Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut SNI 01-6684-2002, minuman berenergi merupakan minuman

yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh

tubuh untuk menghasilkan energi dengan atau tanpa bahan tambahan makanan

yang diizinkan.

Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi

kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,

mineral, asam amino, atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan

tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah

terkonsentrasi (Badan POM RI., 2004).

Umumnyaprodukminuman kemasan, termasuk minuman berenergitidak

mencantumkan komposisiyang jelas pada kemasannya,ataupun kadar senyawa

tertentuyang terkandung. Permasalahan inimenyebabkan kualitas keamanan

mengkonsumsiminuman berenergi perlu diperhatikan, oleh karenaitu

perludilakukan analisis lebih lanjut.

Seiring dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia,

terjadi peningkatan produksi minuman berenergi yang beredar di masyarakat.

Dimana didalam minuman berenergi biasanya selalu ditambahkan kafein, bahan

pemanis buatan, bahan pengawet, dan vitamin yang kadarnya harus diperhatikan.

Karena jika dikonsumsi berlebihan akan dapat menggangu kesehatan.Kafein

merupakan derivat xantin, terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffea

Arabica, dari daun Camelia sinensis dan dari biji Theobroma cacao. Kafein

1
Universitas Sumatera Utara
memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi

susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus, dan

stimulasi otot jantung (Tan dan Rahardja, 2007).Efek samping kafein secara

berlebihandapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hiperestesia,

mual, dan kejang (Tan dan Rahardja, 2007).Batas maksimum kafein yang

ditambahkan kedalam minuman berenergi adalah 50 mg/sajian (Standar Nasional

Indonesia, 2002).

Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan

dan efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel dan jaringan (Karinda,

2013). Vitamin C termasuk golongan vitamin yang sangat mudah larut dalam air,

berbentuk kristal putih, tidak berbau, bersifat asam dan stabil dalam bentuk

kering. Karena mudah dioksidasi, maka vitamin C merupakan suatu reduktor yang

kuat (Wardani, 2012). Kebutuhan harian vitamin C pada manusia sehat yaitu

berkisar 60 mg/hari (Kartono, 1985). Batas maksimum vitamin C dalam suplemen

makanan adalah 1000 mg/hari (Badan POM RI., 2004).

Menurut penelitian yang dilakukan Wardani (2012), pengukuran vitamin C

dilakukan pada panjang gelombang 243 nm diperoleh yaitu 0,998. Hasil

penentuan kadar vitamin C menggunakan spektrofotometri ultraviolet dalam

minuman buah kemasan yang diperoleh 1,35 mg sedangkan kadar vitamin C yang

tertera pada minuman yaitu 10,39 mg dalam kemasan 200 mL, terjadi perbedaan

kadar vitamin C dengan yang tertera disebabkan karena vitamin C sangat mudah

dioksidasi sehingga tidak dapat terukur dengan akurat. Sedangkan penentuan

kadar kafein dalam minuman berenergi secara spektrofotometri derivatif yang

dilakukan oleh Safitri (2007), menggunakan panjang gelombang analisis derivatif

2
Universitas Sumatera Utara
267,2 nm dan kadar kafein yang diperoleh sebesar 49,3836 mg dalam satu

kemasan. Penentuan kadar kafein dan vitamin C dalam teh buah kersen yang

dilakukan oleh Melawati (2014), menggunakan spektrofotometri ultraviolet yaitu

diperoleh kadar kafein dan vitamin C rata-rata dalam 1 gram sampel adalah

0,00465 mg dan 188,680 mg secara berturut.

Dalam perkembangannya spektrofotometri terbagi menjadi

spektrofotometri konvensional dan spektrofotometri derivatif. Metode

spektrofotometri konvensional memiliki keterbatasan,yaitu tidak dapat digunakan

secara langsung untuk analisis secara kuantitatif maupun kualitatif dari senyawa

yang memiliki matriks kompleks, sehingga harus dilakukan pemisahan analit dari

matriks (El-Sayed et al., 2001). Pemisahan kafein dari matriks lainnya dapat

menjadi sumber kesalahan analisis dan memperpanjang waktu analisa. Oleh

karena itu, diperlukan metode lain yang lebih cepat, murah dengan tingkat

ketelitian dan ketepatan yang tinggi, serta dapat mengatasi efek matriks tanpa

harus memisahkannya terlebih dahulu (Nersyanti, 2006). Menurut Owen(1995),

metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk senyawa yang memiliki

matriks kompleks, sehingga penentuan baik secara kuantitatif maupun kualitatif

dapat dilakukan tanpa harus melakukan pemisahan antara analit dengan

matriksnya. Selain itu metode spektrofotometri derivatif relatif lebih sederhana,

alat dan biaya operasionalnya relatif lebih murah dan waktu analisisnya lebih

cepat (Nurhidayati, 2007).

Spektrofotometri derivatifdapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat-

zat yang spektrumnya saling tumpang tindih atau spektrumnya mungkin

tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar. Panjang gelombang pada

3
Universitas Sumatera Utara
spektrofotometri derivatif adalah panjang gelombang zero crossing, dimana

senyawanya mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang analisis

untuk zat lain dalam campurannya (Hayun, dkk., 2006).

Untuk analisiskandungan kafein dan vitamin C yang terkandung di

dalam minuman berenergi menggunakan spektrofotometri derivatif perlu

dilakukan validasi atau pengujian terhadap kinerja analitiknya. Pengujian kinerja

analitik diperlukan untuk menjamin keabsahan dan keakuratan data hasil

analisis.Parameter parameter yang digunakan antara lain linearitas, presisi,

akurasi, limit deteksi, dan limit kuantitasi (Harmita, 2004).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menganalisis

jumlah kandungan kafein dan vitamin C pada minuman berenergi menggunakan

metode spektrofotometri derivatif.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian

ini adalah:

a. Apakah metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk menganalisa

kandungan kafein dan vitamin C yang terdapat dalam minuman berenergi?

b. Apakah jumlah persajian kandungan kafein danvitamin C yang terdapat dalam

minuman berenergi sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh

Standar Nasional Indonesia tentang minuman energi?

c. Apakah hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif untuk

menganalisa kandungan kafein danvitamin C dalam minuman berenergi dapat

memenuhi syarat pengujian validasi?

4
Universitas Sumatera Utara
1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah:

a. Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk menganalisa

kandungan kafein dan vitamin C yang terdapat dalam minuman berenergi.

b. Jumlahpersajian kandungankafein danvitamin Cyang terdapat dalam minuman

berenergi sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Standar

Nasional Indonesiatentang minuman energi.

c. Hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif untuk

menganalisa kandungan kafein dan vitamin C dalam minuman berenergi

memenuhi syarat pengujian validasi.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan dalam

menganalisa kandungan kafein dan vitamin C yang terdapat dalam minuman

berenergi.

b. Untuk mengetahui jumlah persajian kandungan kafein dan vitamin C yang

terdapat dalam minuman berenergi sudah memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesiatentang minuman energi.

c. Untuk mengetahui hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri

derivatif dalam menganalisa kandungan kafein dan vitamin C dalam minuman

berenergi dapat memenuhi syarat pengujian validasi.

5
Universitas Sumatera Utara
1.5Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui jumlah kandungan kafein dan vitamin C dalam minuman

berenergi. Selain itu, dapat dimanfaatkan oleh peneliti selanjutnya sebagai acuan

untuk menentukan kombinasi senyawa lainnya dengan pengembangan metode

spektrofotometri derivatif ataupun metode lain.

6
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai