1 Pendahuluan 1
2 Sifat Alamiah Gravitasi 2
3 Gravitasi pada Rotasi Elipsoid 6
4 Geoid 10
5 Rumus Standar internasional Gravity 12
6 Gravimeter Pegas 13
7 Berat Jenis Batuan dan Anomali Gravity 17
8 Berat jenis dan Porositas 20
9 Berat jenis batuan penyusun 23
10 Metode-metode Menurunkan, Mengukur dan Mengevaluasi Densitas 25
11 Penyebab anomali gravitasi 28
12 Pembuatan Peta dan Reduksi Gravity 35
1. Koreksi Drift / koreksi penyimpangan alat 37
2. Koreksi lintang (Latitude Correction) 39
3. Koreksi Elevasi 41
4. Koreksi Pasang Surut/Tidal 44
5. Koreksi Eotvos 45
6. Anomali Free-air dan Anomali Bouguer 46
13 Isostasi 47
1. Prinsip Dasar Isostasi 47
2. Hipotesa Airys 49
3. Hipotesa Pratt 51
4. Kelenturan Lithosfer 52
14 Aplikasi-aplikasi Gravity dalam Geologi 54
1. Gravity Eksplorasi Minyak Bumi 54
2. Eksplorasi Struktur Kubah Garam 57
3. Struktur Geologi Bawah Laut 59
4. Studi Geologi Struktur Zona Suture/Pertemuan Dua Benua 60
5. Studi Sebaran Batuan Granit 61
6. Studi Hidrogeologi 63
7. Gravity dalam Pertambangan Mineral Logam Tipe Sulfida Masif 65
8. Eksplorasi Mineral Logam Daerah Arba di Australia Barat 68
9. Aplikasi Gravity dalam Bangunan Geoteknik 70
10. Aplikasi Gravity untuk Studi Struktur Patahan Opak-Yogyakarta 72
Daftar Pustaka
1. Pendahuluan
Hukum gravitasi alam semesta menunjukkan adanya gaya saling tarik antar
partikel. Kita harus berfikiran bahwa masing-masing partikel berukuran sangat tak
terbatas kecilnya, sehingga massa akan berpusat pada satu titik. Hal yang terjadi
pada partikel sebagai konsekuensi dari gaya gravitasi dapat dijawab dengan
menjabarkan rumus gaya gravitasi ke dalam :
( )
( )
Gambar 3. Vektor dengan label g12, g13, g14, g15 menunjukkan tarikan
gravitasi partikel tunggal m1 pada partikel lain m2, m3, m4
dan m5 pada jarak yang berbeda beda. Peningkatan
panjang vektor menunjukkan tarikan gravitasi yang lebih
besar (Robinson, E.S. dan Coruh, C., 1988, p. 224).
Unit satuan dasar CGS dari percepatan yang digunakan untuk gravitasi
adalah gal, yang diambil dari nama Galileo. Satuan ini dan turunannya yang umum
digunakan oleh ahli geofisika didefinisikan sebagai berikut :
1 gal = 1 cm/s2
1 gal = 1000 miligals
1 gal = 10.000 gravity unit
1 gal = 1.000.000 mikrogal
Internasional (SI) dari percepatan adalah 1 m/s2 = 105 miligal = 106 gravity
unit.
Untuk menjelaskan gaya gravitasi pada bola yang sangat besar seperti bumi
kita, kita harus mempertimbangkan pengaruh gabungan dari semua partikel yang
menyusun bumi. Pertama, mari kita anggap bahwa bumi memiliki bentuk yang tetap
dengan densitas yang seragam. Kita dapat menggunakan rumus pertama hingga
ketiga diatas, untuk menghitung setahap demi setahap tarikan dari semua partikel
pada jarak r dari pusat (Robinson, E.S. dan Coruh, C., 1988, p. 224).
Kemudian kita akan menemukan bahwa gravity total dapat dituliskan sebagai
g =GM/2 dan mengarah pada pusat bumi yang memiliki total massa M. Bila jari-jari
bumi adalah R, semua lokasi pada permukaan bumi adalah pada jarak tersebut dari
pusat bumi. Dengan demikian, gravity dimanapun pada permukaan bumi akan dapat
dituliskan sebagai g=GM/2. Ini adalah gaya tarik yang akan kita rasakan bila kita
berdiri pada permukaan bola bumi yang diam (Robinson, E.S. dan Coruh, C., 1988,
p. 224).
