Anda di halaman 1dari 8

Pemisahan Dan Karakterisasi Emulsifier Dalam..

PEMISAHAN DAN KARAKTERISASI EMULSIFIER


DALAM MINYAK CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

Muhammad Zein Nasution, Ani Suryani, dan Irma Susanti

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

ABSTRACT

Emulsifier in earthworm oil is expected as phospholipid. It is produced from degumming process by the
variation of phosphoric acid and citric acid added 0,1% v/w and 0,2% v/w. The highest yield of gum was
produced by adding 0,2% v/w of acid. The characteristic of emulsifier such as reducing surface tension, surface
tension of two phase, and maintaining the emulsion stability are not different for gum and degummed earthworm
oil by acid degumming. Gum by acid degumming is not different from gum water degumming and undegumming
earthworm oil in its ability to reduce surface tension and surface tension of two phase. Earthworm oil by acid
degumming is not different from earthworm oil by water degumming and undegumming earthworm oil in ability
to reduce surface tension and surface tension of two phase. Generally, the ability of undegummed earthworm oil
to maintain the emulsion stability is better than gum and degummed earthworm oil by acid and water
degumming.

PENDAHULUAN Penerapan fosfolipida dalam produk pangan


terutama berdasarkan pada aktivitas permukaannya.
Emulsifier merupakan bahan yang diguna-kan Oleh karena itu, lesitin digunakan sebagai emulsifier
untuk menurunkan tegangan antarmuka antara dua dalam produk pangan seperti margarin, mayonaise,
fasa yang dalam keadaan normal tidak saling ber- coklat, dan es krim, sebagai pengembang kue, dan
campur, sehingga keduanya dapat teremulsi. Secara agen pencegah basi dalam roti dan produk roti.
struktural, emulsifier adalah molekul amfifilik, yaitu Minyak cacing tanah memiliki potensi se-
memiliki gugus hidrofilik maupun lipofilik atau bagai emulsifier karena diduga mengandung fosfo-
gugus yang suka air dan suka lemak dalam satu lipida. Penggunaan minyak cacing tanah bertujuan
molekul. untuk menghasilkan alternatif sumber fosfolipida
Penggunaan emulsifier pada produk pangan yang diaplikasikan sebagai emulsifier produk kos-
maupun non pangan telah berkembang dalam bebe- metika. Penelitian ini difokuskan pada pemisahan
rapa tahun terakhir ini. Aplikasinya yang pertama dan karakterisasi emulsifier minyak cacing tanah
adalah pada margarin untuk menstabilkan emulsi air yang diperoleh melalui proses degumming.
dalam minyak sebagai pengganti mentega pada Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat-
tahun 1889 (Hassenhuettl, 1997). kan emulsifier dari minyak cacing tanah dan menge-
Lesitin merupakan salah satu emulsifier yang tahui karakteristik emulsifier yang dihasilkan melalui
berperan secara aktif menurunkan tegangan permu- proses degumming minyak cacing tanah. Proses
kaan dalam pembuatan emulsi. Lesitin kasar biasa- degumming yang dilakukan meliputi proses
nya diperoleh dari kedelai dan kuning telur. Lesitin degumming menggunakan variasi penambahan asam
ini merupakan campuran dari lipida (fosfolipida) fosfat dan asam sitrat dengan konsentrasi masing-
dengan fosfatidilkolin, etanolamina, dan inositol masing asam sebesar 0,1 dan 0,2% (v/w).
sebagai komponen utama (Van der Meeren et al.
dalam Nollet, 1992).
Secara komersial, fosfolipida terutama di- METODOLOGI PENELITIAN
peroleh sebagai produk samping dalam produksi
minyak kedelai. Fosfolipida dipisahkan dari minyak Bahan dan Alat
kedelai kasar dengan prosedur degumming yaitu
dengan pengembangan dalam air, fosfolipida Bahan-bahan yang digunakan dalam peneliti-
diendapkan sebagai fase kristalin yang dipisahkan an ini adalah minyak cacing tanah yang diekstrak
dari minyak dengan sentrifugasi. Setelah evaporasi dari tepung cacing tanah, heksan, asam fosfat dengan
air, lesitin kedelai yang diperoleh mengandung konsentrasi 85%, asam sitrat dengan konsentrasi
sekitar 65% fosfolipida, sekitar 30% lipida alami dan 85%, air, minyak goreng kelapa sawit, xilen, bahan
sejumlah kecil glikolipida, dan air. untuk analisa, dan bahan pendukung lainnya.
Tepung cacing tanah yang digunakan merupakan

108 Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115


M. Zein Nasution, Ani Suryani, dan Irma Susanti

hasil penelitian sebelumnya dengan karakteristik


tepung yaitu kadar air 5,32%, kadar abu 5,20%, Tepung Cacing
kadar protein 49,96%, kadar lemak 13,67%, dan
kadar serat kasar 5,17%.
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
gelas, kertas saring biasa, evaporator berputar, Pencampuran
neraca analitik, magnetic stirrer, penangas air, dengan heksan
termometer, mixer vortexer, centrifuge, kromato- (1 : 6, v/w)
grafi gas, tensiometer Du Nuoy, dan alat analisis
lainnya.
Perkolasi
Metode Penelitian (T = 50 C; t = 30 menit)

Persiapan Bahan

Minyak cacing tanah diperoleh dengan cara Pendiaman


perkolasi tepung cacing tanah menggunakan heksan. 10 menit
Perbandingan jumlah tepung cacing tanah dan
heksan adalah 1 : 6 (b/v). Perkolasi dilakukan pada
suhu 50-600C selama 30 menit sambil diaduk
Penyaringan
menggunakan magnetic stirrer. Campuran didiam- Ampas
dengan kertas
kan selama 10 menit dan dilakukan penyaringan tepung cacing
saring
dengan kertas saring. Tepung cacing tanah diper-
kolasi kembali dengan perlakuan yang sama. Heksan
dalam filtrat diuapkan dengan evaporator berputar.
Filtrat
Diagram alir proses persiapan bahan diperlihatkan
pada Gambar 3.
Rendemen minyak cacing tanah dihitung se-
bagai rasio antara minyak cacing tanah yang dihasil- Penguapan heksan
kan dengan tepung cacing tanah yang digunakan dengan Heksan
(w/w). Minyak yang diperoleh dikarakterisasi asam Rotary Evaporator
lemak penyusunnya dengan menggunakan Kromato-
grafi Gas, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan
kadar fosfornya. Minyak Cacing

Proses Degumming
Gambar 3. Diagram alir proses persiapan bahan
Proses degumming dilakukan menggunakan
asam fosfat dan asam sitrat dengan konsentrasi Rancangan Percobaan
masing-masing 85% dan jumlah penambahan se-
banyak 0,1% dan 0,2% (v/w). Diagram alir proses Rancangan percobaan yang digunakan adalah
degumming dapat dilihat pada Gambar 4. Rancangan Percobaan Faktorial Tersarang dengan
Minyak cacing tanah sebanyak 20 g ditam- dua kali ulangan. Model linier yang digunakan
bah asam sesuai dengan perlakuan dan dipanaskan menurut Sudjana (1991) adalah :
pada suhu 80oC selama 15 menit. Kemudian ditam-
bahkan air sebanyak 20% (w/w) dengan suhu air Yijk = + Ai + Bj(i) + k(ij)
sekitar 80oC. Pemanasan dilanjutkan hingga 15 dengan
menit lagi. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi i = 1, 2 (banyak perlakuan jenis asam; asam
dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. fosfat dan asam sitrat konsentrasi asam
Fraksi yang terpisah setelah proses 85%)
degumming, yaitu minyak dan gum kemudian di- j = 1, 2 (banyak perlakuan penambahan asam;
analisis sifat emulsifiernya dan dibandingkan dengan 0,1% (v/b) dan 0,2% (v/b))
sifat lesitin dari kedelai. Analisis yang dilakukan k = 1, 2 (banyak ulangan)
meliputi kemampuan menurunkan tegangan permu- = Rata-rata umum
kaan, tegangan antarmuka dan stabilitas emulsi. Ai = Pengaruh perlakuan jenis asam ke-i
Bj(i) = Pengaruh penambahan asam ke-j pada jenis
asam ke-i

J. Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115 109


Pemisahan Dan Karakterisasi Emulsifier Dalam..

