Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Kanker

berasal dari pertumbuhan abnormal sel atau jaringan yang bersifat invasif

serta mampu bermetastasis (Burket, 2008: 194). Salah satu jenis kanker di

dunia yang menyebabkan kematian dalam jumlah besar yaitu kanker kepala

dan leher. Kanker kepala dan leher adalah salah satu jenis kanker yang

umum terjadi di Indonesia. Badan registrasi kanker nasional di Indonesia,

menempatkan kanker kepala dan leher pada urutan ke empat dari sepuluh

besar keganasan pada laki-laki dan perempuan, namun umumnya kanker

kepala dan leher ini sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan

(Wiliyanto, 2006: 17).

Kanker kepala dan leher menyerang bibir, rongga mulut, langit-

langit, faring dan laring. Faktor risiko kanker kepala dan leher yaitu

kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan tembakau yang berlebihan, namun

terdapat faktor imunologi seperti; defisiensi vitamin A, beta karoten dan

vitamin C, faktor infeksi seperti; Human Papiloma Virus (HPV), Epstein

Baar Virus (EBV), faktor genetik dan faktor lingkungan yang berpengaruh

terhadap terjadinya kanker kepala dan leher. Terapi dalam pengobatan

kanker kepala dan leher yaitu dengan terapi selektif berupa pembedahan,

1
2

dan terapi non selektif berupa kemoterapi dan radioterapi. Terapi selektif

dapat menyebabkan efek samping berupa adanya cacat permanen pada

tubuh. Terapi non selektif dapat membuat kerusakan pada sel kanker, namun

sel sel normal juga dapat menyebabkan kerusakan (Susworo, 2007: 20).

Sekitar 50% pasien kanker menjalani terapi dengan

radiasi atau radioterapi, sehingga radiasi berperan sangat

penting untuk penyembuhan penyakit kanker. Menurut White

(2004: 9) radioterapi merupakan metode pengobatan penyakit maligna

dengan mengunakan sinar radiasi energi tinggi yang memfokuskan pada

jaringan kanker, metode ini ditemukan pada akhir abad ke 19. Tujuan dari

radioterapi ini yaitu untuk memaksimalkan pengontrolan kanker

serta meminimalkan terjadinya komplikasi pada jaringan

normal disekitarnya. Satuan dosis pada radioterapi yaitu

Gray (Gy) (Borkenstein dkk, 2004: 75).

Menurut Tjokronegoro dan Utama (1987: 52) pemberian dosis pada

pasien penderita karsinoma nasofaring berupa dosis perfraksi yaitu 200 cGy

D.T (Dosis Tumor) yang diberikan lima kali dalam seminggu untuk tumor

primer maupun kelenjar. Dosis total pemberian radiasi pada tumor yaitu

6600 cGy- 7000 cGy, pada kelenjar regional yang membesar akan

mendapatkan radiasi mencapai 6000 cGy atau lebih. Apabila tidak

didapatkan perbesaran ini maka radiasi elektif pada kelenjar leher dan

supraclavicular cukup sampai 5000 cGy.


3

Radioterapi memiliki efek samping yaitu xerostomia, infeksi

sekunder, karies, osteoradionekrosis, dan mukositis. Sufiawati dan Subia

(2008 : 160), mengatakan bahwa tingkat kejadian mukositis meningkat 80

hingga 100% pada pasien yang menjalani perawatan radioterapi pada daerah

oro-faring. Jumlah paparan dosis radioterapi dapat menyebabkan genotoksik

dan apoptosis sehingga, semakin besar paparan radioterapi yang diberikan

maka akan semakin besar sel yang rusak (Susworo, 2007: 25).

Genotoksik menyebabkan perubahan kromosom yang dapat dilihat

secara langsung pada sel epitel mukosa bukal rongga mulut melalui

pemeriksaan sitologik. Pemeriksaan sitologik dapat mengetahui perubahan

bentuk inti sel, perubahan ukuran bahkan kegagalan pada proses replikasi

sel (Hollan dkk., 2008: 94). Pada rongga mulut terdapat tiga macam mukosa

yaitu; (1) mukosa pelindung yang bersifat mampu merenggang, lembut, dan

lembab meliputi mukosa bukal (2) mukosa mastikasi, dan (3) mukosa

pengecap. Sel epitel mukosa bukal rongga mulut memiliki tiga lapisan yaitu

lapisan superfisial, lapisan intermediet dan lapisan basal (Chandra dkk.,

2007: 188).

Kerusakan kromosom beragam bentuk salah satunya dengan adanya

kegagalan replikasi yang dapat diamati dengan terbentuknya mikronukleus,

broken egg, dan binukleus. Selain adanya kerusakan kromosom, radioterapi

dapat mempengaruhi timbulnya apoptosis. Apoptosis merupakan proses

biologi yang mengakibatkan terjadinya kematian sel yang terprogram.


4

Pemeriksaan apoptosis dapat dilakukan dengan cara mengamati jumlah

piknosis, karioreksis dan kariolisis (Sanchez dkk., 2011: 1148).