Bentuk bumi tidaklah membola, dan juga tidak diam ditempat. Karena bumi
berotasi dengan sumbu rotasi yang berarah dari kutub utara-selatan. Setiap partikel
dari massa bumi akan terpengaruh gara sentrifugal yang mengarah keluar (outward
centrifugal force) dan juga gaya tarik menarik antar partikel dari benda lainnya.
Keseimbangan antara gaya gravitasi dan sentrifugal mempengaruhi bentuk bumi
menjadi elipsoid dengan permukaan di kutup rata (Gambar dibawah).
Dimana w adalah kecepatan sudut rotasi dan d adalah jarak obyek dari pusat
lintasan melingkar. Kita dapat melihat bahwa pengaruh sentrifugal akan sangat kuat
pada obyek di bagian ekuator. Disini nilai d paling tinggi sama dengan nilai Re.
Namun d menjadi makin pendek dengan meningkatnya garis lintang, mencapai nol
pada bagian kutub. Sehingga menurut rumus diatas pengaruh sentrifugal menjadi
melemah dari ekuator dan hilang pada bagian kutub-kutub. Vektor dalam gambar
diatas menggambarkan berkurangnya percepatan sentrifugal dengan bertambahnya
garis lintang. Amati bahwa semua vektor paralel. Titik-titik nya mengarah keluar dari
sumbu rotasi bukan dari pusat bumi.
Gravitasi pada permukaan elipsoid yang berputar dijelaskan secara lengkap
dengan menggabungkan massa dan pengaruh sentrifugal. Amati gambar diatas
bagian c, bagaimana tarikan gravitasi keseluruhan, ditunjukkan oleh vektor g, yang
diperoleh dari kedua pengaruh. Perlu diketahui, vektor dalam gambar diatas,
digambarkan dengan tanpa skala. Pada kenyataannya tarikan gravitasi massa
sangat lebih besar daripada pengaruh sentrifugal. Sebagai contoh, di bagian ekuator
bumi pengaruh massa hampir 300 kali lebih kuat. Menjadi catatan bahwa pada
ekuator arah dari dua pengaruh ini saling berlawanan, sehingga g mengarah ke
bagian pusat dari elipsoid. Pada bagian kutub dimana pengaruh sentrifugal, g juga
mengarah ke pusat. Hal ini tidak berlaku di lokasi-lokasi lainnya dimana g tidak
mengarah tepat pada pusat elipsoid (Robinson, E.S. dan Coruh, C., 1988, p. 226).
Metode Eksplorasi Geofisika Gravity 8
Menjadi jelas mengapa gravitasi tidak sama nilainya dimana-mana pada
elipsoid yang berotasi. Kita ingat kembali pada permukaan yang diam, g=GM/R2.
Namun pada permukaan globe yang berputar, nilai tetap ini harus di sesuaikan
untuk mempertimbangkan pemampatan dan efek sentrifugal, dimana keduanya
berubah mengikuti garis lintang. Koreksi-koreksi dilakukan pada nilai gravity ge di
khatulistiwa. Rumus untuk menghitung gravity g() pada tiap garis lintang pada
elipsoid yang berotasi adalah
Gambar 7. Gaya gravitasi F dari bumi yang tidak berotasi dan gaya
sentrifugal P dikombinasikan untuk memperoleh gaya
gravitasi pengukuran g (Lafehr T.R., and Nabighian,
M.N., 2012, p.10).
Permukaan ekuipotensial ini kita kenal sebagai geoid, dan berperan penting
dalam eksplorasi gravity (Gambar dibawah). Bila kita bayangkan bumi seragam yang
berotasi (dengan lautan terisi batuan dengan berat jenis yang sama dengan daratan,
dan daratan setinggi muka laut), kita akan melihat sebuah elipsoid yang datar pada
kutubnya, atau yang lebih dikenal dengan speroid. Bila bumi uniform maka geoid
Metode Eksplorasi Geofisika Gravity 10
dan elipsoid akan identik. Elipsoid (atau speroid) adalah permukaan semu karena
permukaan bumi tidak beraturan. Geoid meyimpang dari elipsoid dengan turun
dibawahnya bila di samudera dimana air laut lebih ringan dari batuan dan geoid
akan naik diatas elipsoid di benua dimana berat jenisnya meningkat (Lafehr T.R, and
Nabighian, M.N., 2012).
Geoid yang menjadi esensi permukaan ekuipotensial dari medan gravitasi
sesungguhnya. Geoid adalah permukaan tak rata yang dipengaruhi oleh massa di
bawahnya. Disekitar pengaruh-pengaruh lokal yang menambah potensial U
terhadap potensial bumi yang normal, permukaan geoid harus menutup lebih keluar
untuk menjaga tetapnya potensial.
Karena kompleksitas tersebut, geoid diperkirakan dengan permukaan
speroidal yang berotasi yang memiliki densitas yang seragam, yang memiliki bentuk
serupa dengan elipsoid revolusi bumi, yang dikenal dengan elipsoid patokan.
Perbedaan tinggi antara geoid dan elipsoid patokan pada kebanyakan tempat
adalah kurang dari 50 meter, dengan beberapa perkecualian. Medan gravitasi dari
elipsoid patokan dikenal sebagai gravitasi normal atau gravitasi teoritis dan ini
digunakan untuk komputasi anomali gravitasi dengan membuang pengaruh yang
diakibatkan oleh kemampatan dan percepatan sentrifugal.
Tahun 1930 :
Tahun 1967:
Tahun 1980:
Dimana dua rumus pertama adalah rumus pendekatan dan rumus ketiga
dikenal sebagai rumus Somigliana, memberikan nilai gravitasi teoritis dengan
referensi elipsoid. Menjadi catatan bahwa yang menjadi awal acuan adalah nilai
medan gravitasi di ekuator dalam Gals (Geodetic Reference System, 1967) (Lafehr
T.R., and Nabighian, M.N., 2012, p.11).
Hampir semua dari lebih 10 juta stasiun pengukuran gravity pada periode ini
telah direduksi menggunakan rumus 1930 (disetujui dalam pertemuan persatuan ahli
geodesi dan geofisika di Stockholm). Rumus didasarkan pada pengukuran
pendulum pada 1906 di Postdam yang diyakini memiliki eror sebesar 14 mGal.
Perbedaan antar rumusan tidak penting dalam eksplorasi karena hasil yang kita
interpretasikan sangatlah relatif. Namun demikian sangat penting untuk kita gunakan
rumus yang sama untuk setiap surve, karena dalam banyak kasus sering dilakukan
multi surve dan integrasi surve pada suatu daerah (Lafehr T.R., and Nabighian,
M.N., 2012, p.12).
Hampir dalam semua medan surve baik di darat, di lubang pemboran, di laut
dan di udara, pembacaan alat (dimana posisi nol alat ditentukan) diambil pada
tempat pertama, umumya base station, dimana nilai absolut gravitasi telah diketahui
atau dapat ditentukan dengan mengikatkan stasiun tersebut dengan stasiun lain
yang telah diketahui nilai gravitasinya. Stasiun lapangan lainnya atau lintasan
kemudian diperoleh nilai perbedaan gravitasi, disinilah dikenal sebagai gravitasi
relatif (relative gravity) (Lafehr T.R., and Nabighian, M.N., 2012, p.53).
Kalibrasi ditujukan terhadap dua kesalahan : (1) pengaruh sekrup dan (2)
meter drift. Sangat penting bagi operator alat untuk selalu menempatkan posisi nol
dengan memutar sekrup pada arah yang sama. Bila putaran operator melampuai
posisi nol, maka kemudian proses harus diulang dengan mengembalikan posisi
sekrup dan mendekatkan kembali posisi nol (0). Operator yang baik dapat
menghasilkan pembacaan meter dalam hanya beberapa menit saja.
Rata-rata densitas bumi adalah sekitar 5.500 kg/m3, namun densitas batuan
yang menjadi tujuan umum eksplorasi (dekat permukaan bumi) sangat rendah
antara 1.600 hingga 2.600 kg/m3 untuk batuan sedimen, 2.200 hingga 3.300 kg/m3
untuk batuan beku dan 2.400-3.500 kg/m3 utuk batuan metamorf (Lafehr, T.R., and
Nabighian, M.N., 2012, p.67).
Gambar dibawah memberikan gambaran rentang densitas batuan yang
umum dijumpai di kerak bumi yang dangkal dikumpulkan dari berbagai tempat. Kita
amati ada hubungan antara umur geologi dan beratjenis, batuan yang tua akan
cenderung lebih berat, namun ini bukan petunjuk yang baik dalam pekerjaan
interpretasi data lapangan. Secara umum batuan intrusi basa (seperti basal, gabro
dan semacamnya) lebih berat dari pada batuan intrusi asam (seperti granit, riolit dan
lainnya). Pada cekungan batuan sedimen, porositas batupasir dan serpih cenderung
turun semakin ke dalam karena adanya kompaksi/pemadatan, menghasilkan
kenaikan nilai densitas ke arah kedalaman pada batuan ini. Pada garam, yang
hampir tidak terpadatkan, beratjenis hampir tetap ke arah yang makin dalam. Fluida
memiliki densitas yang rendah ; 1.000 kg/m3 untuk air, sekitar 1.030 kg/m3 untuk air
laut dan 600-900 kg/m3 untuk minyak bumi (Lafehr, T.R., and Nabighian, M.N.,
2012, p.67).
Gambar 13. Rentang berat jenis pada berbagai batuan, tanah dan
endapan aluvial (Lafehr T.R., and Nabighian, M.N.,
2012, p.69).
Dengan mudah kita dapat melihat bahwa rentang total dari beratjenis absolut
untuk kebanyakan pekerjaan eksplorasi hanya merupakan sebuah faktor dari 2
densitas atau kurang. Studi singkat dari rentang densitas menunjukkan bahwa
rentang densitas dapat bervariasi pada rentang yang lebih lebar, meski ada tanda
pembalikan pada beberapa kasus seperti gambar dibawah. Peningkatan densitas
pada batupasir dan serpih karena kedalaman dan densitas yang tetap pada kubah
garam digambarkan pada gambar dibawah.
Berat jenis garam sekitar 2.200 kg/m3 (halit murni sekitar 2.150 kg/m3)
namun garam kadang bercampur dengan material asing hingga lebih tinggi dari
pada endapan pasir dan serpih Resen (masa kini) yang memiliki batuan penindih
yang tipis, dan lebih rendah pada kedalaman yang dalam dimana kompaksi
meningkat secara signifikan. Kedalaman dimana densitas garam sama dengan
densitas batupasir dan serpih di sekitarnya dikenal sebagai kedalaman crosssover.
Di bagian onshore/darat di Texas dan Lousiana, kedalaman crossover dapat
sedangkal 700 meter. Namun kedalaman crossover meningkat makin dalam pada
daerah offshore/lepas pantai, kemungkinan mencapai 1.300 hingga 2.600 meter dan
ia bukan sebagai titik tunggal namun dapat hadir dalam rentang 300 meter atau
lebih.
Gambar 15. Bulk density sebagai fungsi dari densitas matrik untuk
berbagai variasi porositas (Lafehr T.R., and Nabighian,
M.N., 2012, p.70).
Hubungan ini ditunjukkan pada gambar dibawah untuk densitas matrik yang
umum dijumpai seperti kuarsa (SiO2). Dalam gambar ini densitas fluida berada
dalam rentang 0 hingga 1.000 kg/m3. Untuk porositas nol (ditunjukkan di bagian
atas gambar), menunjukkan tidak ada fluida dalam batuan, sehingga bulk density
dalam batuan dalam kasus ini sama dengan densitas matrik, titik dimana semua
garis menyatu.
Meski densitas matrik bervariasi, dalam eksplorasi minyak dan gas bumi
umumnya diambil angka 2.650 kg/m3, mengambil nilai berat jenis silikon dioksid
(SiO2) (Lafehr, T.R., and Nabighian, M.N., 2012, p.72). Nilai perkecualian untuk
lapisan garam 2.150-2.160 kg/m3 dan dolomit 2.870 kg/m3. Sedimen klastik memiliki
bulk densitas yang merupakan fungsi dari ukuran butir dan komposisi (terutama
kuarsa dan felsdpar) dan porositas. Porositas bukan hal yang biasa dalam batuan
beku dan batuan ubahan/metamorf namun komposisi mineral penyusunnya, rentang
yang lebar dari unsur penyusun beratjenis menunjukkan kenaikan seperti
digambarkan pada gambar rentang berat jenis berbagai batuan dan gambar
densitas batuan sedimen sebagai fungsi kedalaman, yang mengambarkan nilai berat
jenis batuan beku dan metamorf.
Tabel dibawah mencantumkan beratjenis berbagai batuan antara rentang
2.000 hingga 3.300 kg/m3. Beratjenis batuan setiap batuan sebanding dengan
jumlah densitas penyusun, masing-masing dikalikan dengan persen volume (n)
dari batuan penyusun, dimana : b = 11 + 22 + 33 + .
Tabel 2. Nilai densitas batuan dan mineral bijih yang umum dilapangan
(dalam mgm-3) (Milsom, J., 2002, p. 31).
