Anda di halaman 1dari 8

KOLESTASIS INTRAHEPATIK

Pendahuluan
Kolestasis intrahepatic atau diisebut juga kolestasis hepatoseluler adalah suatu
sindrom klinis yang timbul akibat hambatan sekresi dan/atau aliran empedu yang
terjadi di dalam hati. Pada bayi biasanya tejadi dalam 3 bulan pertama kehidupan
dan disebut pula sebagai sindrom hepatitis neonatal. Keadaan ini mengakibatkan
akumulasi,retensi, serta regurgitasi bahan-bahan yang merupakan komponen
empedu seperti bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke dalam plasma dan
selanjutnya pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan penumpukan empedu
di dalam sel hati dan system biliaris di dalam hati. Penumpukan bahan yang harus
diekskresikan oleh hati tersebut akan merusak sel hati dengan berbagai tingkat
gejala klinik yang mungkin terjadi serta pengaruhnya terhadap organ sistemik
lainnya tergantung dari lamanya kolestasis berlangsung serta perjalanan penyakit
primer yang menjadi penyebab kolestasis tersebut.
Angka kejadian kolestasis pada bayi atau sindrom hepatitis neonatal dapat
mencapai 1 dari 2500 kelahiran hidup. Mieli-Vergani dkk (dikutip dari Suchy)
melaporkan, kolestasis intrahepatic pada bayi sebanyak 675 (62%) dari 1086 bayi
dengan kolestasis yang dirujuk ke RS Kings College selama 20 ahun (1970-1990).
Hepatitis neonatal idiopatik merupakan penyebab tersering (49%) dengan perkiraan
angka kejadian sebanyak 1 dari 5000 kelahiran hidup. Penyebab kedua terbanyak
yang dilaporkan oleh penulis yang sama aadalah defisiensi -1-antitripsin (28%)
yang memang banyak dilaporkan pada ras kulit putih, dengan angka kejadian
sebanyak1 dari 20.000 kelahiran hidup. Tetapi tidak demikian halnya dengan di
Asia yang dilaporkan oleh Chang, tidak ada satupun defisiensi -1-antitripsin di
antara 300 kolestasis pada bayi.
Penyebab kolestasis intrahepatic pada bayi lebih beragam dibandingkan anak yang
lebih besar karena hati bayi yang masih imatur. Penyebab tersebut antara lain
infeksi, kelainan genetic, endokrin, metabolic, atau tumor. Penelitian mengenai
patofisiologi dan pathogenesis kolestasis ini pada tingkat molecular serta
perubahan dalam tes diagnostic masih terusterjadi secara berkesinambungan.
Secara klinis, kolestasis ditandai dengan adanya icterus, tinja berwarna pucat atau
akolik, dan urin yang berwarna kuning tua seperti the. Apabila proses berjalan lama
dapat muncu berbagai manifestasi klinis lainnya misalnnya pruritus, gagal tumbuh,
dan lain-lain akibat dari penumpukan zat-zat yang seharusnya diangkut oleh
empedu untuk dibuang melalui usus.
Tatalaksana kolestasis intrahepatic bertujun untuk memperbaiki aliran empedu,
nutrisi, terap komplikasi yang sudah terjadi, dan memberi dukungan psikologis dan
edukasi keluarga.
Berikut adalah kasus kolestasis intrahepatic pada bayi di RSUD UNDATA Palu.
KASUS
Nama : By. A.A
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 2 bulan
Tanggal masuk : 23 Nopember 2013

