Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

Diuretik

Dibuat untuk memenuhi tugas Laporan Praktikum Farmakologi

Dosen pengampu :

Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt.


Suci Ahda Novitri, M. Farm., Apt.
Dimas Agung Waskito W, S.Far.
Marvel Chaidir, S.Far.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 3D
1. Yoga Sutrisno 11151020000053
2. Giyan Ramdan 11151020000070
3. Harini Nastiti 11151020000081
4. Afina Rahmatika 11151020000093
5. Tina Yuliana 11151020000098
6. Hafidzatul Azkia C 11151020000101

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................................................................
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang......................................................................................................
1.2. Tujuan....................................................................................................................
1.3. Manfaat.................................................................................................................
Bab II Landasan Teori
2.1. Landasan Teori.......................................................................................................
Bab III Metodologi
3.1. Alat dan Bahan..........................................................................................................
3.2. Cara Kerja.................................................................................................................
Bab IV Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil..........................................................................................................................
4.2. Pembahasan..............................................................................................................
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan...............................................................................................................
5.2. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mempertahankan homeostati ekskresi air dan elektrolit pada asupan
harus melebihi ekskresi karena sebagian dari jumlah air dan elektrolit tersebut
akan diikat dalam tubuh. Jika asupan kurang dari ekskresi maka jumlah zat dalam
tubuh akan berkurang. Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai
respon terhadap perubahan asupan natrium akan sangat besar. Hal ini sesuai untuk
air dan kebanyakan elektrolit lainnya seperti klorida, kalium, kalsium, hidrogen,
magnesium, dan fosfat.

Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai penambahan produksi


volume urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat zat terlarut dalam
air.Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine
disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang
menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urine dalam jumlah
lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang
mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic.
Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena Natrium
lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal.
Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretik
meningkatkan volume urine dan sering mengubah pHnya serta komposisi ion di
dalam urine dan darah.

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.


Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, secara umum diuretik dapat dibagi


menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik yaitu yang bekerja dengan cara
menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorbsi ion dalam ginjal dan
1
penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal, seperti diuretik
tiazid (menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada ansa Henle pars
ascendens), Loop diuretik (lebih poten daripada tiazid dan dapat menyebabkan
hipokalemia), diuretik hemat kalium (meningkatkan ekskresi natrium sambil
menahan kalium).

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke
dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex).
Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif
dapat dilintasi air, garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan
mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi
setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke
pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen
yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion
Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.
Sisanya yang tak berguna seperti sampah perombakan metabolisme-protein
(ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua
tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama
berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih
dan ditimbun sebagai urin.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui metoda pengujian obat diuretik, potensi obat diuretik


2. Memahami kerja dari berbagai obat diuretik

1.3 Manfaat
1. Setelah dilakukan nya praktkum ini,
mahasiswa/mahasiswi dapat memahami dan melihat
efek kerja dari obat diuretik

2
BAB II
LANDASAN TEORI
Diuretik adalah suatu obat yang dapat meningkatkan
jumlah urine (diuresis) dengan jalan menghambat reabsorpsi air
dan natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal. Dengan
demikian bermanfaat untuk menghilangkan udema dan
mengurangi free load. Kegunaan diuretik terbanyak adalah untuk
antihipertensi dan gagal jantung. Pada gagal jantung, diuretik
akan mengurangi atau bahkan menghilangkan cairan yang
terakumulasi di jaringan dan paru paru . di samping ituh
berkurang nya volume darah akan mengurangi kerja jantung.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik.
1. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik
yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit,
akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium
banyak.
2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung,
sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan
respon yang berbeda terhadap diuretik.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor .Kebanyakan bekerja
dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak.
Mekanisme kerja diuretika
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi
natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian
juga dari air-diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap
tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:
1. 3
Tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini
direabsorpsi secera aktif untuk 70%, antara lain ion Na + dan air,
begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi belangsung
secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan
tetap isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus
proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium.

2. Lengkungan Henle.
Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl - yang telah
difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif
dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis.
Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintangi
transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan
K+diperbanyak .
3. Tubuli distal.
Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air
hingga filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis. Senyawa
tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan
memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian
keduanya, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini
dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis
aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan
mengekskresi Na+ dan retensi K+ .
4. Saluran Pengumpul.
Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini
dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran
ini.

B. Penggolongan diuretik
Diuretik dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
a. Diuretik Kuat 4

Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada
bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport
elektrolit natrium, kalium, dan klorida.Obat-obat ini berkhasiat
kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan
dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru.
Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan
efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya
adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan
dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya
dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending
dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal,
mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang
menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat
paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk diuretik kuat
adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
b. Diuretic hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan
duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme
kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan
amilorida). Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan
terkominasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium.
Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini
dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh
obatnya adalah spironolakton yang merupakan pengambat
aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah.
Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap
hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agal lemah
sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari
kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat,
spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%.
Resorpsinya di usus tidak
5 lengkap dan diperbesar oleh makanan.
Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon,
yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif
waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek
sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan
mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan
gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton,
Letonal.
c. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal
dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya
lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan
pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung.
Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan,
efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak
bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini
adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid,
bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid,
klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan
klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada
tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika
lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan
sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang
karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang.
Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan
diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah
Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Aidan, 2008).
d. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi bikarbonat. Zat ini merintangi enzim
karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping
karbonat, juga Na dan
6 K diekskresikan lebih banyak, bersamaan

dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari


terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara berselang-
seling. Asetozolamidditurunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya
berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang
mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada
cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi
peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat
digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai
bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya
dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin
secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid,
diklorofenamid dan meatzolamid.

e. Diuretik osmotik
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan
elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat
dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4
syarat:
1. difiltrasi secara bebas oleh glomerulus.
2. tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal.
3. secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan
4. umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic.
Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan
dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat
osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini 7bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya
osmotiknya.
b. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena
hipertonisitas daerah medula menurun.
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary
wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor
lain.
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi
air juga terbatas. Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air
tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah diuretik osmotik biasanya
dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ;
manitol, urea, gliserin dan isisorbid.
Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat
an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa
reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat
dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus
untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma.
beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini
adalah segagai berikut:
1. Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi
haematokrit, yang penting untuk mengurangi tahanan pada
pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak,
yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah
arteriola dan menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi
dengan cepat (menit).
2. Manitol tidak terbukti
8 bekerja menurunkan kandungan air
dalam jaringan otak yang mengalami injuri, manitol menurunkan
kandungan air pada bagian otak yang yang tidak mengalami
injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian
otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).
3. Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari
pada infuse lambat dalam menurunkan Peningkatan Tekanan
intra cranial.
4. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa
menimbulkan gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas yang
segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi urine
dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.
5. Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek
yang sinergis dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan
terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum Lasik diberikan.
Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status
volume cairan dan elektrolit selama terapi Diuretik.

C. Obat diuretik
1. Diuretik hemat kalium
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis
tanpa kehilangan kalium dalam urine.
Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron,
traimteren dan amilorid.
Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat.
Peranan utama aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi
natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar ekskresi kalium.
Yang merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton dan
bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron
sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan
ekskresi air serta natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja
tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang mempertahankan kalium
lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus
9
pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi
kalium dengan memblok saluran natrium, tempat aldosteron
bekerja. Diuretik ini digunakan bersamaan dengan diuretik yang
menyebabkan kehilangan kalium serta untuk pengobatan edema
pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan
diuretik kuat.

Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di
tubulus renalis rektus untuk menghambat reabsorpsi Na+,
sekresi K+ dan sekresi H+

Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami
sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama.
Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami
interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.

Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah
hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-
sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik
ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama
dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan reversibel
diantaranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna.

Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan
hipertensi dan udem yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai
bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi ekskresi
kalium, disamping memperbesar diuresis.

