Anda di halaman 1dari 3

PENDIDIKAN PESANTREN DAN GLOBALISASI

Abad XXI, yakni abad globalisasi yang ditandai oleh kebebasan dan keterbukaan.
Abad ini adalah abad yang penuh harapan, karena ada peluang-peluang positif yang dapat
dimanfaatkan. Tetapi abad ini juga merupakan abad yang menakutkan, karena ada tantangan-
tantangan yang negatif dan dapat merusak peradaban manusia dalam banyak sektor
kehidupan di planet bumi ini. Kita menyadari benar, globalisasi adalah suatu gerakan akibat
terjadinya kecenderungan kehidupan manusia dalam menciptakan tata hubungan yang
tunggal di dunia, menyentuh aspek kehidupan beragama, sosial budaya, ekonomi keuangan,
politik, pendidikan, dan lain-lain. Dan karena itu kata globalisasi yang untuk pertama kali
digunakan oleh Theodore Levitt pada tahun 1985, telah menjadi kata magis, dan sulit
dihilangkan dari hampir semua diskusi tentang berbagai topik bahasan.

Dalam Islam, padanan kata globalisasi itu sendiri telah lama dikenal dengan sebutan
rahmatan lil alamin, yakni universalisasi atau internasionalisasi Islam dalam berbagai
bidang kehidupan manusia dan alam semesta, sebagaimana dalam firman Allah SWT. :
Wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Perubahan-perubahan akibat globalisasi akan
dipicu lebih cepat, dengan arus sangat kuat, merambah kemana-mana hampir tanpa batas
karena kemajuan teknologi elektronika dalam bidang informasi dan komunikasi. Cepat atau
lambat, dampak globalisasi akan mencuat kepermukaan di rumah-rumah kita juga, baik
dampak berupa rahmat maupun laknat, yang positif dan negatif, konstruktif maupun
destruktif sifatnya.

Bagaimana kita dan lembaga pendidikan pesantren menghadapi dan mengantisipasi


tantangan dan peluang globalisasi itulah menjadi perhatian yang utama agar tidak
ditinggalkan oleh zaman, bahkan harus mampu mencetak zaman yang dikehendaki Allah
SWT.

Keberadaan Pendidikan Pesantren

Eksis atau tidak eksisnya pendidikan pesantren Islam hanya Allah saja yang berhak
menyatakannya. Artinya, percuma saja merasa keberadaan kita sangat nyata, bahkan
menyolok dan menjadi sorotan banyak manusia. Tetapi pada kenyataannya Allah tak menoleh
sedikit pun terhadap kita, bahkan Allah berpaling dari kita. Sebaliknya, betapa pun manusia
memandang sepi keberadaan kita, adalah sangat berarti jika ternyata Allah mengakui
keberadaan kita. Hal ini berkaitan dengan masalah keridhaan Allah kepada kita. Sudah
selayaknya, sebagai seorang Mukmin, kita mengharapkan bermakna dihadapan Allah. Akan
tetapi merupakan suatu hal yang sia-sia jika yang terjadi adalah manusia banyak tidak
menganggap bermakna keberadaan kita, sementara dihadapan Allah kita juga dianggap tidak
ada.

Ukuran Allah dalam menilai keberadaan itu sendiri adalah kepatuhan seseorang atau
kelembagaan pada aturan-aturan yang digariskan-Nya. Jika keberadaan kita adalah fi
sabilillah, insya Allah keberadaan kita diperhitungkan Allah, betapapun kecilnya kondisi
kita pada saat ini. Sebaliknya, jika usaha kita adalah justru fi ghairillah (selain pada jalan
Allah) tak akan ada artinya sedikit pun dihadapan Allah, meskipun kita besar dan perkasa.

Ukuran komitmen seseorang atau kelembagaan pada jalan Allah adalah pada jahada
(upaya bersungguh-sungguh). Adapun ciri-ciri jihad ialah :
1. Tajarrud (totalitas dalam perhatian) artinya pekerjaan yang dilakukan sepenuhnya untuk
Islam, bukan sambilan atau tempelan mata.
2. Jiddiyah (keseriusan) artinya mengerahkan segenap kemampuan dan kekuatan yang
dimiliki untuk Islam.
3. Istimroriyah (kontinyuitas) artinya tiada sesaat pun berpaling dari manhaj yang telah
digariskan Allah SWT dan melaksanakan sesuatu cita-cita secara tekun, tabah, ulet dan
tehan uji.

Jadi dalam Islam yang terpenting bukanlah mempertahankan keberadaan yang


sifatnya lahiriah saja (penampilan fisik) dengan segala cara, tetapi yang dipertahankan
adalah nilai kebenaran serta kesucian dari keberadaan itu, meskipun untuk itu keberadaan
fisik terpaksa lenyap. Di sinilah terdapat nilai syahadah. Adakah konsep syahadah serta
konsep hakikat keberadaan dalam perjuangan Pesantren menuju cita-cita? Jadi hal apakah
yang harus ada pada Pesantren abad globalisasi seandainya ia masih hidup? Hal itu tak
lain adalah al-sholah (originalitas). Kemurnian ini menjadi suatu tanda hakikat keberadaan
Pesantren pada masa depan. Jika asumsi sekarang pesantren sedang bergerak menuju islam,
maka nanti ia berada lebih dekat dengan Islam dibandingkan sekarang. Jika terdapat asumsi
pesantren sekarang telah islam, maka ia nanti harus mempertahankan kemurnian ke-
islamannya.
Beberapa aspek kemurnian tersebut antara lain :
1. Al-ghayah (cita cita dan tujuan): yaitu pesantren sebagai suatu sendi dakwah Islam
dalam mewujudkan ketinggian kalimah Allah di muka bumi ini, sampai terbentuknya
suatu masyarakat Islam yang utuh dan berwibawa.
2. Al-mashdar (sumber nilai), yakni konsep-konsep pendidikan. Pesantren harus
bersumber dari Alquran dan Sunnah Rasul, tidak berpijak pada ideologi sekuler atau
aheis.
3. Al-mabda (prinsip-prinsip utama), yakni laa ilaha illallahi. Pendidikan pesantren
berpedoman pada dan berusaha mmebentuk manusia-manusia bertauhid. Tauhid inilah
merupakan penempaan pendidikan utama di pesantren. Tauhid mendahului yang
lainnya, seperti tsaqofah (intelektualitas).
4. Al-fikrah (pemikiran/ideologi), yakni Pesantren membentuk manusia yang berpikiran
Islam. Jika berbicara ekonomi, seorang muslim tidak berpikiran kapitalis. Jika berbicara
politik, seorang muslim tidak berpikir machiavelis.
5. Al-manhaj (metodologi), yakni dalam merealisasikan tujuan-tujuanya pesantren
mengacu pada cara-cara yang elah ditempuh oleh al-qudwah al-uulaa (teladan utama)
Muhammad Rasulullah Saw, melalui bimbingan wahyunya.

Langkah antisipasi
Sesuai sabda Rasulullah Saw. Yang menyatakan islam mulanya suatu barang yang asing
(di tengah-tengah kejahiliahan penduduk dunia abad ketujuh), maka kemudian ia akan
menjadi asing. Siapa pun merasakan bahwa Islam merupakan suatu yang terasa asing
ditengah-tengah peradaban global ini. Mendekatkan diri kepada islam serta
mempertahankan posisi keislaman individu maupun kelembagaan pada masa sekarang
adalah sesuatu hal yang tidak gampang. Berbagai tantangan globalisasi muncul dan
berusaha meruntuhkan keimanan kaum muslimin.
Kendala yang datang dapat bersifat kultural, yakni lingkungan yang buruk (al
biah as sayyiah), dapat juga bersifat struktural, yakni kekuasaan yang destruktif (al
mulk alaadu). Keduanya saling mempengaruhi dan berinteraksi dalam menjauhkan
cita-cita islam.
Secara ringkas, langkah antisipasi yang dihadapi pesantren dalam menyongsong
globalisasi adalah :

1. Tingkatkan komitmen kepada ajaran Islam (al iltizam bisy syariah islamiyah).
Pada kenyataanya sebagaimana yang kita saksikan, pesantren belum
memantapkan hatinya untuk sepenuhnya berpegang kepada ajaran islam. Komitmen
kepada islam merupakan suatu hal yang amat penting, dan tidak bisa disepelekan.
Karena ini merupakan tonggak utama bagi asbaabun nashar (sebab-sebab datangnya
petolongan) dari Allah Swt. Allah tidak akan menolong hambanya yang meningglkan
atau enggan melaksankan syariatnya jika kamu menolong (dalam menegakkan agama)
Allah, maka Allah akan menolong kamu sekalian!
2. Tingkatkan kemampuan organisasional (mataanatut tanzhim).
Struktur organisasi yang bertugas mengelola pesantren kerapkali tidak mantap.
Hal ini menyangkut aspek kapasitas moral (al istiab al manawy), kapasitas wawasan
(al istiab an nazhary) dan kapasitas kerja (al istiab al amaly). Kekurangan dalam
aspek-aspek tersebut dapat menyebabkan lumpuhnya kerjasama (alamalal jamaiy)
diantara mereka. Bahkan cinderung melahirkan penyakit-penyakit serta penyimpangan
dalm berkehidupan kejemaahan. Misalnya, timbulnya perselisihan dan pembantahan
(ikhtilaf wat tanaazu), yang akhirnya menjurus kepada perpecahan internal (at
tafarruq) baik yang sifatnya secara individual (syakhsiah), pmikiran (fiqroh) maupun
cara bertindak (metodologi/manhaj). Perpecahan yang berkepanjangan akan melahirkan
kelompok-kelompok tandingan dalam satu struktur (al jamaah al andaadiyah).
Puncaknya adalah itizal (pemisahan diri) atau munculnya dua kelompok yang saling
bermusuhan .
Kerjasama yang baik merupakan syarat utama berhasilnya upaya menjalankan
syariah islam. Dan berpeganglah pada tali Allah secara bersama.

Anda mungkin juga menyukai