Anamnesis
Keluhan utama : Kuning seluruh badan
Riwayat penyakit sekarang ; Bayi perempuan masuk rumah sakit dengan
keluhan kuning di seluruh badan. Kuning dialami sejak usia 1 bulan. Pasien tidak
mengeluhkan panas, tidak ada kejang, tidak ada mual muntah, bayi kuat minum,
buang air besar lancar dengan feses warna oranye, buang air kecil dengan warna
urin seperti teh. Bayi ini merupakan rujukan dari PKM Tomini dengan diagnose
suspek hepatitis.
RIwayat penyakit sebelumnya : Sejak lahir tidak mengalami kuning, kuning
dialami sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat penyakit keluarga : Ibu pasien pernah mengalami penyakit kuning
tetapi belum memeriksakan diri ke dokter dan kakak pertama pasien menderita
hepatitis
Riwayat kehamilan dan persalinan : Bayi lahir cukup bulan, lahir spontan letak
belakang kepala. Bayi lahir ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 3000
gram.
Kemampuan dan kepandaian bayi :
Anamnesis makanan : Bayi minum asi hanya sampai usia 1 bulan dan
selanjutnya diberikan susu formula
Riwayat imunisasi : Pasien baru mendapatkan imunisasi hepatitis B0

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Berat Badan : 5,2 Kilogram
Panjang Badan : 62 cm
Status GIzi : Gizi baik
Tanda Vital
Denyut nadi : 142 Kali/menit
Suhu : 36,7o C
Respirasi : 50 kali/menit
Kulit : sianosis (-), ikterus (+), Eritema (-), Turgor kembali
cepat, CRT < 3 detik
Kepala : Normocephal, Konjungtiva anemis (-), sclera ikteri
(+), mata cowong (-), Rhinorrhea (+), otorrhea (-), Lidah kotor (-), bibir kering (-),
tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran
kelenjar tiroid (-),
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), cicatrix
(-)
Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan normal massa (-), Nyeri
tekan (-)
Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
Auskultasi : Bunyi broncovesikular (+), Ronkhi (-), Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Kardiomegali (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung massa (-), Distensi (-), cicatrix (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Hipertimpani
Palpasi : Organomegali (+) (hepar teraba 1 jari dibawah
arcus costae)

Genital : Dalam batas normal


Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, icterus
(+)
Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
Otot-otot : Atrofi (-), Tonus otot baik
Refleks : Patologis (-)

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Darah rutin
RBC 3,05
HCT 26,4
PLT 483
WBC 13,6
HGB 9,3
HBSAg (-)
HCV (-)
Radiologi (-)
EKG (-)

Diagnosis : Suspek cholestasis


Diagnosis banding :
Terapi : IVFD dekstrosa 5% 8 tpm (Mikrodrips)
Anjuran : Pemeriksaan HAV
Pemeriksaan SGPT
SGOT
Pemeriksaan bilirubin

USG Abdomen
DISKUSI KASUS

a. Pathogenesis
Kolestasis intrahepatic terjadi akibat gangguan sintesis dan atau sekresi
asam empedu akibat kelainan sel hati, saluran biliaris intrahepatic serta mekanisme
transportasinya di dalam hati. Sekresi empedu yang normal tergantung dari fungsi
beberapa transporter pada membrane hepatosit dan sel epitel duktus biliaris
(kolangiosit) dan pada struktur serta integritas fungsi apparatus sekresi empedu.
Akibatnya, berbagai keadaan/ penyakit yang mempengaruhi fungsi normal tersebut
akan menimbulkan kolestasis. Pathogenesis kolestasis intrahepatic tersebut dapat
djabarkan lebih lanjut sebagai berikut.
1. Gangguan transporter (Na+K+ATP dan Na+ bile acid co-transporting protein-NCTP)
pada membran hepatosit sehingga mabilan asam empedu pada membran
tersebut kan berkurang. Keadaan ini dapat terjadi misalnya pada penggunaan
estrogen atau akibat endotoksin.
2. Berkurangnya transport intraseluler karena perubahan keseimbangan kalsium
atau kelainan mikrotubulus akibat toksin atau penggunaan obat.
3. Berkurangnya sekresi asam empedu primer atau asam empedu atipik
dikanalikulus biliaris yang berpotensi ntuk mengakibatkan kolestasis dan
kerusakan sel hati. Keadaan ini dapat terjadi akibat penyakit inborn error
kerusakan mikrofilamen perikanalikulus atau berkurangnya transporter MDR 3
akibat pemakaian androgen, atau pengaruh endotoksin.
4. Meningkatnya permeabilitas jalur para seluler sehingga terjadi regurgitasi bahan
empedu akibat lesi pada tight junction, misalnya pada pemakaian estrogen.
5. Gangguan pada saluran biliaris intrahepatic.

