KELOMPOK BIII
Disusun oleh:
Yuni Ribti Fitriyani (142110101016)
Febri Diah Perwita (142110101071)
Firman Setyo Aji B. (142110101111)
Fathiya Salsabila (142110101166)
Shinta Dwi N. (152110101121)
1. Empowerment Index
Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks
pemberdayaan antara lain sebagai berikut :
1. Kebebasan Mobilitas
Kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempat
tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah
tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi
sendirian.
2. Kemampuan Membeli Komoditas Kecil
Kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga
sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu) atau kebutuhan
dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu
dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika ia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
KELOMPOK BIII
b. Basis Keberdayaan
Basis keberdayaan menggambarkan jaminan keberlanjutan derajat
keberdayaan yang sudah diwujudkan (bukan programmnya yang sustainable,
tetapi dampak positif atau perubahan positif pada kelompok sasaran).
1) Pengembangan berbasis masyarakat
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat
tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan
subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka
pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002) :
a) Upaya yang akan dilakukan harus terarah.
Ini yang secara populer disebut pemihakan.Upaya ini ditujukan langsung
kepada yang memerlukan (yaitu masyarakat), dengan program yang
dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.
KELOMPOK BIII
2) Keberlanjutan
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin
tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya
setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat
dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk
memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
3) Partisipasi masyarakat
Partisipasi yang dimaksud disini adalah yaitu keikutsertaan semua
pemangku kepentingan sejak pengambilan keputusan, perencanan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya (Permenkes RI
No. 65 Tahun 2013).
4) Pengembangan modal sosial masyarakat
5) Penghapusan ketimpangan gender.
Maksud dari tidak adanya ketimpangan gender adalah yang disebut
Egaliter, yaitu menempatkan semua pemangku kepentingan dalam kedudukan
yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa
direndahkan (Permenkes RI No. 65 Tahun 2013).
3. Teori Fujikake (2008)
KELOMPOK BIII
5. Teori Adiyoso
Menurut Adiyoso yang dikutip oleh Endang Sutisna, ada beberapa indikator
yang diusulkan untuk suksesnya program pemberdayaan masyarakat, yaitu:
a. Adanya perubahan dalam kemampuan masyarakat dalam merencanakan
dan mengelola program pembangunan.
b. Ada peningkatan keikutsertaan masyarakat dalam setiap proses
pembangunan.
c. Kepedulian Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
d. Dampak Ekonomi nyata sebagai hasil kegiatan ekonomi produktif
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA