OLEH:
Menurut Haryanto dan Tina (2002), kegiatan budidaya sawi meliputi tahapan sebagai
berikut :
1. Pengolahan tanah
Kegiatan pengolahan tanah secara umum sebelum menanam sayuran adalah
pengemburan tanah serta pembuatan bedengan.. Pengemburan tanah dapat menciptakan
kondisi yang dibutuhkan oleh tanaman agar mampu tumbuh dengan baik. Tahap-tahap
pengamburan meliputi pencangkulan untuk memperbaiki stuktur tanah serta sirkulasi
udaranya dan pemberian pupuk organik atau pupuk kimia sebagai pupuk dasar untuk
memperbaiki stuktur fisik serta kimia tanah yang akan menambah kesuburan lahan. Pada
saat melakukan pengemburan tanah sebaiknya dilakukan juga pemberian pupuk organik
sebagai pupuk dasar. Tanaman sawi membutuhkan pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha,
(Haryanto dan Tina, 2002). Pemberian pupuk kandang pada saat pengemburan bertujuan
agar pupuk kandang dapat lebih cepat bercampur merata denga tanah sehingga unsur hara
dan stuktur tanah dapat dengan mudah tergantikan, untuk daerah yang mempunyai derajat
keasaman yang terlalu rendah (tanah bersifat terlalu asam) sebaiknya dilakukan
pengapuran. Alat dan Bahan yang dibutuhkan selama kegiatan pembersihan lahan yaitu
cangkul, golok dan garu. Cangkul digunakan untuk membersihkan sisa-sisa perakaran
tanaman, meratakan dan mengemburkan/ menghaluskan tanah. Golok untuk memotong
tanaman yang tumbuh pada lahan yang akan digunakan sebagai lahan tanaman pakcoy.
Garu digunakan untuk mengangkat sisa-sisa akar, sisa tanaman dalam tanah (Direktorat
Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka, 2008). 2
2. Pembibitan
Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk
penanaman, hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan waktu yang digunakan. Ukuran
bedegan yang akan digunakan untuk pembibitan tidak perlu terlalu lebar dan luas, karena
pebibitam tidak memerlukan jarak tanam yang jauh dan besar. Dua minggu sebelum
penaburan benih dilakukan bedengan pembibitan terlebih dahulu ditaburi dengan 2 kg
pupuk kandang, 20 g urea, 10 g TSP dan 7,5 g KCL. Cara melakukan pembibitan diawali
dengan benih ditaburkan pada permukaan bedengan pembibtan, selanjutnya benih
ditutupi dengan tanah yang halus setebal 1-2 cm. lakukan perawatan dengan penyiraman
menggunakan sprayer atau gembor. Benih yang baik akan tumbuh 3-5 hari setelah
penaburan benih. Setelah berdaun 3-5 helai (kira-kira berumur 3-4 minggu setelah benih
ditaburkan) bibit dapat dipindahkan ke bedengan penanaman
3. Penanaman
Bedengan penanaman sawi dibuat dengan ukuran 120 cm dan panjang sesuai
dengan ukuran petak tanah. Tinggi bedengan penanaman ini dibuat sekiar 20-30 cm
dengan jarak antar bedengan 30 cm. jarak antar bedengan ini bertujuan sebagai parit
drainase dan tempat lalu lalang pekerja. Satu minggu sebelum penanaman sawi
dilakukan, bedengan penanaman ditaburi serta diaduk dengan pupuk kandang, TSP, dan
KCL yang dosisnya berturut-turut 10 ton, 100 kg, dan 12 75 kg per ha lahan. Jarak tanam
antar tanaman adalah 20 x 20 cm sampai dengan 30 x 30 cm. Pilihlah bibit yang
pertumbuhannya baik. Ciri-ciri bibit yang baik adalah batang tubuh tegak, daun hijau
segar mengkilap dan tidak terserang hama atau penyakit. Pindahkan bibit dengan hati-hati
dari bedengan pembibitan. Pemindahan bibit dapat menggunakan alat bantu seperti cetok
atau sendok tanaman untuk memindahkan tanaman agar sebagian tanah yang membalut
perakaran bibit dapat terikut pada saat pencabutan. Langkah selanjutnya adalah
penggalian lubang tanam di bedengan penanaman. Peggalian dilakukan dengan tangan
atau tugal pada titik yang sesuai dengan jarak tanam. Ukuran lubang tidak perlu terlalu
besar, cukup 4-8 x 6-10 cm, namun yang terpenting bibit dapat tumbuh dengan baik dan
tidak gampang tercabut. Bibit dimasukkan ke lubang tanam dengan hati-hati. Selanjutnya
lubang dirapikan dan tanahnya sedikit dipadatkan pada pangkal batang.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah tahapan kerja yang terpenting dalam pembudidayaan
tanaman. Hasil yang optimal hanya akan dicapai apabila pemeliharaan tanaman
dilakukan secara baik. Tindakan pemeliharaan ini meliputi penyiraman, panjarangan,
penyulaman, penyiangan dan pengemburan, pemupukan tambahan, serta pengendalian
hama dan penyakit.
