I.4 Manifestasi Klinis
I.4 Manifestasi Klinis
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui
strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun
sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis.
Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara
di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak
penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA
positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta
penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara
berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh
kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit
tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif
(15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak
terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran
pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru
tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap
100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan
BTA positif.
2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniasid (H),
Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan
selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam
seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan
pengobatan setelah lalai
3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari
selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H),
Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan
untuk :
- Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
- Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
4. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1
atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
I.7 KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
6.
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih t
ahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad
usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection)
adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana
di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.