Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS September 2015

TUBERKULOSIS

DISUSUN OLEH:

NAMA : RANGGA DUO RAMADAN

STAMBUK : N 111 13 003

PEMBIMBING : dr. ROCHMAT JASIN M

drg. ELLI YANE B., M. Kes.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis dan
ditularkan melalui perantara droplet udara.1
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksis sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun
1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar
negara di dunia. Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama penderita menular /BTA (+). Jumlah penderita TB
diperkirakan akan meningkat seiring dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia.2,3
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012, mendeskripsikan bahwa untuk
wilayah regional Asia Tenggara merupakan regional dengan kasus TB paru tertinggi yaitu
sebesar 40%, diikuti regional Afrika 26%, Pasifik Barat 19%, dan terendah pada regional
Eropa 3%. Pada regional Asia Tenggara, negara tertinggi prevalensi TB Paru adalah
Myanmar yaitu 525 per 100.000 penduduk, diikuti Bangladesh sebesar 411 per 100.000
penduduk, dan Indonesia menempati urutan ke lima yaitu dengan prevalensi sebesar 289 per
100.000 penduduk.2
Laporan Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2010, memberikan gambaran bahwa
terdapat (5) lima provinsi yang memiliki angka prevalensi tertinggi adalah (1) Papua 1.441
per 100.000 peduduk, (2) Banten 1.282 per 100.000 penduduk), (3) Sulawesi Utara 1.221 per
100.000 penduduk, (4) Gorontalo 1.200 per 100.000 penduduk, dan (5) DKI Jakarta 1.032
per 100.000 penduduk. Berdasarkan komposisi penduduk, diketahui prevalensi TB paru
paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000 penduduk, penduduk
yang bertempat tinggal di desa 750 per 100.000 penduduk, kelompok pendidikan yang tidak
sekolah 1.041 per 100.000 penduduk), petani/nelayan/buruh 858 per 100.000 penduduk dan
pada penduduk dengan tingkat pengeluaran kuintil 4 sebesar 607 per 100.000 penduduk.2
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, (2012), diketahui peningkatan angka penjaringan
suspek mempunyai range 8-123 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan peningkatan angka
penjaringan suspek tertinggi adalah Provinsi Maluku (123 per 100.000 penduduk) dan Provinsi
Sumatera Utara (8 per 100.000 penduduk).3
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan kasus TB BTA
positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang. Pada tahun 2011 ditemukan 2.807
kasus yang menandakan CDR hanya 57,80%. Angka CDR Propinsi masih dibawah 70%.
Berbagai upaya-upaya yang dilakukan, salah satunya promosi secara aktif, pendekatan
pelayanan terhadap pelayanan kesehatan yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu dan
Bidan Desa untuk mendekatkan pelayanan TB di masyarakat terpencil.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas pasien


Nama Pasien : Ny. M
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : Layana Indah

2.2. Anamnesis
Keluhan utama: Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Awalnya pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak yang hilang timbul disertai sesak
nafas sejak 6 bulan yang lalu. Batuk berdahak tidak pernah disertai dengan pengeluaran
darah. Pasien juga mengaku sering berkeringat pada malam hari dan kadang disertai demam
serta sulit tidur. Nafsu makan pasien dirasakan menurun sehingga berat badan pasien diakui
turun drastis sejak setahun terakhir. Pasien sedang menjalani pengobatan TB kategori I yang
sudah berlangsung 4 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku tidak pernah sebelumnya menjalani pengobatan OAT. Riwayat penyakit
Hipertensi (-), diabetes (-), gangguan jantung (-), asma (-), alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Suami pasien pernah menjalani pengobatan OAT pada tahun 2014 namun tidak tuntas dan
tidak pernah datang lagi kontrol hingga sekarang.
Riwayat pengobatan:
Pasien sedang menjalani pengobatan TB kategori I yang sudah berlangsung 4 bulan.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Pasien memiliki 2 orang anak:
An. M, 14 tahun, pelajar, belum menikah
An. I, 12 tahun, pelajar, belum menikah
- Pasien tinggal di rumah yang luasnya kurang lebih 92 m2 (8m x 12m) dengan 2 kamar
tidur bersama suami dan kedua anaknya.
- Pasien mengaku suami merokok di rumah
- Pasien merupakan keluarga ekonomi menengah kebawah. Pasien tidak bekerja.
Penghasilan keluarga pasien diperoleh dari hasil kerja suaminya sebagai ojek.
- Untuk air minum pasien mendapatkan air dari PDAM, pasien mengaku ia memasak air
untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
- Pasien memiliki fasilitas MCK di rumahnya namun terlihat sangat kotor dan lembab pada
bagian dinding dan bagian lantainya.
- Untuk memasak keluarga pasien menggunakan kompor gas.
- Didalam rumah tidak terdapat hewan peliharaan .
- Ventilasi udara rumah pasien sangat kurang dan cenderung tertutup, lantai rumah disemen
kasar dan kotor, dinding rumah disemen kasar dan tidak ada plafon serta tampak tidak
tertata.

2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frek. Nadi : 80 x/menit
Frek. Napas : 28 x/menit
Suhu : 36,8 C
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 153 cm
IMT : 18,37 kg/m2
Status gizi : kurang

Status Generalis
Kepala Leher:
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Hitam, lurus
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Telinga : Liang telinga normal, serumen (+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Paru:
Inspeksi:
- Bentuk dan ukuran dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-), pergerakan dada simetris
- Permukaan dada papula (-), petechie (-), purpura (-), ekimosis (-), nevi (-)
- Pergerakan otot bantu nafas: SCM aktif,
- Iga dan sela iga melebar (+)
- Tipe pernapasan torakoabdominal
Palpasi:
- Trakea tidak ada deviasi, iktus kordis di SIC V linea parasternal sinistra
- Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-)
- Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
- Taktil fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi:
- Batas jantung normal
- Paru sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo: vesikuler (+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi: bentuk simetris, permukaan datar, distensi (-), asites (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal, bising aorta (-)
Perkusi: bunyi timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-), hepatosplenomegali (-), tes undulasi (-), shifting dullness
(-).

