari
M2A 005 025
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Juni 2008
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................6
1.4.1 Manfaat Teoretis.................................................................................6
1.4.2 Manfaat Praktis...................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................8
2.1 Loyalitas Merek..............................................................................................8
2.1.1 Pengertian Merek................................................................................8
2.1.2 Pengertian Loyalitas Merek..............................................................11
2.1.3 Jenis-jenis Loyalitas Merek..............................................................13
2.1.4 Aspek-aspek Loyalitas Merek..........................................................17
2.1.5 Faktor-faktor Loyalitas Merek..........................................................20
2.2 Persepsi Tehadap Kualitas Jasa....................................................................23
2.2.1 Pengertian Persepsi...........................................................................23
2.2.2 Kualitas Jasa.....................................................................................24
2.2.3 Persepsi Terhadap Kualitas Jasa.......................................................30
2.2.4 Aspek-aspek Persepsi Terhadap Kualitas Jasa.................................30
2.3 Hubungan antara persepsi tehadap kualitas jasa dengan loyalitas merek.....31
2.4 Hipotesis.......................................................................................................34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Identifikasi Variabel Penelitian....................................................................35
3.2 Definisi Operasional.....................................................................................35
3.2.1 Loyalitas Merek................................................................................35
3.2.2 Persepsi Terhadap Kualitas Jasa.......................................................36
3.3 Populasi dan Sampel (Subjek Penelitian).36
3.3.1 Populasi.36
3.3.2 Sampel..37
3.4 Pengumpulan Data....38
3.5 Analisis Data.....41
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Blue print skala loyalitas merek................................................................39
Tabel 3.2 Blue print skala persepsi terhadap kualitas jasa........................................40
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Industri jasa pada saat ini merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan tumbuh
sangat pesat. Pertumbuhan tersebut selain diakibatkan oleh pertumbuhan jenis jasa yang
sudah ada sebelumnya, juga disebabkan oleh munculnya jenis jasa baru, sebagai akibat
dari tuntutan dan perkembangan teknologi. Dipandang dari konteks globalisasi, pesatnya
pertumbuhan bisnis jasa antar negara ditandai dengan meningkatnya intensitas pemasaran
lintas negara serta terjadinya aliansi berbagai penyedia jasa di dunia. Kondisi ini secara
langsung menghadapkan para pelaku bisnis kepada permasalahan persaingan usaha yang
semakin tinggi. Mereka dituntut untuk mampu mengidentifikasikan bentuk persaingan
yang akan dihadapi, menetapkan berbagai standar kinerjanya serta mengenali secara baik
para pesaingnya.
Kehadiran telepon seluler di Indonesia sejak tahun 1995, sudah merebut tempat di
hati pelanggan, sehingga pertumbuhannya sangat fantastis. Lonjakan pelanggan cukup
drastis dan bergerak siginifikan setiap tahun. Bandingkan dengan telepon tetap atau fix
phone yang sudah ada sejak 1960-an, dengan pelanggan hanya 9 juta orang. Hingga saat
ini di Indonesia telah hadir 10 operator yaitu Telkom, Telkomsel, Indosat, Excelcomindo
(XL), Hutchison (3), Sinar Mas Telecom, Sampoerna Telecommunication, Bakrie
Telecom (Esia), Mobile-8 (Fren), dan Natrindo Telepon Selular (sebelumnya Lippo
Telecom). Saat ini industri seluler jumlah pelanggannya mencapai 75 juta. Kalau kartu
hangus/ churn ada 12% (versi Asosiasi Telepon Seluler Indonesia), maka ada 66 juta
pengguna seluler yang masih aktif atau sekitar 30% dari total penduduk Indonesia.
Sementara pelanggan fix phone hanya 4 % dari jumlah populasi yang mencapai 220 juta
jiwa. Kalau dibagi berdasarkan platform yang digunakan, pemakai GSM selular sebanyak
88 persen, CDMA selular 3 persen, dan CDMA fixed wireless access (FWA) 9 persen
(http://duduntok.multiply.com/journal/item/18 diunduh tanggal 26 Juni 2008).
