Anda di halaman 1dari 6

KASUS PREEKLAMSI BERAT YANG MUNCUL SEBAGAI EDEMA PARU AKUT

ABSTRAK

Edema paru mengacu pada suatu akumulasi cairan yang berlebihan pada jaringan interstitial paru
dan ruang alveoli. Hal tersebut dapat terjadi pada kehamilan dengan risiko rendah namun salah
satu faktor predisposisi yang sangat penting adalah hubungan dengan preeklamsi. Kami
melaporkan kasus preeklamsi berat yang muncul sebagai edema paru akut. Primigravida 21
tahun, sebuah kasus yang diketahui dari hipertensi gestasional dengan obat-obatan mengalami
edema kaki yang meningkat secara progresif. Penderita dirawat pada 29 minggu 5 hari karena
tekanan darahnya masih tinggi. Berhubung profil preeklamsinya normal dan tekanan darahnya
dikontrol, penderita terus ditangani secara konservatif. Setelah dua hari penderita mengalami
batuk, takipnea, dan takikardi dengan temuan klinis yang menunjukkan edema paru. Beralih ke
HDU dan memulai diuretik dan manajemen gejala lainnya. Setelah satu jam karena kondisi
pasien memburuk dengan menurunnya saturasi oksigen, diputuskan untuk LSCS + bantuan
ventilasi pascaoperasi elektif. LSCS yang dilakukan menunjukkan bukti abrupsio grade 3 dengan
perubahan couvelaire pada uterus. Bayi seberat 1,24 kg, asfiksia berat, meninggal setelah 3 hari.
Pasien dipasangkan bantuan ventilasi dan dia membaik pascaoperasi. Edema paru akut pada
wanita hamil merupakan kejadian yang dapat mengancam jiwa. Diagnosis dan manajemen yang
cepat sangat penting untuk kelangsungan hidup pasien.

PENGANTAR

Komplikasi Edema paru sekitar 0,05% pada kehamilan risiko rendah namun dapat berkembang
sampai 2,9% dari kehamilan yang dipersulit dengan preeklamsi.

Edema paru jarang ditemui pada pasien dengan preeklamsi berat tanpa komplikasi medis, bedah,
atau obstetri terkait (1-2%). Salah satu kasus tersebut dilaporkan di sini.

Edema paru akut pada wanita hamil merupakan kejadian yang dapat mengancam jiwa.

Hal ini disebabkan oleh masalah berlapis dari perubahan fisiologis kehamilan dan kehadiran
janin, sekaligus efek kontributif dari patofisiologi penyakit terkait kehamilan yang kurang
dipahami seperti preeklamsi yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan
bagi ibu dan bayi.

Hipoksemia persisten berkaitan dan memberikan alasan untuk perawatan intensif. Kematian
yang telah dilaporkan pada sekitar 10% kasus sering mencerminkan kegagalan multiorgan.
Melahirkan cepat merupakan pilihan paling aman bagi sang wanita dan janinnya, saat ada bukti
edema paru terlepas dari usia kehamilan.
LAPORAN KASUS

Kasus primigravida 21 tahun yang telah dicatat di Institute of Maternal and Child Health,
Government Medical College, Kozhikode, Kerala terdeteksi memiliki hipertensi gestasional pada
28 minggu kehamilan dan diberikan alpha methyl dopa (250 mg) q.i.d. Dia memiliki edema kaki
yang semakin meningkat.

Dia dirawat pada 29 minggu 5 hari karena tekanan darahnya masih tinggi.

Dia memberikan persetujuan mengenai penelitian preeklamsi terhadap ibu dan saudari
kembarnya.

Pada pemeriksaan

Ada kepucatan dan pitting edema kaki bilateral.

Semua temuan pemeriksaan umum dan sistemiknya normal.

Tidak ada IUGR.

Penyelidikan

Anemia (Hb-9.5gm%) & albumin urin ditemukan.

Trombosit, LFT & RTF normal.

Berhubung tidak ada ciri preeklamsi, dosis antihipertensi ditingkatkan dan diputuskan untuk
terus melanjutkan kehamilan.

Setelah dua hari pemberian (30 minggu) dia mulai mengalami bengkak pada wajah dan edema
dinding perut. Tekanan darah terkontrol.

Penyelidikan - Peningkatan urea darah & protein urin 24 jam dari 6 g, Hb -9.5g/dl inv lain
normal.

Keesokan paginya (30 minggu 1 hari) dia mengeluhkan batuk yang mengganggu saat berbaring.

Pada pemeriksaan

Ada takikardi, takipnea. TD 150/100.

SpO2 - 96% dengan oksigen (dengan SpO menurun tanpa oksigen).

Tampak edema vulva. Dada menunjukkan ada krepitasi basal bilateral.


Diagnosis - edema paru akut

Beralih ke HDU dan memulai diuretik dan manajemen gejala lainnya. Keputusan terminasi
kehamilan diambil. Nilai bishop sangat tidak baik, jadi dimulai dengan induksi Foley
EAS+PGE1.

