Anda di halaman 1dari 37

teori mimetik

TEORI MIMETIK
Jika kita berbicara tentang teori Mimetik, kita tidak dapat terlepas dari
pengaruh dua orang filsuf besar dari Yunani, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato
menganggap bahwa karya seni berada di bawah kenyataan karena hanya berupa
tiruan dari tiruan yang ada dipikiran manusia yang meniru kenyataan. Sementara,
Aristoteles sebagai murid dari Plato berbeda pendapat. Aristoteles menganggap
karya seni adalah berada di atas kenyataan karena karya seni sebagai katalisator
untuk menyucikan jiwa manusia.
Menurut Abrams (1976), Pendekatan Mimetik merupakan pendekatan
estetis yang paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato
dan Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman
yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya,
melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni
berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan
argumentasi bahwa karya seni berusaha menyucikan jiwa manusia,
sebagai katharsis. Di samping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya
sendiri (Ratna, 2011: 70).

Pandangan Plato mengenai mimetik sangat dipengaruhi oleh pandangannya


mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana
pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang dimiliki manusia
terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah.
Ide merupakan dunia ide yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya
dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan
pancaindra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah,
misalnya ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat
ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah
lebih dari satu. Ide mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi segitiga
yang terbuat dari kayu bisa berubah (Bertnens, 1979: 13).
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep ide tersebut, Plato sangat
memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang
berjudul Republic bagian kesepuluh.Bahkan, ia mengusir seniman dan sastrawan
dari negerinya karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi
Athena. Mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja.
Pandangan tersebut muncul karena mimetik yang dilakukan oleh seniman dan
sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh
dari kebenaran. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya
merupakan copydari ide, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna
bentuk aslinya (dalam ide-ide mengenai barang tersebut). Bagi Plato seorang
tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat
kursi, meja, lemari, dan lain sebagainya mampu menghadirkan ide ke dalam
bentuk yang dapat disentuh pancaindra. Sedangkan penyair dan seniman hanya
menjiplak kenyataan yang dapat disentuh pancaindra (seperti yang dihasilkan
tukang), Mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan (Luxemberg,
1989: 16).
Menurut Plato mimetik hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah
menghasilkan kopi sungguhan, mimetik hanya mampu menyarankan tataran yang
lebih tinggi. Mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin
mengacu secara langsung terhadap dunia ide (Teew, 1984: 220). Hal itu
disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada
sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan,
seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya
menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew,
1984: 221).
Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang
mimetik yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni.
Apabila Plato beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia karena
menghimbau nafsu dan emosi, Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuatu
yang bisa meninggikan akal budi. Aristoteles memandang seni sebagai katharsis,
penyucian terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap menimbulkan
kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dari nafsu rendah
penikmatnya (Teew, 1984: 221).
Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimetik
tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk
menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru
dari kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang
berjudul Poetica, Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra
bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai
universalia (konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang menampakkan diri
kacau balau seorang seniman atau penyair memilih beberapa unsur untuk
kemudian diciptakan kembali menjadi kodrat manusia yang abadi, kebenaran
yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa
seniman dan sastrawan jauh lebih tingi dari tukang kayu dan tukang-tukang
lainnya (Luxemberg, 1989: 17).
Pandangan positif Aristoteles terhadap seni dan mimetik dipengaruhi oleh
pemikirannya terhadap ada dan ide-ide. Aristoteles menganggap ide-ide manusia
bukan sebagai kenyataan. Jika Plato beranggapan bahwa hanya ide-lah yang tidak
dapat berubah, Aristoteles justru mengatakan bahwa yang tidak dapat berubah
(tetap) adalah benda-benda jasmani itu sendiri. Benda jasmani oleh Aristoteles
diklasifikasikan ke dalam dua kategori, bentuk dan kategori. Bentuk adalah wujud
suatu hal, sedangkan materi adalah bahan untuk membuat bentuk tersebut, dengan
kata lain bentuk dan meteri adalah suatu kesatuan (Bertens, 1979: 13).
Mimetik yang menjadi pandangan Plato dan Aristoteles saat ini telah
ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk teori estetika (filsafat keindahan)
dengan berbagai pengembangan di dalamnya. Pada zaman Renaissaince
pandangan Plato dan Aristoteles mengenai mimetik saat ini telah dipengaruhi oleh
pandangan Plotinis, seorang filsuf Yunani pada abad ke-3 Masehi. Mimetik tidak
lagi diartikan suatu pencerminan tentang kenyataan indrawi, tetapi merupakan
pencerminan langsung terhadap ide. Berdasarkan pandangan di atas, dapat
diasumsikan bahwa susunan kata dalam teks sastra tidak meng-copy secara
dangkal dari kenyataan indrawi yang diterima penyair, tetapi mencerminkan
kenyataan hakiki yang lebih luhur. Melalui pencerminan tersebut kenyataan
indrawi dapat disentuh dengan dimensi lain yang lebih luhur (Luxemberg, 1989:
18).
Konsep mimetik zaman reanaissance tersebut kemudian tergeser pada
zamanromantic. Aliran romantic justru memperhatikan kembali yang aneh-aneh,
tidak riil dan tidak masuk akal. Apakah dalam sebuah karya seni dan sastra
mencerminkan kembali realitas indrawi tidak diutamakan lagi. Sastra dan seni
tidak hanya menciptakan kembali kenyataan indrawi, tetapi juga menciptakan
bagan mengenai kenyataan. Kaum romantic lebih memperhatikan sesuati dibalik
mimetik, misalnya persoalan plot dalam drama. Plot atau alur drama bukan suatu
urutan peristiwa saja, melainkan juga dipandang sebagai kesatuan organik dan
karena itulah drama memaparkan suatu pengertian mengenai perbuatan-perbuatan
manusia (diakses tanggal 3 Mei 2012).
Pendekatan ini menghubungkan karya sastra dengan alam semesta (dalam
istilah Abrams: univers). Universe aiam semesta ini berkaitan dengan aspek dan
masalah yang cukup luas dan rumit, tidak hanya menyangkut masalah ilmu sastra,
tetapi juga antara lain filsafat, psikologi, dan sosiologi dengan segala aspeknya.
Sesuai dengan judul tulisan ini, masalahnya dibatasi pada ilmu sastra saja.
Dalam ilmu sastra barat, masalah ini dimulai oleh filsuf plato dan
muridnya, namun yang sekaligus bertentangan pendapat, yaitu aristoteles. Hamper
dua ribu tahun yang lalu mereka telah memperdebatkan karya sastra dalam
hubungannya dengan kenyataan, dan persoalan itu masih tetap relevan sampai
sekarang.
Dalam hubungan karya sastra dengan nimesis kenyataan; plato
berpendapat bahwa sastra hanyalah tiruan dan tidak menghasilkan kopi yang
sungguh-sungguh. Seni hanyalah mweniru dan membayangkan hal yang tampak;
jadi, berdirih dibawah kenyataan. Seni seharusnya trutbful penuh kebenaran dan
seorang seniman harus modest rendah hati; seniman cenderung mengumbar
nafsu, padahal manusia yang berasio seharusnya meredakan nafsu.
Adapun aristoteles berpendapat bahwa seni justru membuat suci jiwa
manusia lewat proses yang disebut katbarsis. Penyair tidak meniru kenyataan;
seniman mencipta dunia sendiri dengan probability kemungkinan-kemungkinan ;
Karya seni menjadi sarana pengetahuan yang khas, cara yang unik untuk
membayangkan pemahaman tentang aspek atau situasi manusia yang tak dapat
diungkapkan dengan jalan lain.
Hubungan universe dengan seni dalam pandangan berbagai kebudayaan
boleh dikatakan sejalan. Dalam sejarah kebudayaan barat, hubungan seni dan
alam cukup sentral. Pada abad pertengahan manusia hanya mengambil contoh
ciptaan Tuhan yang mutlak baik dan indah. Juga dalam kebudayaan Arab, penyair
terikat pada ciptaan Tuhan, yang merupakan model sempurna; dalam Al-Quran
kebenaran diberikan melalui pemakaian bahasa yang tidak ada yang dapat
mengunggulinya; dalam puitika Cina umumnya aspek mimetik ditekankan pada
seni. Tata semesta kebenaran kesejarahan dan kemanusiaan harus menjadi teladan
bagi sastra. Ciptaan dalam arti rekaan murni tidak dianggap sebgai seni. Dalam
puisi Jawa kuno, khususnya dalam kakawin,aspek mimetic, yaitu alam sebagai
teladan, bagi penyair sangat kuat pengaruhnya. Penyair mencari ilham dalam
keindahan alam dengan berkelana menelusuri keindahan dan bagian yang paling
puitik dalam arti luas. Kakawin d8isamakan dengan unio mystica, yaitu persatuan
manusia dengan Tuhan melalui keindahan.
Apa bila dicari kaitan antara creation dan mimesis dari segi bahasa, maka
penganut teori creatio menganggap karya seni sebagai sesuatu yang baru, suatu
ciptaan dalam arti yang sungguh-sungguh. Ini dianut oleh kaum strukturalis yang
menganggap karya sastra sebagai dunia kata-kata atau heterokosmos, sesuatu
yang otonom dalam kenyataan.
Adapun teori mimesis menganggap karya sastra sebagai pencerminan,
peniruan, atau pembayangan realitas. Pendapat ini kebanyakan dianut oleh peneliti
sastra aliran Marxis - sosiologi sastra - dan - peneliti lain yang menganggap karya
seni sebagai dokumen social. Sarana yang terkuat dalam pengarahan manusia
pada penafsiran kenyataan ialah bahasa. Bahasa tidak saja mengintegrasikan
berbagaibidang pengalaman menjadi keseluruhan yang berarti, tetapi juga
memungkinkan mengatasi kenyataan sehari-hari.
Dalam sastra, sebuah roman misalnya, adalah suatu ketangangan antara
kenyatan danj rekaan. Misalnya, dalam setting latar sejarahnya cocok dengan
informasi factual yang kita miliki mengenai waktu. Kenyataan itu diresapi oleh
pemberian makna yang diharapkan pembaca, kemiripan dengan kenyataan; ini
bukanlah suatu tujuan, tetapi sarana untuk menyampaikan sesuatu kepada
pembaca yang mungkin lebih dari kenyataan tetapi justru kenyataan itu yang
memberi makna pada kenyataan atau kenyataan ilmu.
Dalam tulisan sejarah, seorang sejarahwan mencoba membei makna pada
peristiwa melalui penggumpulan dan pengupasan data yang digarap seteliti serta
selengkap mungkin. Akan tetapi, dalam pemberian makna ia harus bersifat selektif
dan objektif serta terikat pada model naratif dan ragam fiksional yang ada bagi dia
selaku penanggap kebudayaan tertentu. Sementara itu, sastrawan memberi makna
loewat kenyataan yang dapat diciptakannya denagan bebas, asal tetap dalam
rangka konvensi kebebasan, kesastraan, dan sosio-kebudayaan yang dipahami
pembaca. Dunia yang diciptakannya adalah dunia alternatif dan alternatif terhadap
kenyataan hanya mungkin dibayangkan berdasarkan pengetahuan kenyataan itu
sendiri (Ibid, 1984: 219-248).

Sumber : http://jafarudinbastra.blogspot.com/2012/06/teori-
mimetik.html
Rabu, 20 Juni 2012

MAKALH KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses
pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan
pikiran masyarakat. Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang
sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk
(sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam
kehidupan masyarakat.
Salah satu jenis karya sastra adalah puisi. Puisi merupakan karya
sastra hasil perenungan seorang penyair atas suatu keadaan atau
peristiwa yang diamati, dihayati, atau dialaminya. Cetusan ide atau
hasil perenungan tersebut dikemas dalam bahasa yang padat dan
indah. Sebagai salah satu karya sastra, puisi mempunyai dunia
sendiri, yang dibangun oleh unsur-unsur yang memiliki perpaduan
seperti tema, irama dan rima, diksi atau pilihan kata, baris dan bait,
dan gaya bahasa, yang selanjutnya disebut dengan unsur intrinsik.
Karya sastra (puisi) selain menghibur dengan cara menyajikan
keindahan, juga memberikan suatu yang bermakna bagi kehidupan.
Puisi juga tidak pernah lepas dengan bahasa. Puisi menggunakan
bahasa dalam setiap sajak. Bahasa dalam sajak pada hakikatnya
adalah bunyi, yaitu bunyi yang dirangkai dengan menggunakan pola
tertentu. Jika sebuah sajak dibacakan maka pertama-tama yang
tertangkap oleh telinga kita sesungguhnya adalah rangkaian bunyi.
Hanya karena bunyi itu dirangkai dengan mengikuti konvensi bahasa,
maka bunyi itu sekaligus mengandung makna. Bunyi di dalam sajak
memegang peranan penting. Tanpa bunyi yang ditata secara serasi
dan apik, unsur kepuitisan di dalam sajak tidak mungkin dapat
dibangun. Dengan demikian, bunyi di dalam sajak memiliki peran
ganda. Jika di dalam prosa fiksi bunyi berperan menentukan makna
maka di dalam sajak bunyi tidak hanya sekedar menentukan makna
melainkan ikut menentukan nilai estetis sajak. Peran ganda unsur
bunyi di dalam sajak menempatkan bunyi pada kedudukan yang
penting. Bunyi begitu fungsional dan mendasar di dalam penciptaan
sajak. Sebelum samapai kepada unsur-unsur lain, maka lapis bunyi
berperan lebih dahulu. Jika unsur bunyi di dalam sajak tidak
dimanfaatkan secara baik oleh penyair, maka tidak dapat diharapkan
timbulnya suatu suasana dan pengaruh pada diri pembaca atau
penikmat sajak ketika berhadapan dengan sajak yang diciptakannya.
Dengan demikian, sugesti dalam diri pembaca dan penikmat sajak juga
tidak akan muncul.
Bunyi memang dapat menciptakan efek dan kesan. Bunyi mampu
memberikan penekanan, dan dapat pula menimbulkan suasana
tertentu. Mendengar bunyi jangkerik malam hari akan menimbulkan
efek semakin terasa sepinya malam, suatu keheningan. Mendengar
suara kicau burung yang bersahut-sahutan di pagi hari, akan
membangkitkan suasana riang, sedangkan mendengar suara lolongan
anjing di tengah malam akan menciptakan suasana mencekam yang
membangkitkan bulu roma. Bunyi-bunyi yang berasal dari hewan
tersebut secara konvensi bahasa manusia tidak dapat dipahami
maknanya, tetapi dari suasana yang diciptakan dapat dirasakan
kesannya. Dengan demikian, bunyi di samping sebagai hiasan yang
dapat membangkitkan keindahan dan kepuitisan, juga ikut berperan
membentuk suasana yang mempertajam makna. Bunyi sekaligus
menimbulkan daya saran yang efektif dan memancing sugestif.
Bunyi erat hubungannya dengan unsur musikalitas. Bunyi vokal
dan konsonan jika dirangkai dan disusun sedemikian rupa akan mampu
menimbulkan bunyi yang menarik dan berirama. Bunyi berirama ini
menimbulkan tekanan tempo dan dinamik tertentu seperti layaknya
bunyi musik dan melodi.
Raoul schrott adalah seorang penyair berpandangan luas di
jajaran penyair muda Austria. Ia menangani berbagai bidang
diantaranya sebagai penyair, ahli puisi, penterjemah, penyunting dan
penerbit, serta peneliti gerakan dadaisme. Karya-karyanya dianggap
mengagetkan, menguatkan kesadaran, penghayatan dan menuntun
kita ke derajat keakraban dari keberadaan benda-benda. Raoul
schrott membuat benda-benda mampu berbicara. Lebih dari itu, puisi
tak sanggup melakukannya.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran sastra di sekolah,
penelitian ini mengenai bunyi di dalam sajak puisi dengan standar
kompetensi menganalisis puisi. Dengan demikian, pembelajaran
diharapkan dapat memberikan siswa pengetahuan yang luas dan
memiliki sikap positif terhadap karya sastra pada umumnya dan puisi
pada khususnya. Serta dapat membantu siswa dalam memahami lebih
dalam tentang analisis bunyi di dalam sajak puisi.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah bunyi di dalam sajak dalam
kumpulan puisi karya Raoul Schrott ?
1.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bunyi di dalam
sajak dalam kumpulan puisi karya Raoul Schrott.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Sumbangan pemikiran dalam peningkatan pengajaran sastra pada
umumnya dan puisi pada khususnya.
2. Bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang bermaksud mengadakan
penelitian yang lebih luas dan mendalam tentang sastra pada
umumnya dan puisi pada khususnya.
3. Memberi gambaran bahwa analisis bunyi di dalam sajak puisi
merupakan sesuatu yang bermanfaat di mana kita dapat mengetahui
kelebihan dan kekurangan, serta kepuitisan sebuah puisi.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Sastra
Merumuskan pengertian sastra secara sempurna tidak semudah
merumuskan ilmu eksakta, namun demikian untuk mempelajari suatu
cabang ilmu pengetahuan secara teliti orang selalu berusaha
menemukan defenisi guna mengetahui pembahasan tentang
permasalahan ilmu yang bersangkutan (Lakota, 2003:9).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sastra atau kesusastraan
adalah hasil karya manusia berupa pengolahan bahasa yang indah,
berbentuk lisan atau tulisan. Jadi, karya seseorang dapat dianggap
sebagai hasil sastra jika memiliki bahasa yang indah dan menimbulkan
kesan yang mendalam.
Zulfahnur, dkk. (1996:2), mengemukakan bahwa sastra sebagai
cabang dari seni, yang keduanya mengandung unsur integral dan
kebudayaan, usianya sudah cukup tua. Kehadirannya hampir
bersamaan dengan adanya manusia, karena ia diciptakan dan
dinikmati manusia. Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman
hidupnya maupun aspek penciptaannya, yang mengekspresikan
pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial
atau masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, dan lain-lain,
yang diamanatkan lewat pencipta, dan tokoh cerita. Sastra
mempersoalkan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya,
sehingga karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan
dan zaman.
Pada zaman modern ini kedudukan sastra semakin penting.
Sastra tidak hanya diapresiasikan masyarakat untuk memperhalus budi
dan memperkaya spiritual serta hiburan, melainkan juga telah masuk
ke dalam kurikulum sekolah sebagai pengetahuan budaya.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sastra
adalah hasil karya seni manusia yang berupa pengolahan bahasa yang
indah dan berkaitan dengan unsur kebudayan yang bersifat integral.

2.2 Pengertian Puisi


Secara etimologi, kata puisi berasal dari bahasa
Yunani, poeima yang artinya membuat, atau poeisis, yang artinya
pembuatan dan dalam bahasa Inggris poem atau poetry. Puisi
diartikan membuat dan pembuatan, karena lewat puisi pada dasarnya
seseorang telah menciptakan dunia sendiri. Dunia itu mungkin berisi
pesan atau suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun nonfisik.
Menurut Caulay (dalam Samsuddin, 2012:3) puisi merupakan
bentu karya sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media
penyampaiannya untuk membuahkan ilusi dan imajinasi. Seperti
halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna yang
menggambarkan gagasan pelukisnya. Puisi menggunakan daya ilusi
dan imajinasi untuk mengungkapakan kenyataan yang terjadi dalam
masyarakat. Ilusi dan imajinasi yang membangun puisi merupakan
kenyataan. Fakta sosial dan politik yang terjadi dalam kurun waktu
dan budaya tertentu. Sehingga, meskipun menggunakan daya ilusi
dan imajinasi sebagai kekuatan penciptaannya, puisi tetap berpijak
pada kenyataan sosial dan politik.
Menurut Samsuddin (2012:5) puisi merupakan pernyataan
perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan. Perasaan
dan pikiran penyair yang masih abstrak dikonkretkan. Untuk
mengonkretkan peristiwa-peristiwa yang telah direkam di dalam
pikiran dan perasaan penyair, puisi merupakan salah satu sarananya.
Pengongkretan intuisi melalui kata-kata itu dilakukan dengan prinsip
seefisien dan seefektif mungkin.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
puisi merupakan ungkapan jiwa dan pikiran manusia dengan
menggunakan kata-kata yang indah dan kaya akan makna.

2.3 Bentuk-bentuk Bunyi dalam Sajak


Bentuk-bentuk yang membangun bunyi dalam sajak meliputi
irama, kakafoni, efoni, onomatope, aliterasi, asonansi, anaphora, dan
epifora (Samsuddin, 2012:28).

2.3.1 Irama
Membicarakan masalah irama, pada hakikatnya membicarakan
permasalahan musik juga. Soalanya, meskipun irama erat
hubungannya dengan musik, irama tidak identik dengan bunyi itu
sendiri. Irama bukan hanya sekedar bunyi belaka, tetapi lebih dari itu
irama merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan variasi
bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana (Samsuddin, 2012:28).
Menurut Semi (dalam Samsuddin, 2012:28), irama terbagi dua,
yaitu ritme danmetrum. Metrum adalah irama yang tetap, terpola
menurut pola tertentu, sedangkan ritme adalah irama yang disebabkan
pertentangan-pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah
secara teratur, tapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap dan
hanya menjadi gema dendang penyair.
Manurut Teuw (dalam Samsuddin, 2012:28), masalah irama
belum ada yang tahan uji di dalam bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan karena bahasa Indonesia tidak mempunyai aturan dalam
persoalan tekanan kata. Berbeda dengan bahasa Inggris yang
mempunyai tekanan pada bagian-bagian suku katanya.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahawa irama
merupakan bunyi atau suara yang teratur dalam setia baris sajak yang
dibentuk oleh pergantian tekanan panjang pendek, kuat lemah dan
tinggi rendahnya suara.

2.3.2 Kakafoni
Menurut Samsuddin (2012: 34), Kakafoni adalah pemanfaatan
bunyi sedemikian rupa sehingga bunyi yang dirangkaikan di dalam
sajak menimbulkan kesan yang cerah serta sebaliknya, suatu kesan
keburaman. Kesan ini tercermin dari keseluruhan sajak dan tertangkap
dari keseluruhan sajak melalui suasana yang melingkupinya.
Secara teoritis, kesan buram timbul karena bunyi yang
dirangkaikan berasal dari konsonan tak bersuara seperti /k/, /p/, /t/, /s/.
Penggunaan bunyi konsonan tersebut menciptakan perasaan jiwa yang
tertekan, gelisah, bahkan yang memuakkan. Karena menggambarkan
perasaan yang demikian, akibatnya yang muncul adalah kesan
suasana buram. Pemanfaatan unsur bunyi yang memunculkan efek
semacam hal ini disebut dengan istilah kakafoni (ca-caphony).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kakafoni adalah
bunyi yang muncul karena permainan bunyi konsonan tak bersuara,
erat hubungannya dengan suasana yang tidak menyenangkan dan
untuk menciptakan suasana yang buram.
2.3.3 Efoni
Pemanfaatan unsur bunyi mampu menghasilkan kesan
keburaman. Unsur bunyi juga dapat dipergunakan untuk memunculkan
kesan suasana sebaliknya. Kebalikan dari keburaman, yaitu kesan
suasana cerah. Kesan yang membangkitkan kegembiraan dan rasa
riang serta aman.
Kesan suasana cerah muncul karena bunyi-bunyi yang
dirangkaikan berasal dari bunyi vokal serta konsonan bersuara. Kesan
ini juga dapat dihadirkan dengan memanfaatakn bunyi sengau yang
dirangkai sedemikian rupa. Bunyi sengau tersebut ditata sehingga
menimbulkan kesan merdu dan enak didengar.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa efoni adalah
bunyi yang muncul karena permainan bunyi vokal dan konsonan
bersuara, erat hubungannya dengan suasana yang menyenangkan
dan berhubungan dengan kebahagiaan.