k(ij) = Kesalahan percobaan dari ulangan ke-k Hasil analisis minyak cacing tanah dengan
akibat perlakuan penambahan asam ke-j menggunakan kromatografi gas menunjukkan bahwa
pada jenis asam ke-i komponen asam lemak penyusun minyak cacing
Yijk = Nilai pengamatan karena ulangan ke-k tanah yang utama adalah asam linoleat, asam laurat,
terhadap penambahan asam ke-j pada jenis asam oleat, dan asam palmitat. Dari komposisi asam
asam ke-i. lemak minyak cacing tanah, terlihat bahwa minyak
cacing tanah mengandung asam lemak jenuh dan
asam lemak tak jenuh ganda yang memiliki nilai
Minyak Cacing gizi yang tinggi, diantaranya yaitu EPA sebagai
salah satu komponen asam lemak omega-3.
Karakterisasi minyak cacing tanah menun-
Pencampuran dengan Asam
jukkan bahwa minyak cacing tanah memiliki
1. Asam fosfat 85% (0,1% dan 0,2%, v/w) bilangan iod sebesar 38,8 g I/100 g minyak, bilangan
2. Asam Sitrat 85% (0,1% dan 0,2%, v/w) penyabunan 231 dan kadar fosfor 65,54 ppm. Hasil
analisis asam lemak minyak cacing tanah dapat
dilihat pada Tabel 3.
Pemanasan
(T = 80 C ; t = 15 Tabel 3. Komponen Asam Lemak dalam Minyak
menit) Cacing tanah
Nama Komponen Komposisi (%)
Asam Oktanoat (C 10:0) 0,34
Pennambahan air Asam Laurat (C 12:0) 16,70
(20%, w/w; T=80 C) Asam Tridekanoat (C 13:0) 1,43
Asam Miristat (C 14:0) 4,97
Asam pentadekanoat (C 15:0) 0,69
Sentrifugasi Asam Palmitat (C 16:0) 10,62
(v = 3000 rpm; 30 menit) Asam Stearat (C 18:0) 9,28
Asam Oleat (C 18:1) 12,26
Asam Linoleat (C 18:2) 30,68
Asam Linolenat (C 18:3) 3,71
Pemisahan gum dari Minyak hasil
Asam Arachidonat (C 20:4) 6,02
minyak degumming
EPA 3,32

Proses Degumming
Gum Analisis
Proses degumming minyak cacing tanah
dilakukan dengan menggunakan asam fosfat dan
asam sitrat masing-masing dengan konsentrasi 85%
Analisis Gum
dan jumlah penambahan 0,1% (v/w) dan 0,2 %
(v/w). Proses degumming ini diharapkan mampu
memisahkan gum yang diduga banyak mengan-dung
Gambar 4. Diagram alir proses degumming (Belitz fosfolipida dalam minyak cacing tanah.
dan Grosch (1999) dengan modifikasi) Fosfolipida merupakan lipida polar, yang
mengandung fosfor dalam bentuk gugus asam fosfat
sebagai gugus polar dan asam lemak yang merupa-
HASIL DAN PEMBAHASAN kan gugus non polar. Menurut Hertrampft (1995)
dalam Nur dan Wahyu (1996), asam lemak dalam
Karakterisasi Minyak Cacing tanah lesitin kedelai terdiri dari asam lemak oleat, asam
lemak linoleat, dan asam lemak linolenat.
Pada tahap ini dilakukan karakterisasi ter- Penggunaan asam fosfat dan asam sitrat
hadap minyak cacing tanah yang diekstrak dari dalam proses degumming ini disebabkan kedua jenis
tepung cacing tanah dengan metode perkolasi. asam ini sering digunakan untuk proses degumming
Rendemen minyak cacing tanah yang diperoleh dari di industri. Penambahan asam fosfat dalam proses
tepung cacing tanah sekitar 14,64% (w/w). Karak- degumming bertujuan untuk mengubah fosfatida
terisasi terhadap minyak cacing tanah meliputi jenis nonhydratable menjadi hydratable. Asam fosfat
asam lemak penyusun, bilangan iod, bilangan penya- merupakan asam kuat yang dalam suatu cairan
bunan, dan kadar fosfor. berbentuk anion dan akan meningkatkan keasaman
dari suatu medium. Asam fosfat berfungsi untuk

