Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia, ada empat
pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid. Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan
dalam praktek dokter sehari hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab
gangguan kesehatan tersering diseluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai
inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga
sering disebut rinosinusitis. Yang paling sering terkena infeksi adalah sinus etmoid
dan maksila, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid lebih jarang1.
Faktor predisposisi sinusitis adalah ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-
meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin, dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama kelamaan menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia1,2.
Rinosinusitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa bentuk, yaitu
berdasarkan bagaimana proses infeksinya, lamanya proses, lokasi proses dan peranan
mikrobiologi seperti virus, bakteri dan jamur. Sinusitis dapat disebabkan oleh faktor
dari hidung (rinogen), gigi (dentogen), dan hematogen (sistemis)3.
Menurut Global Research In Allergy (2009), insidensi rinosinusitis di
Amerika pada tahun 1997 yaitu sekitar 14,7% atau 31 juta kasus per tahun, dengan
angka kejadian yang meningkat dalam kurun waktu 11 tahun terakhir. Rinosinusitis
juga menyumbang sekitar lebih dari 21 juta resep antibiotik dan merupakan peringkat
ketiga diagnosis yang membutuhkan peresepan antibiotik. Penelitian yang diadakan
di Jerman pada tahun 2001 juga memaparkan bahwa angka kejadian rinosinusitis akut
sebesar 6,3 juta orang dengan peresepan obat untuk rinosinusitis akut sekitar 8,5 juta

1
resep, sedangkan angka kejadian rinosinusitis kronis sebesar 2,6 juta dan 3,4 juta
peresepan obat diberikan untuk rinosinusitis kronis4.
Rinosinusitis akut dan kronis mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di
masyarakat. Pada tahun 1999 bagian ilmu kesehatan anak Dr. Cipto Mangunkusomo
menunjukkan prevalensi sinusitis maksila cukup tinggi pada penderita infeksi saluran
pernafasan atas anak yaitu sebanyak 25%, sedangkan pada sub bagian rinologi THT
FK UI, juga menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu sebanyak 248
pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan yang datang pada tahun 19963.
Pada kasus yang tidak tertangani dengan baik, yaitu jika terapi tidak
berhasil karena adanya faktor predisposisi sehingga inflamasi terus berlanjut, dapat
menyebabkan terjadinya hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista1.
Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan
dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai
mengenai rinosinusitis diperlukan untuk penegakan diagnosa dan terapi yang tepat
serta rasional sehingga penulis tertarik untuk menulis laporan kasus mengenai
rinosinusitis.

Anda mungkin juga menyukai