2.3.4 Onomatope
Salah satu pemanfaatan unsur bunyi yang cukup dominan di
dalam sajak adalah onomatope. Istilah onomatope menurut Kamus
Istilah Sastra (Sudjiman, 1984: 54) adalah penggunaan kata yang mirip
dengan bunyi atau suara yang dihasilkan oleh barang, gerak, atau
orang. Istilah lain dari onomatope ini adalah tiruan bunyi.
Terkadang tiruan bunyi di dalam sebuah sajak lebih mengena
dalam menggambarkan sesuatu dibanding kata itu sendiri. Bandingkan
kata ngeri dengan lolong anjing di malam buta. Terasa bentuk
kedua lebih mengundang imaji daripada bentuk pertama. Penggunaan
tiruan bunyi dimaksudkan untuk mengkonkretkan suasana menjadi
lebih lugas.
Seperti diungkapkan di atas, peniruan bunyi itu dapat dilakukan
atau dihasilkan oleh barang, maka klenenng genta, gemercik air
pancuran, desau angin, derap langkah kuda, atau auuumm,
ngiaau, kotek, kukuruyuk, cicit, adalah onomatope.
Penggunaan tiruan bunyi seperti hal di atas, sering ditemukan di dalam
sajak.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa onomatope adalah bunyi yang muncul karena tiruan suara.
2.3.5 Aliterasi
Pemanfaatan bunyi dengan cara lain dapat pula dilakukan, yaitu
dengan cara mengulang pemakaian bunyi. Pengulangan bunyi itu
berupa pengulangan bunyi yang sama. Pengulangan bunyi konsonan
yang sama disebut aliterasi. Pengulangan bunyi yang dapat
dikategorikan pada bunyi aliterasi adalah pengulangan bunyi secara
dominan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aliterasi adalah
bunyi yang muncul karena pengulangan bunyi konsonan yang sama
dan dominan dalam satu baris sajak.
2.3.6 Asonansi
Asonansi merupakan pemanfaatan unsur bunyi vokal secara
berulang-ulang dalam satu baris sajak. Halnya sama dengan aliterasi,
hanya pengulangan di sini merupakan pengulangan bunyi-bunyi vokal.
Efek yang diharapkan muncul dari pemanfaatan bunyi vokal secara
berulang ini adalah kemerduan bunyi.
Sebagaimana pada aliterasi, pada asonansi pun tidak semua
pengulangan bunyi vokal dapat disebut juga asonansi. Hanya
pengulangan bunyi yang sama secara dominan (di dalam sajak) yang
dapat dikategorikan sebagai asonansi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa asonansi adalah
bunyi yang muncul karena pengulangan bunyi vokal yang sama dan
dominan dalam satu baris sajak.
2.3.7 Anafora dan Epifora
Satu lagi cara memanfaatkan bunyi di dalam sajak guna
menimbulkan unsur kepuitisan disebut anafora dan epifora. Cara yang
dipergunakan untuk teknik anafora dan epifora ini adalah dengan
menggunakan unsur bunyi yang berulang-ulang dalam bentuk kata
atau bentukan linguistik pada awal atau akhir tiap-tiap larik (baris)
sajak. Pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang sama pada awal
larik disebut anafora, sedangkan yang disebut epifora adalah
pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang sama pada akhir larik-larik
sajak. Karena ada persamaan bentukan yang diulang, maka sekaligus
pengulangan itu menyangkut pengulangan bunyi yang sama.
Pengulangan kata yang sama, sehingga menimbulkan perulangan
bunyi yang sama beberapa kali, dapat menimbulkan kesan sugestif
pada sebuah sajak. Kesan sugestif ini diharapkan dapat membujuk
pembaca untuk melebur dengan sajak yang sedang dinikmati.
Membawa apda suatu keadaan berkontemplasi.
Cara memanfaatkan bunyi di dalam sajak cukup bervariasi. Cara-
cara seperti telah diuraikan di atas dapat dipergunakan oleh penyair.
Penggunaan itu mungkin terpisah-pisah, mungkin pula dipergunakan
secara bersamaan pada sebuah sajak. Tidak tertutup kemungkinan
seorang penyair menggunakan semua sarana pemanfaatan unsur
bunyi itu sekaligus. Untuk memanfaatkan unsur bunyi ini diperlukan
kecermatan serta keahlian penyair, sehingga bunyi yang dihasilkan
serta merta menggoda telinga, karena bunyi yang menarik untuk
disimak lebih jauh. Hal yang dapat disimpulkan, unsur bunyi diramu
dan ditata oleh para penyair di dalam mengantarkan pembaca
menemukan sebuah dunia. Dunia sebuah sajak. Sebuah dunia yang
dapat memberikan kepuasan dan kenikmatan batin bagi para penikmat
sajak.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa anafora adalah pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang
sama pada awal larik, sedangkan yang disebut epifora adalah
pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang sama pada akhir larik-larik
sajak.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek
penelitian dalam hal ini bunyi di dalam sajak.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library research), yakni sumber data dari
pustaka dengan jalan mengadakan studi lewat bahan bacaan yang
relevan serta mendukung penelitian ini.
3.4 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa puisi yang
berhubungan dengan bunyi di dalam sajak yang terdapat dalam
kumpulan puisi karya Raoul Schrott. Sumber data dalam penelitian ini
adalah kumpulan puisi karya Raoul Schrott.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik
baca dan catat. Data dikumpulkan dengan cara membaca keseluruhan
karya sastra (puisi) kemudian mencatat bagian-bagian yang perlu
diteliti.
3.6 Teknik Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis berdasarkan pendekatan objektif.
Artinya karya sastra (puisi) dianalisis berdasarkan strukturnya yang
otonom. Adapun pendekatan karya sastra secara objektif yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mengacu dalam diri karya
sastra yaitu bunyi di dalam sajak.
Menurut wahid (dalam Saupa, 2012:28), pendekatan objektif
adalah pendekatan yang membatasi diri pada penelaahan karya sastra
itu sendiri, terlepas dari soal pembaca dan pengarang.
Setelah data terkumpul secara keseluruhan, kemudian data
diklasifikasikan, kemudian dianalisis berdasarkan masalah penelitian.
Secara rinci, tekknik anlisis data adalah sebagai berikut :
1. Data dikelompokan atau diklasifikasi berdasarkan masalah penelitian,
yaitu berdasarkan bunyi di dalam sajak (irama, kakafoni, efoni,
onomatope, aliterasi, asonansi, anafora dan epifora).
2. Mendeskripsikan bunyi di dalam sajak (irama, kakafoni, efoni,
onomatope, aliterasi, asonansi, anafora dan epifora).
3. Menganalisis bunyi di dalam sajak (irama, kakafoni, efoni, onomatope,
aliterasi, asonansi, anafora dan epifora).
4. Membuat kesimpulan tentang bunyi di dalam sajak (irama, kakafoni,
efoni, onomatope, aliterasi, asonansi, anafora dan epifora).
5. Menyusun hasil analisis atau hasil penelitian.
6. Menyusun laporan hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Korollarien I
gerak spiral burung-burung Sperling dengan
tepi sayapnya, mereka menguliti langit menjadi
lapisan bagaikan apel

1996

Korollarien II
serigala adalah sepotong bara yang
dihembuskan sang angin melalui gandum
ke dalam musim kemarau

Korollarien III
bulan
legam
Puisi
di
dalam

* serak
bulbul
pada rak
kicaunya pengacau
Lahir Senja
batu pualam sang awan . dan kepalamu
terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil
perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk
mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang
luruh pada sebuah kursi di tembok sana dan
kening menyala di kedua tangan . di lantai
beranda malam membeku bagai serangga yang
bertopang pada kaki-kakinya hanya sungutnya
saja yang bergetar . empat jari terentang hingga
di cakrawala tergolek selapis senja . bersama
angin lengkung sayap biruhitam menutup dan
membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada
yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin
tegang aroma kayu lembab dan pada sunyi
itulah kemejaku terkulai di bahu kiri . sang
pagi seolah tiba melalui puncak bukit menjauh
dan tak bisa dicegah pada merah kesumba .
kita santap buah jeruk dalam kegelapan
Sebuah Cerita Tentang Tulisan III
di mana sungai mengalir melalui lempengan karang
menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa
warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya
saat air berada tepat di pojok ladang menghalau
pepadian ke dalam asap yang berpindah
dan semak belukar yang terbakar
pada siang ahri datanglah sang prahara
melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasanya
merambah wilayah mereka . memanggang padang
rumput berlempung menggumpal dari laterit api
memulasi akar rumput merah membata
membilas tepian pantai larut ke laut
hingga pecahan gerabah yang terbakar hujan
mencatat dengan bahasa sanskritnya
dan dalam ketakberaturan rima
sang angin membalas dengan satu baris saja
agar yang lain bangkit dari abu : longsoran tanah merah
bumi . lidah-lidah awan melengkung
pada langit-langit jurang dan menjilati bonggol-bonggol
pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah
bunga-bunga api . langit melantunkan kehausannya
ia bersabda kalimat demi kalimat dan lading garapan
para petani mematuhi diktum ini : lapar
mengolah bahasanya sendiri agar panen pertama
bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan
api selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak sungai
melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian
mudah dikenali huruf-huruf kasar itu
bagaikan rajah pada telapak tangan.

4.2 Pembahasan
Korollarien I
gerak spiral burung-burung Sperling dengan
tepi sayapnya, mereka menguliti langit menjadi
lapisan bagaikan apel

Irama

Seluruh sajak diatas mempunyai irama, karena pada hakikatnya


semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi itu dibacakan.
Kakafoni

Bunyi kakafoni pada puisi tersebut secara teoritis tidak


ditemukan, karena tak ada bunyi yang berakhir dengan huruf konsonan
tak bersuara seperti /k/, /p/, /t/, /s/. sedangkan dilihat dari maknanya,
juga tidak ditemukan bunyi kakafoni karena dalam puisi tersebut juga
tidak ditemukan makna yang berhubungan dengan suasana yang tidak
menyenangkan atau suasana yang buram.

Efoni

Semua larik dalam puisi tersebut termasuk bunyi efoni, karena


selain berakhir dengan konsonan bersuara, juga mengandung makna
yang berhubungan dengan suasana yang menyenangkan.
Onomatope

Dalam puisi tersebut tidak ditemukan bunyi onomatope, karena


tidak terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda,
gerak, manusia, maupun makhluk lain.
Aliterasi

Aliterasi yang terdapat pada larik gerak spiral burung-burung


Sperling dengan adalah /g/, /r/, /n/. Ketiga huruf konsonan ini masing-
masing berjumlah lima. Pada larik tepi sayapnya, mereka menguliti
langit menjadi, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/. Bunyi /n/ lebih
dominan dan berjumlah empat. Sedangkan pada larik lapisan
bagaikan apel, yang termasuk aliterasi adalah /l/, /n/, /p/. Ketiga
bunyi ini lebih dominan dan masing-masing berjumlah tiga.
Asonansi

Bunyi asonansi yang terdapat pada larik gerak spiral burung-


burung Sperling dengan adalah /u/. Bunyi /u/ lebih dominan dan
berjumlah empat. Pada larik tepi sayapnya, mereka menguliti langit
menjadi, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/. Bunyi /a/ lebih
dominan dan berjumlah empat. Dan pada larik lapisan bagaikan
apel, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/. Bunyi /a/ ini lebih
dominan dan berjumlah enam.

