Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Gizi buruk merupakan masalah yang menimbulkan dampak hambatan pada

pertumbuhan anak. Resiko paling buruk adalah pengaruh pada pertumbuhan otak dan

dilaporkan bahwa pertumbuhan otak dan perkembangan intelektual paling terganggu

jika kekurangan gizi terjadi pada masa pertumbuhan optimal.[1]

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadimasalah gizi dan

kesehatan masyarakat di Indonesia. BerdasarkanRiset Kesehatan Dasar tahun 2013,

sebanyak 13,9% berstatus gizikurang, diantaranya 5,7% berstatus gizi buruk. Jika

dibandingkan dengan data pada tahun 2010 dan 2011 prevalensi gizi berat-kurang

terlihat meningkat.Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka

kematianbayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkaitdengan

gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah giziperlu ditangani secara cepat

dan tepat. 1

Penyebab utama gizi buruk tidak hanya satu. Penyebab utama kasus gizi

buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan.

Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidak mampuan orang tua

menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama

meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia, dan juga faktor alam,

manusiawi, pemerintah, dan lain lain.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan giziburuk

adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagaiupaya menangani setiap


kasus yang ditemukan. Pada saat iniseiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi

tatalaksana giziburuk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan

duapendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumoniaberat, anemia

berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunankesadaran) harus dirawat di rumah

sakit, Puskesmas perawatan,Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding

Center (TFC),sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat

jalan.2

Berikut dilaporkan sebuah kasus gizi buruk pada seorang anak laki-laki berumur
12 tahun yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD UNDATA Palu.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Kriteria Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh

kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang

yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakansuatu bentuk terparah

dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. 2

Gizi Buruk Tanpa Komplikasi

a. BB/TB: < -3 SD dan atau;


b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

Gizi Buruk dengan Komplikasi

Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salahsatu atau

lebih dari tanda komplikasi medis berikut:

a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
B. Pengukuran Gizi Buruk

Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:

3
a. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita

tersebut gizi buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh

perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat

gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau

mata.
b. Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam

pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar

lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam

survei gizi. Status gizi tidak hanya diketahui denganmengukur BB atau TB

sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk

indikator yang dapat merupakankombinasi dari ketiganya.

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :

1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur Zscore< -3 SD.


2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukurZscore -3 SD sampai dengan < -2

SD.
3. Tergolong gizi baikjika hasil ukurZscore -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur Zscore> 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang

badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :

1. Sangat pendek jika hasil ukur Zscore<-3 SD.


2. Pendek jika hasil ukur Zscore 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur Zscore-2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tinggi jika hasil ukur Zscore> 2 SD.

4
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang

Badan:

1. Sangat kurus jika hasil ukur Zscore<-3 SD.


2. Kurus jika hasil ukurZscore 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur Zscore-2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur Zscore> 2 SD.

Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan

balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal. 2

C. Epidemiologi

WHO dalam berbagai publikasinya telah mengumumkan bahwa penyebab

kematian nomor satu di dunia termasuk di Asia dan Indonesia adalah PTM (Penyakit

Tidak Menular). Di Indonesia penyebab kematian karena penyakit menular menurun

dari 44,2 persen tahun 1995 menjadi 28,1 persen tahun 2007. Sedangkan pada periode

yang sama kematian karena PTM meningkat hampir 50 persen dari 41,7 persen

menjadi 59,5 persen.

Saat ini Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia dalam kasus gizi

buruk. Kemenkes memprioritaskan penanggulangan gizi buruk di enam provinsi yaitu

Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT karena masih

banyaknya kasus gizi buruk yang ditemukan.

Terdapat 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi kurangdan buruk diatas

prevalensi nasional. Masih ada 15 provinsi dimana prevalensi anak pendek diatas

angka nasional, dan untuk prevalensi anak kurus. Untuk prevalensi pendek pada

5
balita masih ada 15 provinsi yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional, dan

untuk prevalensianak kurus teridentifikasi 19 provinsi yang memiliki prevalensi

diatas prevalensi nasional.1,2

D. Klasifikasi Gizi Buruk

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :

a. Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering

ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi

buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit

6
keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang

tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy

pant, dan iga gambang.

b. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan

oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang

inadekuat.Seperti marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat

keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,

perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan

maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita

biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan

lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi

hati ditemukan perlemakan.

c. Marasmus-Kwashiorkor

Marasmus-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa

gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut

umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak

mencolok.

7
E. Faktor risiko
a. Asupan makanan

Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain

tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat

makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang

dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan

mineral.Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah

kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan

menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang

dikehendaki.

Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang

beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut

mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.

Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang

meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan

pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur

yaitu sayur dan buah.

b. Status sosial ekonomi

8
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi

adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai

kemakmuran hidup Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur

status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya

ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga

tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan

penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi

yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan

dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi

buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.

c. Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan

dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan

kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah

kurang gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah

pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan

seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam

kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam

keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitasdan kualitas konsumsi pangan

yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.

d. Penyakit penyerta

9
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap

penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah

rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut antara lain diare persisten,

tuberculosis, AIDS. Penyakit tersebut dapat memperburuk keadaan gizi melalui

gangguan intake makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.

Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi

buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan

daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit

akan cenderung menderita gizi buruk.

e. Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi

yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Pada BBLR zat anti kekebalan

kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.

Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang

masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.

f. Kelengkapan imunisasi

Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan

balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh

balita masih belum sebaik dengan orang dewasa. Apabila balita tidak melakukan

imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena

10
penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi.

Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan

lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat

tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.

g. ASI

Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif

kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI

eksklusif kurang dari dua bulan.

Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung

antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini

yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat

berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan

sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu

formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula

sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila

pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi protein, KEP

diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan KEP derajat

berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya

dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping

11
gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi

buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik

kwashiorkor, walaupun demikian penatalaksanaannya sama.

F. Tatalaksana

KEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi)

dengan 10 langkah tindakan seperti tabel di bawah ini:

Tabel 1. Sepuluh Langkah Tatalaksana KEP Berat

No Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi


Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1. Hipoglikemia
2. Hipotermia
3. Dehidrasi
4. Elektrolit
5. Infeksi
6. Mulai Pemberian

Makanan (F-75)
7. Pemberian

Makanan untuk

Tumbuh Kejar (F-

100)
8. Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe
9. Stimulasi
10. Tindak Lanjut

G. Kriteria Pemulangan Balita Gizi Buruk dari Ruang Rawat Inap


1. Balita:
a. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

12
b. Ada perbaikan kondisi mental
c. Balita sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan,

sesuai dengan umurnya


d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 37,5 C
e. Tidak ada muntah atau diare
f. Tidak ada edema
g. Terdapat kenaikan berat badan > 5 g/kgBB/hr selama 3 hari berturut-

turut atau kenaikan sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu

berturut-turut
h. Sudah berada di kondisi gizi kurang (sudah tidak gizi buruk)
2. Ibu / Pengasuh:
a. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar

di rumah
b. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar

kepada balita
3. Institusi Lapangan:
Institusi lapangan telah siap untuk menerima rujukan pasca perawatan.
H. Pemantauan
1. Kriteria Sembuh: BB/TB > -2 SD
2. Tumbuh Kembang:
a. Memantau status gizi secara rutin dan berkala
b. Memantau perkembangan psikomotor
3. Edukasi
Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:
a. Pengetahuan gizi
b. Melatih ketaatan dalam pemberian diet
c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
I. Langkah Promotif/Preventif

Kekurangan energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.

Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka

kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya

masalah tersebut, maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara

lain:

13
a. Pola Makan
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah

karbonhidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat

badan)
b. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala

(sebulan sekali pada tahun pertama)


c. Faktor sosial
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan

tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat

menyebabkan terjadinya KEP.


d. Faktor ekonomi
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan

bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan

bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan

sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan

akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi

baik di samping kuantitasnya.


e. Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi

derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun dalam

derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.3,7

14
BAB III

KESIMPULAN

Terjadinya gizi buruk pada anak ini berkaitan dengan empat determinan

kesehatan yaitu faktor biologis, lingkungan perilaku dan faktor pelayanan kesehatan.

Namun faktor yang paling mempengaruhi pada keadaan pasien adalah faktor

lingkungan yang kurang memadai seperti social ekonomi yang kurang dan rendahnya

tingkat pendidikan orang yang mengasuh anak tersebut serta faktor perilaku seperti

pola asuh yang salah dan masa pemberian ASI ekslusif yang singkat.

Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, maka adanya anak gizi buruk

harus segera ditangani. Pemerintah dan petugas kesehatan mempunyai kewenangan

dan tanggung jawab yang besar sebagai pelaksana langsung program kesehatan

termasuk gizi buruk. Koordinasi antara bagian gizi dengan bagian promosi kesehatan

agarlebih ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhanyang

berkaitan dengan cara pemberian makan yang benar untuk balita.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan

Indonesia 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.


2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2013.Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.
3. DEPKES RI, 2009. Petunjuk teknis tatalaksana anak gizi buruk. Jakarta.
Depkes RI.
4. DEPKES RI, 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta.
Depkes RI
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Anak

Gizi Buruk. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.


6. WHO Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan

Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia.


7. WHO. 1999. Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians

and Other Senior Health Workers. Geneva: World Health Organization.

16

Anda mungkin juga menyukai