Penelitian Anggraeni (2016: 61) membuktikan bahwa terdapat

perbedaan antara jumlah mikronukleus, broken egg, binukleus, dan

multinukleus pada pasien sehat dan pada pasien radioterapi kanker kepala

dan leher. Penelitian Aulia (2012: 30) membedakan pengaruh dosis

radioterapi terhadap pH saliva, dengan membedakan dosis 10Gy dengan

dosis akhir 70Gy. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa terdapat

perbedaan peningkatan dosis 10 Gy dengan dosis 70 Gy pada radioterapi

mempengaruhi penurunan pH saliva. Penelitian mengenai kerusakan

morfologi sel dan apoptosis sebelum dan setelah radioterapi (70Gy) belum

diamati. Oleh karena itu, peneliti ingin mengamati perbedaan kerusakan

morfologi sel dan pada proses apoptosis pada sebelum (0Gy) dan setelah

(70Gy) radioterapi penderita kanker kepala dan leher.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kerusakan morfologi sel dan apoptosis pada

sel epitel mukosa bukal penderita kanker kepala dan leher sebelum dan

setelah radioterapi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
5

Tujuan umum penelitian ini yaitu mengetahui adanya perbedaan

kerusakan morfologi sel dan apoptosis pada sel basal epitel mukosa

bukal penderita kanker kepala dan leher sebelum dan sesudah radioterapi

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini yaitu:

a. Membandingkan jumlah mikronukleus pada pasien sebelum

radioterapi dan setelah radioterapi

b. Membandingkan jumlah broken egg pada pasien sebelum

radioterapi dan setelah radioterapi

c. Membandingkan jumlah binukleus pada pasien sebelum radioterapi

dan setelah radioterapi

d. Membandingkan jumlah piknosis pada pasien sebelum radioterapi

dan setelah radioterapi

e. Membandingkan jumlah karioreksis pada pasien sebelum radioterapi

dan setelah radioterapi

f. Membandingkan jumlah kariolisis pada pasien sebelum radioterapi

dan setelah radioterapi

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumber pengetahuan di bidang kedokteran mengenai

perbedaan kerusakan morfologi sel dan apoptosis pada pasien kanker

kepala dan leher sebelum dan setelah radioterapi


2. Manfaat Praktis
6

Memberikan informasi mengenai perbedaan kerusakan morfologi sel

dan apoposis pada sel epitel mukosa bukal penderita kanker kepala dan

leher sebelum dan setelah radioterapi

E. Keaslian Penelitian
Berbagai macam penelitian yang telah dilakukan mengenai penelitian

sebagai berikut :
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.

No Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan


1. Judul: Efek radioterapi 1. Akibat radioterapi 1. Pada penelitian
terhadap mikronukleus, pada kerusakan sebelumnya tidak
broken egg, binukleus kromosom melihat bagaimana
dan multinukleus sel 2. Penderita yang tahapan apoptosis sel,
basal epitel mukosa diteliti pada pasien sedangkan pada
bukal penderita kanker kanker kepala dan penelitian ini
kepala dan leher leher dilakukan pengamatan
Peneliti: Rosita 3. Pewarnaan metode apoptosis
Anggraeni FeulgenRossenberck 2. Pada penelitian
Tahun: 2016 sebelumnya
Dipublikasikan dalam: membandingkan
Fakultas kedokteran pasien sehat dengan
jurusan Kedokteran gigi pasien yang dilakukan
Universitas Jenderal radioterapi tahap awal,
Soedirman, Purwokerto pada penelitian ini
mengamati penelitian
dosis awal dan dosis
akhir

2. Judul: Pengaruh 1. Meneliti efek 1. Variable penelitian


radioterapi area kanker radioterapi pada sebelumnya peneliti
kepala dan leher penderita kanker mengukur PH saliva
terhadap PH saliva kepala dan leher yang ditimbulkan dari
Peneliti: Aulia 2. Meneliti radioterapi, penelitian
Pravasani perbandingan antara ini melihat pengaruh
Tahun: 2012 dosis awal (10Gy) dari kerusakan
Dipublikasikan dalam: dan dosis akhir kromosom dan
Fakultas kedokteran paparan (70Gy) apoptosis pada
Universitas Diponegoro,
radioterapi
Semarang
3. Judul: Chromosomal 1. Pengamatan sel yang Pada penelitian
7

Damage and Apoptosis mengalami apoptosis sebelumnya pengamatan


in Exfoliated Buccal 2. Penggunaan frekuensi apoptosis pada
Cells from Individuals pewarnaan dengan kanker mulut sedangkan
with Oral Cancer Metode Feulgen- pada penelitian kali ini
Peneliti: Dorea, L.T.M., Rossenbeck (Periodic pada setelah melakukan
Meireles, J.R.C., Lessa, Acid Schiff dan Fast radioterapi dengan dosis
J.P.R., Olivera, M.C. Green). awal dan akhir
Tahun: 2012
Dipublikasikan dalam:
International Journal of
Dentistry Vol.10.

Anda mungkin juga menyukai