a. Penyiraman Air adalah faktor pembatas tumbuh tanaman. Tanpa air yang cukup
sawi tumbuh kerdil layu dan bahkan dapat mati. Penyiraman dapat dilakukan
dengan menggunakan gembor, pipa penyemprot, sprinkler, atau dengan sistem
leb. Sistem leb ialah memasukkan air ke areal melalui parit drainase selama
beberapa waktu (2-8 jam), tergantung kebutuhan dan situasi kekeringan. Namun,
penyiraman dengan gembor hingga air cukup membasahi tanah pada pagi dan
sore hari umunya sudah memadai.
b. Penjarangan Penanaman sawi yang tanpa melalui tahap pembibitan pada
umumnya tumbuh tidak teratur. Jika hal ini dibiarkan dan tidak dilakukan
penjarangan maka akan menyebabkan adanya persaingan dalam mengambil unsur
hara dalam tanah. Penjarangan ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas dan hasil
sawi yang baik. Penjarangan dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya
dengan mencabut tanaman yang tumbuh berdekatan atau terlalu rapat. Sisakan
tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur, untuk
penanaman bibit dengan jarak tanam yang sudah ditentukan misalnya 20 x 20 cm
atau 40 x 40 cm.
c. Penyulaman Penyulaman merupakan kegiatan penggantian tanaman yang mati.
Tanaman sulaman biasanya diambil dari bibit tanaman yang masih tersisa di
bedengan pembibitan, hal ini bertujuan agar umur dan tingkat pertumbuhan
tanaman yang sudah tumbuh dengan baik di bedengan penanaman dengan
tanaman sulaman tidak berbeda jauh. Cara penyulaman cukup sederhana dan
muda, tanaman yang mati dibuang dengan cara dicabut kemudian lubang
penanaman dibuat pada bekas tempat penanaman sebelumnya, selanjutnya
tanaman sulaman ditanam sebagai penggantinya.
d. Penyiangan, penggemburan dan pengguludan Penyiangan biasanya dilakukan 2-4
kali selama masa pertanaman sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma
pada bedengan penanaman. Setelah tanaman berumur 2 minggu di bedengan
penanaman biasanya gulma sudah mulai banyak. Penyiangan ini dilakukan agar
pengambilan unsur hara dari dalam tanah dapat berlangsung sempurna tanpa
diganggu oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang lainnya. Perlu diperhatikan bahwa
penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka
pada tanaman intinya.
e. Penggemburan dan pengguludan dilakukan apabila tekstur tanah berubah menjadi
keras dan padat. Penggemburan dan pengguludan biasanya dilakukan bersamaan
dengan penyiangan. Penggemburan harus dilakukan dengan hati-hati karena
seringkali dapat merusak tanaman. Pengguludan di bedengan untuk tanaman sawi
tidak terlalu dibutuhkan karena pengguludan yang dilakukan pada bedengan
bertujuan untuk tetap memfungsikan parit drainase sebagai sarana pelancar
kelebihan air. Pengguludan dilakukan dengan cara menaikan tanah yang jatuh
kebagian parit pengairan ke bedengan semula.
f. Pemupukan tambahan Pupuk tambahan diberikan pada saat 3 minggu setelah
tanam yaitu urea dengan dosis 50 kg per ha. Pupuk TSP dan KCl tidak terlalu
dibutuhkan untuk pemupukan tambahan ini hal ini dikarenakan sawi merupakan
sayuran daun yang lebih membutuhkan pupuk untuk membantu pertumbuhan
daun, sehingga pupuk urea yang lebih penting dan lebih dibutuhkan sebagai
pupuk tambahan. Pemberian urea sebagai pupuk tambahan dilakukan dengan cara
penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali atau dapat juga
dengan melarutkan pupuk urea tersebut dengan air, lalu disiramkan pada
bedengan penanaman dengan perbandingan 25 g pupuk urea dilarutkan dalam 25 l
air untuk 5 m bedengan.
