DEMAM TIFOID
Pembimbing :
dr. Oki Fitriani, Sp.A
Disusun oleh :
HANIDA RAHMAH
1102012105
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas
rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul Demam
tifoid. Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh
kepanitraan klinik di bagian departemen ilmu kesehatan anak di RSUD dr. Drajat
Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama
kepada dr. Oki fitriani, Sp.A yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan
dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan presentasi kasus ini. Akhir kata penulis
berharap penulisan presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
2
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA SERANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. E
Umur : 10 Tahun 4 bulan 28 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 28 Oktober 2006
Agama : Islam
Alamat : Cemplang, Warunggunung
Tanggal Masuk RS : 23/03/2017
Ruang Rawat : Flamboyan 3 (kamar 2)
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara auto dan allo anamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 24/3/2017 pukul
11.30 WIB
a. Keluhan Utama :
Demam
b. Keluhan Tambahan :
Nafsu makan menurun,nyeri perut,lemas
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD dr dradjat prawiranegara serang dengan keluhan demam naik
turun sejak 19 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan mendadak. Demam tinggi
terutama pada sore menjelang malam hari. Demam tidak didahului oleh batuk dan pilek.
Demam tidak disertai menggigil dan tidak disertai kejang. 17 hari SMRS, pasien dibawa ke
3
puskesmas dan diberi obat penurun panas paracetamol, namun Demam tidak kunjung turun,
kemudian 15 hari SMRS pasien dibawa ke klinik dan diberi obat panas lagi. Panas sempat
turun namun Panas kembali naik 10 hari SMRS dan kemudian pasien dibawa ke dokter
spesialis anak dan dilakukan pemeriksaan lab, hasilnya widal paratyphi CO 1/320, kemudian
dokter mengatakan pasien mengalami demam tifoid dan dianjurkan untuk dirawat, namun
orang tua pasien mengatakan ingin berobat jalan.
Demam pasien kembali naik 1 hari SMRS, lalu pasien dibawa ke igd RSUD dr drajat,
diukur suhu 38,2C lalu di beri obat penurun panas paracetamol, kemudian dirawat. Pasien
mengeluh ulu hati nya sakit sejak 7 hari SMRS dan nafsu makan menurun semenjak demam
dan pasien merasa lemas. orang tua mengatakan pasien sering jajan di pinggir jalan dekat
rumah dan sehabis puang sekolah sering membawa jajanan yang di beli di pinggir jalan.
Keluhan buang air besar tidak lancar tidak ada, keluhan buang air kecil tidak ada
Keluhan Buang air besar cair tidak ada , gusi berdarah (-), riwayat bepergian keluar kota (-),
keluhan nyeri kepala disangkal, mual (-), muntah (-), nyeri seluruh badan (-), keluhan batuk
pilek tidak ada, keluhan mual muntah disangkal,pasien tidak mengalami penurunan
kesadaran.
4
KEHAMILAN Penyulit kehamilan tidak ada
Perawatan antenatal Ibu control pada bidan,
sebulan sekali, diberikan
vitamin dan disuntik TT
Merupakan kehamilan kedua
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi Cukup bulan (9bulan)
Keadaan bayi Berat badan lahir : 3000GR
Langsung menangis
Kelainan bawaan tidak ada
5
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital : Tenkanan darah : 90/60 mmHg
Heart Rate : 96 x/menit, reguler, teraba kuat.