Namun dari sepuluh operator itu hanya 3 operator yang memiliki pangsa pasar lebih
dari 5 persen yaitu Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo. Hal ini menyebabkan tingkat
persaingan antar operator di Indonesia mengalami peningkatan. Sementara para
pelanggan telepon seluler juga menikmati manfaat dari persaingan tersebut. Saat ini
persaingan antar operator telekomunikasi di Indonesia sangat ketat dan terjadi perang
harga di antara mereka, sehingga tentu saja secara umum masyarakat diuntungkan dengan
perkembangan baru tersebut baik karena harga yang terus-menerus turun dan pelayanan
yang bersaing antara satu operator dengan operator lain (http :// inditel. co. cc/ ?pilih = li
hat&topik=1&id=1 di unduh tanggal 23 Juni 2008).
Semakin banyaknya perusahaan telekomunikasi di Indonesia, memacu para
pengusaha di bidang ini untuk memaksimalkan dalam mempertahankan atau
meningkatkan pelanggan agar perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan sejenis
lainnya. Pelanggan memiliki pilihan yang lebih banyak dalam menggunakan uang yang
dimilikinya. Hal tersebut memacu para pengusaha di bidang ini untuk memaksimalkan
loyalitas merek dalam mempertahankan atau meningkatkan pelanggan agar perusahaan
dapat bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya (http :// eprint s.ums .ac.i d/231 /1/ BE
NEFIT_V9_N2,_DES_2005.pdf diunduh tanggal 9 Mei 2008). Bukti riset sejauh ini
menunjukkan bahwa kesetiaan merek merupakan fenomena spesifik produk. Para
konsumen yang setia atas satu kategori produk mungkin setia atau tidak terhadap kategori
produk yang lainnya (Mowen dan Minor, 2002, hal. 110).
Loyalitas merek didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pelanggan
menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek
tertentu, dan berniat untuk terus membelinya di masa depan (Mowen dan Minor, 2002,
hal. 108). Loyalitas pelanggan terhadap merek perlu dipertahankan dan ditingkatkan
karena mempertahankan pelanggan yang sudah ada lebih mudah dan lebih menghemat
biaya dibandingkan dengan mencari pelanggan baru. Loyalitas merek juga mempunyai
peranan strategik dalam dunia pemasaran karena loyalitas merek menjadi dasar
terciptanya profitabilitas dan pembentukan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
(Darsono, 2005, hal. 56)
Bagi perusahaan loyalitas merek akan memungkinkan terjadinya pembelian yang
lebih banyak setiap tahunnya karena pembelian berulang. Juga biaya penjualan yang
lebih rendah karena dapat menekan biaya lebih besar jika mencari pelanggan baru. Arti
loyalitas bagi pelanggan antara lain: pertama mengurangi resiko, dengan tetap memakai
merek yang telah terbukti memberi kepuasaan berarti mengurangi resiko mendapatkan
produk atau jasa yang tidak sesuai dengan harapannya. Bagi pelanggan, loyalitas
terhadap suatu merek sama artinya dengan menyederhanakan berbagai pilihan ketika
membuat keputusan pembelian. Ini berarti menghemat waktu pencarian, menciptakan
transaksi yang lebih efisien, dan menghilangkan switching costs. (http ://www. Jakarta co
nsulting.com/art-11-19.htm di diunduh tanggal 23 Juni 2008) Senada dengan hal tersebut,
pada penelitian terhadap Dosen dan Mahasiswa mengenai loyalitas merek, terdapat
beberapa keuntungan konsumen yang memiliki loyalitas merek antara lain: puas terhadap
merek, mudah mencari produk dengan merek tertentu, mantap dan tidak ragu
menggunakan produk dengan merek tertentu, percaya pada merek, menjadi lebih
mengenal produk dengan merek tertentu, harga pasti sebagai dasar perencanaan
(Dongoran : 2001).
Loyalitas merek terbentuk melalui proses pembelajaran, yaitu suatu proses dimana
konsumen melalui pengalamannya berusaha mencari merek yang paling sesuai untuknya,
dalam arti produk dan merek tersebut dapat memberikan kepuasan yang sesuai dengan
harapan dan kebutuhannya. Konsumen akan terus menerus mencoba berbagai macam
merek sebelum menemukan merek yang benar-benar cocok. Kepuasan konsumen
merupakan bagian yang penting dalam loyalitas merek (Hatane Samuel dan Foedjiawati,
2005).