g. Pengendalian OPT (Organisme pengganggu tumbuhan) Menurut Direktorat
Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka (2008), pengendalian OPT dilakukan
agar tidak terjadi kerusakan pada bagian tananaman, sehingga masih
menguntungkan secara ekonomis dan untuk menghindari kerugian ekonomi
berupa kehilangan hasil (kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk serta
menjaga kesehatan tanaman dan kelestarian lingkungan hidup dan aman
konsumsi. Pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT, harus diawali dengan
pengenalan jenis hama dan penyakit yang ada pada tanaman sawi, sehingga pada
saat pelaksanaan pengendalian OPT dapat dilakukan dengan tepat.
Menurut Haryanto dan Tina (2002), berikut ini adalah jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman pakcoy :
Hama
- Ulat titik tumbuh (Crocidolomia Binotalis Zell.) Gejala seperti daun bagian
dalam yang terlindungi oleh daun bagian luar rusak dan kelihatan bekas gigitan.
Penyebab kerusakan tersebut adalah ulat titik tumbuh atau crocidolomia
binotalis Zell. Ulat ini berwarna hijau. Di punggungnya terdapat garis berwarna
hijau muda dan rambut yang berwarna hitam. Seranggan dewasa menghasilkan
telur yang jumlahnya 30-80 butir tiap kelompok. Pengendalian ulat titik dapat
dilakukan dengan cara preventif yait menyemprot tanaman sebelum muncul
serangan. Insektisida yang dapat dipakai ialah Dipterex 50 SP dengan dosis 10-20
g per 10 l air, Diazinon 60 EC dengan dosis 10-20 cc per 10 l air, Phosvel 30 EC
dengan dosis 20- 25 cc per 10 l air atau Orthene 75% EC (5-10 g per 10 l air).
- Ulat tritip (Plutella maculipennis) Gejala akibat penyerangan ulat tririp daun
tampak seperti bercak-bercak tersebut adalah kulit ari daun yang tersisa setelah
dagingnya dimakan hama. Selanjutnya daun menjadi berlubang karena kuli ari
daun tersebut mengering dan sobek. Serangan berat menyebabkan seluruh daging
daun habis termakan sehingga yang tertinggal hanyalah tulang-tulang daunnya.
Penyebab kerusakan tersebut adalah plutella maculipennis atau ulat tritip.
Pengendalian hama ini dengan menggunakan obor atau penarik serangga karena
hama ini tertarik akan cahaya. Pemberantasan secara kimia dapat dilakukan
dengan insektisida Diazinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc per 1 l air, atau Sevin
dengan dosis 1-2 kg per ha. Volume semprotnya 400-500 l larutan per ha, selain
itu dianjurkan melakukan rotasi tanaman agar daur hidup hama terhenti.
- Siput (Agriolimax Sp.) Gejala pada tanaman sawi akibat siput adalah daunnya
banyak berlubang tetapi tidak merata. Sering pula dijumpai jalur-jalur bekas
lendir pada tanaman atau disekitarnya. Penyebab gejala tersebut adalah siput
Agriolimax sp. Siput umurnya menyerang pada malam hari. Pengendalian hama
ini adalah dengan mengunakan insektisida Metapar 99 WP dengan dosis 0,5-1 g
per l. Siput yang kelihatan di sekitar pertanaman sebaiknya diambil dan
dimusnahkan.
- Ulat (Thepa javanica) Gejalanya yaitu daun banyak berlubang dengan jarak
antara lubang sangat dekat dan menggerombol. Penyebab dari gejala tersebut
adalah ulat Thepa javanica Pengendalian hama ini dapat dikendalikan dengan
menggunakan insektisida Metapar 99 WP dengan dosis 0,5-1 g per l e. Cacing
bulu (Cut worn) Gejala yang ditimbulkan adalah bagian pangkal batang sawi
yang terserang menjadi rapuh, lama-kelamaan tanaman menjadi roboh.
Penyebabnya adalah cacing bulu Cut worn yang menghuni tanah serta
menggerogoti pangkal batang. Pengendalian hama ini dapat dikendalikan dengan
cara menggenangi lahan dengan air yang dicampur dengan insektisida Diazinon
atau Bayrusil dengan dosis 10 cc per 10 l air.
Penyakit:
- Penyakit akar pekuk Gejalanya yaitu akar-akar yang terinfeksi akan mengadakan
reaksi dengan pembelahan dan pembesaran sel yang menyebabkan terjadinya
bintil yang tidak teratur. Seterusnya bintil-bintil ini bersatu sehingga bengkak
memanjang mirip batang yang gada. Penyebabnya oleh jamur Plasmodiofora.
Penyebaran penyakit ini melalui air, tanah, dan bibit tanaman. Pengendalian
penyakit ini dapat dilakukan dengan memindahkan tanaman yang ditanam dari
lahan yang sakit ke lahan yang masih sehat dan dapat mengusahakan sterilisasi
tanah dengan memberi fungisida seperti Brassicol yang mengandung bahan aktif
guintozine dengan cara disiram.
- Bercak daun alternaria Gejalanya yaitu pada daun terdapat bercak-bercak kecil
berwarna kelabu gelap dengan garis tengah mencapai 1 cm. Penyakit ini lebih
banyak terdapat pada daun yang tua. Penyebab penyakit ialah jamur Alternaria
brassicae. Jamur ini dapat terbawa oleh biji. Pengendaliannya yaitu benih yang
akan ditanam direndam dalam air C selama 30 menit dan penyemprotan
denganhangat bersuhu 50 fungisida Difolatan 4 f dengan dosis 2-3 cc/l air. c.
Busuk Basah (soft root) Gejala pada mula-mulanya terjadi bercak kebasahan.
Bercak membesar dan bentuknya tidak teratur. Jaringan yang membusuk pada
awalnya tidak berbau, tetapi dengan adanya serangan bakteri sekunder jaringan
tersebut menjadi berbau. Penyebabnya disebabkan oleh bakteri Erwinia
carotovora, yang dapat menyebabkan kerugian yang besar. Pengendalian dapat
dilakukan dengan menjaga jarak antar tanam jangan terlalu dekat dan panen harus
dilakukan dengan hati-hati. Hindarkan terjadinya luka baik sewaktu di lapangan,
penyimpanan maupun saat pengangkutan.
- Penyakit embun tepung Gejala penyakit ini terutama timbul di bedengan
persemaian. Pada permukaan atas daun terlihat adanya tulang daun yang
menguning. Penyebab penyakit ini oleh jamur Prenespora parasicita. Penyakit
ini C,berkembang lebih cepat apabila suhu udara berkisar antara 10-15 dalam
cuaca mendung, atau di tempat yang teduh. Pengendalian dapat dilakukan dengan
mengurangi kelembapan dipersemaian dan penyemprotan fungisida Dithane M-
45 dengan dosis 0,2% atau 2 gr dilarutkan dalam 1 l air.
- Penyakit rebah semai Gejala sebagian tanaman pada bedeng pembibitan rebah.
Penyebabnya adalah jamur Fusarium spp. Pengendalian penyakit ini dengan
sterilisasi bedengan pembibitan dengan menggunakan basamid G, dosis yang
dipakai 30-40 gr per meter persegi bedengan.
- Busuk Rhizoctonia Gejala pada tangkai dan tulang daun induk terdapat bercak
coklat seperti berlendir. Penyebabnya oleh jamur Rhizoctonia solani. Jika di
dalam tanah banyak terdapat bahan organik maka jamur akan bertambah.
Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan membuang daun-daun yang
bersentuhan dengan tanah dan jarak tanam tidak boleh terlalu rapat.
- Bercak Daun Gejalanya tampak bercak kecil kebasah-basahan pada tepi daun.
Penyebab penyakit ini adalah Cercospora longisima. Pengendaliannya yaitu
dengan cara mengumpulkan daun-daun yang sakit atau terserang lalu
membakarnya dan penyemprotan dengan fungisisda Tiezene 80 WP sebanyak 2-
2,5 gr/l air.
