Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dimana atas kuasanya yang telah
memberikan anugrah, kesempatan dan pemikiran kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA
LISTRIK ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini, penulis memiliki banyak
kekurangan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari Dosen pembimbing
dan teman teman dari penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
penyelesaian makalah ini dan penulis menunggu kritik dan saran yang membangun, agar
makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Medan, 2016
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Agar Mahasiswa mengetahui perencanaan transmisi sistem tenaga listrik
2. Agar mahasiswa mempelajari lagi tentang transmisi
3. Mengetahui pemilihan sistem transmisi
4. Mengetahui pemilihan tegangan.
5. Untuk mengetahui jenis jenis kabel yang digunakan
6. Untuk mengetahui sistem kerja Transmisi
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam dunia kelistrikan, dikenal dua kategori arus listrik, yaitu arus bolak-balik (Alternating
Current/AC) dan arus searah (Direct Current/DC). Maka berdasarkan jenis arus listrik yang
mengalir di saluran transmisi, saluran transmisi terdiri dari:
Saluran transmisi AC
Saluran Transmisi DC
Berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.
Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator-
isolator, dengan sistem tegangan tinggi.
Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan 150
KV.
Menggunakan kabel udara dan kabel tanah, untuk tegangan rendah, tegangan
menengah dan tegangan tinggi.
Menggunakan kabel udara untuk tegangan tinggi dan tegangan ekstra tinggi.
Berikut ini disampaikan pembahasan tentang transmisi ditinjau dari klasifikasi tegangannya:
1. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 KV 500 KV
Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW.
Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara
maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien.
Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah: konstruksi tiang (tower) yang
besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang
banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar.
Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang
akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain: Timbulnya protes dari
masyarakat yang menentang pembangunan SUTET, Permintaan ganti rugi tanah
untuk tapak tower yang terlalu tinggi tinggi, Adanya permintaan ganti rugi sepanjang
jalur SUTET dan lain sebagainya.
Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km.
Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit
terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar
netralnya digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali.
Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing
phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas
konduktor disebut Bundle Conductor.
Jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling efektif adalah
100 km.
Jika jarak transmisi lebih dari 100 km maka tegangan jatuh (drop voltaje) terlalu
besar, sehingga tegangan diujung transmisi menjadi rendah.
Untuk mengatasi hal tersebut maka sistem transmisi dihubungkan secara ring system
atau interconnection system. Ini sudah diterapkan di Pulau Jawa dan akan
dikembangkan di Pulau-pulau besar lainnya di Indonesia.
Di tengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit
mendapatkan tanah untuk tapak tower.
Untuk Ruang Bebas juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena
padat bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi.
Kabel yang isolasinya berbahan kertas yang diperkuat dengan minyak (oil paper
impregnated).
Single core dengan penampang 240 mm2 300 mm2 tiap core.
Three core dengan penampang 240 mm2 800 mm2 tiap core.
Pertimbangan fabrikasi.
Kelemahan SKTT:
Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300 meter. Untuk desain dan
pesanan khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan sesuai kebutuhan.
Pada saat ini di Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Cable) dengan
tegangan operasi 150 KV, yaitu:
1. Jatuh Tegangan
Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih antara tegangan pada pangkal
pengiriman (sending end) dan tegangan pada ujung penerimaan (receiving end) tenaga listrik.
Pada saluran bolak balik besarnya tergantung dari impedansi dan admintasi saluran serta pada
beban dan factor daya. Jatuh tegangan relative dinamakan regulasi tegangan (voltage
regulation) dan dinyatakan oleh rumus :
(vs-vr)/vr x 100%,
Dimana : vs = tegangan pada pangkal pengiriman
vr = tegangan pada ujung penerimaan
Untuk jarak dekat regulasi tegangan tidak berarti (hanya beberapa % saja), tetapi untuk jarak
sedang dan jauh dapat mencapai 5- 15 %.
Bila beban pada saluran EHV tidak berat, sistem tenaga dioperasikan pada regulasi yang
konstan, karena pengaruh arus pemuat besar. Untuk memungkinkan regulasi yang kecil,
saluran transimisi dioperasikan pada tegangan yang konstan pada ujung penerimaan dan
pangkal pengiriman tanpa dipengaruhi oleh beban. Bila tegangan pada titik penerimaan turun
karena naiknya beban, maka dipakai pengatur tegangan dengan beban, guna menmungkinkan
tegangan skeunder yang konstan, meskipun tegangan primernya berubah.
2. Tegangan Transmisi dan Rugi-rugi Daya
Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari : pusat pembangkit listrik, saluran transmisi, saluran
distribusi dan beban. Pada saat sistem tersebut beroperasi, maka pada sub-sistem transmisi
akanterjadi rugi-rugi daya. Jika tegangan transmisi adalah arus bolak-balik (alternating
current, AC) 3 fase, maka besarnya rugi-rugi daya tersebut adalah:
Pt = 3I2R (watt).(1)
dimana: I = arus jala-jala transmisi (ampere)
R = Tahanan kawat transmisi perfasa (ohm)
arus pada jala-jala suatu transmisi arus bolak-balik tiga fase adalah :
I= P/3.Vr.Cos (2)
dimana: P = Daya beban pada ujung penerima transmisi (watt)
Vr = Tegangan fasa ke fasa pada ujung penerima transmisi (volt)
Cos = Faktor daya beban
Jika persamaan (1) disubstitusi ke persamaan (2), maka rugi-rugi daya transmisi dapat ditulis
sebagai berikut :
Pt = P2.R/Vr2.cos2
Terlihat bahwa rugi-rugi daya transmisi dapat dikurangi dengan beberapa cara, antara lain :
1. meninggikan tegangan transmisi
2. memperkecil tahanan konduktor
3. memperbesar faktor daya beban
1. Jika ingin memperkecil tahanan konduktor, maka luas penampang konduktor harus
diperbesar. sedangkan luas penampang konduktor ada batasnya.
2. Jika ingin memperbaiki faktor daya beban, maka perlu dipasang kapasitor kompensasi
(shunt capacitor), perbaikan faktor daya yang diperoleh dengan pemasangan kapasitor
pun ada batasnya.
3. Rugi-rugi transmisi berbanding lurus dengan besar tahanan konduktor dan berbanding
terbalik dengan kuadrat tegangan transmisi, sehingga pengurangan rugi-rugi daya
yang diperoleh karena peninggian tegangan transmisi jauh lebih efektif daripada
pengurangan rugi-rugi daya dengan mengurangi nilai tahanan konduktornya.
Pertimbangan yang ketiga, yaitu dengan menaikkan tegangan transmisi adalah yang
cenderung dilakukan untuk mengurangi rugi-rugi daya pada saluran transmisi.
Kecenderungan itupun dapat terlihat dengan semakin meningkatnya tegangan
transmisi di eropa dan amerika.
Pada penerapannya, peninggian tegangan transmisi harus dibatasi karena dapat menimbulkan
beberapa masalah, antara lain :
1. Tegangan tinggi dapat menimbulkan korona pada kawat transmisi. korona ini pun
akan menimbulkan rugi-rugi daya dan dapat menyebabkan gangguan terhadap
komunikasi radio.
2. Jika tegangan semakin tinggi, maka peralatan transmisi dan gardu induk akan
membutuhkan isolasi yang volumenya semakin banyak agar peralatan-peralatan
tersebut mampu memikul tegangan tinggi yang mengalir. Hal ini akan mengakibatkan
kenaikan biaya investasi.
3. Saat terjadi pemutusan dan penutupan rangkaian transmisi (switching operation), akan
timbul tegangan lebih surja hubung sehingga peralatan sistem tenaga listrik harus
dirancang untuk mampu memikul tegangan lebih tersebut. Hal ini juga
mengakibatkan kenaikan biaya investasi.
4. Jika tegangan transmisi ditinggikan, maka menara transmisi harus semakin tinggi
untuk menjamin keselamatan makhluk hidup disekitar trasnmisi. Peninggian menara
transmisi akan mengakibatkan trasnmisi mudah disambar petir. Seperti telah kita
ketahui, bahwa sambaran petir pada transmisi akan menimbulkan tegangan lebih surja
petir pada sistem tenaga listrik, sehingga peralatan-peralatan sistem tenaga listrik
harus dirancang untuk mampu memikul tegangan lebih surja petir tersebut.
Kelima hal diatas memberi kesimpulan, bahwa peninggian tegangan transmisi akan
menambah biaya investasi dan perawatan, namun dapat megurangi kerugian daya. Namun
jika ditotal biaya keseluruhan, maka peninggian tegangan transmisi lebih ekonomis karena
member biaya total minimum, dan tegangan ini disebut tegangan optimum.
1) Bahan Konduktor
Bahan konduktor yang dipergunakan untuk saluran energi listrik perlu memiliki sifat sifat
sebagai berikut :
konduktivitas tinggi.
titik berat
biaya rendah
tidak mudah patah
Konduktor jenis Tembaga (BC : Bare copper) merupakan penghantar yang baik karena
memiliki konduktivitas tinggi dan kekuatan mekanikalnya cukup baik. Namun karena
harganya mahal maka konduktor jenis tembaga rawan pencurian. Aluminium harganya lebih
rendah dan lebih ringan namun konduktivitas dan kekuatan mekanikalnya lebih rendah
dibanding tembaga.
Pada umumnya SUTT maupun SUTET menggunakan ACSR (Almunium Conductorn Steel
Reinforced). Bagian dalam kawat berupa steel yang mempunyai kuat mekanik tinggi,
sedangkan bagian luarnya mempunyai konduktifitas tinggi. Karena sifat electron lebih
menyukai bagian luar kawat daripada bagian sebelah dalam kawat maka ACSR cocok dipakai
pada SUTT/SUTET. Untuk daerah yang udaranya mengandung kadar belerang tinggi dipakai
jenis ACSR/AS, yaitu kawat steelnya dilapisi dengan almunium.
Pada saluran transmisi yang perlu dinaikkan kapasitas penyalurannya namun SUTT tersebut
berada didaerah yang rawan longsor, maka dipasang konduktor jenis TACSR (Thermal
Almunium Conductor Steel Reinforced) yang mempunyai kapasitas besar tetapi berat kawat
tidak mengalami perubahan yang banyak. Konduktor pada SUTT/SUTET merupakan kawat
berkas (stranded) atau serabut yang dipilin, agar mempunyai kapasitas yang lebih besar
dibanding kawat pejal.
2. Urutan Fasa
Pada sistem arus putar, keluaran dari generator berupa tiga fasa, setiap fasa mempunyai sudut
pergerseran fasa 120. Pada SUTT dikenal fasa R; S dan T yang urutan fasanya selalu R
diatas, S ditengah dan T dibawah. Namun pada SUTET urutan fasa tidak selalu berurutan
karena selain panjang, karakter SUTET banyak dipengaruhi oleh faktor kapasitansi dari bumi
maupun konfigurasi yang tidak selalu vertikal. Guna keseimbangan impendansi penyaluran
maka setiap 100 km dilakukan transposisi letak kawat fasa.
3. Penampang dan Jumlah Konduktor
Penampang dan jumlah konduktor disesuaikan dengan kapasitas daya yang akan disalurkan,
sedangkan jarak antar kawat fasa maupun kawat berkas disesuaikan dengan tegangan
operasinya. Jika kawat terlalu kecil maka kawat akan panas dan rugi transmisi akan besar.
Pada tegangan yang tinggi (SUTET) penampang kawat, jumlah kawat maupun jarak antara
kawat berkas mempengaruhi besarnya corona yang ditengarai dengan bunyi desis atau
berisik.
1. Penghantar netral harus mempunyai luas penampang yang sama seperti penghantar fasa :
pada sirkit fasa banyak dan fase tunggal tiga kawat, jika ukuran penghantar fasa lebih
kecil dari atau sama dengan 16 mm tembaga atau 25 mm aluminium.
2. Untuk sirkit fasa banyak dengan setiap penghantar fasanya mempunyai luas penampang
lebih besar dari 16 mm tembaga atau 25 mm aluminium, maka penghantar netral dapat
mempunyai luas penampang yang lebih kecil dari penghantar fasa jika kondisi berikut ini
terpenuhi secara simultan :
penghantar netral diberi proteksi dari arus lebih; ukuran penghantar netral sekurang-
kurangnya sama dengan 16 mm tembaga atau 25 mm aluminium.
Kabel dan Ketentuan Tentang Tegangan Pengenal dan Tegangan Kerja
Kabel Tegangan Menengah : 3,6/6 kV (7,2 kV); 6/10 kV (12 kV); 8,7/15 kV (17,5
kV); 12/20 kV (24 kV) dan 18/30 kV (36 kV)
Catatan: Nilai tegangan pengenal di dalam tanda kurung adalah nilai tegangan kerja tertinggi
untuk perlengkapan yang diperbolehkan untuk kabel. Untuk kabel tegangan rendah, tegangan
kerja tertinggi antar fasa ke netral sesuai SNI 04-0227-1994, Tegangan Standar (IEC
Publikasi 38-1993)
2. Pada keadaan kerja terus menerus yang tidak terganggu, kabel tanah harus mampu diberi
tegangan kerja maksimum sesuai dengan tegangan tertinggi.
Tabel 3.2. Luas Penampang Nominal Kabel dan Kabel Tanah
CATATAN :
*) Hanya untuk tembaga
**) Tidak digunakan untuk kabel sangat fleksibel
Untuk kabel berinti tunggal yang dipasang dalam tanah adalah 16 mm.
KETERANGAN :
Luas penampang nominal (LPN) suatu penghantar konsentris di dapat dari pengukuran
listrik.
Luas penampang geometri (LPG) suatu pelindung listrik didapat dari pengukuran geometri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit
tenaga listrik sampai ke saluran distribusi sehingga dapat disalurkan sampai pada pengguna
consumer listrik.
Dalam dunia kelistrikan, dikenal dua kategori arus listrik, yaitu arus bolak-balik (Alternating
Current/AC) dan arus searah (Direct Current/DC). Maka berdasarkan jenis arus listrik yang
mengalir di saluran transmisi, saluran transmisi terdiri dari:
1. Saluran transmisi AC
2. Saluran Transmisi DC
1. Berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.
2. Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator-
isolator, dengan sistem tegangan tinggi.
3. Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan 150
KV