Semakin diminatinya produk-produk Telkomsel di tengah maraknya pasar dibanjiri
produk-produk baru dari operator baru yang mengedepankan tarif murah bahkan gratis,
tentunya menandakan bahwa kini masyarakat semakin kritis melihat value layanannya,
tidak sekedar tarif. Kini semua sudah menawarkan tarif yang relatif sama dan terjangkau,
jadi selling point-nya ada pada layanan yakni coverage, kualitas jaringan, ragam inovasi
fitur yang melekat pada produk, dan pelayanan pelanggan. (http://www.ntt-online .org/
2007/09/14/kovergensi-multi-media-ancaman-global-bagi networkless/?p=5747 diunduh
tanggal 11 April 2008). Saat ini pelanggan kartu prabayar simPATI mencapai 29 juta dari
total pelanggan TELKOMSEL 50 juta, ketika harga sudah mencapai titik jenuh, maka
faktor layanan akan menjadi pilihan pengguna. Pelanggan tidak hanya
mempertimbangkan pemilihan operator berdasarkan tarif murah tetapi mereka juga
mempertimbangkan faktor layanan (http://mobileindonesia.net/2007/07/16/pelanggan-
simpati-capai-23-juta/ diunduh tanggal 14 Mei 2008).
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.
Contohnya jasa telekomunikasi. Menurut Kotler (1996) dikutip Tjiptono (2003, hal. 23)
jasa adalah sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan
tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Tingkat kualitas jasa tidak dapat dinilai
perusahaan berdasarkan sudut pandang perusahaan tetapi harus dipandang dari sudut
pandang penilaian konsumen (Rangkuti, 2002, hal. 18).
Kualitas jasa merupakan hal yang sangat penting pada suatu bisnis jasa dan sangat
berkaitan dengan kepuasan konsumen. Menilai jasa agak sulit untuk diberi suatu ukuran
yang baku atau terstandarisasi karena dipengaruhi oleh sikap dan persepsi seseorang
dalam menilai jasa tersebut. Yang pasti adalah penilaian terhadap kualitas suatu jasa
sangat berkaitan dengan rasa puas atau tidak puas pengguna jasa tersebut. Kualitas jasa
lebih sulit bagi konsumen untuk mengevaluasi dibandingkan dengan produk, karena sifat
jasa yang tidak nyata (intangible), tidak dapat dipisahkan antara produksinya dan
konsumsinya (inseparability) dan jasa yang tidak sama atau berubah-ubah (variability).
Kualitas jasa sangat berpengaruh terhadap kepercayaan konsumen pada perusahaan jasa
tertentu maupun personelnya. Persepsi konsumen mengenai barang atau jasa merupakan
sesuatu yang subjektif. Sifat dari jasa dan layanan yang berbeda dari produk
menyebabkan pelanggan lebih sulit dalam mengevaluasi kualitas sehingga persepsi
kualitas lebih sering dianggap sebagai tolak ukur. Morgan berpendapat bahwa kualitas
diawali oleh kebutuhan konsumen dan diakhiri oleh persepsi konsumen. Persepsi dari
seorang konsumen akan mempengaruhi keputusan dalam pembelian. Persepsi konsumen
terhadap kualitas jasa akan mempengaruhi tingkat kepuasannya. Ketika pelanggan
memiliki persepsi yang positif terhadap kualitas jasa yang diterimanya, maka berarti
bahwa harapannya telah terpenuhi sehingga menimbulkan perasaan puas. Kepuasan
pelanggan merupakan hasil evaluasi pasca pembelian. Evaluasi tersebut
memperbandingkan antara harapan dengan kinerja yang diterimanya (Engel dkk, 1990).
Sependapat dengan hal tersebut hasil penelitian Ihalauw J JOI dan Wicaksono, A A
(2005) menunjukkan adanya hubungan positif antara persepsi kualitas layanan dengan
kepuasan konsumen. Kualitas layanan atau jasa yang baik berpengaruh terhadap loyalitas
merek secara langsung maupun melalui kepuasan. Terdapat pengaruh langsung antara
kualitas layanan atau jasa terhadap loyalitas pelanggan pada penelitian di Hotel
Majapahit Surabaya (Japarianto, 2007).