5. Panen, Panen harus dilakukan pada waktu yang tepat agar sesuai dengan
keinginan konsumen dan baik kualitasnya. Sawi yang dipanen terlalu tua akan
menjadi keras dan tidak enak untuk dikonsumsi, sedangkan apabila dipanen
terlalu muda produksinya menjadi sedikit dan harga jualnya rendah karena tidak
memenuhi standar yang diinginkan oleh konsumen. Umur panen Tanaman sawi
yang siap dipanen adalah yang berumur 40-50 hari, selain berdasarkan umurnya
kriteria sawi yang siap dipanen adalah dengan melihat keadaan fisik tanaman
seperti warna, bentuk, dan ukuran daun. Menurut Haryanto dan Tina (2002),
Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan panen seperti keranjang plastik
atau kontainer plastik, gerobak, gudang/tempat penyimpanan sementara. Fungsi
bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan panen yaitu : a) Keranjang plastik
atau kontainer plastik digunakan sebagai wadah hasil panen. b) Gerobak
digunakan untuk mengangkut sawi dari lahan. c) Gudang atau tempat
penyimpanan sementara digunakan sebagai tempat menyimpan pakcoy sebelum
didistribusikan.
6. Pasca panen Menurut Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka
(2008), pasca panen merupakan kegiatan penanganan sayur yang telah selesai
dipanen (sortasi, pengkelasan, pengemasan dan penyimpanan) berdasarkan
ukuran dan standar mutu yang telah ditentukan hingga siap didistribusikan ke
konsumen. Tujuan kegiatan ini adalah tersedianya (jumlah dan kualitas) sesuai
dengan permintaan pasar baik domestik maupun global.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari penjelasan tentang teknik budidaya tanamn sawi hijau dan pakcoy didapat
kesimpulan sebagai berikut:
1. Teknik budidaya tanaman sawi dan pakcoy hampir sama meliputi: pengolahan
tanah, pembibitan, penanaman, pemeliharan ( penyiraman, penyiangan,
pemupukan dan pengendalian OPT ) , pemanenan sampai dengan kegiatan pasca
panen ( sortasi, pengemasan, pengolahan dan pemasaran)
2. Teknik budidaya harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik untuk
mendapatkan produk dengan kualitas yang baik serta produksi yang tinggi
3. Pemasaran merupakan kegiatan pasca panen yang penting dalam kegiatan
budidaya dalam peningkatan ekonomi petani
4.2 Saran
Dalam kegiatan budidaya setiap tahap dari kegiatan budidaya harus dilakukan sesuai
prosedur yang baik, hal ini dikarenakan hasil dan kualitas dari tanaman ditentukan dari
kegiatan budidaya yang dilakukan yang dimulai dari pemilihan benih. Tingkat
permintaan pasar menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam kegiatan budidaya
karena hal terakhir yang dilakukan setelah budidaya adalah pemasaran.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Alex, S., 2010, Seri Perkebunan Modern Sayuran dalam Pot, Penerbit Pustaka Baru
Press, Yogyakarta (Hal. 1).
Anonimous, 2000. Sawi.Http://warintek.progressio.or.id
Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi Hijau. Yayasan Pustaka
Nusantara, Yogyakarta.
David S. 2009. Vitazyme on Lecttuce. Texas: Vital Earth Resources.
Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka (2008)
Diwyacitta Prasasti , Erma Prihastanti, Dan Munifatul Izzati.2014. Perbaikan Kesuburan
Tanah Liat Dan Pasir Dengan Penambahan Kompos Limbah Sagu Untuk
Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman Pakcoy (Brassica Rapa Var.Chinensis).
Jurusan Biologi Fsm Universitas Diponegoro. Semarang
Eko, M. 2007.Budidaya Tanaman Sawi(Brassica juncea). Jakarta: Penebar Swadaya
Fahmi, Z. 2013. Media Tanam Sebagai Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Tanaman. BBPPTP. Surabaya. Hal 1-8
Fahrudin, F., 2009, Budidaya Caisim (Brasica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Teh dan
Pupuk Kascing, Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
(Hal. 7)
Haryanto, E., T. Suhartini dan E. Rahayu, 2002. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Haryanto. 2006. Teknik Budidaya Sayuran Pakcoy (Sawi Mangkok). Jakarta: Penebar
Swadaya
Lingga, P. Dan Marsono, 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi Penebar
Swadaya, Jakarta. Hal : 89.
Rukmana,R. 2002. Bertanam Sayuran Petsai dan Sawi.Kanisius.Yogyakarta
Setiawati, Wiwin, Rini Murtiningsih, Gina Aliya Sopha, dan Tri Handayani. 2007.
Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. i-viii + 135 hal. Bandung : Balai
Penelitian Tanaman Sayuran.
Wahyudi. 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Jakarta: Agro Media Pustaka.