Anafora dan Epifora

Dalam puisi tersebut tidak


ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan
bunyi dalam bentuk kata yang terletak di awal maupun akhir sajak.

Korollarien II
serigala adalah sepotong bara yang
dihembuskan sang angin melalui gandum
ke dalam musim kemarau

Irama

Seluruh sajak diatas mempunyai irama, karena pada hakikatnya


semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi itu dibacakan.

Kakafoni

Bunyi kakafoni pada puisi tersebut secara teoritis tidak


ditemukan, karena tak ada bunyi yang dominan berakhir dengan huruf
konsonan tak bersuara seperti /k/, /p/, /t/, /s/. Sedangkan jika dilihat
dari maknanya, yang termasuk bunyi kakafoni yaitu ke dalam musim
kemarau, dan serigala adalah sepotong bara yang, karena dalam
larik tersebut ditemukan makna yang berhubungan dengan suasana
yang tidak menyenangkan atau suasana yang buram.

Efoni

Secara teoritis semua larik dalam puisi tersebut termasuk


bunyi efoni, karena selain berakhir dengan konsonan bersuara, juga
mengandung makna yang yang berhubungan dengan suasana yang
menyenangkan, kecuali pada larik ke dalam musim kemarau, dan
serigala adalah sepotong bara yang, maknanya bukan termasuk
bunyi efoni.

Onomatope

Dalam puisi tersebut tidak ditemukan bunyi onomatope, karena


tidak terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda,
gerak, manusia, maupun makhluk lain.
Aliterasi

Aliterasi yang terdapat pada larik serigala adalah sepotong


bara yang adalah /g/. bunyi /g/ lebih dominan dan berjumlah tiga.
Pada larik dihembuskan sang angin melalui gandum, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /n/. Bunyi /n/ lebih dominan dan berjumlah lima.
Sedangkan pada larik ke dalam musim kemarau, yang
termasuk aliterasi adalah /m/, bunyi ini lebih dominan dan berjumlah
empat.

Asonansi

Asonansi yang terdapat pada larik serigala adalah sepotong


bara yang adalah /a/. bunyi /a/ lebih dominan dan berjumlah
delapan. Pada larik dihembuskan sang angin melalui gandum, yang
termasuk bunyi asonansi yaitu /a/. Bunyi /a/ lebih dominan dan
berjumlah lima. Sedangkan pada larik ke dalam musim kemarau,
yang termasuk asonansiadalah /a/, bunyi ini lebih dominan dan
berjumlah empat.

Anafora dan Epifora

Dalam puisi tersebut tidak


ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan
bunyi dalam bentuk kata yang terletak di awal maupun akhir sajak.

Korollarien III
bulan
legam
Puisi
di
dalam

* serak
bulbul
pada rak
kicaunya pengacau

Irama

Seluruh sajak diatas mempunyai irama, karena pada hakikatnya


semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi itu dibacakan.

Kakafoni

Bunyi kakafoni secara teoritis terdapat pada kata serak, dan


pada rak karena dalam larik tersebut berakhir dengan bunyi
konsonan tak bersuara. Sedangkan dilihat dari maknanya,
bunyi kakafoni terlihat pada bait serak, Pada bait tersebut
ditemukan makna yang berhubungan dengan suasana yang tidak
menyenangkan atau suasana yang buram.

Efoni

Secara teoritis semua larik dalam puisi tersebut termasuk


bunyi efoni, kecuali pada kata serak, dan rak, juga mengandung
makna yang berhubungan dengan suasana yang menyenangkan,
kecuali pada larik serak, maknanya bukan termasuk
bunyi efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan.

Onomatope

Dalam puisi tersebut tidak ditemukan bunyi onomatope, karena


tidak terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda,
gerak, manusia, maupun makhluk lain.
Aliterasi
Aliterasi yang terdapat pada larik bulan adalah /b/, /l/, /n/.
bunyi /b/, /l/, /n/ masing-masing berjumlah satu, dan puisi tersebut
banyak terdiri dari satu kata dalam satu larik. Pada larik legam, yang
termasuk bunyi aliterasi yaitu /g/, /l/, /m/, masing-masing berjumlah
satu. Pada larik puisi, yang termasuk aliterasi adalah /p/, /s/, masing-
masing berjumlah satu. Pada larik di, yang termasuk aliterasi adalah
/d/, berjumlah satu. Pada larik dalam, yang termasuk aliterasi adalah
/d/, /l/, /m/, masing-masing berjumlah satu. Pada larik serak, yang
termasuk aliterasi adalah /k/, /r/, /s/, masing-masing berjumlah satu.
Pada larik bulbul, yang termasuk aliterasi adalah /b/, /l/, masing-
masing berjumlah dua. Pada larik pada rak, yang
termasuk aliterasi adalah /d/, /k/, /p/, /r/, masing-masing berjumlah
satu. Pada larik kicaunya pengacau, yang termasuk aliterasi
adalah /c/, /n/, masing-masing berjumlah dua.

Asonansi

Asonansi yang terdapat pada larik bulan adalah /a/, /u/,


masing-masing berjumlah satu, dan puisi tersebut banyak terdiri dari
satu kata dalam satu larik. Pada larik legam, yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, /e/, masing-masing berjumlah satu. Pada larik
puisi, yang termasuk asonansi adalah /i/, yang berjumlah dua. Pada
larik di, yang termasukasonansi adalah /i/, berjumlah satu. Pada larik
dalam, yang termasuk asonansi adalah /a/, berjumlah dua. Pada
larik serak, yang termasuk asonansi adalah /a/, /e/, masing-masing
berjumlah satu. Pada larik bulbul, yang termasuk asonansi adalah /u/,
berjumlah dua. Pada larik pada rak, yang
termasuk asonansi adalah /a/, berjumlah tiga. Pada larik kicaunya
pengacau, yang termasuk asonansi adalah /a/, berjumlah empat.

Anafora dan Epifora

Dalam puisi tersebut tidak


ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan
bunyi dalam bentuk kata yang terletak di awal maupun akhir sajak.
Puisi tersebut kebanyakan terdiri dari satu kata dalam satu larik
sehingga tidak memungkinkan adanyaanafora maupun epifora.

Lahir Senja
batu pualam sang awan . dan kepalamu
terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil
perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk
mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang
luruh pada sebuah kursi di tembok sana dan
kening menyala di kedua tangan . di lantai
beranda malam membeku bagai serangga yang
bertopang pada kaki-kakinya hanya sungutnya
saja yang bergetar . empat jari terentang hingga
di cakrawala tergolek selapis senja . bersama
angin lengkung sayap biruhitam menutup dan
membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada
yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin
tegang aroma kayu lembab dan pada sunyi
itulah kemejaku terkulai di bahu kiri . sang
pagi seolah tiba melalui puncak bukit menjauh
dan tak bisa dicegah pada merah kesumba .
kita santap buah jeruk dalam kegelapan

Irama

Seluruh sajak diatas mempunyai irama, karena pada


hakikatnya semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi itu
dibacakan.
Kakafoni

Bunyi kakafoni pada larik batu pualam sang awan . dan


kepalamu tidak ditemukan. Pada larik tersebut tidak ada yang
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk ditemukan
bunyi kakafoni pada larik rambut, dan tengkuk.
Bunyi kakafoni tidak dominan dalam larik ini. Pada larik tersebut
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya
tidak termasukkakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Pada larik mata bagai bayang dedaunan
eucalyptus yang ditemukan bunyi kakafoni pada larik bayang,
eucalyptus, dan yang. Pada larik tersebut yang berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya tidak
termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
tidak menyenangkan. pada larik luruh pada sebuah kursi di tembok
sana dan ditemukan bunyi kakafoni pada larik tembok. Pada larik
tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan
maknanya tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. pada larik kening menyala di
kedua tangan . di lantai tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik
tersebut tidak ada yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
maknanya pun tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik beranda
malam membeku bagai serangga yang tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik bertopang pada kaki-kakinya hanya
sungutnya tidak ditemukan bunyikakafoni. Pada larik tersebut tidak
ada yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya
pun tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik saja yang bergetar .
empat jari terentang hingga ditemukan bunyi kakafoni pada kata
empat. Pada kata tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak
bersuara, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
di cakrawala tergolek selapis senja . bersama ditemukan
bunyi kakafoni pada kata tergolek, dan selapis. Pada kata tersebut
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik angin lengkung sayap biruhitam menutup
dan ditemukan bunyi kakafoni pada kata sayap, dan menutup.
Pada kata tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
maknanya pun termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. pada larik membuka cahaya
bumi. dan tak lagi ada ditemukan bunyi kakafoni pada kata tak.
Pada kata tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
sedangkan maknanya tidak termasuk kakafoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata yang
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak
termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pada larik yang menyentuhnya kini . bibirmu
bikin tidak ditemukan bunyikakafoni. Pada larik tersebut tersebut
tidak ada kata yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
maknanya pun tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik tegang aroma
kayu lembab dan pada sunyi tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada
larik tersebut tersebut tidak ada kata yang berakhir dengan bunyi
konsonan tak bersuara, sedanghkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik itulah kemejaku terkulai di bahu kiri .
sang tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut
tidak ada kata yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
maknanyapun tidak termasukkakafoni karena tidak berhubungan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik pagi seolah
tiba melalui puncak bukit menjauh ditemukan bunyi kakafoni pada
kata puncak, dan bukit. Pada kata tersebut tersebut berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak
termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pada larik dan tak bisa dicegah pada merah
kesumba . ditemukan bunyi kakafoni pada kata tak. Pada kata
tersebut tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
sedangkan maknanya tidak termasuk kakafoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
kita santap buah jeruk dalam kegelapan. ditemukan
bunyi kakafoni pada kata santap dan jeruk. Pada kata tersebut
tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun
termasukkakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan.
Efoni

Pada larik batu pualam sang awan . dan kepalamu semuanya


termasuk bunyiefoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, dan maknanya termasuk efoni berhubungan
dengan sesuatu yang menyenangkan. pada larik terlahir dari
kegelapan dipukul tangan mungil semuanya termasuk bunyi efoni.
Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan bunyi konsonan
bersuara, sedangkan maknanya tidak termasukefoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik
perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk termasuk
bunyi efoni kecuali pada kata rambut, dan tengkuk.
Bunyi efoni dominan dalam larik ini. Pada larik tersebut lebih banyak
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk
efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang termasuk
bunyi efoni kecuali pada larik eucalyptus. Pada larik tersebut banyak
yang berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun
termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik luruh pada sebuah kursi di tembok sana
dan semuanya termasuk bunyi efoni kecuali pada kata tembok.
Pada larik tersebut kebanyakan berakhir dengan bunyi konsonan
bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik kening menyala di kedua
tangan . di lantai semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik
tersebut semuanya berakhir dengan bunyi konsonan bersuara,
maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik beranda malam membeku bagai
serangga yang semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut
semuanya berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan
maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik bertopang pada kaki-
kakinya hanya sungutnya semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik
tersebut semuanya berakhir dengan bunyi konsonan bersuara,
maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik saja yang bergetar . empat jari
terentang hingga termasuk bunyi efoni kecuali pada kata empat.
Pada larik tersebut lebih banyak berakhir dengan bunyi konsonan
bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik di
cakrawala tergolek selapis senja . bersama termasuk
bunyi efoni kecuali pada kata tergolek, dan selapis. Pada kata
tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan
maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik angin lengkung sayap
biruhitam menutup dan semuanya termasuk bunyi efoni kecuali pada
kata sayap, dan menutup. Pada kata tersebut berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada
semuanya termasuk bunyi efoni kecuali pada kata tak. Pada kata
tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan
maknanya termasuk bunyi efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik yang menyentuhnya kini . bibirmu
bikin semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun
termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semua kata
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun
termasukefoni karena berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik tegang aroma kayu lembab dan pada
sunyi semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semua
kata berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya
tidak termasuk efonikarena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik itulah kemejaku terkulai di bahu kiri .
sang semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun
termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik pagi seolah tiba melalui puncak bukit
menjauh termasuk bunyi efoni kecuali pada kata puncak, dan
bukit. Pada kata tersebut tersebut berakhir dengan bunyi konsonan
tak bersuara. Maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan
dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik dan tak bisa dicegah
pada merah kesumba . termasuk bunyi efoni kecuali pada kata tak.
Pada kata tersebut tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak
bersuara maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik kita santap buah jeruk dalam
kegelapan. termasuk bunyi efoni kecuali pada kata santap dan
jeruk. Pada kata tersebut tersebut berakhir dengan bunyi konsonan
tak bersuara. Maknanya tidak termasukefoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan.

Onomatope

Dalam puisi tersebut tidak ditemukan bunyi onomatope, karena


tidak terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda,
gerak, manusia, maupun makhluk lain.
Aliterasi

Bunyi aliterasi pada larik batu pualam sang awan . dan


kepalamu yaitu /n/. Pada larik tersebut bunyi /n/ lebih dominan dan
berjumlah empat. Pada larik terlahir dari kegelapan dipukul tangan
mungil yang termasuk alitersai yaitu /n/, dan /l/ yang masing-masing
berjumlah empat. Pada larik perkasa . jurai rambut terkulai di
tengkuk yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /k/, dan /r/, yang masing-
masing berjumlah empat. Pada larik mata bagai bayang dedaunan
eucalyptus yang, yang termasuk aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah
empat. Pada larik luruh pada sebuah kursi di tembok sana dan, yang
termasuk bunyi alitersai adalah /s/, yang berjumlah tiga. Pada larik
kening menyala di kedua tangan . di lantai , yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah enam. Pada larik beranda
malam membeku bagai serangga yang, yang
termasuk aliterasi adalah bunyi /m/, yang berjumlah empat. Pada larik
bertopang pada kaki-kakinya hanya sungutnya, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah lima. Pada larik saja yang
bergetar . empat jari terentang hingga , yang
termasuk aliterasi yaitu /g/, yang berjumlah lima. Pada larik di
cakrawala tergolek selapis senja . bersama , yang termasuk
bunyi aliterasi adalah /s/, yang berjumlah empat. Pada larik angin
lengkung sayap biruhitam menutup dan, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah enam. Pada larik membuka
cahaya bumi . dan tak lagi ada, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu
/m/, yang berjumlah tiga. Pada larik yang menyentuhnya kini .
bibirmu bikin, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah
enam. Pada larik tegang aroma kayu lembab dan pada sunyi, /n/,
yang berjumlah tiga. Pada larik itulah kemejaku terkulai di bahu
kiri . sang , yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /k/, yang berjumlah
empat. Pada larik pagi seolah tiba melalui puncak bukit menjauh,
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /l/, yang berjumlah tiga. Pada larik
dan tak bisa dicegah pada merah kesumba ., yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /b/, /d/, /h/, /k/, /m/, dan /s/, yang masing-masing
berjumlah dua. Pada larik kita santap buah jeruk dalam kegelapan.,
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /k/, yang berjumlah tiga.

Asonansi

Bunyi asonansi pada larik batu pualam sang awan . dan


kepalamu yaitu /a/. Pada larik tersebut bunyi /a/ lebih dominan dan
berjumlah Sembilan. Pada larik terlahir dari kegelapan dipukul
tangan mungil yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah
enam. Pada larik perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk yang
termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah lima. Pada larik
mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang, yang
termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah sepuluh. Pada larik luruh
pada sebuah kursi di tembok sana dan, yang termasuk
bunyi asonansi adalah /a/, yang berjumlah enam. Pada larik kening
menyala di kedua tangan . di lantai , yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah tujuh. Pada larik beranda
malam membeku bagai serangga yang, yang
termasuk asonansi adalah bunyi /a/, yang berjumlah sembilan. Pada
larik bertopang pada kaki-kakinya hanya sungutnya, yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah sembilan. Pada larik saja
yang bergetar . empat jari terentang hingga , yang
termasukasonansi yaitu /a/, yang berjumlah delapan. Pada larik di
cakrawala tergolek selapis senja . bersama , yang termasuk
bunyi asonansi adalah /a/, yang berjumlah tujuh. Pada larik angin
lengkung sayap biruhitam menutup dan, yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah lima. Pada larik membuka
cahaya bumi . dan tak lagi ada, yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah delapan. pada larik yang
menyentuhnya kini . bibirmu bikin, yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /i/, yang berjumlah enam. Pada larik tegang
aroma kayu lembab dan pada sunyi, yang
tarmasuk asonansi adalah /a/, yang berjumlah delapan. Pada larik
itulah kemejaku terkulai di bahu kiri . sang , yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, dan /i/, yang masing-masing berjumlah lima.
Pada larik pagi seolah tiba melalui puncak bukit menjauh, yang
termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah enam. Pada larik
dan tak bisa dicegah pada merah kesumba ., yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah delapan. Pada larik kita
santap buah jeruk dalam kegelapan., yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah delapan.

Anafora dan Epifora

Dalam puisi tersebut tidak


ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan
bunyi dalam bentuk kata yang terletak di awal maupun akhir sajak.
Puisi tersebut kebanyakan terdiri dari satu kata dalam satu larik
sehingga tidak memungkinkan adanya anafora maupun epifora.