Mendirikan perusahaan jasa kunci utamanya adalah orientasi kepada konsumen.
Konsumen harus diperlakukan sebagai private audience dan bukan sebagai suatu
kelompok besar, karena tiap individu memiliki keinginan yang berbeda, maka untuk
mengetahui bagaimana perkembangan kualitas jasa di mata konsumen, kita harus
mengetahui persepsi konsumen mengenai kualitas jasa. (http ://chan9 .files. wordpress .
com/2008/02/pemasaran-jasa-bab-13.pdf diunduh tanggal 23 Juni 2008)
Keputusan dan perilaku konsumen muncul dari pandangan konsumen terhadap
sesuatu. Menurut Irwanto (1997, h. 71), persepsi merupakan proses diterimanya stimulus
(objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai stimulus tersebut
disadari dan diterima. Senada dengan pendapat Irwanto, Ahmadi (1998, h. 63)
mengemukakan bahwa persepsi adalah hasil perbuatan jiwa yang secara aktif dan penuh
perhatian untuk menyadari adanya perangsang. Setiadi (2003, h. 15) mendefinisikan
persepsi sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, dan mengartikan
masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti. Persepsi individu
tidak timbul begitu saja, namun terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor
fungsional yang berasal dari kebutuhan dan pengalaman masa lalu mempengaruhi
persepsi individu. Selain itu kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang
budaya juga mempengaruhi persepsi (Rakhmat, 2003, h. 55).
2. Bagi Peneliti
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
peneliti khususnya mengenai persepsi terhadap kualitas jasa dan
loyalitas merek.
3. Bagi Konsumen
Dengan adanya loyalitas pelanggan terhadap suatu merek maka
pelanggan dapat menyederhanakan berbagai pilihan ketika membuat
keputusan pembelian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Loyalitas Merek
2.1.1 Pengertian Merek
Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi
dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasikan
produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang
dihasilkan oleh pesaing (American Marketing Association, dalam Sembiring, F dan
Anggraini, A, 2003, hal. 35).
Merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan
feauture, manfaat dan jasa kepada pembeli. Merek tidak hanya sekedar simbol,
karena merek memiliki enam tingkat pengertian yaitu:
1. Atribut adalah sesuatu yang melekat pada merek.
2. Manfaat, konsumen tidak membeli atribut tetapi mereka membeli manfaat.
3. Nilai, merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen
sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna
merek tersebut.
4. Budaya, merek juga mewakili budaya tertentu.
5. Kepribadian, merek mewakili kepribadian para penggunanya. Dengan
menggunakan merek, kepribadian pengguna akan tercermin bersamaan
dengan merek yang digunakan.
6. Pemakai, merek juga menunjukkan pemakainya, oleh karena itu produsen
sering kali menggunakan analogi orang terkenal dan sukses untuk
penggunaan mereknya.
Dengan enam tingkat pengertian merek di atas, perusahaan harus
menentukan pada tingkat mana ia akan menanamkan identitas merek. Tantangan
dalam pemberian merek adalah mengembangkan satu set makna yang mendalam
untuk merek tersebut. Merek yang paling efektif memiliki ciri antara lain:
1. Mudah untuk diucapkan
2. Mudah untuk dikenal
3. Mudah untuk diingat
4. Pendek
5. Berbeda, unik
6. Menggambarkan produk
7. Menggambarkan penggunaan produk
8. Menggambarkan manfaat produk
9. Menggambarkan konotasi yang positif
10. Memperkuat citra produk yang diinginkan
11. Secara hukum kepentingannya terlindungi baik dipasar dalam maupun luar
negeri (Menurut Lamb, Hair dan Mc Daniel (2001).
Goodyear (1996) dalam (Sembiring, F dan Anggraini, A. 2003: 37)
mengatakan bahwa untuk memahami proses perkembangan suatu merek diperlukan
enam tahap yaitu:
1. Unbrand goods (produk tidak memiliki merek), pada tahap ini produk
dikelola sebagai komoditi sehingga merek hampir tidak diperlukan dan
biasanya situasi perekonomian bersifat monopolistik. Produk ini tidak
memerlukan pembedaan satu sama lain.
2. Brand as reference (merek yang dipakai referensi), pada tahap ini sudah
terjadi persaingan sedikit dan ini merangsang produsen untuk membuat
diferensiasi terhadap produk yang dihasilkan.
3. Merek sebagai personaliti, pada tahap ini membedaan produk yang
dihasilkan dari produk pesaing, produsen melakukan tambahan nilai
personaliti pada tiap merek.
4. Merek sebagai symbol, pada tahap ini pelanggan memiliki pengetahuan
yang mendalam mengenai merek yang digunakan dan biasanya produk
sudah bersifat internasional dan pelanggan yang menggunakan merek
tersebut dapat mengekspresikan dirinya.
5. Merek sebagai sebuah perusahaan, pada tahap ini merek merupakan wakil
perusahaan sehingga merek sama dengan perusahaan, semua direksi dan
karyawan memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya.
6. Merek sebagai kebijakan moral, tahap ini pelanggan memiliki komitmen
tinggi kepada perusahaan sehingga selalu menjaga reputasi produk yang
digunakan, layaknya karyawan perusahaan. Melalui komitmen ini pelanggan
selalu merasa merekalah yang memiliki merek tersebut dan meyakini bahwa
merek tersebut telah mewakili kepuasan moralnya baik secara etis maupun
spiritual.
Merek (brand) adalah penggunaan nama, tanda, desain untuk membedakan
suatu barang atau jasa yang dibuat oleh satu atau sekelompok produsen dengan
barang atau jasa yang dihasilkan produsen lain. Merek yang baik juga mampu
berkomunikasi menjelaskan produk apa dan siapa pembuatnya. Stanton
mengemukakan beberapa persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai merek yang
baik yaitu:
1. Menjelaskan sesuatu tentang karakteristik produk seperti manfaat
penggunaannya atau bekerjanya produk.
2. Mudah dieja, diucapkan dan diingat, sehingga merek yang sederhana dan
singkat lebih diutamakan.
3. Mengandung arti adanya perbedaan atau sesuatu yang khusus dibandingkan
dengan merek lain.
4. Dapat diterapkan pada produk baru yang sebelumnya tidak ada dalam
produk line.
5. Dapat didaftarkan dan mendapatkan perlindungan hukum salah satu hal
yang tampaknya perlu dipenuhi disini adalah bahwa nama tersebut tidak
atau belum pernah dimiliki oleh produk atau produsen lain.
Sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang
diproduksi pabrik. Sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen.
Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan barang dan jasa tertentu, namun
sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek spesifik (http: //peminata
nm ana je menpemasaran006.blogspot.com/ diunduh tanggal 23 Juni 2008).
Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam suatu pembelian tetapi
tidak melihat banyak perbedaan dalam merek. Keterlibatan yang tinggi ini
seringkali didasarkan pada kenyataan bahwa pembelian tersebut bersifat mahal,
jarang dan beresiko. Dalam kasus ini, pembeli akan berkeliling untuk mempelajari
apa yang tersedia, tetapi akan membeli dengan cukup cepat karena perbedaan
merek tidak nyata.
Merek dalam penelitian ini adalah simPATI, produk kartu GSM prabayar
yang dikeluarkan oleh Telkomsel.
Tinggi Paste
2.3 Hubungan antara persepsi terhadap kualitas jasa dengan loyalitas merek
Loyalitas pelanggan terhadap merek memiliki peranan yang besar bagi keuntungan
perusahaan. Dalam jangka panjang lebih menguntungkan memelihara pelanggan lama
dibandingkan terus menerus menarik dan menumbuhkan pelanggan baru, karena semakin
mahalnya biaya perolehan pelanggan baru dalam iklim kompetisi yang sedemikian ketat.
Loyalitas pada suatu merek juga berarti bagi konsumen yaitu menyederhanakan berbagai
pilihan ketika membuat keputusan pembelian.
Kualitas diawali oleh kebutuhan konsumen dan diakhiri oleh persepsi konsumen.
Persepsi merupakan proses yang rumit karena tidak hanya melibatkan panca indera tetapi
juga melibatkan faktor-faktor psikologis (Ristiyanti dan Ihalauw, 2005, hal. 84). Persepsi
konsumen terhadap kualitas memiliki pengaruh yang kuat terhadap keputusan pembelian
dan kepuasan. Konsumen memperbandingkan harapan dengan kinerja barang atau jasa.
Apabila kinerja melebihi atau sama dengan harapan, maka akan timbul kepuasan. Setelah
pembelian dilakukan konsumen akan melakukan evaluasi terhadap barang atau jasa yang
kemudian menghasilkan perasaan puas dan tidak puas. Sependapat dengan hal tersebut
hasil penelitian Ihalauw J JOI dan Wicaksono, A A (2005) menunjukkan adanya
hubungan positif antara persepsi kualitas layanan dengan kepuasan pelanggan. Apabila
Perusahaan (dalam hal ini merek simPATI) yang memiliki kinerja unggul akan dipersepsi
positif oleh konsumen. Persepsi kualitas jasa yang positif pada konsumen akan
menimbulkan rasa puas karena klien meyakini bahwa perusahaan (dalam hal ini merek
simPATI) tersebut telah memenuhi harapannya.
Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa akan mempengaruhi tingkat kepuasannya.
Ketika pelanggan memiliki persepsi yang positif terhadap kualitas jasa yang diterimanya,
maka berarti bahwa harapannya telah terpenuhi sehingga menimbulkan perasaan puas.
Kepuasan konsumen merupakan hasil evaluasi pasca pembelian. Evaluasi tersebut
memperbandingkan antara harapan dengan kinerja yang diterimanya.
Kepuasan pelanggan sebagai perasaan suka atau tidak seseorang terhadap suatu
produk atau jasa setelah ia membandingkan prestasi produk atau jasa tersebut dengan
harapannya. Kepuasan pelanggan sebagai tanggapan emosional yang positif pada
evaluasi terhadap pengalaman dalam menggunakan suatu produk atau jasa. Dari berbagai
definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan
pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan prestasi atau hasil yang dirasakan.
Kepuasan adalah langkah yang penting dalam pembentukan loyalitas tetapi menjadi
kurang signifikan ketika loyalitas mulai timbul melalui mekanisme-mekanisme lainnya.
Mekanisme lainnya itu dapat berbentuk kebulatan tekad dan ikatan sosial. Loyalitas
memiliki dimensi yang berbeda dengan kepuasan. Kepuasan menunjukkan bagaimana
suatu produk memenuhi tujuan pelanggan. Kepuasan pelanggan senantiasa merupakan
penyebab utama timbulnya loyalitas.
Pengaruh Kualitas terhadap loyalitas juga telah dibuktikan oleh penelitian Sabihaini
(2002) yang menyimpulkan bahwa peningkatan kualitas jasa akan memberikan dampak
yang baik untuk meningkatkan loyalitas. Bloemer, Ruyter dan Peeters (1998)
mendapatkan kualitas jasa memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas dan
mempengaruhi loyalitas melalui kepuasan. Hasil yang sama juga diperlihatkan oleh hasil
penelitian Japarianto (2007).
Loyalitas terjadi karena adanya pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan
produk tersebut yang berakumulasi secara terus menerus di samping adanya persepsi
tentang kualitas produk atau jasa, ditunjukkan pada gambar 1.1
Kualitas Faktor
Barang Situasi
Harga Faktor
Pribadi
Gambar 1.1. Dinamika Alur Berpikir Peneliti, Sumber: Zeithami dan Betner (1996)
2.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut terdapat hubungan yang positif antara persepsi terhadap kualitas jasa
dengan loyalitas merek. Semakin positif persepsi terhadap kualitas jasa maka semakin
tinggi loyalitas merek dan sebaliknya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Latipun (2004, hal. 57) menyatakan bahwa variabel merupakan konsep yang
mempunyai variabilitas. Variabel juga merupakan suatu konstruk yang bervariasi dan bisa
terukur. Variabel itu menurut fungsinya dibedakan menjadi variabel tergantung dan
variabel bebas. Perbedaan tersebut berdasarkan adanya hubungan sebab akibat. Variabel
tergantung merupakan variabel yang keadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas.
3.1 Identifikasi variabel penelitian
Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Tergantung: Loyalitas Merek
rxy =
N XY X Y
N X 2
X 2 N Y 2 Y 2
diimana :
rxy = Koefisien korelasi Product Moment.
X = Jumlah skor tiap aitem.
Y = Jumlah skor total item.
N = Jumlah sampel.
Jika r hitung > r tabel berarti signifikan, maka butir tersebut shahih. Bila r
hitung > r tabel butir tersebut kurang signifikan, maka butir tersebut gugur. Untuk
perhitungannya maka peneliti akan menggunakan bantuan program SPSS 11. 0.
3.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Uji
reabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha. Penggunaan rumus alpha
disini karena skor yang didapat bukan angka 1 dan 0, namun skor dari aitem
merupakan rentangan antara beberapa nilai 1-4, 1-5, dan sebagainya. Perhitungan
reliabilitas yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan rumus alfa
cronbach yakni :
1
2
k
R= k 1
b
2
t
dimana:
R = Reliabilitas instrumen
K = Banyaknya butir pertanyaan soal
2
= Jumlah varians butir
b
2
t
= Varians total
Variabel intervening. Jurnal Manajemen Perhotelan, Vol. 3. No. 1, Maret 2007: 34-
42
Karsono. 2007. Peran Variabel Citra Perusahaan, Kepercayaan dan Biaya Perpindahan
yang Memediasi Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan.
Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 7 No.1 (93-110)
Kertajaya, Hermawan. 2006. Seri 9 Elemen marketing, on Process. Bandung: Mizan
Pustaka
_________________. 2007. Boosting Loyalty Marketing Performance. Bandung: PT.
Mizan Pustaka
Lamb, Charles W., Joseph F. Hair dan Carl Mc Daniel, 2001. Pemasaran. Jakarta:
Salemba 4
Latipun.2004. Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.
Mardalis A, 2005. Meraih Loyalitas Pelanggan. http://eprints.ums.ac.id/231/1/BE
NEFIT_V9_N2,_DES_2005.pdf diunduh tanggal 9 Mei 2008
Mowen dan Minor, 2002. Perilaku Konsumen. Jakarta: Erlangga
Nulman, Philip. 2001. Layanan Ekstreem bagi Pelanggan. Jakarta: Mitra Utama
Prasetijo, Ristiyanti dan Ihalauw, John. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Andi
Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rangkuti, Fredy. 2002. Teknik Mengukur Dan Strategi Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan Dan Analisis Kasus PLN-JP. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Riswan, 2008. Pelanggan simPATI capai 23 juta. http:// mobile indonesia .net/2007 /07 /
Schiffman, Leon G. & Kanuk, Leslie L. 1997. Consumer Behavior (sixth edition). New
Jersey: Prentice Hall.
Sabihaini, 2002. Analisis Konsekuensi Keperilakuan Kualitas Layanan; Suatu Kajian
Empirik. Usahawan, No, 02 tahun xxxi hal 29-36
Sembiring, F dan Anggraini, A. 2003. Merek dan CRM. Jurnal Ekonomi. Analisis
ekonomi, Manajemen, Keuangan dan Pembangunan. Vol XIII. No. 32
Ferbruari/Maret 2003. hal. 34-43
Setiadi., N. J. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Kencana
Soehartono, I. 1999. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Sunarto. 2006. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Amus dan Aditya Media
Susanto, 2006. Mengembangkan Brand-Oriented Organization. http://www.jakartacons u
lting.com/art-11-19.htm di unduh tanggal 23 Juni 2008
Suryani, T. 1997. Kesetiaan Pelanggan: Konsep dan Implikasinya. Ventura, Vol. I (1), hal.
28-32
Tjiptono, Fandy, 2000. Manajemen Jasa, Edisi Kedua. Jakarta: Andy Offset
_____________, 2003. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Andi
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI.
Winarsunu, Tulus. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang :
UMM Press
http ://chan9.files.wordpress.com/2008/02/pemasaran-jasa-bab-13.pdf diunduh tanggal 23
Juni 2008