Dasar Teori
Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
denganhantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes Rinne, yaitu :
Test Weber
Tujuan melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telingapasien. Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan penala lalu
tangkainyakita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengaratau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih
keras pada satu telingamaka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga
pasien sama-sama tidak mendengaratau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada
lateralisasi.
Test Schwabach
Tabel 1. Membedakan Tuli Konduktif dan Tuli Sensorineural pada Tes Penala
Tujuan
Alat
1. Penala dengan berbagai frekuensi (128 Hz, 288 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz)
2. Kapas untuk menyumbat telinga
Cara Kerja
I. Cara Rinne
1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada processus mastoideus(di belakang meatus
acusticus externus) salah satu telinga orang percobaan (OP).
3. Ditanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di bagian
depan meatus acusticus externus yang diperiksa, bila demikian OP segera memberi
tanda bila dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus OP dan
kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang
sedang diperiksa itu.
5. Hasil pemeriksaan Rinne dicatat sebagai berikut
a. Positif: bila OP masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
b. Negative: bila OP tidak lagi mendengar secara hantaran aerotimpanal.
1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada dahi OP di garis median (garis tengah vertikal).
3. Ditanyakan kepada OP apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya ataukah terdengar lebih keras pada satu sisi (lateralisasi).
4. Bila pada OP tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan, salah satu telinganya ditutup dengan kapas dan pemeriksaannya diulangi.
Hasil pemeriksaan dicatat.
1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada processus mastoideus salah satu telinga OP.
3. OP diminta untuk mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari procesus
mastoideusnya sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa dianggap normal.
Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP masih dapat didengar oleh
si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP juga tidak dapat
didengar oleh pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau
Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
A. Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian ujung tangkai
penala segera ditekankan ke procesus mastoideus OP.
B. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat
didengar oleh OP hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang.
C. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) juga tidak dapat
didengar oleh OP hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.
6. Hasil pemeriksaan dicatat.
Hasil pemeriksaan
Tabel 2. Hasil pemeriksaan pendengaran cara Rinne, Weber, dan Schwabach
Nama Interpret
Nama Frekuensi Hasil pemeriksaan
Pemeriksa asi
OP penala
Rinne Weber Schwabach
Pada percobaan weber dilakukan juga pemerikasaan weber dengan kondisi telinga
kananan dan kiri seolah-olah terjadi lateralisasi. Ketika telinga kanan disumbat dengan kapas,
OP merasa adanya getaran yang lebih kuat ke telinga kanan. Ketika telinga kiri disumbat
dengan kapas, OP merasa ada getaran yanf lebih kuat ke telinga kiri.
Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa pendengan OP dalam keadaan normal
(tidak ada gangguan pendengaran) . Untuk menimbulkan getaran pada penala, hanya salah
satu jari pada penala yang dipukul dan bukan keduanya karena bunyi getaran pada penala
sangat kuat. Pada pemeriksaan cara Rinne, ujung tangkai penala yang digetarkan diletakkan
pada processus mastoideus di belakang meatus akustikus eksternus untuk menghasilkan
gelombang bunyi konduktif melalui tulang. Setelah itu, dilakukan hantaran secara
aerotimpanal yaitu melalui partikel udara yang bergetar. Hasil Rinne positif apabila OP masih
mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal menunjukkan bahwa hantaran
gelombang bunyi melalui udara lebih baik dibanding hantaran melalui tulang (processus
mastoideus).
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat berasal dari pemeriksa maupun pasien.
Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan penala tidak tegak lurus, tangkai penala
mengenai rambut pasien dan kaki penala mengenai aurikula pasien. Bisa juuga karena
jaringan lemak processus mastoideus pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien
lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi penala saat kita
menempatkan garpu penala di planum mastoid pasien penala pada processu
mastoideusnya.Akibatnya getaran kedua kaki penala sudah berhenti saat kita memindahkan
penala kedepan meatus akustukus eksternus.
Pada tes Weber, ujung tangkai penala yang digetarkan ditekan pada dahi OP di garis
median karena getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada orang normal, kedua telinga dapat mendengar
Secara keseluruhan, ketiga tes ini dapat mengenal pasti seseorang itu mempunyai
pendengaran yang normal, tuli konduktif, tuli perseptif, atau tuli campuran (konduktif dan
perseptif).
Dasar Teori
Tujuan
Alat
Cara Kerja
1. OP diminta untuk berjalan mengikuti suatu garis lurus dilantai dengan mata terbuka
dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Jalannya diperhatikan dan ditanyakan
apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
1. OP diminta untuk duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang
erat tangan kursi.
2. Kedua matanya ditutup dengan sapu tangan dan kepalanya ditundukkan 30o ke depan.
3. Kursi diputarkan ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa hentakan.
4. Pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba.
5. Sapu tangan dibuka (buka mata) dan OP disuruh melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan cepat nistagmus
tersebut.
1. OP duduk tegak di kursi Barany dan kedua matanya ditutup dengan sapu tangan.
2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi Barany sambil mengulurkan tangan kirinya ke
arah OP.
3. OP meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat menyentuh jari tangan
pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat
menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi.
Tindakan 1-4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai berikut :
5. Dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi, OP menundukkan kepala 30
ke depan.
C. Tes jatuh
1. OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi.
Kedua matanya ditutup dengan sapu tangan. Kepala dan badannya dibungkukkan
sehingga posisi kepala membentuk sudut 120 dari posisi normal.
2. Kursi diputarkan ke kanan 10 kali dalam 10 detik secara teratur dan tanpa
sentakan.
3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, OP menegakkan
kembali kepala dan badannya.
4. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP ke mana rasanya ia
akan jatuh.
5. Tes jatuh ini diulangi, tiap kali pada OP lain dengan :
a. Memiringkan kepala kearah bahu kanan sehingga kepala miring 90
terhadap posisi normal.
b. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60.
Hasil Percobaan
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap
Keseimbangan Badan
1 Proprioseptif leher
Apparatus vestibular hanya mendeteksi orientasi dan gerakan kepala. Oleh
karena itu, pada prinsipnya pusat-pusat saraf juga menerima informasi
yang sesuai mengenai orientasi kepala sehubungan dengan keadaan tubuh.
Bila kepala condong ke salah satu sisi akibat menekuknya leher, impuls
yang berasal proprioseptif leher dapat mencegah sinyal yang terbentuk di
dalam apparatus vestibular mencetuskan rasa ketidakseimbangan pada
seseorang.
Tabel . Hasil Pemeriksaan Sikap dan Keseimbangan Badan Menggunakan Kursi Barany
(Percobaan II A, B, C, dan D)
Pembahasan
Rotatory nistagmus adalah pergerakan rotasi bola mata yang tanpa disadari, cepat, dan
berulang-ulang. Ketika dilakukannya percobaan ini pada komponen cepat maka pergerakan
rotatory nistagmus sama bergeraknya dengan rotasi pergerakan kepala 30o ke depan.
Sedangkan pada postrotatory nistagmus yang merupakan pergerakan bola mata ketika
Hasil Pemeriksaan
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap
Keseimbangan Badan
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Sikap dan Keseimbangan Badan Menggunakan Kursi Barany
(Percobaan II A, B, C, dan D)
Pembahasan
Pada percobaan pertama. Ketika mata OP tertutup dapat dilihat bagaimana cara
berjalannya yang berbeda arah dengan posisi kepala yang dimiringkan. Misalnya saat
dimiringkan kuat ke kiri dengan mata tertutup sikap berjalan OP ke arah kanan. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh mata dan kepala yang tak dapat difungsionalkan secara
maksimal sebagai akibat dari tertutupnya mata. OP belajar untuk mempertahankan
keseimbangannya dengan berjalan berlawanan arah sehingga beban yang seharusnya
dipikulnya ke kiri tidak bertambah banyak. Begitu pun dengan sebaliknya. Sedangkan pada
mata OP terbuka dan dimiringkan ke arah kiri, OP mampu memlihat jelas posisi
Pada percobaan ke tiga,OP akan sulit untuk berjalan lurus ke depan sesuai alur yang
telah ditentukan. Dikarenakan jalur yang telah ditetapkan membuat OP bimbang dalam
menemukan keseimbangan yang tepat sebagai akibat pengaruh perputaran tubuh di tongkat
statif baik searah jarum jam maupun berlawanan arah jarum jam.3
Kesimpulan
Daftar pustaka
1. Ganong. Review of Medical Physiology. Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical;
2005. p.186.
2. Sherwood L. Introduction to Human Phisiology. 8th edition. United States: Department
of physiology and Pharmacology School of Medicine West Virginia University; 2013.
p.236-9.
3. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1996. h.243.