Respiration Rate : 24x/menit
Suhu : 36,5c (axilla)
Berat Badan : 17 kg
Panjang Badan : 115 cm
Lingkar Kepala : 50 cm
Status gizi : BMI : 12,8
Gizi kurang (-2<SD<-3)
STATUS GENERALIS
KEPALA
6
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru batas paru-hepar di ICS VI MCL
dektra
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/- ,wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri
Perkusi : redup, batas jantung kiri : sela iga V linea midclavicula sinistra
kanan : parasternal
atas : sela iga II linea parasternal sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), Gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : tampak datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+), defans muscular (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
EKSTREMITAS : akral hangat, tidak sianosis, tidak ada edema, tidak ada deformitas
V. DIAGNOSIS
Prolong febris ec susp. typhoid fever
VI. DIAGNOSIS TAMBAHAN
Tidak ada
7
VII. DIAGNOSIS BANDING
Malaria
VIII. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- Perawatan tirah baring (bedrest)
- Konsumsi makanan yang lunak
Medikamentosa
IVFD D5 NS 12 tpm
Kloramfenikol 4 x 250mg
Cefotaxim 3x600mg (IGD)
Paracetamol cth 4-8jam
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek tubex TF
Kultur darah
Kultur feses
Pemeriksaan urine lengkap
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
8
XI. FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP TERAPI
24/3/2017 s/demam IVFD D5 NS 12 tpm
Cefotaxim 3 x
o/ Ku sedang HR : 98x/menit T : 36,7C
600mg
Ks : Compos mentis RR : 25x/menit Kloramfenikol 4 x
Kepala : normocephali 250 caps
Paracetamol cth 4-
Mata : conjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-
8jam
THT : POC PCH Diit nasi lunak
Thorax : SSD, retraksi
Cor : S1 S2 Reg M- G-
Pulmo : ves+/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : BU+, supel, nyeri tekan epigastrium +
Ekstremitas : akral hangat, crt <2
A/ febris ec susp thypoid fever
s/-
IVFD D5 NS 12 tpm
25/3/2017 o/ Ku sedang HR : x/menit T : C
Cefotaxim 3 x
Ks : Compos mentis RR : x/menit 600mg
Kepala : normocephali Kloramfenikol 4 x
250 caps
Mata : conjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- Paracetamol cth 4-
THT : POC PCH 8jam
Diit nasi lunak
Thorax : SSD, retraksi
Cor : S1 S2 Reg M- G-
Pulmo : ves+/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : BU+, supel, nyeri tekan epigastrium +
Ekstremitas : akral hangat, crt <2
Lab
Serologi
Salmonella AG 0/ tubex +4
A/ Thypoid fever
9
26/3/17 s/belum bab IVFD D5 NS 12 tpm
Cefotaxim 3 x
o/ Ku sedang HR :94 x/menit T :36,3 C
600mg
Ks : Compos mentis RR :34 x/menit Kloramfenikol 4 x
Kepala : normocephali 250 caps
Paracetamol cth 4-
Mata : conjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-
8jam
THT : POC PCH Diit nasi lunak
Thorax : SSD, retraksi
Cor : S1 S2 Reg M- G-
Pulmo : ves+/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : BU+, supel, nyeri tekan epigastrium +
Ekstremitas : akral hangat, crt <2
A/ Thypoid fever
BLPL
10
RESUME
Anamnesis
Telah diperiksa seorang anak berusia 10 tahun dengan keluhan demam naik turun sejak
19 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan mendadak. Demam tinggi terutama
pada sore menjelang malam hari .Demam tidak didahului oleh batuk dan pilek. Demam tidak
disertai menggigil dan tidak disertai kejang. Pasien sudah dibawa berobat ke klinik dan
dokter spesialis anak, diberi terapi penurun panas paracetamol, diperiksa lab dan dinyatakan
demam tifoid. Tidak ada keluhan buang air besar maupun buang air kecil. Tidak ada keluhan
batuk pilek, tidak ada keluhan mual muntah,pasien sering jajan di luar rumah.pasien tidak
pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Di keluarga tidak ada yang pernah menderita hal
serupa.
Pada pemeriksaan sistematis didapatkan pada abdomen terdapat nyeri tekan pada
epigastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 25/3/2017 didapatkan hasil +4 pada
pemeriksaan tubex.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
DEFINISI
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh salmonella thypi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang
dengan bacteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus halus dan peyers patch1.
EPIDIMIOLOGI
Cara penyebaran tifoid ini sangat berbeda di negara maju dan negara
berkembang, insiden pada negara maju sangat menurun. Demam tifoid menjadi
penyakit endemis di Indonesia, dan 98% demam tifoid di sebabkan oleh salmonella
typhi dan sisanya di sebebkan oleh salmonella partypi. 91% kasus demam typhi pada
umur 3-19 tahun, kejadian meningkat pada umur 5 tahun.1
Diperkirakan setiap tahun msih terdapat 35 juta kasus dengan 500.000
kematian diseluruh dunia. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk yang
pendapatannya rendah, terutama pada daerh Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika
Latin. Di negara berkembang diperkirkan angka kejadianya 540 per 100.000
penduduk. Meskipun angka kejadian tifoid turun dengan adanyaa pembaikan senitasi
pembuangan di berbagai negera berkembang. Di negara maju perkiraan angka
kejadian demam tifoid lebih rendh yakni 0,2-0,7 kasus per 100.000 penduduk.1
Angka kejadian demam tifoid di indonesia diiperkiraakan 350-810 per
100.000 penduduk pertahun, atau kurang lebih sekitar 600.000 1,5 juta kasus setiap
tahunnya. Diantara penyakit yang tergolong penyakit infeksi usus, demam tifoid
menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis. Di bagian Ilmu Kesehatan
Anak RSCM sejak tahun 1992 1996 tercatat 550 kasus demam tifoid yang
dirawatdengan angka kematian antara 2,63 5,13%.3
Penyakit ini tidak tergantung iklim dan musim, penyakit ini sering merebak di
daerah yang kebersihannya kurang diperhatikan.4
ETIOLOGI
12
Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi,
salmonella paratypi A, salmonella paratypi B, salmonela paratypi C. Pada salmonella
parathypi gejalanya lebih ringan di bandingkn dengan salmonella typhi. Pada minggu
pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit
demam lainnya. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan
biakan kumanuntuk konfirmasi.1
Salmonella typhi termasuk bakteri familli Demam tifoid disebabkan oleh
Salmonella typhi .Salmonella termasuk family Enterobakteriaceae dari genus
Salmonella. Kuman berbentuk batang, Gram (-), anaerob fakultatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, berkapsul, tumbuh baik pada suhu optimal 370C dan
hidup subur pada media yang mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemanasan
suhu 54,40C selama 1 jam dan 60% selama 15 menit serta tahan terhadap pembekuan
dalam jangka lama, Salmonella mempunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa
dan manosa namun tidak terhadap laktosa dan sukrosa.4
Dalam serum penderita terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut.Etiologi lainnya adalah Salmonella paratyphi A, B, C.4
PATOFISIOLOGI
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu:
1.
Penempelan dan invasi sel sel M peyers patch,
2.
Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag peyers patch, nodus
limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem
retikuloendotelial.
3.
Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah.
4.
Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus
dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.4
13
1.
Mekanisme pertahanan nonspesifik disaluran pencernaan, baik secara kimiawi
maupun fisik.
2.
Mekanisme pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan seluler.4
Kurang lebih ada dua faktor yang dapat menentukan apakah kuman dapat
melewati barrier asam lambung, yaitu:
1.
Jumlah asam lambung yang masuk
2.
Kondisi asam lambung.1
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri
melekat pada sel sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus
dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang
melapisi peyers patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri
mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjer limfe mesenterika
bahkan ada yang melewati sirkulasi sitemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan
limfe.1
14
kedalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dan peyer patch dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran
retrograd dari empedu. Eksresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding
usus atau dikeluarkan melalui tinja.1
Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasannya lebih ringan jika
dibandingkan dengan orang dewasa. Periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari
dengan rata rata 10-14 hari1.
Pada minggu pertama sakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi
pada umumnya yaitu:1
a. Demam
b. Nyeri kepala
c. Nyeri otot
d. Anoreksia
e. Mual
f. Muntah
g. Obstipasi
h. Perasaan tidak enak diperut
i. Batuk-batuk
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas, berupa:1
a. Demam
b. Bradikardi relatif
c. Lidah yang khas (kotor ditengah dan tepi,ujung merah,lidah tremor)
d. Hepatomegali
e. Splenomegali
f. Meteorismus
g. Gangguan mental atau kesadaran
15
Dari literatur lain diperjelas lagi bahwa selama masa inkubasi dapat ditemukan
gejala prodromal yaitu:4
Demam
Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden), lidah ditutupi selaput kotor (coated tongue) ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan perut kembung
(meteorismus), hati dan limpa membesar (hepatomegali dan spleenomegali) disertai
nyeri pada perabaan, biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin juga normal
bahkan dapat terjadi diare.4
Gangguan Kesadaran
16
gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap 1 2 bulan.
Kadang-kadang ditemukan bradikardi pada anak besar dan mungkin pula ditemukan
epistaksis.4
Langkah Diagnosis
Anamnesis
Keluhan:
a. Demam
b. Nyeri kepala (frontal)
c. Kurang enak diperut
d. Nyeri tulang, persendian dan otot
e. Konstipasi, Obstipasi
f. Mual,Muntah
Diagnosis pasti ditegakan melalui isolasi salmonella thypi dari darah. Pada dua
minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi salmonella thypi dari dalam darah
pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya.biakan yang dilakukan pada urin dan
feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan specimen yang berasal dari
17
aspirasi sumsum tulang mempunyai sensivitas tertinggi, hasil positif didapat pada
90% kasus. Akan tetapi, prosedur ini sangat invasive, sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari hari. Pada keadaan tertentu dilakukan biakan specimen empedu yang
diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik1.
Pada minggu pertama terdapat demam remitten yang berangsur makin tinggi
dan hampir selalu disertai nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak
jarang di temukan epistaksis. Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri pada perut.
Konstipasi sering ada, namun diare juga ditemukan.4
Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan
penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan
pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan
berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita
mengalami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia.4
Pada minggu ketiga tampak gejala fisik lain berupa bradikardi relatif limpa
membesar lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu
badan menurun dan keadaan umum tampak membaik. Tifus abdominalis dapat
kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang.kekambuhan ini dapat ringan
dapat juga berat, dan mungkin terjadi sampai dua atau tiga kali.4
18
Pemeriksaan Fisik
a.
Demam yang tinggi
b.
Perut distensi disertai dengan nyeri tekan perut
c.
Bradikardi relatif
d.
Hepatosplenomegali
e.
Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) dengan diameter 2 5 mm
terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot tersebut
agak meninggi dan dapat menghilang jika ditekan.Kelainan yang berjumlah
kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2 4 hari pada minggu pertama>
Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang tidak
mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap (jarang ditemukan
pada orang Indonesia)
f.
Jantung membesar dan melunak
g.
Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang menurun,
kesadaran menurun, suhu badan meningkat, nyeri perut dan defans muskuler
akibat rangsangan peritoneum.
h.
Perdarahan usus sering muncul hipovolemik .Kadang ada pengeluaran melena atau
darah segar.
i.
Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani.
Selain itu, pada colok dubur terasa sfinger yang lemah dan ampulanya kosong.
Penderita biasannya mengeluh nyeri perut, muntah dan kurva suhu denyut nadi
menunjukkan tanda salib maut.