Sebuah Cerita Tentang Tulisan III


di mana sungai mengalir melalui lempengan karang
menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa
warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya
saat air berada tepat di pojok ladang menghalau
pepadian ke dalam asap yang berpindah
dan semak belukar yang terbakar
pada siang hari datanglah sang prahara
melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasanya
merambah wilayah mereka . memanggang padang
rumput berlempung menggumpal dari laterit api
memulasi akar rumput merah membata
membilas tepian pantai larut ke laut
hingga pecahan gerabah yang terbakar hujan
mencatat dengan bahasa sanskritnya
dan dalam ketakberaturan rima
sang angin membalas dengan satu baris saja
agar yang lain bangkit dari abu : longsoran tanah merah
bumi . lidah-lidah awan melengkung
pada langit-langit jurang dan menjilati bonggol-bonggol
pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah
bunga-bunga api . langit melantunkan kehausannya
ia bersabda kalimat demi kalimat dan lading garapan
para petani mematuhi diktum ini : lapar
mengolah bahasanya sendiri agar panen pertama
bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan
api selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak sungai
melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian
mudah dikenali huruf-huruf kasar itu
bagaikan rajah pada telapak tangan.

Irama

Seluruh sajak diatas mempunyai irama, karena pada


hakikatnya semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi itu
dibacakan.
Kakafoni

Bunyi kakafoni pada larik di mana sungai mengalir melalui


lempengan karang tidak ditemukan. Pada larik tersebut tidak ada
yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya
tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa tidak
ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya. tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya tidak berhubungan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik saat air berada
tepat di pojok lading menghalau ditemukan bunyi kakafoni pada larik
saat, tepat, dan pojok . Pada larik tersebut yang berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara kurang dominan, sedangkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik pepadian ke dalam asap yang berpindah,
tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada kata
yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan
maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Pada larik dan semak belukar yang
terbakar ditemukan bunyikakafoni pada kata semak namun
bunyi kakafoni tidak dominan. Maknanya termasukkakafoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
pada siang hari datanglah sang prahara tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak
termasukkakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pada larik melepuh pada pokok-pokok
eucalyptus . panasanya ditemukan bunyi kakafoni pada kata pokok-
pokok, dan eucalyptus. Pada larik tersebut, bunyi kakafoni tidak
dominan, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
merambah wilayah mereka . memanggang padang, tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada kata tersebut, tak ada kata yang berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik rumput berlempung menggumpal dari
laterit api ditemukan bunyi kakafoni pada kata rumput, dan
laterit, namun bunyikakafoni tidak dominan, sedangkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik memulasi akar rumput merah membata
ditemukan bunyi kakafoni pada kata rumput, namun kakafoni dalam
larik ini tidak dominan, sedangkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik membilas tepian pantai larut ke laut
ditemukan bunyi kakafoni pada kata membilas, larut, dan laut.
Pada larik tersebut kakafonitidak dominan. Sedangkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik hingga pecahan gerabah yang terbakar
hujan tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut
tidak ada kata yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Pada larik mencatat dengan bahasa
sanskritnya ditemukan bunyi kakafoni pada kata mencatat, namun
kakafoni tidak dominan. Maknanya tidak termasuk kakafoni karena
tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik dan dalam ketakberaturan rima tidak ditemukan
bunyikakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata yang
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedanghkan maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik sang angin membalas dengan satu baris
saja, ditemukan bunyi kakafoni pada kata membalas,
namun kakafoni tidak dominan. Maknanya pun tidak
termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pada larik agar yang lain bangkit dari abu :
longsoran tanah merah ditemukan bunyi kakafoni pada kata
bangkit, namun kakafoni tidak dominan. Maknanya pun
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik bumi . lidah-lidah awan melengkung tidak
ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir
dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya
termasukkakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik pada langit-langit jurang dan menjilati
bonggol-bonggol ditemukan bunyi kakafoni pada kata langit-langit,
namun kakafoni tidak dominan. Maknanya pun termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Maknanya termasukkakafoni karena berhubungan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik bunga-bunga
api . langit melantunkan kehausannya , ditemukan
bunyi kakafoni pada kata langit, namun tidak dominan. Maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik ia bersabda kalimat demi kalimat dan
ladang garapan ditemukan bunyi kakafoni pada dua kata kalimat,
namun kakafoni tidak dominan. Sedangkan maknanya tidak
termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pada larik para petani mematuhi diktum ini :
lapar, tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada kata tersebut, tak ada
kata yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan
maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Pada larik mengolah bahasanya sendiri
agar panen pertama tidak ditemukan bunyi kakafoni, sedangkan
maknanya tidak termasuk kakafonikarena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik bisa tuntas dituai
hutan harus dibumihanguskan ditemukan bunyi kakafoni pada kata
tuntas, dan harus namun kakafoni dalam larik ini tidak dominan,
sedangkan maknanya termasukkakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. pada larik api selangkah lagi dari
jalan dan aliran anak-anak sungai tidak ditemukan bunyi kakafoni,
sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik melubangi
tanah garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata yang
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik mudah dikenali huruf-huruf kasar itu tidak
ditemukan bunyi kakafoni. Maknanya termasuk kakafoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
bagaikan rajah pada telapak tangan, ditemukan bunyi kakafoni pada
kata telapak, namun kakafoni tidak dominan. Maknanya
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan.

Efoni

Pada larik di mana sungai mengalir melalui lempengan karang,


semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, dan maknanya pun
termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik menggumpalkan putih gelembung ke
dalam busa semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut
semuanya berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, dan maknanya
tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan suasana yang
menyenangkan. Pada larik warna oker . hijau yang tertelan
sepenuhnya. semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut
semuanya berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, dan maknanya
tidak termasuk bunyi efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik saat air berada tepat di pojok lading
menghalau, bunyiefoni lebih dominan, dan maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik pepadian ke dalam asap yang berpindah,
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semua kata
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik dan semak belukar yang terbakar
bunyiefoni lebih dominan. Maknanya tidak termasuk efoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik pada
siang hari datanglah sang prahara, semuanya termasuk bunyi efoni.
Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan bunyi konsonan
bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik melepuh pada pokok-pokok
eucalyptus . panasanya, bunyiefoni lebih dominan, sedangkan
maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik merambah wilayah mereka .
memanggang padang, semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik
tersebut, semua kata berakhir dengan bunyi konsonan bersuara,
sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan
dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik rumput berlempung
menggumpal dari laterit api, bunyi efoni lebih dominan, sedangkan
maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik memulasi akar rumput
merah membata, bunyi efoni lebih dominan, sedangkan maknanya
tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik membilas tepian pantai larut ke laut,
bunyi efoni lebih dominan, sedangkan maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik hingga pecahan gerabah yang terbakar
hujan, semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semua
kata berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik mencatat dengan bahasa sanskritnya
bunyi efoni lebih dominan. Maknanya juga termasuk efoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik dan
dalam ketakberaturan rima, semuanya termasuk bunyiefoni. Pada
larik tersebut semua kata berakhir dengan bunyi konsonan bersuara,
sedanghkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan
dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik sang angin
membalas dengan satu baris saja, bunyi efoni lebih dominan.
maknanyapun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik agar yang lain bangkit dari abu :
longsoran tanah merah, bunyi efoni lebih dominan. Maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik bumi . lidah-lidah awan melengkung,
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik pada langit-langit jurang dan menjilati
bonggol-bonggol, bunyi efoni lebih dominan, maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik pepohonan . biru sepotong mangga
terkunyah, semuanya termasuk bunyi efoni. Maknanya tidak
termasuk efonikarena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik bunga-bunga api . langit melantunkan
kehausannya , bunyi efoni lebih dominan. Maknanya tidak
termasukefoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. pada larik ia bersabda kalimat demi kalimat dan
ladang garapan, bunyi efoni lebih dominan. Maknanya juga
termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik para petani mematuhi diktum ini : lapar,
semuanya termasuk bunyi efoni. Sedangkan maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik mengolah bahasanya sendiri agar panen
pertama semuanya termasuk bunyi efoni. Maknanya
termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik bisa tuntas dituai hutan harus
dibumihanguskan, bunyi efonilebih dominan, sedangkan maknanya
tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik api selangkah lagi dari jalan dan aliran
anak-anak sungai, semuanya termasuk bunyi efoni, sedangkan
maknanya tidak termasuk efonikarena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik melubangi tanah garapan ke
dalam kehitaman . dari ketinggian, semuanya termasuk bunyi efoni,
maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik mudah dikenali huruf-huruf
kasar itu, semuanya termasuk bunyi efoni. Maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik bagaikan rajah pada telapak tangan,
bunyi efoni lebih dominan. Maknanya tidak termasuk efoni karena
tidak berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan.

Onomatope
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan bunyi onomatope, karena
tidak terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda,
gerak, manusia, maupun makhluk lain.
Aliterasi

Bunyi aliterasi pada larik di mana sungai mengalir melalui


lempengan karang yaitu /n/. Pada larik tersebut bunyi /n/ lebih
dominan dan berjumlah enam. Pada larik menggumpalkan putih
gelembung ke dalam busa yang termasuk aliterasi yaitu /m/, yang
berjumlah empat. Pada larik warna oker . hijau yang tertelan
sepenuhnya yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah
empat. Pada larik saat air berada tepat di pojok ladang menghalau,
yang termasuk aliterasi yaitu /t/, yang berjumlah tiga. Pada larik
pepadian ke dalam asap yang berpindah, yang termasuk
bunyi alitersai adalah /p/, yang berjumlah tiga. Pada larik dan semak
belukar yang terbakar, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /r/, yang
berjumlah tiga. Pada larik pada siang hari datanglah sang prahara,
yang termasuk aliterasi adalah bunyi /n/ dan /h/ yang masing-masing
berjumlah tiga. Pada larik melepuh pada pokok-pokok eucalyptus .
panasanya, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /p/, yang berjumlah
enam. Pada larik merambah wilayah mereka . memanggang
padang, yang termasuk aliterasi yaitu /m/, yang berjumlah lima. Pada
larik rumput berlempung menggumpal dari laterit api, yang termasuk
bunyi aliterasi adalah /m/ dan /p/, yang masing-masing berjumlah
empat. Pada larik memulasi akar rumput merah membata, yang
termasuk bunyi aliterasi yaitu /m/, yang berjumlah enam. Pada larik
membilas tepian pantai larut ke laut, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /t/, yang berjumlah empat. Pada larik hingga
pecahan gerabah yang terbakar hujan, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /h/, yang berjumlah empat. Pada larik mencatat
dengan bahasa sanskritnya, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/
yang berjumlah lima. Pada larik dan dalam ketakberaturan rima,
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /r/, yang berjumlah tiga. Pada larik
sang angin membalas dengan satu baris saja, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /s/ dan /n/, yang masing-masing berjumlah empat.
Pada larik agar yang lain bangkit dari abu : longsoran tanah merah,
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah enam. Pada
larik bumi . lidah-lidah awan melengkung, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /l/ dan /n/, yang masing-masing berjumlah tiga.
Pada larik pada langit-langit jurang dan menjilati bonggol-bonggol
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /g/, yang berjumlah tujuh. Pada
larik pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah lima. Pada larik bunga-bunga
api . langit melantunkan kehausannya yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /n/ yang berjumlah tujuh. Pada larik ia bersabda
kalimat demi kalimat dan lading garapan yang termasuk aliterasi
yaitu /d/ yang berjumlah empat. Pada larik para petani mematuhi
diktum ini : lapar, yang termasuk aliterasi yaitu /m/ dan /t/ yang
masing-masing berjumlah tiga. Pada larik mengolah bahasanya
sendiri agar panen pertama yang termasuk aliterasi yaitu /n/ yang
berjumlah lima. Pada larik bisa tuntas dituai hutan harus
dibumihanguskan yang termasuk aliterasi yaitu /s/ yang berjumlah
empat. Pada larik api selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak
sungai, yang termasuk aliterasi yaitu /n/ yang berjumlah tujuh. Pada
larik melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian,
yang termasuk aliterasi yaitu /n/ yang berjumlah enam. Pada larik
mudah dikenali huruf-huruf kasar itu, yang termasuk aliterasi yaitu
/r/ yang berjumlah tiga. Pada larik bagaikan rajah pada telapak
tangan., yang termasuk aliterasiyaitu /n/ yang berjumlah tiga.

Asonansi

Bunyi asonansi pada larik di mana sungai mengalir melalui


lempengan karang yaitu /a/. Pada larik tersebut bunyi /a/ lebih
dominan dan berjumlah delapan. Pada larik menggumpalkan putih
gelembung ke dalam busa yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang
berjumlah lima. Pada larik warna oker . hijau yang tertelan
sepenuhnya yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah
lima. Pada larik saat air berada tepat di pojok ladang menghalau,
yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah sepuluh. Pada larik
pepadian ke dalam asap yang berpindah, yang termasuk
bunyi asonansi adalah /a/, yang berjumlah delapan. Pada larik dan
semak belukar yang terbakar, yang termasuk bunyiasonansi yaitu /a/,
yang berjumlah enam. Pada larik pada siang hari datanglah sang
prahara, yang termasuk asonansi adalah bunyi /a/ yang berjumlah
sebelas. Pada larik melepuh pada pokok-pokok eucalyptus .
panasnya, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah
enam. Pada larik merambah wilayah mereka . memanggang
padang, yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah sembilan.
Pada larik rumput berlempung menggumpal dari laterit api, yang
termasuk bunyi asonansi adalah /a/, yang berjumlah empat. Pada larik
memulasi akar rumput merah membata, yang termasuk
bunyiasonansi yaitu /a/ yang berjumlah enam. Pada larik membilas
tepian pantai larut ke laut, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/
yang berjumlah enam. Pada larik hingga pecahan gerabah yang
terbakar hujan, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/ yang
berjumlah sembilan. Pada larik mencatat dengan bahasa sanskritnya,
yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah delapan. Pada larik
dan dalam ketakberaturan rima, yang termasuk bunyi asonansi yaitu
/a/, yang berjumlah tujuh. Pada larik sang angin membalas dengan
satu baris saja, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/yang
berjumlah sembilan. Pada larik agar yang lain bangkit dari abu :
longsoran tanah merah, yang termasuk bunyi asonansiyaitu /a/ yang
berjumlah sebelas. Pada larik bumi . lidah-lidah awan melengkung,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/ yang berjumlah empat. Pada
larik pada langit-langit jurang dan menjilati bonggol-bonggol yang
termasuk bunyi asonansi yaitu /a/ yang berjumlah tujuh. Pada larik
pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah, yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /o/ dan /a/ yang masing-masing berjumlah empat.
Pada larik bunga-bunga api . langit melantunkan kehausannya yang
termasuk bunyi asonansi yaitu /a/ yang berjumlah sembilan. Pada larik
ia bersabda kalimat demi kalimat dan lading garapan yang
termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah dua belas. Pada larik para
petani mematuhi diktum ini : lapar, yang termasuk asonansi yaitu /a/
yang berjumlah enam. Pada larik mengolah bahasanya sendiri agar
panen pertama yang termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah
sepuluh. Pada larik bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan
yang termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah tujuh. Pada larik api
selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak sungai, yang
termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah lima belas. Pada larik
melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian,
yang termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah dua belas. Pada larik
mudah dikenali huruf-huruf kasar itu, yang
termasuk asonansi yaitu /u/ yang berjumlah lima. Pada larik bagaikan
rajah pada telapak tangan., yang termasuk asonansi yaitu /a/ yang
berjumlah sebelas.

Anafora dan Epifora

Dalam puisi tersebut tidak


ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan
bunyi dalam bentuk kata yang terletak di awal maupun akhir sajak.
Puisi tersebut kebanyakan terdiri dari satu kata dalam satu larik
sehingga tidak memungkinkan adanya anafora maupun epifora.

4.3 Interpretasi Penelitian


Dalam kumpulan puisi Raoul Schrott bunyi dalam sajak yang
paling dominan yaituasonansi. Dalam kumpulan puisi tersebut tidak
terdapat onomatope, anafora dan epifora.Efoni lebih dominan
dari kakafoni namun jika dilihat dari maknanya kakafoni lebih dominan
dari pada efoni. Sehingga kumpulan puisi tersebut kontradiksi.
Pengarang sengaja melakukankontradiksi pada puisinya agar tidak
tercipta suasana seram.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah


diuraikan sebelumnya dalam kumpulan puisi karya Raoul Schrott yang
berupa irama, efoni dan kakafoni, onomatope, aliterasi dan asonansi
serta anafora dan epifora, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
kumpulan puisi Raoul Schrott bunyi dalam sajak yang paling dominan
yaituasonansi. Dalam kumpulan puisi tersebut tidak
terdapat onomatope, anafora dan epifora.Efoni lebih dominan
dari kakafoni namun jika dilihat dari maknanya kakafoni lebih dominan
dari pada efoni. Sehingga kumpulan puisi tersebut kontradiksi.
Pengarang sengaja melakukankontradiksi pada puisinya agar tidak
tercipta suasana seram.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini yaitu


agar pengarang puisi selanjutnya diharapkan dapat memuat semua
unsur bunyi di dalam sajak dalam puisinya.

Anda mungkin juga menyukai