110 Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115


M. Zein Nasution, Ani Suryani, dan Irma Susanti

mengkondisikan pH karena zat akan lebih mudah jenis asam sebanyak 0,2% (v/w) memberikan jumlah
mengikat air pada kondisi asam (jumlah H + banyak). rendemen yang paling tinggi. Rendemen gum dihi-
Hal ini diduga dapat menyebabkan senyawa tung sebagai persentase gum kering terhadap bobot
nonhydratable menjadi hydratable dengan penam- minyak yang digunakan.
bahan asam kuat, sehingga dalam tahapan proses Uji t menunjukkan bahwa rendemen gum
selanjutnya akan mudah terbawa dalam fase air yang dihasilkan oleh proses water degumming tidak
(Torrey, 1983; Morrison, 1978). berbeda dengan rendemen gum yang dihasilkan oleh
Fosfolipida hydratable larut dalam air yang proses degumming dengan penambahan asam
dapat menyebabkan fosfolipida terlepas dari minyak, sebanyak 0,1% (v/w). Rendemen gum yang dihasil-
dan dapat dipisahkan dengan sentrifugasi. Produk kan dengan penambahan asam 0,2% berbeda dengan
yang dihasilkan dari proses degumming adalah gum rendemen gum yang dihasilkan dari water
dan degummed oil (minyak cacing tanah setelah degumming.
proses degumming). Gum dan minyak cacing tanah
yang terpisah dikarakterisasi kemampuannya sebagai Tegangan Permukaan
emulsifier. Analisis juga dilakukan terhadap gum
dan minyak cacing tanah setelah water degumming Tegangan permukaan didefinisikan sebagai
(degumming tanpa penambahan asam) dan minyak energi yang diperlukan untuk memperluas permu-
cacing tanah yang tidak mengalami degumming. kaan sebesar 1 cm2 atau 1 m2, yang dinyatakan
Sebagai pembanding, analisis dilakukan terhadap dalam dyne per cm atau Newton per m. Tegangan
lesitin kedelai. permukaan suatu cairan merupakan fenomena dari
ketidakseimbangan antara gaya-gaya yang dialami
Rendemen oleh molekul-molekul yang berada di permukaan
(Bird et al., 1983).
Rendemen merupakan salah satu parameter Tegangan permukaan merupakan fenomena
untuk mengetahui jumlah gum yang diperoleh yang terjadi bila terdapat batas antara dua senya-wa.
setelah proses degumming. Semakin banyak gum Tegangan permukaan biasanya dianggap sebagai
yang dapat dipisahkan dari minyak maka tingkat sifat dari cairan. Molekul-molekul pada permukaan
keberhasilan proses degumming semakin tinggi. cairan mempunyai sifat khusus yang tidak dimiliki
Grafik perolehan gum setelah proses degumming oleh sebagian besar molekul dalam cairan, yaitu
dapat dilihat pada Gambar 5. mempunyai tegangan permukaan. Molekul dalam
cairan mengalami gaya tarik-menarik (gaya van der
Waals) yang sama besarnya ke segala arah, sedang-
50 kan molekul yang terletak pada permukaan cairan
mengalami ketidak seimbangan gaya sehingga
Rendemen (%)

40
menghasilkan gaya resultan yang mengarah ke
30 dalam cairan (Shaw, 1980).
20 Salah satu komponen yang mempengaruhi
tegangan permukaan adalah adanya senyawa
10
surface active yang cenderung mengumpul di
0 daerah permukaan. Senyawa ini membentuk lapisan
TA F1 F2 S1 S2 film yang teradsorpsi sehingga menurunkan tegang-
Perlakuan an permukaan.
Tegangan permukaan yang diamati adalah
Keterangan : antara minyak kelapa sawit dengan udara sebelum
TA = water degumming (tanpa penambahan asam) dan setelah penambahan gum dan penambahan
F1 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,1% v/w) minyak cacing tanah setelah acid degumming
F2 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,2% v/w) Sebagai pembanding, pengamatan dilakukan ter-
S1 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,1% v/w)
S2 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,2% v/w) hadap tegangan permukaan minyak dengan penam-
bahan gum dan minyak cacing tanah setelah water
Gambar 5. Rendemen Gum yang Dihasilkan dengan degumming, minyak cacing tanah tanpa degumming,
Proses degumming dan lesitin kedelai. Grafik penurunan tegangan
permukaan minyak sawit setelah penambahan gum
Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan grafik
menunjukkan bahwa faktor jenis asam tidak ber- penurunan tegangan permukaan minyak sawit
pengaruh nyata terhadap rendemen gum yang diha- dengan penambahan minyak cacing tanah setelah
silkan, sedangkan jumlah penambahan asam ber- degumming pada Gambar 7.
pengaruh nyata terhadap rendemen gum. Faktor Analisis ragam pada selang kepercayaan 95%
jumlah penambahan asam yang tersarang dalam terhadap kemampuan menurunkan tegangan

J. Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115 111


Pemisahan Dan Karakterisasi Emulsifier Dalam..

permukaan oleh gum hasil proses acid degumming, Tegangan permukaan awal minyak sawit
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan adalah sekitar 36,4 dyne per cm, sedangkan tegangan
pengaruh yang nyata antara faktor jenis asam serta permukaan minyak setelah penambahan lesitin
jumlah asam yang ditambahkan terhadap kemam- adalah 33 dyne per cm. Hal ini menunjukkan bahwa
puan menurunkan tegangan permukaan oleh gum. lesitin mampu menurunkan tegangan permukaan
Analisis terhadap nilai tegangan permukaan minyak minyak sawit sebesar 9,34%. Gum yang dihasilkan
setelah penambahan minyak cacing tanah setelah dengan proses degumming mampu menurunkan
acid degumming juga menunjukkan tidak ada penga- tegangan permukaan minyak dengan kisaran antara
ruh yang nyata antara faktor jenis asam maupun 5,36-9,01%. Minyak cacing tanah setelah degum-
jumlah penambahan asam terhadap kemampuan ming mampu menurunkan tegangan permukaan
menurunkan tegangan permukaan minyak sawit. minyak sawit dengan kisaran 4,81-7,28 %. Gum dan
minyak cacing tanah setelah water degumming
mampu menurunkan tegangan permukaan minyak
5 sawit berturut-turut sebesar 8,99% dan 4,94%.
Permukaan (dyne/cm)
Penurunan Tegangan

4
Uji t menunjukkan bahwa kemampuan me-
nurunkan tegangan permukaan gum setelah acid
3 degumming tidak berbeda dengan gum setelah water
2 degumming dan minyak cacing tanah tanpa
1 degumming, tetapi berbeda dengan lesitin. Minyak
cacing tanah setelah acid degumming tidak berbeda
0
dengan minyak cacing tanah setelah water
L M TA F1 F2 S1 S2 degumming dan minyak cacing tanah tanpa
Perlakuan degumming, tetapi berbeda dengan lesitin.
Lesitin merupakan emulsifier yang sudah
Keterangan : banyak digunakan dalam industri pangan. Hasil
L = penambahan lesitin penelitian menunjukkan bahwa minyak cacing tanah
M = minyak cacing tanah tanpa degumming
tanpa proses degumming memiliki kemampuan me-
TA = water degumming (tanpa penambahan asam )
F1 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,1% v/w) nurunkan tegangan permukaan tidak berbeda dengan
F2 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,2% v/w) lesitin.
S1 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,1% v/w)
S2 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,2% v/w)
Tegangan Antarmuka
Gambar 6. Penurunan Tegangan Permukaan Minyak
setelah Penambahan Gum Tegangan antarmuka menjadi lebih penting
diperhatikan daripada tegangan permukaan jika
pembahasannya menyangkut sistem emulsi. Ke-
mampuan emulsifier menurunkan tegangan antar-
5
Permukaan (dyne/cm)
Penurunan Tegangan

muka dan tegangan permukaan disebabkan emulsi-


4 fier mempunyai sifat amfipatik yang terdiri dari
3 gugus hidrofilik (polar) dan hidrofobik (non polar)
2 (Petrowski, 1976).
Tegangan antarmuka yang diamati adalah
1
tegangan antarmuka air dan xilen, yaitu perubahan
0 energi bebas dari yang lebih tinggi (udara-xilen) ke
L M TA F1 F2 S1 S2 yang lebih rendah (xilen-air). Air dan xilen meru-
Perlakuan pakan fraksi yang saling terpisah tetapi setelah
penambahan emulsifier, tegangan antarmuka air dan
Keterangan : xilen mengalami penurunan. Penurunan tegangan
L = penambahan lesitin antarmuka air-xilen setelah penambahan gum dapat
M = minyak cacing tanah tanpa degumming
dilihat pada Gambar 8, sedangkan penurunan
TA = water degumming (tanpa penambahan asam )
F1 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,1% v/w) tegangan antarmuka air-xilen dengan penambahan
F2 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,2% v/w) minyak cacing tanah setelah degumming dapat
S1 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,1% v/w) dilihat pada Gambar 9.
S2 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,2% v/w)
Analisis ragam pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata antara
Gambar 7. Penurunan Tegangan Permukaan faktor jenis asam dan jumlah asam yang ditambah-
Minyak dengan Penambahan Minyak kan terhadap kemampuan menurunkan tegangan
Cacing Tanah setelah Degumming antarmuka air-xilen oleh gum ataupun minyak
cacing tanah setelah acid degumming.

112 Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115


M. Zein Nasution, Ani Suryani, dan Irma Susanti

Antarmuka (dyne/cm)
sebesar 51,02% dan 42,24%. Uji t pada selang
Penurunan Tegangan

5 kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kemampuan


4 menurunkan te-gangan antarmuka gum setelah acid
3 degumming tidak berbeda dengan gum setelah water
2 degumming, minyak cacing tanah tanpa degumming,
1 dan lesitin. Minyak cacing tanah setelah acid
0 degumming berbeda dengan minyak cacing tanah
L M TA F1 F2 S1 S2 setelah water degumming, minyak cacing tanah
tanpa degumming, dan lesitin.
Perlakuan

Stabilitas Emulsi
Keterangan :
L = penambahan lesitin
M = minyak cacing tanah tanpa degumming Stabilitas emulsi yang diamati yaitu ter-hadap
TA = degumming tanpa penambahan asam stabilitas campuran minyak sawit dalam air sebelum
F1 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,1% v/w) dan setelah ditambahkan dengan gum atau minyak
F2 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,2% v/w)
S1 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,1% v/w)
cacing setelah degumming. Air dan minyak merupa-
S2 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,2% v/w) kan zat yang berbeda polaritasnya. Air bersifat polar,
sedangkan minyak bersifat non polar. Pada pem-
Gambar 8. Penurunan Tegangan Antarmuka Xilen buatan sistem emulsi, cairan fasa terdispersi diusa-
dan Air setelah Penambahan Gum hakan tersebar sempurna dalam medium pendispersi.
Pengecilan ukuran globula fasa terdispersi memerlu-
kan energi yang diperoleh dari tenaga pengadukan
yaitu mixer vortexer.
Antarmuka (dyne/cm)

5
Penurunan Tegangan

4
Pengamatan dengan mikroskop menunjuk-kan
bahwa sistem emulsi minyak sawit-air setelah
3
penambahan minyak cacing memiliki ukuran globula
2 yang tidak berbeda dengan sistem emulsi minyak
1 sawit-air setelah penambahan lesitin kedelai. Sistem
0 emulsi minyak sawit-air setelah penambahan minyak
L M TA F1 F2 S1 S2 cacing tanah dapat dilihat pada Gambar 10, sedang-
Perlakuan
kan sistem emulsi minyak sawit-air setelah penam-
bahan lesitin kedelai dapat dilihat pada Gambar 11.
Keterangan :
L = penambahan lesitin
M = minyak cacing tanah tanpa degumming
TA = degumming tanpa penambahan asam
F1 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,1% v/w)
F2 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,2% v/w)
S1 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,1% v/w)
S2 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,2% v/w)

Gambar 9. Penurunan Tegangan Antarmuka Air-


Xilen dengan Penambahan Minyak
Cacing Tanah Setelah degumming

Tegangan antarmuka air dengan xilen sebelum Gambar 10. Sistem Emulsi Minyak Sawit Air
penambahan gum adalah 4,9 dyne per cm, sedang- Setelah Penambahan Minyak Cacing
kan tegangan antarmuka air dengan xilen setelah
penambahan lesitin 2,7 dyne per cm. Hal tersebut Minyak cacing tanah setelah degumming lebih
menunjukkan lesitin mampu menurunkan tegangan dapat mempertahankan emulsi yang terbentuk diban-
antarmuka air dengan xilen sebesar 44,89%. Tegang- dingkan dengan gum dan minyak cacing tanah sete-
an antarmuka air-xilen yang mampu diturunkan lah degumming. Stabilitas emulsi yang diamati di-
dengan penambahan gum yaitu pada kisaran 40,41- hitung sebagai persen pemisahan dari emulsi yang
52,04%. Tegangan antar-muka air-xilen yang terbentuk selama 24 jam. Stabilitas emulsi setelah
mampu diturunkan oleh fraksi minyak cacing tanah penambahan fraksi gum dapat dilihat pada Gambar
setelah degumming dengan asam yaitu pada kisaran 12, sedangkan stabilitas emulsi setelah penambahan
35,71-41,84%. Gum dan fraksi minyak cacing tanah minyak cacing tanah dengan degumming dapat
setelah water degumming secara berturut-turut dilihat pada Gambar 13.
mampu menurunkan tegangan antarmuka air-xilen

J. Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115 113


Pemisahan Dan Karakterisasi Emulsifier Dalam..