Namun setelah 1 jam sejak kondisi pasien memburuk dengan menurunnya kejenuhan oksigen,
diputuskan untuk LSCS + bantuan ventilasi pascaoperasi elektif.

LSCS yang dilakukan menunjukkan bukti abrupsio grade 3 dengan perubahan couvelaire pada
uterus. Bayi seberat 1,24 kg, asfiksia berat, meninggal setelah 3 hari.

Pascaoperasi penderita dipasangkan bantuan ventilasi dan perlahan disapih. Mengingat takipnea
masih ada, CXR dilakukan dan menunjukkan konsolidasi. Hal tersebut ditangani dengan
pemberian antibiotik. Pasien membaik dan diperbolehkan keluar pada hari ke-13.

DISKUSI

Edema paru akut bisa disebabkan oleh berbagai gangguan dari salah satu faktor kunci fungsi
kardiovaskular dan aliran cairan ke interstitium paru. Penyebab edema paru sering kali
multifaktor. Menurut persamaan Starling, setiap faktor yang menyebabkan penurunan tekanan
osmosis koloid (atau dalam tekanan osmosis koloid/gradien tekanan kapiler paru), suatu
peningkatan pada permeabilitas kapiler, atau suatu peningkatan pada tekanan hidrostatik
intravaskular dapat menyebabkan ekstravasasi cairan dari pembuluh darah dan menyebabkan
kerentanan terhadap perkembangan edema paru.

Sekarang telah diakui bahwa bukan hanya akumulasi dan retensi cairan, suatu mekanisme untuk
edema paru akut, namun demikian juga redistribusi cairan dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi
paru-paru karena konstriksi pada vena atau vasokonstriksi pada seseorang yang euvolemik.
Terapi untuk pengobatan edema paru akut yaitu membalikkan satu atau lebih dari faktor-faktor
ini, dengan mereabsorbsi edema paru secara proses pasif dan aktif.

Sering kali, lebih dari satu faktor risiko muncul, dengan pemberian cairan iatrogenik sebagai
faktor utama yang dapat dicegah. Etiologi spesifik yang menyebabkan edema paru akut memiliki
kemungkinan peningkatan yang terjadi selama jangka waktu tertentu; misalnya, terapi tokolitik
pada masa antenatal dan kelebihan cairan pada preeklamsi postpartum.

Preeklamsi merupakan penyakit multisitem kardiovaskular mayor dari kehamilan dengan


hipertensi sebagai manifestasi klinis utamanya. Edema paru akut, yang menandakan penyakit
berat, merupakan penyebab kematian utama pada wanita dengan preeklamsi dan sering menjadi
penyebab untuk masuk ke unit perawatan intensif. Edema paru dapat terjadi pada kira-kira 3%
wanita dengan preeklamsi, dengan 70% kasus terjadi setelah kelahiran. Penurunan tekanan
osmosis koloid setelah proses melahirkan dapat berasal dari kehilangan darah yang berlebihan,
pergeseran cairan sekunder bagi peningkatan permeabilitas kapiler (khususnya pada kehamilan
preeklamsi), atau infus kristaloid yang berlebihan. Perubahan tersebut membantu menjelaskan
setidaknya sebagian alasan 70-80% kasus edema paru pada keadaan preeklamsi berkembang
setelah melahirkan.

Hanya 30% kasus edema paru pada keadaan preeklamsi terjadi sebelum melahirkan. Sebagian
besar (90%) dari pasien tersebut mengalami hipertensi kronis, dan mereka lebih cenderung pada
multipara dan usia ibu lanjut. Tambahan yang mungkin menjadi faktor predisposisi bagi
perkembangan edema paru pada keadaan preeklamsi adalah suatu peningkatan pada kebocoran
kapiler dan ekstravasasi cairan kapiler sekunder bagi kerusakan endotel vaskular.

Diagnosis

Edema paru merupakan diagnosis klinis yang ditandai dengan memburuknya dispnea dan
orthopnea bersama dengan tanda-tanda gangguan pernapasan (takipnea, crackles dan rales,
hipoksemia).

Rontgent dada dan arteri gas darah dapat membantu dalam diagnosis.

Pada pasien terpilih, elektrokardiografi, ekokardiografi, pencitraan CT spiral, pemindaian


perfusi/ventilasi, atau arteriografi paru mungkin diperlukan untuk mengesampingkan penyebab
lain dari bahaya jantung paru, seperti emboli paru, pneumonia, dan kardiomiopati.

Faktor-faktor lain adalah magnesium sulfat, yang sering diberikan kepada wanita preeklamsi
untuk kejang profilaksis.

Hal ini juga terkait dengan pemberian cairan yang berlebihan dan keparahan penyakit, termasuk
kemunculan hemolisis, peningkatan enzim hati dan trombosit rendah (HELLP), dan eklamsi.
Tambahan bagi tujuan manajemen biasa dari menstabilkan penderita dan mengobati edema paru
akut, pertimbangan perlu diberikan bagi kelahiran janin jika edema paru akut terjadi pada masa
antenatal.

Dalam sebuah studi dari 37 kasus preeklamsi, Sibai et al melaporkan suatu kejadian edema paru
pada 2,9% pasien; 30% dari kasus-kasus ini mengalami edema paru pada masa antenatal,
sementara 70% mengalaminya setelah melahirkan, dalam waktu rata-rata 71 jam. Mekanisme
yang bertanggung jawab bagi peningkatan kejadian pada masa postpartum baru-baru ini ditinjau
oleh Benedetti et al dan Hankins et al, dan terkait cairan ekstraseluler akibat dengan mobilisasi
postpartum yang tertunda.
Manajemen edema paru akut penderita hipertensi

Manajemen langsung

Terjadinya edema paru akut pada kehamilan dengan hipertensi atau wanita yang baru hamil
merupakan keadaan darurat medis dan pemicu respon emergensi. Pengobatan ditujukan untuk
segera mengumpulkan tenaga yang berpengalaman (evidence level 3). Kerusakan lebih lanjut
dapat terjadi, menyebabkan serangan jantung, dan tenaga penolong harus siap untuk mengadakan
bantuan hidup lanjut dan mempertimbangkan section caesarea perimortem. Ekokardiografi
transtorasik dapat membantu dalam membedakan curah jantung rendah dari keadaan curah
jantung yang tinggi, serta menyingkirkan penyebab penting lainnya dari edema paru akut.

Terlepas dari risiko aspirasi, ventilasi non invasif harus dicoba sebagai teknik awal sebelum
intubasi trakea, karena memberikan peningkatan konsentrasi oksigen yang dihirup,
menggantikan cairan dari alveoli ke dalam paru dan sirkulasi sistemik selanjutnya, mengurangi
kerja pernapasan, dan mengurangi kebutuhan untuk intubasi trakea (evidence level 1++).
Penggunaan ventilasi non invasif juga menghindari komplikasi yang terkait dengan intubasi
trakea pada kehamilan atau wanita yang baru hamil yang menderita hipertensi, seperti
pendarahan intraserebral. Strategi ventilasi mekanis yang menggabungkan kardiorespirasi dan
perubahan metabolik pada kehamilan perlu dipertimbangkan saat memberikan ventilasi bagi
paru-paru wanita hamil atau wanita yang baru hamil, serta strategi pelindung paru-paru dari
volume tidal rendah dan tekanan puncak rendah.

Menghindari kompresi aortokaval sangat penting.

Pengurangan tekanan darah tinggi kritis dengan agen antihipertensi intravena diperlukan.
Nitrogliserin (gliseril trinitrat) direkomendasikan sebagai obat pilihan pada preeklamsi yang
terkait dengan edema paru. Pengurangan tekanan darah sistolik dan diastolik harus terjadi di
tingkat sekitar 30 mmHg selama 3-5 menit diikuti dengan pengurangan lebih lambat hingga
tekanan darah sekitar 140/90 mmHg.

Furosemid intravena (bolus 20-40 mg selama 2 menit) digunakan untuk mendukung venodilator
dan diuresis, dengan dosis berulang 40-60 mg setelah sekitar 30 menit jika ada respon diuretik
yang tidak memadai (dosis maksimum 120 mg.h-1).

Manajemen jangka panjang

Wanita yang menderita preeklamsi berat dan mengalami edema paru akut berada pada
peningkatan risiko komplikasi kardiovaskular di kemudian hari, termasuk hipertensi, penyakit
jantung iskemik, stroke, dan penyakit ginjal. Hal tersebut harus dipantau secara ketat dengan
mengontrol tekanan darah sampai resolusi proses penyakit awal dan kemudian di follow up
secara teratur, dengan observasi terhadap komplikasi jangka panjang dari penyakit tersebut.
Enzim pengubah angiotensin, meskipun kontraindikasi pada kehamilan, aman untuk digunakan
pada masa postpartum. Strategi pengurangan risiko harus dianjurkan, seperti penurunan berat
badan dan program berhenti merokok, modifikasi diet, dorongan olahraga teratur, dan
mengontrol hipertensi.

KESIMPULAN

Edema paru akut merupakan indikator morbiditas yang signifikan dan dapat menyebabkan
mortalitas pada wanita hamil. Hal ini penting untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko,
mengenali tanda-tanda dari penyakit, dan menangani dengan tim multidisiplin yang terampil.
Strategi pengurangan risiko harus mencakup penekanan pada pentingnya keseimbangan cairan
dan mencatat hasil observasi klinis secara rutin. Follow up jangka panjang sesuai diperlukan
untuk mengurangi kemungkinan komplikasi lebih lanjut di kemudian hari. Akhirnya,
penggunaan ekokardiografi transtorasik harus dianjurkan, baik sebagai alat edukasi maupun
untuk membantu diagnosis dan manajemen.

Anda mungkin juga menyukai