Sediaan dan dosis


Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg.
Dosis dewasa berkisar antara 25-200mg, tetapi dosis efektif
sehari rata-rata 100mg
10 dalam dosis tunggal atau
terbagi.Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara
spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid 25mg, serta antara
spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium
dan klorida, sedangkan eksresi kalium berkurang dan ekskresi
bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren menurunkan
ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli
distal. Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih
mudah larut dalam air sehingga lebih mudah larut dalam air
sehingga lebih banyak diteliti. Absorpsi triamteren melalui
saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek
diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan
triameteren per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya
terlihat dalam 6 jam dan berkahir sesudah 24 jam.
Efek samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah
hiperkalemia. Triamteren juga dapat menimbulkan efek samping
yang berupa mual, muntah, kejang kaki, dan pusing.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia
yaitu mual, muntah, diare dan sakit kepala.
Indikasi
Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi
obat ini akan bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretik
golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Sediaan
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-
300mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis
penunjang tersendiri.Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5
mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap
antara amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam
bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
2. Diuretik kuat
Tempat kerja utamanya
11 dibagian epitel ansa Henle bagian
asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop
diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat,
furosemid, dan bumetanid.
Furosemid
Farmakokinetik :
Obat furosemid mudah diserap melalui saluran cerna.
Bioavabilitas furosemid 65% diuretik kuat terikat pada protein
plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerolus
tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam
organik ditubuli proksimal. Dengan cara ini obat ini terakumulasi
di cairan tubuli dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah yang
lebih distal lagi.
Mula kerja Furosemid pesat, oral 0,5 1 jam dan bertahan 4 6
jam, intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya
reabsorbsinya dari usus 50%
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

- Tikus 2 ekor
- Obat : Furosemida injeksi
- Timbangan hewan
- Alat suntik
- Alat untuk pengujian
- Gelas ukur

3.2 Prosedur Kerja

1. Timbang masing-masing tikus, beri nomor dan catat


2. Suntikkan secara intra peritoneal kepada masing-masing tikus obat dengan
dosis yang telah dikonversikan ke dosis tikus
3. Pengamatan dilakukan pada menit ke 10, 20, 40, 80 setelah pemberian
12
obat
4. Catat jumlah volume urin yang dihasilkan pada menit diatas
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Tabel pengamatan
Kelas B Jumlah urin yang dikeluarkan
(betina) Menit ke-15 Menit ke-30 Menit ke-45 Menit ke-60
1 - - 0,8 ml 0,8 ml
2 0,25 ml 2 ml 2,3 ml 2,5 ml
3 1 ml 2,2 ml 4,1 ml 6 ml
4 - 0,2 ml 0,2 ml 1,2 ml

Kelas D Jumlah urin yang dikeluarkan


(jantan) Menit ke-15 Menit ke-30 Menit ke-45 Menit ke-60
1 - - - 1 ml
2 1,8 ml 4,2 ml 6,8 ml 6,8 ml
3 - 1 ml 1 ml 1 ml
4 - 0,5 ml 2,4 ml 4,4 ml

Grafik .

13
kelas B (tikus betina)
7

5
kontrol negatif
4
20mg/60kgbb
jumlah urin (ml)
3 40mg/60kgbb
80mg/60kgbb
2

0
10 20 30 40 50 60 70

waktu (menit)

KELAS D (JANTAN)
8000
7000
6000
5000 kelompok 1
kelompok 2
Jumlah Urin (micro liter) 4000
kelompok 3
3000
kelompok 4
2000
1000
0
10 20 30 40 50 60 70

Waktu (menit)