karena anomali massa tertentu pada jarak r dari pusat (r>R) adalah
Pada gambar di bawah, adalah profil gravity sepanjang tubuh endapan bijih
logam di dekat Pine Point, dekat batas baratlaut Canada. Sesuai dengan rumus g
diatas diperoleh nilai b=200 m dan 4GR3/3b2=0,006 ms-2. Dengan asumsi
bahwa gravity anomaly disebabkan oleh bijih timbal-seng (Pb-Zn) dengan densitas
Gambar 26. Bagan alir pengolahan data gravitasi (Wintolo, D., dkk., 2010)
Setelah koreksi drift, perbedaan gravity antara titik pengamatan dan titik awal
diperoleh dengan mengalikan perbedaan dalam pembacaan alat dengan faktor
kalibrasi gravimeter. Dengan mengetahui perbedaan nilai gravity ini, gravitasi
absolut pada titik observasi gobs dapat dihitung dari nilai gravity yang diketahui di titik
awal. Kemungkinan lainnya, hasil bacaan dapat berhubungan dengan datum yang
berubah-ubah, namun hal praktis ini tidak dapat dilakukan karena hasil dari surve
yang berbeda tidak dapat diikatkan secara bersama (Kearey, P., et al, 2002, p.133).
Pengaruh total dari variasi faktor-faktor ini adalah bahwa gravity pada kutub-
kutub melebihi gravity pada ekuator sekitar 51.860 gu, dengan gradien gravitasi
utara-selatan pada garis lintang menjadi 8,12 sin 2 gu km-1.
Dimana g adalah prediksi nilai gravity pada lintang , nilai go adalah nilai
gravity di ekuator, k1 dan k2 adalah konstanta yang tergantung pada bentuk dan
kecepatan rotasi bumi. Persamaan diatas pada kenyataannya adalah perkiraan dari
seri tak hingga. Nilai go, k1, k2 pada penggunaan sekarang mengikuti rumus gravitasi
internasional tahun 1967 (go=9 780 318 gu, k1=0,0053024, k2 = 0,0000059; IAG
1971). Menurut formula 1967 konstanta yang kurang akurat digunakan dalam rumus
gravitasi internasional 1930. Hasil perhitungan dengan rumus 1930 harus
dimodifikasi sebelum dihubungkan dengan data surve menggunakan rumus 1967
dengan menggunakan hubungan g(1967)-g(1930) = 136sin2-172) gu. (Kearey,
et al, 2002, p.134).
Sebuah alternatif yang lebih akurat, menggambarkan rumus gravitasi 1967
(Mittermayer, 1969 dalam Kearey, dkk, 2002, p.134) dimana rumus disesuaikan
sedemikian sehingga meminimalkan eror yang dihasilkan dari pemotongan
rangkaian :
g=9.780.318,5(1+0,005278895sin2 + 0,000023462sin4) gu ;
meski demikian rumusan ini kurang sesuai bila perhitungan hasil surve dilakukan
sebelum tahun 1967. Nilai g memberikan perkiraan nilai gravity pada muka laut
pada setiap titik pada permukaan bumi dan dikurangi dari gravitasi terukur untuk
dikoreksi variasi lintang (Kearey, P., et al, 2002, p.134).
Nilai FAC positif untuk titik pengamatan diatas datum untuk mengoreksi
penurunan gravity karena ketinggian.
Nilai koreksi free-air menunjukkan variasi berdasarkan jarak titik observasi
dari pusat bumi, tidak ada nilai yang diambil karena pengaruh gravitasi batuan yang
ada antara titik pengamatan dengan datum. Bouguer correction (BC) membuang
efek ini dengan memperkirakan lapisan batuan dibawah titik pengamatan terhadap
lempeng horisontal tak hingga dengan ketebalan sama dengan elevasi tempat
pengamatan diatas datum (Gambar diatas bagian b). Bila adalah densitas batuan
dari rumus g=2Gt maka (Kearey, P., et al, 2002, p.134) :
Dimana z adalah kedalaman air laut dan w adalah densitas air laut.
Free-air dan Bouguer correction biasanya diterapkan bersama sebagai
combined elevation correction. (Kearey, P., et al, 2002, p.134).
Koreksi Bouguer memiliki asumsi bahwa topografi sekitar pengukuran gravity
adalah datar. Hal ini adalah jarang dijumpai, dan koreksi selanjutnya, terrain
correction (TC) harus dilakukan untuk mempertimbangkan relief topografi di sekitar
titik pengukuran gravity. Koreksi ini selalu posiif sebagaimana digambarkan pada
Gambar diatas bagian c. Pada gambar diatas, daerah yang ditunjukkan oleh A
sebagai bagian dari lempeng koreksi Bouguer meski ia tidak tersusun oleh batuan.
Konsekuensinya, koreksi Bouguer mengalami overkoreksi pada daerah ini
dan pengaruhnya harus dikembalikan dengan positive terrain correction. Area B
tersusun atas batuan yang harus dikeluarkan dari koreksi Bouguer. Ini menyebabkan
tarikan keatas pada titik amat menyebabkan nilai gravity berkurang. Tarikan ini
harus dikoreksi dengan positive terrain correction (Kearey, P., et al, 2002, p.135).
Secara klasik, koreksi terrain dilakukan dengan menggunakan sebuah
lingkaran yang dinamakan sesuai penemunya yakni Hammer chart. Dimana
lingkaran ini terbagi atas garis radial dan konsentris ke arah luar menjadi
kompartemen yang besar. Zona paling luar melebar hingga 22 km, pengaruh
topografi yang lebih jauh lagi biasanya diabaikan. Lingkaran ini diletakkan pada peta
topografi dengan pusat berada pada titik pengukuran gravity dan rata-rata ketinggian
topografi setiap kompartemen dapat ditentukan. Elevasai lokasi pengukuran gravity
dihasilkan dari nilai-nilai ini, dan pengaruh gravitasi tiap kompartemen ditentukan
berdasarkan tabel yang dibuat dengan rumus pengaruh gravitasi dari sektor silinder
vertikal pada sumbunya. Koreksi terrain kemudian dihitung dengan menjumlahkan
kontribusi gravitasi dari semua kompartemen (Kearey, P., et al, 2002, p.135).
Bouguer anomali sebagai dasar untuk interpretasi data gravity di darat. Pada
surve di laut Bouguer anomali secara konvensional dihitung untuk daerah air
dangkal atau pantai karena koreksi Bouguer membuang pengaruh gravitasi lokal
yang berhubungan dengan perubahan kedalaman air laut setempat. Selebihnya,
penghitungan anomali Bouguer di daerah seperti ini memungkinkan penghitungan
langsung anomali gravitasi lepas pantai (off-shore) dan darat (onshore) dan
memungkinkan kombinasi data darat dan laut ke dalam peta kontur gravity (Kearey,
P., et al, 2002, p.136).
Hal ini mungkin digunakan, sebagai contoh dalam mencari ciri-ciri geologi
sepanjang garis pentai. Anomali Bouguer tidak cocok untuk surve pada kedalaman
air yang dalam, namun di beberapa tempat penerapan koreksi Bouguer merupakan
alat bantu yang mengarahkan pada nilai Bouguer anomaly yang sangat positif tanpa
mempertinggi karakter gravitasi geologi asal secara signifikan. Sebagai
konsekuensi, anomali free-air kadang digunakan untuk interpretasi daerah semacam
ini. Terlebih lagi, FAA menghasilkan penaksiran yang luas dari derajad kompensasi
isostasi daerah tersebut (Kearey, P., et al, 2002, p.136).
Anomali-anomali gravitasi secara konvensional di tunjukkan pada profil atau
sebagai peta garis kontur (isogal). Interpretasi anomali ini memungkinkan untuk
dibantu dengan teknik pemrosesan data digital serupa dengan yang digunakan pada
display data penginderaan jauh. Terutama sekali warna dan gambar bayangan
mungkin menunjukkan struktur yang mungkin kurang teramati pada peta yang belum
diproses (Kearey, P., et al, 2002, p.137).
Prinsip dari isostasi adalah bahwa dibawah kedalaman tertentu, yang dikenal
dengan kedalaman kompensasi, tekanan yang dihasilkan dari semua massa
diatasnya akan mengarah kesemua arah yang sama. Masa batuan yang tebal dan
berat, meski secara internal bervariasi, akan sama pada kedalaman kompensasi bila
secara regional berada pada keseimbangan isostasi.
Gambar 34. (a) mekanisme kompensasi isostasi Airy. h tinggi pegunungan diatas
muka laut, z kedalaman air laut dengan densitas w, TA ketebalan normal dari
kerak dengan densitas c, r ketebalan akar, a ketebalan antiroot, DA kedalaman
kompensasi di bawah akar, m densitas mantel. (Kearey, P., and Vine, F.J., 1990,
p. 33).
( )
Pada model-model awal isostasi ini menganggap bahwa kulit bumi bagian
luar yang mana mengalami keseimbangan topografi berhubungan dengan kerak.
Kehadiran kontras densitas yang tinggi sepanjang bidang Moho berperan penting
dalam kompensasi. Namun kini diyakini bahwa lapisan keseimbangan adalah lebih
tebal dan termasuk bagian mantel atas. Lapisan luar yang kuat dari kulit bumi ini
dikenal sebagai lithosfer. Lithosfer menumpang diatas lapisan yang jauh lebih lunak
yang dikenal sebagai astenosfer yang berubah bentuk karena mengalir dan dapat
berpindah karena gerakan vertikal lithosfer. Meski demikian, kontras densitas
sepanjang batas lithosfer-astenosfer sangat kecil. Kerumitan muncul dalam
mempelajari kedalaman kesetimbangan isostasi oleh adanya lempeng benua dapat
secara reologi berlapis dalam lapisan rapuh (brittle) maupun lentur (ductile).
Sehingga keseimbangan isostasi dapat berada pada area peralihan rapuh-lentur.
Dimana P(x) adalah beban sebagai fungsi dari jarak horisontal x, g adalah
percepatan karena gravitasi dan m w berat jenis astenosfer dan air laut. D
adalah parameter flexural rigidity yang didefinisikan sebagai : D = ET 3 / 12 (1-2)
dimana E adalah modulus Young, adalah poisons ratio dan T adalah ketebalan
lithosfer (Kearey, P. and Vine, F.J., 1990, p. 34).
Metode gravity adalah sebuah alat geofifika yang sesuai bila didukung
dengan survei yang terencana, pelaksanaan pengambilan data yang baik dan
reduksi terhadap anomali yang teramati. (Lafehr, T.R., and Nabighian, M.N., 2012, p.
169). Anomali-anomali di lapangan (hasil dari reduksi data dan titik awal interpretasi)
dapat berupa free-air, Bouguer ataupun peta anomali isostatik.
Untuk menjelaskan anomali-anomali yang teramati, interpreter haruslah
mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas dari pengurangan densitas Bouguer
antara datum yang digunakan untuk mereduksi data dan permukaan bumi yang
teramati seperti halnya kontras densitas dibawah datum. Disini, referensi awal
adalah permukaan sesungguhnya dimana pengukuran dilakukan (Lafehr, T.R., and
Nabighian, M.N., 2012, p. 170).
Gambar diatas adalah skema umum untuk eksplorasi minyak bumi. Bila
perangkap struktur atau stratigrafi berasosiasi dengan anomali densitas yang cukup,
hasil pengukuran gravity di permukaan dapat menjadi alat yang penting dalam
eksplorasi di daerah tersebut. Pada umumnya, dalam cekungan sedimen, densitas
pasir dan serpih meningkat semakin dalam karena adanya kompaksi. Seperti
ditunjukkan dalam gambar dibawah. Tidak digambarkan dalam ilustrasi ini fenomena
Surve gravity juga dapat digunakan dalam mempelajari zona sutur purba
(zona tombukan lempeng benua-benua) yang diinterpretasikan sebagai tempat
batas lempeng awal dalam batuan kontinental/benua. Zona-zona ini umumnya
dicirikan dengan anomali gravity linear yang besar yang dihasilkan dari lempeng
yang berbeda yang bersentuhan sepanjang sutur, lihat gambar dibawah (Kearey at
al., 2002, p.147).
Model anomali gravitasi dari gambar diatas dapat dilihat pada gambar
dibawah yang mengarahkan rumusan kemenerusan batolith sedalam 10-15 km
dibawah permukaan di baratdaya Inggris. Penelitian semacan ini telah menyediakan
arah yang penting dalam mempelajari penyebaran, komposisi dan asal dari tubuh
batuan beku. Demikian pula, surve gravity telah secara ekstensif digunakan di
lokasi-lokasi cekungan sedimen dan gambaran struktur-strukturnya telah
Berat jenis endapan sulfida masif (mengandung logam seperti besi, timbal,
perak, tembaga, seng dan emas) memiliki perbedaan yang tajam dengan batuan
samping, hal ini menjadikan metode gravity sangat menarik untuk digunakan pada
target seperti ini. Meski demikian, karena biaya dan kecepatan penyelesaian yang
lambat untuk area yang luas, surve gravity dalam pertambangan umumnya
digunakan sebagai metode lanjutan dari yang telah dideteksi oleh metode lainnya.
Meski demikian terdapat perkecualian ketika gravity digunakan untuk menghasilkan
capaian sistematis dari area yang luas dengan surve darat atau pesawat udara,
mengarah pada penemuan endapan mineral yang sangat besar (Lafehr, T.R., and
Nabighian, M.N., 2012, p.184).
Surve gravity regional yang potensial digambarkan dari penemuan endapan
sulfisa masif kelompok Neves-Corvo di daerah sabuk pirit Portugis setelah
menyelesaikan surve regional pada grid 100 meter dan 200 meter (Leca, 1990
dalam Lafehr, T.R., and Nabighian, M.N., 2012, p.184). Endapan sulfida yang sangat
besar di Neves-Corvo memiliki potensi cadangan lebih dari 300 juta ton. Endapan ini
ditunjukkan oleh anomali gravity yang kecil antara 0,4 hingga 0,6 mGal seperti
dalam gambar di bawah.
Endapan mineral ini berada dalam bagian dari sabuk pirit Iberian yang
terdapat dalam bagian batuan sedimen volkanik dan tertimbun di kedalaman 300
hingga 700 meter seperti dalam gambar dibawah. Berat jenis endapan bervariasi
antara 2.900 hingga 3.100 kg/m3, dimana berat jenis batuan di sekitar cebakan
mineral ini adalah 2.500 kg/m3. Gravity memerankan peran kunci dengan
menunjukkan kehadiran benda bermassa lebih, disamping dukungan studi
multidisiplin terhadap endapan ini. Dengan geokimia anomali menunjukkan
kemungkinan sumber sulfida kearah bawah. Leca 1990 dalam Lafehr, T.R., and
Penelitian gravity terhadap sesar ini telah dilakukan oleh Nurwidyanto, M.I.,
dkk. 2010. Penelitian dilakukan dengan memotong sesar opak seperti yang telah
tergambar dalam peta geologi. Data hasil pengukuran berupa waktu dan koordinat
pengukuran serta data gravitasi. Terhadap data pembacaan gravitasi yang diperoleh
kemudian dilakukan kalibrasi. Kemudian dilakukan koreksi pasang surut dan koreksi
drift, maka diperoleh nilai gravitasi pengamatan (g obs). Nilai (gobs) kemudian dikoreksi
g normal (g lintang), koreksi udara bebas, koreksi bouguer dan koreksi medan
(terrain). Nilai rapat massa batuan yang digunakan pada koreksi Bouguer adalah 2,5
g/cc yang dipilih dengan metode grafik Nettleton. Nilai ABL (Anomali Bouguer
Lengkap) yang dihasilkan seperti gambar dibawah.
Dari peta kontur ABL yang diproyeksikan ke bidang datar kedalaman 2750 m
di atas, dapat dilihat secara umum tidak terlalu berbeda dengan peta ABL di
topografi. Perbedaannya pada RBD kontur lebih menutup dan lebih halus/smooth
dan nilai yang lebih kecil. Nilai ABL hasil RBD masih mengandung komponen lokal
dan komponen regional. Komponen lokal berhubunhan dengan sebab lokal dan
dangkal, sedang anomali regional berhubungan dengan sebab yang dalam dan
relatif lebih menerus (Nurwidyanto, M.I., dkk. 2010).
Untuk keperluan interpretasi maka komponen lokal dan regional dipisahkan
dengan teknik kontinuasi ke atas. Pemisahan anomali regional dan anomali lokal
digunakan metode kontinuasi ke atas pada ketinggian 4000 meter. Hasil pemisahan
anomali lokal diperlihatkan pada gambar dibawah (Nurwidyanto, M.I., dkk. 2010).
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa daerah kajian dijumpai dua buah
sesar yakni berada di sebelah barat atau sesar Opak dan sebelah timur atau sesar
Parangkusumo (Nurwidyanto, M.I., dkk. 2010).
Kearey, P., Vine, F.J., 1990, Global Tectonics, Blackwell Scientific Publikations,
oxford, London.
Kearey, P., Brooks M., Hill, I., 2002, An Introduction to Geophysical Exploration,
3rd edition, John Wiley & Sons Ltd, West Sussex, England.
Lafehr TR and Nabighian MN., 2012, Fundamental of Gravity Exploration,
Geophysical Monograph Series Number 17, Society of Exploration
Geophysicist, Tulsa.
Milsom J., 2003, Field Geophysics, The Geological Field Guide Series, 3rd edition,
John Wiley & Sons Ltd.
Nettlenton LL., 1971, Elementary Gravity and Magnetics For Geologist and
Seismologist, Society of Exploration Geophysicists, Tulsa, Oklahoma.
Nurwidyanto, M.I., Yulianto, T., Widodo, S., 2010, Pemetaan Sesar Opak dengan
Metode Gravity (Studi Kasus Daerah Parang Tritis dan Sekitarnya,
Prosiding Pertemuan Ilmiah xxiv HFI Jateng dan DIY, Semarang.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar
Yogyakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Robinson E.S., and Coruh, C., 1988, Basic Exploration Geophysics, Virginia
Polytechnic Institute and State University, John Wiley & Sons Ltd, USA.
Turcotte, D.L., Schubert, G., 1982, Geodinamics Aplication of Continuum
Physics to Geological Problems, John Wiley & Sons Ltd, New York
USA.
Wintolo, D., Utami, P., Samodra, B. S., 2010, Panduan Praktikum Geofisika
Eksplorasi, Edisi iv.