Pemisahan Emulsi (% v/v)


50
40
30
20
10
0
L M TA F1 F2 S1 S2
Perlakuan

Gambar 11. Sistem Emulsi Minyak Sawit Air Keterangan :


Setelah Penambahan Lesitin Kedelai L = penambahan lesitin
M = minyak cacing tanah tanpa degumming
TA = degumming tanpa penambahan asam
F1 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,1% v/w)
50 F2 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,2% v/w)
Pemisahan Emulsi (%)

S1 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,1% v/w)


40 S2 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,2% v/w)
30
Gambar 13. Stabilitas Emulsi setelah Penambahan
20 Minyak Cacing Tanah dengan
10 Degumming
0
L M TA F1 F2 S1 S2
Uji t yang dilakukan terhadap kemampuan
mempertahankan stabilitas emulsi pada selang ke-
Perlakuan
percayaan 95% menunjukkan bahwa minyak cacing
tanah tanpa proses degumming lebih baik daripada
Keterangan : gum dan fraksi minyak cacing tanah setelah acid
L = penambahan lesitin
M = minyak cacing tanah tanpa degumming degumming, dan water degumming, walaupun tidak
TA = degumming tanpa penambahan asam berbeda dari lesitin. Hal tersebut terjadi karena
F1 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,1% v/w) minyak cacing tanah masih mengandung emulsifier
F2 = degumming dengan asam fosfat 85% (0,2% v/w) lain atau belum semua fosfolipida terekstrak dari
S1 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,1% v/w)
S2 = degumming dengan asam sitrat 85% (0,2% v/w) minyak cacing tanah.
Zielinski (1997) menyebutkan bahwa gugus
Gambar 12. Stabilitas Emulsi Setelah Penambahan hidrofilik dari emulsifier yang merupakan gugus
Gum polar dapat terdiri dari berbagai macam gugus fung-
sional, seperti gugus hidroksil, asam karboksilat dan
Analisis keragaman pada selang keeperca- asam fosfatida. Selain itu perlu dilakukan tahapan
yaan 95% menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh lebih lanjut dalam pemurnian gum yang diperoleh
nyata antara faktor jenis asam serta jumlah asam ter- sehingga gum yang diduga komponen terbesarnya
hadap kemampuan menstabilkan emulsi selama lebih merupakan fosfolipida dapat lebih optimal dalam
dari 24 jam oleh gum maupun minyak cacing tanah fungsinya sebagai emulsifier. Dalam fosfolipida,
setelah acid degumming. kandungan fosfatidilkolin, fosfatidilinositol, dan
Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa fosfatidiletanolamin dapat mengalami penurunan
minyak cacing tanah setelah acid degumming lebih karena mengalami degradasi selama penyimpanan.
mampu mempertahankan stabilitas emulsi daripada Degradasi fosfolipida dapat terjadi akibat adanya
gum acid degumming. Minyak cacing tanah setelah phospholipase-D, namun bagaimana mekanismenya
acid degumming mampu menstabilkan emulsi lebih belum sepenuhnya diketahui (Mounts et. al., 1992;
dari 24 jam dengan persentase pemisahan antara List et. al., 1992).
26,35%-33,75%. Emulsi minyak-air dengan penam-
bahan gum setelah 24 jam persentase pemisahannya
berkisar antara 37,95-40,74%, sedangkan dengan KESIMPULAN
penambahan lesitin adalah 18,75% selama lebih dari
24 jam. Gum dan minyak cacing tanah setelah water Proses degumming minyak cacing tanah
degumming secara berturut-turut persentase pemi- dengan menggunakan asam fosfat dan asam sitrat
sahan emulsinya sebesar 42,71% dan 21,88%. dengan masing-masing konsentrasi 85% dan jumlah
penambahan 0,1% dan 0,2 % (v/w) belum dapat