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan membahas mengenai diuretik.
Diuretik merupakan obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan
14
urin. Yang memiliki memiliki fungsi utama yaitu untuk memobilisasi
cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan secara sedemikian rupa
sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Praktikum dilakukan terhadap 4 kelompok tikus masing-masing
diberi dosis Furosemid yang berbeda. Furosemida merupakan golongan
obat diuretik kuat atau diuretik loop. Mekanisme kerjanya menghambat
kotranspor Na+, K+, dan Cl- dari membran lumen pada bagian asenden
lengkung Henle. Karena itu, reabsorbsi Na+, K+, dan Cl- menurun.
Furosemid merupakan obat diuretik paling efektif karena bekerja pada
bagian asenden lengkung Henle. Bagian ini bertanggung jawab untuk
reabsorbsi 25-30% NaCl yang disaring dan bagian distalnya tidak mampu
untuk mengkompensasi kenaikan muatan Na+. Obat ini bekerja cepat,
bahkan untuk pasien dengan fungsi ginjal terganggu atau tidak bereaksi
dengan diuretik lain. Pada pemberiannya secara IV obat ini cenderung
meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi
glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal mengakibatkan menurunya
reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya
efek awal diuretik. Peningkatan aliran darah ginjal ini relatif hanya
berlangsung sebentar, dengan berkurangnya cairan ekstraseluler akibat
diuresis, maka aliran darah ke ginjal menurun dan hal ini akan
mengakibatkan meningkatnmya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli
proksimal.
Pada tikus kontrol positif diinjeksikan dengan furosemid dengan
dosis dosis 20mg/60kgBB, 40mg/kgBB, dan 80mg/kgBB, lalu pada tikus
kontrol negatif tidak diinjeksika apa-apa. Kelompok kami mendapatkan
dosis injeksi 40mg/kgBB. Sebelum diinjeksikan dengan obat diuretik
furosemid tikus terlebih dahulu di timbang guna menentukan jumlah dosis
yang akan digunakan. Setelah didapatkan jumlah dosis melalui
perhitungan HED dan VAO barulah diambil obat sesuai dengan dosis
masing-masing. Sebelum disuntik, tikus-tikus diberi perlakuan dengan
cara memberikan 3 ml air hangat secara oral, hal ini bertujuan untuk
mempercepat proses
15 urinasi dan memperbanyak jumlah urine pada tikus.
Setelah itu tikus disuntik dengan konsentrasi dosis yang telah ditentukan.
Obat diinjeksikan ke tikus secara intraperitonial. Kemudian dilakukan
pengamatan pada menit ke 15, menit ke 30, menit ke 45, dan menit ke 60.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada pemberian obat
diuretik menunjukan hasil yang berbeda-beda. Pada tikus kontrol negatif
yang hanya diberikan air hangat sebanyak 3 ml dan mengeluarkan urin
pada menit ke 45 dengan volume urin sebanyak 1 ml dan bertahan sampai
menit ke 60. Pada kelompok kedua dengan dosis obat 20 mg/60 kgBB
mengalami diuresis dengan terjadi peningkatan dalam jumlah volume urin
yang dikeluarkan tiap menit, pada menit ke 15 dengan volume urin yang
dikeluarkan sebanyak 1,8 ml, meningkat pada menit ke 30 dengan volume
urin sebanyak 4,2 ml, meningkat pada menit ke 45 dengan volume urin
sebanyak 6,8 ml dan bertahan sampai pada menit ke 60. Sedangkan pada
kelompok tiga menunjukan terjadinya diuresis pada menit ke 20 dengan
volume urin sebanyak 1 ml dan bertahan sampai pada menit ke 60 Pada
kelompok empat, dengan dosis obat 80 mg/60 kgBB mengalami diuresis
dengan terjadi peningkatan dalam jumlah volume urin yang dikeluarkan
mulai dari menit ke 30 dengan volume urin yang dikeluarkan sebanyak 0,5
ml, meningkat pada menit ke 45 dengan volume urin sebanyak 2,4 ml,
meningkat pada menit ke 60 dengan volume urin sebanyak 4,4 ml.
Dari hasil data diatas dapat diamati bahwa tikus kelompak dua
paling banyak mengeluarkan urine dari pada tikus kelompok yang
lainnya, disusul kelompok empat, lalu kelompok satu dan tiga. Tetapi
berdasarkan jumlah konsentrasi dosis obat seharusnya tikus kelompok
empat lebih banyak mengeluarkan urine dari pada tikus kelompok tiga.
Konsentrasi dosis obat untuk tikus kelompak empat lebih tinggi
dibandingkan tikus kelompok dua. karena dosis yang lebih besar
berpengaruh terhadap kerja obat didalam tubuh. Semakin besar dosis maka
semakin besar pula kerja obat di dalam tubuh.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan praktikum tidak berhasil
atau hasilnya tidak sesuai dengan literatur, pada saat pemeberian air hangat
3 ml melalui oral kami dari kelompok 3 sedikit kesulitan sehingga tidak
16
semua air masuk kedalam tubuh tikus, ada pula yang pada saat
penyuntikan tikus tiba-tiba banyak bergerak sehingga tidak semua obat
berhasil diinjeksikan yang membuat dosis menjadi berkurang dan
berdampak pada efek yang dihasilkan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

17

DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G.1986. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika :
Jakarta

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Hasan, Delina dkk. 2017. Penuntun Praktikum Farmakologi. Jakarta: Program
Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah

18

Anda mungkin juga menyukai