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan spesimen hasil BTA sewaktu (+), pagi (+), sewaktu (+)
Pemeriksaan rontgen thoraks: KP dupleks lama aktif

2.5. Diagnosis Kerja


Tuberculosis Palu

2.6. Penatalaksanaa
Medikamentosa
Terapi OAT FDC kategori I tahap lanjutan yaitu 3 kali seminggu 4 tablet 2KDT (isoniasid
150 mg dan rifampisin 150 mg)
Non Medikamentosa
Edukasi:
- Penyakit yang diderita adalah penyakit Tb yang menular dan bisa menyerang siapa saja.
- Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit TB dan cara penularannya
- Membuang dahak pada wadah tertutup yang berisi pasir dan air sabun diganti minimal 1x
sehari, kemudian menguburnya di tempat yang jarang dilewati orang serta menggunakan
masker
- Menjelaskan kepada anggota keluarga pasien yang tinggal serumah dengan pasien untuk
memeriksakan dahaknya di laboratorium untuk memastikan adanya anggota keluarga yang
lain yang mengidap penyakit TB seperti pasien atau tidak
- Menjelaskan kepada pasien agar tekun minum obat serta rutin memeriksakan dirinya
sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi perkembangan penyakit TB di Psukesmas
meskipun pasien sudah merasa sehat sebelum dinayatakan sembuh
- Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka jendela setiap hari pagi dan
siang hari.
- Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh

2.7. Prognosis
Dubia ad bonam

2.8. Anjuran
Skrining terhadap anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang perempuan berusia 40 tahun yang mengeluhkan adanya sesak
nafas dan batuk berdahak yang hilang timbul disertai sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu.
Batuk berdahak tidak pernah disertai dengan pengeluaran darah. Pasien juga mengaku sering
berkeringat pada malam hari dan kadang disertai demam serta sulit tidur. Nafsu makan pasien
dirasakan menurun sehingga berat badan pasien diakui turun drastis sejak setahun terakhir.
Pasien sedang menjalani pengobatan TB kategori I yang sudah berlangsung 4 bulan. Terdapat
riwayat kontak dengan suami yang pernah menjalani pengobatan OAT pada tahun 2014
namun tidak tuntas dan tidak pernah datang lagi kontrol hingga sekarang.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan status gizi kurang, napas cepat, terdapat bunyi napas
tambahan ronkhi dikedua paru. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA (+) di ketiga
waktu sehingga pasien ini didiagnosis dengan tuberculosis paru kategori I.
Berdasarkan hasil peenlusuran kasus ini, jika mengacu pada konsep kesehatan
masyarakat, maka dapat ditelaah beberapa faktor yang mempengaruhi atau menjadi faktor
resiko terhadap penyakit yang diderita oleh pasien dalam kasus ini.
1. Faktor genetik
Pada kasus ini pasien adalah seorang perempuan 40 tahun dengan status gizi kurang.
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada usia muda atau usia produktif 15-50 tahun.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin dan zat besi akan mempengaruhi
daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya sebuah penyakit,
apalagi penyakit tersebut adalah penyakit berbasis lingkungan. Hal ini tentu saja dapat
menyebabkan mudahnya terjadi infeksi apabila tidak ada keseimbangan dalam lingkungan.
Dalam kasus ini lingkungan tempat tinggal mendukung terjadinya penyakit TB yang dialami
pasien. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2
jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya
sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan rumah.
- Pencahayaan rumah
Keadaan rumah pasien pada kasus ini tergolong lembab dan kurang pencahayaan.
Rumah pasien hanya memiliki 1 buah jendela dan bahkan ada ruangan yang tidak
memiliki jendela sama sekali. Pasien dan keluarga mengaku jarang membuka jendela
dan gorden. Cahaya yang masuk ke dalam rumah sangat kurang. Hal ini menyebabkan
mikroorganisme dapat berkembangbiak dengan pesat, termasuk kuman dan bakteri
penyebab TB
- Kepadatan hunian rumah
Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak yang sangat dekat dengan
rumah tetangga-tetangga sekitarnya. Hal ini tentu dapat menjadi faktor pendukung
untuk tersebarnya penyakit TB dengan mudah.
- Riwayat kontak
Adanya riwayat kontak dengan suami pasien yang tidak menuntaskan pengobatan bisa
menjadi salah satu faktor terjadinya resistensi obat terhadap kuman penyebab.
Akibatnya pasien terkena TB
3. Faktor perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB
paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakhibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.
- Pengetahuan yang kurang tentang TB
Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB, pengertian, faktor
resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan yang rendah ini mempengaruhi
tindakan yang menjadi kurang tepat. Pasien dan keluarga mengaku jarang membuka
jendela rumah dan tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang
mengarah ke TB.
- Kebiasan merokok
Pasien dalam kasus ini termasuk perokok pasif karena didalam rumah terdapat anggota
keluarga yang merokok. Dengan adanya paparan asap rokok akan mempermudah untuk
terjadinya infeksi TB paru.
-
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.
2. UPTD Puskesmas Talise, 2014. Profil Kesehatan Puskesmas Talise. Depkes RI, Palu.
3. Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalaian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai