Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kita sanjungkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW. beserta segenap keluarga dan sahabatnya serta
para pengikutnya hingga akhir zaman.

Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah membimbing


kami selama belajar dan juga teman-teman yang telah berpatisipasi aktif dalam
penyusunan makalah ini, sehingga makalah yang berjudul Treasury Bank Syariah
dapat diselesaikan.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari segi materi maupun cara penulisan mengingat keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Banda Aceh, 24 November 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1


B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah.....................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3

A. Manajemen Likuiditas Bank Syariah.....................................................3


B. Manajemen GAP Likuiditas...................................................................8
C. Instrumen Likuiditas Bank Syariah......................................................10

BAB III PENUTUP............................................................................................13

A. Kesimpulan..........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan
kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-
jasa bank lain nya. Untuk bisa menghimpun dana dari masyarakat, maka bank
memiliki keharusan un tuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan
dijamin keamanannya. Dengan demikian, agar bisa memberikan keamanan kepada
para nasabah, maka bank tersebut haruslah likuid atau dapat memenuhi kewajiban
jangka pendeknya yakni memiliki dana fresh atau uang cash untuk melayani nasa bah
dalam pengambilan tunai dan juga me menuhi dan merealisasikan pengajuan
permohonan kredit atau pembiayaan.
Treasury adalah divisi dalam perbankan yang bertugas mengelola
pemanfaatan dana (fungsi transaksi maupun keuangan ) dalam rupiah maupun valas
yang dimiliki oleh bank. Salah satu fungsi dari treasury bank baik di bank syariah
maupun di bank konvensional adalah mengelola likuiditas dan batas-batas Posisi
Devisa Netto (PDN). Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan
satu keharusan yang harus dilakukan, baik itu oleh pihak perbankan, praktisi
keuangan, ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank.
Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank merupakan salah satu cara untuk bisa
menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang
sehat, dan tidak sehat. Manajemen likuiditas merupakan bagian dari kerangka
manajemen risiko industri keuangan yang lebih besar, yang berhubungan dengan
seluruh lembaga keuangan baik konvensional maupun syariah. Kegagalan dalam
manajemen risiko memiliki konsekuensi yang mengerikan, termasuk kolapsnya bank
dan pada gilirannya menyebabkan ketidakstabilan sistem keuangan. Pada
kenyataannya, sebagian besar kegagalan bank disebabkan kesulitan mengelola
masalah-masalah likuiditasnya. Ini juga yang menjadi alasan mengapa regulator
sangat menaruh perhatian dengan posisi likuiditas suatu lembaga keuangan dan
pemikiran regulator saat ini berpusat pada seputar penguatan kerangka kerja

1
likuiditas. Likuiditas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi bank untuk
dikelola karena akan berdampak kepada profitabililitas serta keberlanjutan dan
kelangsungan usaha suatu bank. Begitu pentingnya likuiditas ini, sehingga ditetapkan
sebagai salah satu risiko yang harus dikelola dengan baik oleh bank.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah manajemen likuiditas di bank syariah ?
2. Bagaimana manajemen GAP likuiditas bank syariah ?
3. Apa saja instrumen likuiditas bank syariah ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui manajemen likuiditas di bank syariah.
2. Untuk mengetahui manajemen GAP likuiditas bank syariah.
3. Untuk mengetahui instrumen likuiditas bank syariah.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH


Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya,
terutama kewajiban dana jangka pendek. Aset-aset likuid adalah asset yang dipegang
dalam bentuk tunai atau yang diinvestasikan dalam suatu instrumen yang dapat diubah
menjadi bentuk tunai seperti simpanan berupa giro, deposito dan investasi pada
sekuritas pemerintah yang likuid berjangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah
kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedangkan dari
sudut passiva, likuiditas adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dana melalui
peningkatan portofolio liabilitas. Manajemen likuiditas adalah mengelola bagaimana
bank dapat memenuhi baik kewajiban yang sekarang maupun kewajiban yang akan
datang bila terjadi penarikan atau pelunasan asset liability yang sesuai perjanjian atau
pun yang belum diperjanjikan (tidak ter duga).1
Suatu bank syariah dapat dikatakan likuid apabila:
1. Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Dapat memelihara Giro di Bank Koresponden. Giro di Bank Koresponden ada
lah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang besarnya ditetapkan
berdasar kan Saldo Minimum.
3. Dapat memelihara sejumlah Kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan
uang tunai.2
Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal, yaitu :