b. Etiologi
Berbagai keadaan diantaranya infeksi, kelainan genetic, metabolic, endokrin
atau imunologi dapat menyebabkan kolestasis intrahepatik.
Tabel 1. Diagnosis diferensial kolestasis intrahepatic pada bayi dan upaya
diagnostiknya
N Penyakit Strategi Diagnostik Utama
o
1 Infeksi
Infeksi congenital
- Toksoplasma IgM-anti toksoplasma
- Rubella IgM-anti rubella
- Cytomegalovirus Kultur virus urin, IgM-anti CMV
- Herpes Simplex Mikroskop Elektron/ kultur virus
- Sifilis vesikel
- Human Herpesvirus-6, herpes STS, VDRL, FTA-ABS, Ro Tulang
Zooster Panjang
- Hepatitis B Serologi
- Hepatitis C HBsAg, IgM-antiHBc, HBV-DNA
- Human immunodeficiency virus HCV-RNA (RT-PCR)
- Parvovirus B19 Anti-HIV, immunoglobulin, CD4
- Syncytial giant cell hepatitis IgM antibody
Infeksi lain Giant cell hepatitis pada biopsy
- Tuberculosis hati
- Sepsis
- Sepsis virus enteric (echoviruses, Mantoux, radiologi toraks
Coxsackhie A dan B, adenovirus) Kultur darah
Serologic, kultur virus cairan
likuor

2 Kelainan genetic
- Trisomy 18 (21), cat eye Kariotip
syndrome GGT, tes genetika
- Penyakit Byler
3 Kelainan endocrine
- Hypopituitarism (dysplasia septo- Kortisol, TSH, T4
optik) TSH, T4, free T4, T3
- Hipotiroidism
4 Paucity duktus biliaris
- Sindrom Alagille Ekokardiogram, embriotokson
- Paucity duktus non sindromik posterior
Paucity pada biopsy
5 Kelainan struktur
- Carolli disease USG, kolangiografi
6 Kelainan Metabolic
- Defisiensi Alfa 1 Antitripsin Kadar alfa 1 antitripsin serum,
- Fibrosis Kistik tipe PI
- Galaktosemia Sweat chloride, immunoreactive
- Tirosinemia trypsin
- Fruktosemia Herediter Galaktose 1-6 phosphate
- Glycogen Storage Disease Tipe IV
uridyltransferase
- Niemann-Pick Tipe A
Tirosin serum, mehionin, AFP
- Niemann-Pick Tiipe C
Biopsy hati, aktivitas enzim
- Penyakit Wolman
Biopsy hati
- Kelainan Sintesis As.Empedu
Aspirasi sumsum tulang
Primer Storage cell pada aspirasi
- Sindrom Zellweger
sumsum tulang
Radiologi kel. Adrenal
As.empedu urin
Gambaran very long chain fatty
acid
7 Imunologik
- L.E neonatal Antibodi anti-Ro (bayi dan ibu)
- Hepatitis neonatal dengan AHA Coombs test, giant cell hepatitis
8 Toksik
- TPN Riwayat TPN
- Obat Obat

Table 2. diagnosis diferensial kolestasis intrahepatic pada anak yang lebih besar
Infeksi virus akut (terutaa HAV)
Kelainan yang diturunkan; penyakit Wilson, fibrosis kistik
Keganasan: leukemia, limfoma, tumor hati
Bahan toksik: obat/jamur
Infeksi parasit: leptospirosis, skistosomiasis
Idiopatik/ lesi sekunder: hepatitis kronik, colitis ulseratif, artritis rheumatoid,
obesitas.

c. Manifestasi Klinik
Tanpa memandang etiologinya yang sangat beragam, sindrom klinik yang timbul
akibat kolestasis intrahepatic pada bayi atau sindrom hepatitis neonatal,
maupun kolestasis intrahepatic pada anak berawal dari gejala icterus, urin
berwarnaa lebih gelap, dan tinja mungkin berwarna lebih pucat atau fluktuatif
sampai dempul (alkoholik) tergantung pola minum/makan, lamanya kolestasis
berlangsung, serta luasnya kerusakan hati yang sudah terjadi. Urin yang lebih
gelap ini pada bayi mungkin tidak terlampau nyata karena volume urine yang
relative banyak. Icterus pada bayi biasanya merupakan icterus fisiologis yang
melanjut, dan pada sebagian kecil timbul pada umur 5-8 minggu, bahkan pada
beberapa kasus timbul pada umur bayi yang lebih lanjut. Pada sindrom hepatitis
neonatal, penderita mungkin kecil untuk masa kehamilan terutama pada
sindrom Alagille, kelainan metabolic serta infeksi intrauterine, mungkin
mengalami gagal tumbuh dan kesukaran minum. Hipoglikemia dapat ditemukan
pada penyakit metabolic, hypopituitarism atau kelainan hati yang berat. Asites
jarang ditemukan kecuali pada penyakit metabolic. Bising jantung dan kelainan
neuroogis dihubungkan dengan sindrom kongenital yang spesifik. Perdarahan
mungkin ditemukan akibat defisiensi vitamin K dan trombositopenia. Gejala
klinik serta manifestasi laboratorik lainnya adalah gejala klinik serta kelainan
laboratoris penyakit yang menjadi penyebab kolestasis tersebut serta
tergantung pula pada lamanya kolestasis berlangsung dan juga luasnya
kerusakan hati yang sudah terjadi. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan
hepatomegaly dan pada 40%-60% kasus juga ditemukan splenomegaly.
Mekanisme terjadinya gejala klinik serta kelainan pemeriksaan laboratorium
pada kolestasis adalah sebagai berikut:
1. Berkurangnya garam empedu yang masuk ke usus sehingga mengakibatkan
malabsorbsi lemaak dan vitamin yag larut di dalamnya, dan juga diare.
Warna tinja menjadi lebih pucat sampai dempul, dan urobiliinogen urin
berkurang atau tidak ada. Perubahan warna tinja serta urobilinogen urin ini,
sejalan dengan jenis serta beratnya hambatan empedu tersebut dan
berkorelasi pula dengan lamanya kolestasis yang berlangsung, serta luasnya
kerusakan hati yang sudah terjadi. Pada kolestasis kronis anak akan
mengalami malnutrisi dan retardasi pertumbuhan serta gejala defisiensi
vitamin yang larut dalam lemak yaitu defisiensi vitamin A berupa kulit
menebal dan rabun senja. Defisiensi vitamin A ini terjadi pada 35-69%
kolestasis kronis. Defisiensi vitamin D yang berupa osteopenia ditemukan
pada 66% kolestasis kronis bila tidak mendapat suplementasi vitamin D.
defisiensi vitamin E yang berupa degenerasi neuromuscular, dan anemia
hemolitik ditemukan pada 49%-77% bila tidak mendapat suplementasi
vitamin tersebut. Defisiensi vitamin K dapat terjadi pada 25% kasus yang
tidak mendapat suplementasi dan dapat mengakibatkan hipoprotrombinemia
yang mungkin menunjukkan gejala perdarahan.
2. Penumpukan komponen empedu dalam darah yang mengakibatkan
terjadinya icterus, pruritus, xantomatosis dan hiperkolesterolemia. Kerusakan
sel hati terjadi akibat penumpukan komponen empedu terutama asam
empedu primer dan sekunder, serta mineral, misalnya cuprum (cu/tembaga),
yang bersifat hepatotoksik. Pada kolestasis kronik, kelainan hati menjadi
progresif, dan selanjutnya terjadi sirosis biliaris dengan berbagai
komplikasinya.

Anda mungkin juga menyukai