j.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma,
sering disertai gambaran ileus paralitik.4
Pemeriksaan Laboratorium
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis Observasi tifus
abdominalis. Untuk memastikan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan:
19
darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan
tetapi sangat berguna untuk membantu diagnosis yang tepat.4
a. Biakan Empedu
Biakan Darah
Seringkali positif pada awal penyakit sedangkan biakan urin dan tinja positif
setelah terjadi septikemia sekunder. Biakan sumsum tulang dan kelenjer limfe atau
jaringan retikuloendotelial lainnya.sering masih positif setelah darah steril.1
Biakan darah positif ditemukan pada 70% - 80% penderita pada minggu
pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ketiga, biakan darah positif hanya pada
10 penderita. Setelah minggu keempat penyakit sangat jarang kuman ditemukan
dalam darah. Bila terjadi relaps maka biakan darah akan positif kembali.1
20
Pada penelitian mendeteksi DNA kuman Salmonell typhi dalam darah dengan
teknik hibridisasi asam nukleat dan metode penggandaan DNA dengan polymerase
chain reaction (PRC). Cara ini dilaporkan dapat mengidentifikasi kuman dalam
jumlah yang amat sedikit.1
Pemeriksaan Widal
Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita
dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif
ialah bila terjadi reaksi aglutinasi.yang bertujuan untuk menentukan adanya antibodi,
yaitu agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita tifoid. Dengan jalan
mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan yaitu pengenceran
tertinggi yang dapat menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O.Titer yang bernilai 1/200 atau lebih
atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosa. Titer
terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah
mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan
widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita tifus abdominalis
sebagaimana terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia.1
a.
Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, Karena
infeksi basil Coli patogen dalam usus.
b.
Pada Neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali
pusat
c.
Terdapat infeksi silang dengan ricketsia.
d.
Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya kuman peroral atau
pada keadaan infeksi subklinis.2
a.
Pasien demam tifoid
b.
Orang yang pernah tertular Salmonella.
c.
Orang yang pernah di vaksinasi terhadap demam tifoid.4
21
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka didalam tubuh pasien membuat
antibodi (aglutinin), yaitu:
Aglutinin O
Aglutinin H
Aglutinin Vi
1.
Keadaan umum pasien
2.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
3.
Pengobatan dini dengan antibiotik
4.
Penyakit-penyakit tertentu
5.
Obat-obat imunosupresif atau kortikosteroid
6.
Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya. 1
a.
Aglutinasi silang
b.
Konsentrasi suspensi antigen
c.
Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.1
22
2. Tidak ada konsensus mengenai tingginya titer uji Widal yang mempunyai nilai
diagnostik pasti untuk demam tifoid
3. Uji Widal positif atau negatif dengan titer rendah tidak menyingkirkan
diagnosis demam tifoid.
4. Uji Widal positif dapat disebabkan oleh septicemia karena Salmonella lain.
Tubex TF
23
Scoring 6 10 : (+) Kuat, indikasi mutlak4
24
bulan bila disimpan pada suhu 4C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam
setelah penerimaan serum pasien.
Pemeriksaan dipstik.
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana
dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan
menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita
pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol.
Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan
alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium yang lengkap.1
Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar
69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan
dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif
sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam
tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%.
Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang
25
makin meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya serokonversi
pada penderita demam tifoid Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan
dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang
menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana
penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara
luas. 4
Diagnosis Pasti
Bila ditemukan kuman Salmonella typhi dari darah, urin, tinja, dan sumsum
tulang belakang, cairan duodenum, atau rose spots. Berkaitan dengan pathogenesis
maka kuman lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang diawal
penyakit, Sedangkan pada stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan
positif memastikan demam tifoid, namun hasil yang negatif tidak menyingkirkan
demam tifoid, karena hasilnya bergantung pada beberapa faktor, seperti:
Menurut Watson jumlah rata-rata kuman 7,6 per ml darah, walaupun penderita
dalam keadaan bakterimia, sehingga untuk biakan diperlukan 5 10 ml darah. Untuk
menetralisir efek bakterisidal oleh antibodi atau komplemen yang dapat menghambat
pertumbuhan kuman, maka darah harus diencerkan 5 - 10 kali, waktu pengambilan
darah yang paling baik ialah saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik.
Karena setelah pemberian antibiotik kuman sudah sukar ditemukan dalam darah.4
Penyulit (Komplikasi)
Relaps, febris timbul kembali setelah 10 hari afebris atau setelah 3 minggu
diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan
setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak
adekuat (Manson-Bahr), limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari impending
relaps. Insidensi 10% - 20%.4
Patogenesa :
26
Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang
bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps disebabkan
oleh kuman yang tersembunyi. 4
Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh tersebut mati.
Tanda-tanda shock.
Tensi turun mendadak sampai dibawah normal.
Nadi cepat dan kecil.
Sianosis.
Tachypnoe.
Kulit dingin dan lembab.
Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak.4
KU buruk.
Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.
Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.
Muntah-muntah.
27
Suhu tiba-tiba turun.
Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.
Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah
kanan (pada lokasi ileum).
Pekak hati menghilang.
Perkusi menjadi tympani.
Bising usus menurun sampai hilang.4
Foto RO BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah
diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan pengumpulan exudat.
Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, berupa :
Takikardia.
Nadi kecil dan lemah.
Bunyi jantung redup.
Gallop rhythm.
Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala
dekompresi lain. 4
Cholecystitis
Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari
disorientasi, kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa
munculnya gejala neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan lain-
lainnya. Thypoid toxic dapat dibagi menjadi : 4
Meningocerebral
Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar.
28
Selalu ada kaku kuduk.
Tanda kernig dapat positif atau negatif.
Refleks tendo menjadi meninggi terutama APR.
Liquor cerebro spinal normal.
Prognosa: dapat sembuh sempurna.4
Encephalitis diffus
Demam tinggi diikuti penurunan kesadaran.
Refleks tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut negatif.
Rangsang meningen negatif.
Setelah berlangsung lebih dari 1 minggu akan sembuh sempurna.4
Encephalitis akut
Tiba-tiba hiperpireksia.
Tidak sadar dan kejang umum 24 jam setelah onset.
Prognosa : buruk.4
Meningitis akut
Liquor cerebro spinal : jernih dengan pleositosis ringan.
Electro encephalograph : gambaran encephalopati.
Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan
seseorang.
29
Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang
histeris, akan lebih gampang jatuh ke dalam toxic typhoid.
Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco / berteriak-teriak dan
mengalami agitasi.
Terdapat gerakan-gerakan seperti menarik-narik seprei.4
Diagnosis Banding
Bila terdapat demam lebih dari satu minggu sedangkan penyakit yang dapat
menerangkan demam itu belum jelas, perlulah dipertimbangkan pula penyakit selain
tifus abdominalis, yaitu penyakit sebagai berikut:
Paratifoid A,B,C
Influenza
Malaria
Tuberkulosis
Dengue
Salmoneilosis Pneumonia lobaris. 4
Pada stadium dini tifoid, beberapa penyakit kadang kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronchitis dan
bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraselular seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat,sepsis,
leukemia, limfoma, dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding1.
Penatalaksanaan
Manajemen6
Umum
Isolasi
30
Tirah rebah selama panas
Khusus
oral Parenteral
Tanpa penyulit Kloramfenikol 50- Kloramfenikol
75mg/kgBB/hr selama 14- 75mg/kgBB/hari selama
21 hari 14-21 hari
TNP-SMX 8/40
mg/kgBB/hr selama 14 hari
Terapi alternative tanpa Sefiksim(multidrug
penyulit resistance) 15-
20mg/kgBB/hr selama 7-14
hari
Azitromisin (quinolonc
resistance) 8-
10mg/kgBB/hr selama 7 hr
Dengan penyulit Kloramfenikol
100mg/kgBB/hari selama
14-21 hari
Ampicillin 100mg/hr
selama 14 hari
Seftriakson 75mg/kbGG/hr
atau sefotaksim
80mg/kgBB/hr selama 10-
14hr
Terapi penyulit
31
Kortikosteroid
Perawatan :
Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya sampai
akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan perforasi.
Tujuannya untuk :
Mempercepat penyembuhan.
Mencegah perforasi usus.
Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik meningkat,
dengan peningkatan peristaltik maka akan terjadi peningkatan dari aktifitas
pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan kadar toksin yang masuk ke
dalam darah, dapat menyebabkan peningatan dari suhu tubuh.
Mobilisasi berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3 hari bebas demam.1
Dietetik :
Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang demam tanpa
komplikasi. Typhoid diet II : Bubur saring. Typhoid diet III : Bubur biasa. Typhoid
diet IV : Nasi tim.4
32
Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka di
ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan peningkatan
kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.
Medika mentosa:
Antibiotik
Drug of Choice adalah Chloramfenicol dengan dosis 4 x 500 mg/hari
selama 7 hari afebris atau sampai 1 minggu bebas demam.
Kontra indikasi :
Golongan Quinolon.
33
Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15 tahun,
karena bisa menyebabkan penutupan epifise tulang lebih cepat.
Keuntungan dari Quinolon:
Bersifat bakterisida.
Hati-hati akan terjadi reaksi harxheimer reaction yang merupakan reaksi yang hebat
dari pemberian awal dari antibiotic pada perderita typhoid, oleh karena dilepaskannya
secara mendadak dalam jumlah besar, antigen dari kuman typhoid.(reaksi seperti
anafilaktik syok, dimana pasien dapat jatuh kedalam keadaan komatous).4
o Simptomatik:
Analgetik antipiretik (DOC : parasetamol)
angan menggunakan asam salisilat, karena bisa menyebabkan hiperhidrosis.
Jangan pada penderita hepatitis.
Dapat merangsang mukosa usus.
Efek anti piretik dapat berlebihan.
Menghambat efek dari chloramfenicol.
Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar.
Hati-hati perdarahan dan perforasi.
Muntah-muntah.4
Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg
Diare
Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab
Meteorismus
Intake diganti dengan parenteral
Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam. 1
o Supportif
Kortikosteroid
Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia berat dan hiperpireksi berat.
Tidak boleh dipergunakan secara rutin.
Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada perdarahan kita tidak tahu
dari penyakit atau dari kortikosteroid.
Memperpendek deman dan gejala cepat hilang.
34
Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah untuk relaps.
Dosis :
Hari ke I : - Hidrokortison 200 mg im- Prednison 3 x 15 mg
Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg
Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg
Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg
Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg.
Roborantia
Vitamin B dan vitamin C.
Terapi untuk karier yang gagal pengobatan dengan medikamentosa kita
lakukan cholecystectomy.4
Puasakan pasien.
Infus dengan Ringer Lactat.
Berikan Antibiotika dosis tinggi.
Gunakan gastric suction untuk kompresi
PROGNOSIS
Toxic typhoid
Pasang maag slang (NGT) dan akan digunakan untuk pemberian nutrisi :
Untuk keadaan yang tidak berat kita gunakan TD II yang telah diblender dahulu.
Pasang infus, untuk pemberian kemicetin 3 - 4 x 1 gr/hari secara IV, bila sudah
membaik berikan peroral dengna dosis 4 x 2 tablet selama 2 minggu.
Kortikosteroid
Berikan kalmethasone yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau dextran 5% atau Ringer
Lactat.
35
30 ml diberikan dalam infus pada 6 - 8 jam kedua dan selanjutnya diberikan 1
mg/kgBB diberikan 6 x (1 ampul kalmethasone = 4 ml) dalam waktu 2 hari.
Jangan diberikan pada akhir minggu ke II atau ke III karena bisa merangsang gaster
menambah bahaya terjadinya perforasi.
Minggu ke I boleh diberikan karena kalau ada melena pada minggu ke I pasti oleh
kortikosteroid, sedangkan pada minggu ke II atau ke III, kita tidak tahu penyebab dari
melena karena bisa dari perforasi atau karena obat.
Bila ada septik shock berikan dopamin 2 ampul (1 amp = 200 mg) larutkan dalam
dextrose 5% dengan kecepatan 8 tetes permenit sampai shock teratasi ganti dengan
Dextran saja 10 tetes per menit.
Prognosa, sangat bervariasi, dapat menjadi jelek dan angka kematian tinggi bila
terdapat gangguan SSP.4
Keberhasilan Terapi
Penderita diawasi intensif
Diberikan antibiotik parenteral kombinasi dua macam antibiotic
Diberikan kortikosteroid seperti deksametason bolus 3 mg/kgBB IV selama 30
menit, dilanjutkan pemberian 6 jam kemudian 1-3 mg/kgBB selanjutnya setiap 6
jam selama 2 hari.4
Resistensi Antibiotik
Masalah resistensi obat ganda terhadap Salmonella typhi telah dilaporkan 50-
70% kasus demam tifoid Apabila Salmonella typhi telah resisten terhadap dua atau
lebih antibiotic yang dipergunakan untuk pengobatan demam tifoid secara
konvensional yaitu ampisilin, Kloramfenikol, kotrimoksazol. Adanya resistensi
terhadap Salmonella typhi maka diperlukan antibiotik yang poten. Pada kasus demam
tifoid yang tidak tampak perbaikan setelah pengobatan maka sefiksim merupakan
pilihan pertama.4
36
Prognosis
Pencegahan
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 570C beberapa menit dan secara
merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu
Negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan
pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi.
Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.1
Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu
yang berisi:
37
Vaksin yang berisi kuman Salmonell typhi, Salmonella paratyphi A,
Salmonella paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan
dengan cara pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya
kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat suntikan yang
cukup sering. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan
(Ty-21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, member
daya perlindungan 6 tahun. Vaksi Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun.
Pada penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik
dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella
typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70%
selama 3 tahun
38
Analisa kasus
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan penunjang pada tanggal 24/3/2017 maka diagnosa
yang ditegakkan pada pasien ini ialah : Prolong febris ec susp demam thypiod
1. Anamnesa
Keluhan :
Demam 19 hari SMRS
Nyeri perut
Lemas
Nafsu makan menurun
Gejala klinik yang timbul pertama kali oleh pasien adalah demam tinggi yang muncul
mendadak dan terus menerus. Keluhan demam juga disertai nyeri ulu hati dan nafsu makan
menurun, pasien juga merasa lemas.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Nyeri epigastrium
Demam 38,2C
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan epigastrium, dan pada saat pengukuran suhu
didapatkan suhu ketiak 38,2C
3. Pemeriksaan laboratorium
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis Observasi tifus abdominalis.
Untuk memastikan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan yang menyokong diagnosa
- Pemeriksaan darah
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 9,7 g/dL 12,00 15,30
Leukosit 8000 /L 4.500 13.500
Hematokrit 29,7 % 35,00 47,00
Trombosit 306000 /L 140.000 440.000
GDS 102 mg/dL 60-100
Pada pemeriksaan darah didapatkan leukosit normal, Hb menurun, dan lain lain dalam batas
normal.
39
- Identifikasi kuman melalui uji serologi
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat di tegakkan
diagnosis demam tifoid
PENATALAKSANAAN
Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein dan rendah serat
Kausal
: 4 x 250 mg sehari
atau
Simptomatis
Kebutuhan cairan :
PENUTUP
Kesimpulan
40
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram
negatif Salmonella typhi. Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan
dan lebih bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua
penampakan klinis.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut
pada umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun,
sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik
hanya didapatkan suhu tubuh meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore
dan malam hari.
Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi
terus menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-
pecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan
tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut kembung.
Anak nampak sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan letak tidur
pasif, acuh tak acuh (apatis) sampai berat (delirium, koma).
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak
infeksidan penyakit tropis., ed 3. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia,2012: h.338-52
41
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak
infeksidan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia,2008: h.367-75
3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1.
Jakarta :Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4
4. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook
of pediatrics, 18 Th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190.
5. Widago. Masalah dan tatalaksana penyakit anak dengan demam.Jakarta : Sagung
seto,2012: h221-22
6. Garna,H, Nataprawira,HM. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak,ed
5. Bandung : departemen/SMF ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran
universitas padjajaran/RSUP dr.Hasan sadikin,2014 :h.409-12
42