1. Posisi seimbang (square), dimana persediaan dana sama dengan keperluan dana
yang tersedia.

2 . Posisi lebih (long), dimana persediaan dana lebih dari keperluan dana yang
tersedia.

1 Zainul Arifi, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah , (Jakarta: Allfabet, 2006),


hlm.165

2 Imam Rusyamsi, Asset Liability Management: Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva


Bank ,(Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999), hlm. 39

3
3. Posisi kurang (short), dimana persediaan dana kurang dari keperluan.

Apabila bank mengalami kelebihan likuiditas, maka hal itu dianggap sebagai
keuntungan bank. Sebaliknya jika terjadi kekurangan, maka bank memerlukan bantuan
untuk menutupi kekurangan tersebut.

1. Mekanisme Pengelolaan Likuditas Bank Syariah

Transaksi pembayaran dalam aktivitas perbankan dilakukan mengikuti


mekanisme kliring (pengiraan) dengan membebankan giro bank yang terkait dengan
Bank Indonesia (BI). Apabila ketersediaan dana bank kurang dari Giro Wajib Minimum
(GWM) dalam pelaksanaannya, maka bank atau kantor cabang harus membayarnya.
Ketentuan mengenai kadar mata uang dan mekanisme GWM bagi Bank Umum Syariah,
kini telah ada pengaturan yang terpisah yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang Giro
Wajib Minimum dalam rupiah dalam valuta asing bgi bank umum yang melaksanakan
aktivitas usaha berdasarkan prinsip Syariah.

Bank Syariah yang mengalami kekurangan dana boleh menerbitkan sertifikat


Investasi Mudharabah Antarbank bank Syariah maupun bank konvensional yang
memiliki Unit Usaha Syariah. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PBI No. 2/8/PBI/2000,
sertifikat IMA ialah satu-satunya piranti yang boleh digunakan dalam operasional Pasar
Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS). Sedangkan untuk menjaga
kestabilan moneter bagi bank-bank Syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI) yang berdasrkan pada prinsip wadiah (titipa) atau saat ini
diidtilahkan dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI Syariah). 3

Dalam aktivitas PUAS, transaksi pembayaran juga dilakukan melalui mekanisme


kliring dengan membebankan rekening giro bank syariah yang bersangkutan di BI.
Ketentuan mengenai kliring ini diatur dalam PBI No 2/4/ PBI/2000 tanggal 11 februari
2000 bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah bank umum konvensional. Kliring
bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional
(UUS BUK) dan WGM intinya mengatur teknik pendukung mekanisme PUAS, mialnya

3 Syukri Laka, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), hlm.
280.

4
mengenai jumlah rekening yang harus ada di BI bagi masing-masing BUS maupun
UUS BUK dan penanganan saldo giro negatif untuk kegiatan usaha konvensional dan
usaha syariah. Sedangkan untuk menjaga kestabilan moneter bank syariah peserta
PUAS, BI menyerap kelebihan likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan
sertifikat wadiah (titipan). Untuk mengatasi mismatch (kekurangan arus dana masuk
dari arus dana keluar) pada aktivitas bank syariah kesehariannya dapat diatasi dengan
melalui fasilitas pembiayaan jangka pendek bagi bank syariah (FPJPS).