114 Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115


M. Zein Nasution, Ani Suryani, dan Irma Susanti

memaksimalkan pemisahan fosfolipida yang terkan- Charley, H. 1982. Food Science. Second Edition.
dung dalam minyak cacing tanah. Sifat emulsifier John Willey and Sons, New York.
yaitu kemampuan menurunkan tegangan permukaan, Deffenbaugh, L. B. 1997. Carbohydrate/ Emulsfier
tegangan antarmuka, dan mempertahankan stabilitas Interaction. Di dalam. G. L. Hassenhuettl dan
emulsi masih dimiliki oleh minyak cacing tanah R.W. Hartel (ed.). Food Emulsifier and Their
setelah degumming. Applications. Chapman and Hall. New York.
Faktor jumlah penambahan asam berpenga- Girindra, A. 1990. Biokimia I. PT Gramedia,
ruh terhadap rendemen gum yang dihasilkan. Ren- Jakarta.
demen gum tertinggi diperoleh dari hasil penam- Hertramft, J. W. 1991. Feeding Aquatic Animals
bahan asam 0,2% (v/w). Faktor jenis asam dan with Phospholipid I. Crustaceans Publication
jumlah penambahan asam tidak berpengaruh nyata No.8. Lucas Meyer, Hamburg.
terhadap kemampuan menurunkan tegangan permu- Hui, Y. H. 1996. Baileys Industrial Oil and Fat
kaan, tegangan antarmuka, dan stabilitas emulsi oleh Products. Vol I-V. John Wiley and Sons Inc.,
fraksi gum maupun fraksi minyak cacing tanah New York.
setelah proses acid degumming. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan
Gum yang dihasilkan dengan proses acid Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
degumming mampu menurunkan tegangan permu- Minnich, J. 1977. The Earthworm Book. Rodale
kaan minyak dengan kisaran 5,36-9,01%, tegangan Press Emmaus, Philadelpia.
antarmuka 40,41-52,04%, dan persentase pemisahan Morrison, R. T. dan R. N. Boyd. 1978. Organic
emulsi selama lebih dari 24 jam adalah 37,95- Chemistry. Prentice Hall of India Private
40,74%. Limited, New Delhi.
Minyak cacing tanah setelah proses acid Muchtadi, T. R. 1990. Emulsi Bahan Pangan.
degumming mampu menurunkan tegangan permu- Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas
kaan 4,81-7,28%, tegangan antarmuka 35,71- Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
41,84%, dan persentase pemisahan emulsi selama Nur, A. dan T. Wahyu. 1996. Pemanfaatan Lechitin,
lebih dari 24 jam adalah 26,35-33,75%. Minyak Casein dan Tepsil Ikan pada Pemeliharaan
cacing tanah tanpa proses degumming lebih mampu Larva Udang dan Ikan. Balai Budidaya Air
mempertahankan stabilitas emulsi daripada gum dan Payau, Jepara.
minyak cacing tanah setelah acid degumming mau- Palungkun, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah
pun water deguming, walaupun tidak berbeda lesitin. Lumbricus rubellus. Penebar Swadaya,
Ukuran globula minyak sawit dalam sistem Jakarta.
emulsi minyak sawit-air setelah penambahan minyak Shaw, D. J. 1980. Introduction to Colloid and
cacing tanah tanpa degumming tidak berbeda dengan Surface Chemistry. Butterworths Oxford,
ukuran globula minyak sawit setelah penambahan England.
lesitin kedelai. Sudjana, M. A. 1991. Desain dan Analisis
Eksperimen. Tarsito, Bandung.
Torrey, S. 1983. Edible Oil and Fats. Noyes Data
DAFTAR PUSTAKA Corporation, New Jersey, USA.
Van der Meeren, P., J. Vanderdeelen, dan L. Baert.
Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. 1992. Phospholipid Analysis by HPLC. Di
Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Germany. dalam. L. M. Nollet. Food Analysis by HPLC.
Bergenstahl, B. 1997. Physicochemical Aspects of Marcel Dekker, Inc., New York.
an Emulsifier Functionality. Di dalam. G.L. Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and Theory in
Hassenhuettl and R.W. Hartel (ed.). Food Food Chemistry. Van Nostrand Reinhold,
Emulsifiers and Their Applications. Chapman New York.
and Hall. New York. Zielinski, R. J. 1997. Synthesis and Composition of
Brekke, O. L. 1976. Handbook of Soy Oil Food Grade Emulsifiers. Di dalam. Food
Processing and Utilization. AOCS, Emulsifier and Their Applications. G. L.
Champaign, Illinois. Hassenhuettl and R.W. Hartel (ed.). Chapman
and Hall. New York.

J. Tek. Ind. Pert. Vol. 13(3), 108-115 115

Anda mungkin juga menyukai