Karim (2010) menjelaskan mekanisme manajemen likuiditas bank syariah


dengan mengklasifikasikannya dengan tiga macam yaitu manajemen likuiditas sisi
penghimpunan dana, manajemen likuiditas sisi penyaluran dana dan manajemen gap
likuiditas :

1. Manajemen Likuiditas Sisi Penghimpunan Dana Sebagian besar dana masyarakat


yang diterima bank sifatnya jangka pendek seperti giro, tabungan dan deposito

a. Produk Giro, misalnya, dengan media penarikan berupa cek atau bilyet giro,
memang dimaksudkan untuk kegunaan nasabah melakukan transaksi, baik
menerima uang atau membayar uang kepada kepada mitranya. Sehingga
periode waktu pengendapan dana-dana di bank bersifat sangat jangka pendek.
Salah satu ukuran yang digunakan untuk melihat berapa banyak dana-dana
giro yang benar-benar mengendap di bank adalah floating rate (FR).

FR = (rata-rata jumlah dana yang mutasi atau rata-rata dana) x 100%

Bila rasio FR untuk dana giro berkisar 70-80%, berarti hanya 20-30 persen
dari dana giro yang benar benar menghadap di bank.

b. Produk tabungan relatif lebih lama mengendap di bank karena tidak


menggunakan alat tarik cek dan bilyet giro. Di masa lalu, nasabah harus datang
ke kantor bank untuk menarik atau menyetor uangnya ke rekening tabungan.
Namun, dengan semakin luasnya jaringan ATM (Anjungan Tunai Mandiri/
Automatic Teller Machine), maka nasabah menjadi semakin mudah menarik

5
dana tabungannya. Semakin luasnya akses ATM yang dilengkapi pula dengan
Electronic Debit Card (EDC), yaitu alat pembayaran elektronik kartu tabungan,
membuat FR produk tabungan, membuat FR produk tabungan meningkat
signifikan. Biasanya ada dua cara yang dilakukan bank untuk menurunkan FR
tabungan, yaitu dengan :

1. Mendorong nasabah melakukan transaksi non tunai, misalnya transfer dana


dari satu rekening ke rekening lainnya, sehingga dananya tetap mengendap
di bank.

2. Menyediakan ATM yang dapat menerima setoran sehingga dana yang di


tarik tergantikan oleh dana yang di setor.

c. Produk deposito relatif lebih dapat diprediksi waktu mengendapnya karena


telah jelas tenornya. Saat ini tenor deposito di Indonesia terdiri dari 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Untuk mengurangi dorongan nasabah mencairkan
depositonya sebelum waktu yang diperjanjikan, biasanya bank mengenakan
denda pencairan sebelum jatuh tempo. Secara statistik, FR untuk produk
deposito mendekati nihil.

2. Manajemen Sisi Penyaluran Dana Sebagian besar dana yang disalurkan bank
kepada masyarakat sifatnya jangka menengah panjang.
a. Pembiayaan konsumer biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad
murabahah atau akad ijarah.
b. Pembiayaan modal kerja biasanya ditawsrkan dengan akad murabahah untuk
pengadaan barang, ijarah untuk pengadaan . mudharabah untuk membiayai bisnis
c. Pembiayan investasi biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah,
IMBT, musyarokah mutanaqisah.

2. Fungsi Manajemen Likuiditas Bank Syariah


Menurut Sinkey ada lima fungsi utama manajemen likuiditas bank, yaitu
(Latumaerisa: 1999):

6
1. Menunjukan dirinya sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang. Mampu
memberikan rasa aman kepada para nasabah deposan, penabung, maupun
kreditor lainnya. Fungsi utama likuiditas adalah jaminan bahwa uang yang
disimpan/dipinjamkan kepada bank dapat dibayar kembali oleh bank tersebut
pada saat jatuh tempo.
2. Memungkinkan bank memenuhi komitmen pinjamannya. Menjamin tersedianya
dana bagi setiap pemohon kredit yang telah disetujui. Jika bank menolak untuk
menyediakan dana atas permohonan kredit yang telah disetujui, mungkin debitor
akan lari ke bank lain. Sebaiknya bank mampu mengantisipasi kebutuhan-
kebutuhan para debitor di masa mendatang.
3. Untuk menghindari penjualan aktiva yang tidak menguntungkan mencegah
penjualan asset secara terpaksa. Apabila bank tidak dapat memperpanjang
pinjaman yang diterima dari bank lain, salah satu cara untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan terpaksa menjual surat berharga yang umumnya dengan
harga rendah. Hal itu jelas akan memperburuk tingkat modal bank tersebut.
4. Untuk menghindarkan diri dari penyalahgunaan kemudahan atau kesan negative
dari penguasa moneter karena meminjam dana likuiditas dari bank sentral.
Menghindari diri dari kewajiban membayar suku bunga yang tinggi atas dana
yang diperoleh di pasar uang.
5. Memperkecil penilaian risiko ketidakmampuan membayar kewajiban penarikan
dana. Menghindarkan diri dari penggunaan fasilitas discount window secara
terpaksa. Semakin sering suatu bank menggunakan fasilitas discount window,
semakin tidak bebas manajemen bank tersebut menentukan dan melaksanakan
kebijakan usahanya. Hal itu karena bank sentral akan mendikte manajemen bank
tersebut untuk memperbaiki tingkat kesehatan banknya.

B. MANAJEMEN GAP LIKUIDITAS


Penghimpunan dana merupakan sisi liabilities, sedangkan penyaluran dana
merupakan sisi aset dari suatu bank. Gap likuiditas adalah selisih antara outstanding
east dengan liabilities, atau secara dinami, selisih antara perubahan aset dan
liabilities. Gap positif terjadi ketika aset lebih besar daripada liabilities, sedangkan
gap negatif adalah kebalikannya.

7
Secara umum manajemen likuiditas dilakukan dengan :
1. Bila terjadi kekurangan likuiditas, bank syariah mencari dana antara lain dengan :
a. Menjual aset likuidnya agar mendapat likuiditas dalam hal bank syariah memiliki
aset likuid.
b. Menerima penempatan dana atau likuiditas dari bank syariah lain atau institusi/
individu lain secara syariah dalam hal :
1. Bank syariah tidak memilik aset likuid yang dapat dijual.
2. Secara ekonomis lebih menguntungkan melakukan (b) daripada (a)
3. Secara ekonomis lebih menguntunkan melakukan kombinasi (a) dan (b)
2. Bila terjadi kelebihan likuiditas, bank syariah menempatkan dana antara lain
dengan :
a. Membeli aset likuid agar likuiditasnya produktif
b. Menempatkan dana ke Bank Syariah lain atau institusi lain secara syariah dalam
hal :
1. Tidak tersedia aset likuid syariah di pasar, atau
2. Secara ekonomis lebih menguntungkan melakukan (b) daripada (a), atau,
3. Secara ekonimis lebih menguntungkan melakukan kombinasi (a) dan (b).

Ciri-ciri Bank Syariah Yang Memiliki Likuiditas Sehat Dengan melakukan


manajemen likuiditas maka Bank akan dapat memelihara likuiditas yang dianggap
sehat dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki sejumlah alat likuid, cash asset (uang kas, rekening pada bank sentral
dan bank lainnya) setara dengan kebutuhan likuiditas yang diperkirakan,
2. Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi memiliki surat-surat berharga
yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa harus mengalami kerugian baik
sebelum atau sesudah jatuh tempo,
3. Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan
uang, misalnya dengan menjual surat berharga dengan repurchase agreement.
4. Memenuhi ratio pengukuran likuiditas yang sehat yaitu :
a. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga:
1. Merupakan ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi
kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan
menggunakan alat likuid bank yang tersedia,
2. Alat likuid bank terdiri atas uang kas, saldo giro pada bank sentral dan bank
koresponde.
3. Semakin besar rasio ini semakin besar kemampuan bank memenuhi kewajiban
jangka pendeknya, tetapi disisi lain mengidentifikasikan semakin besarnya idle
money.
a. Rasio pembiayaan terhadap total dana pihak ketiga (FDR)

8
1.Finance to deposit ratio (FDR), yang menggambarkan perbandingan
pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah DPK yang disalurkan,
2. Ratio ini harus dipelihara pada posisi tertentu yaitu 75-100%. Jika ratio di
bawah 75% maka bank dalam kondisi kelebihan likuididitas, dan jika ratio
diatas 100% maka bank dalam kondisi kurang likuid,
3.Menurut kriteria Bank Indonesia, ratio sebesar 115% keatas nilai kesehatan
likuiditas bank adalah nol.

C. INSTRUMEN MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH


Sebagai pendukung kelancaran lalu lintas pem bayaran antar bank dan
pelaksanaan kegiatan Pasar Uang antar Bank Syariah (PUAS), seluruh kantor pusat
bank umum baik bank umum konvensional maupun syariah diwajibkan untuk
membuka rekening giro dalam valuta rupiah di kantor pusat Bank Indonesia atau
Kantor Bank Indonesia setempat . Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya bank
dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Dalam hal terjadi kelebihan
likuiditas, bank melakukan penempatan kelebihan likuiditas sehingga dapat mem
peroleh keuntungan. Sedangkan bila mengalami kekurangan likuiditas bank
memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuiditas baik yang disebabkan oleh
kalah kliring maupun untuk menambah likuiditas dalam rangka kegiatan pembiayaan
sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan baik. Ada beberapa
instrumen likuiditas yang dapat dijalankan bank syariah dalam rangka memenuhi
kewajiban likuiditasnya, yaitu:
1. Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan
minimum bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan per sentase tertentu dari Dana Pihak
Ketiga (DPK). Giro wajib minimum ini merupakan ke wajiban bank dalam

9
rangka mendukung pe lak sanaan prinsip kehati-hatian bank dan berperan pula
sebagai instrumen moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar.
Giro Wajib Minimum merupakan rasio antara saldo giro dari seluruh
kantor Bank yang tercatat pada Bank Indonesia setiap hari dengan rata-rata
harian jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank. Karena informasi mengenai
DPK baru diketahui dua minggu kemudian maka GWM pada masa laporan
berlaku dibandingkan dengan jumlah ratarata harian DPK dari dua masa laporan
sebelumnya. Perhitungan ini berlaku baik untuk Giro Wajib Minimum dalam
rupiah maupun dalam valuta asing. Rumus perhitungan GWM :
GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GWM Valas = 3% x DPKt-2

Keterangan:
GWM = Giro Wajib Minimum
DPKt-2 = Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam satu masa laporan untuk
periode dua masa laporan sebelumnya.
2. Kliring
Kliring adalah suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan yang
menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk
suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kliring
dibutuhkan untuk mempercepat pe nye lesaian transaksi perdagangan yang mem
butuhkan perlengkapan aset transaksi. Hal yang paling mudah dipahami dalam
kliring adalah kesepakatan antar lembaga keuangan mengenai hutang piutang
dalam suatu transaksi keuangan. Kliring melibatkan manajemen dari paska
perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, untuk memastikan bahwa tran saksi
dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun
penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Yang
termasuk dalam proses kliring antara lain pelaporan/ pemantauan, marjin risiko,
netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan per pajakan dan
penanganan kegagalan.4
3. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

4 Rianto Bambang Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Indonesia, (Jakarta: Salemba


Empat, 2013), hlm. 234.

10
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada
bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter
1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan
IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah
menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

4. Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (Puas)


Ada beberapa instrumen tersedia untuk melakukan manajemen likuiditas
bank syariah melalui pasar uang antarbank syariah, antara lain :
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yaitu surat berharga berdasarkan
prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia
Syariah adalah : menggunakan akad Juaalah, satuan unit sebesar
Rp.1.000.000,-, berjangka waktu paling kurang 1 bulan dan paling lama 12
bulan, diterbitkan tanpa warkat (scripless), dapat digunakan kepada Bank
Indonesia, dan tidak dapat diperdagangkan di Pasar Sekunder.
b. Deposito Antar Bank Syariah. Deposito Antarbank ini menggunakan prinsip
Mudharabah. Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh
keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua belah
pihak berdasarkan nisbahyang telah disepakati sebelumnya.
c. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA). Sertifikat ini digunakan
sebagai sarana investasi bagi bank yang ke le bihan dana untuk mendapatkan
keun tungan dan di lain pihak untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi
bank syariah yang mengalami kekurangan dana.
d. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS) merupakan fasilitas
yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di
Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT).

11
e. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS) merupakan
instrumen dari Bank Indonesia sebagai The Lender Of Last Resort bagi Bank-
bank Syariah yang mengalami kesulitan likuiditas atau kesulitan pendanaan
jangka pendek yang disebabkan oleh tergantungnya arus dana masuk yang
lebih kecil dibandingkan dengan arus dan keluar (mismatch). Tujuan dari
diberlakukan FPBJS ini, adalah untuk membantu Bank Syariah yang
mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek, namun memenuhi
persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan (illiquid but solvent).5

f. Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah


(FLIS). Untuk mengatasi kemacetan dalam sistem pembayaran dalam
implementasi BI-RTGS maka Bani Indonesia memandang perlu untuk
menyediakan fasilitas pendanaan dalam jangka waktu yang sangat pendek
berdasarkan prinsip syariah Nurul Ichsan: Pengelolaan Likuiditas Bank
Syariah 115 selama waktu operasional Sistem BI-RTGS dalam bentuk FLIS-
RTGS yang wajib dilunasi oleh bank pada akhir hari yang sama.
5. Instrumen Pasar Modal Syariah
Instrumen pasar modal adalah semua surat berharga yang diperdagangkan di
bursa, karena itu bentuknya beraneka ragam. Namun dari sekian surat berharga
yang diperdagangkan melalui pasar modal, dua yang paling utama ialah saham
dan obligasi.
a. Saham merupakan salah satu instrument surat berharga yang paling
dominan dalam pasar modal. Saham dapat diartikan sebagai ser tifi kat
penyertaan modal dari seseorang atau badan hukum terhadap suatu
perusahaan, dan tanda bukti tertulis bagi para investor terhadap
kepemilikan suatu perusahaan yang telah go public.
b. Sukuk secara umum dapat dipahami sebagai obligasi yang sesuai
dengan prinsip syariah dalam bentuk sederhana sukuk meng gambarkan
kepemilikan dari suatu aset.

5 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2013)., hlm. 470.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
manajemen likuiditas bank syariah merupakan bagian dari asset dan liability
management yang secara umum bertujuan untuk menjaga likuiditas suatu Bank Syariah
agar kegiatan operasional tetap berjalan dan kepercayaan masyarakat terjaga.
Pengelolaan likuiditas bertujuan untuk mengoptimalisasi penggunaan dana agar tidak
terjadi idle fund yang besar dan tidak terjebak dalam kesulitan likuiditas. Untuk itu
estimasi kebutuhan dana likuiditas yang diperoleh melalui proyeksi arus kas menjadi
sangat penting. Di dalam manajemen likuiditas bank syariah terdapat beberapa
instrumen, yang antara lain Giro Wajib Minimum (GWM), Kliring, Pasar uang antar
bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS), Piranti pasar uang antar bank syariah yakni
Investasi Mudharabah Antarbank (IMA), Sertifi kat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
dan Pasar modal syariah yang mana pada tiap-tiap instrumen/ komponen tersebut
mempunyai ketentuan masing-masing yang berbeda.

13
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta :


Rajagrafindo Persada, 2008.

Rianto Rustam, Bambang. Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia.


Jakarta : Salemba Empat,2013.

Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta : Pustaka


Alfabet,2006.

Laka, Syukri. Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia.Yogyakarta: Fajar Media


Press, 2012.

Rusyamsi, Imam. Asset Liability Management: Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva


Bank . Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999.

14

Anda mungkin juga menyukai