Anda di halaman 1dari 19

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN

HIDUP MENGENAI AMDAL dan


PERATURAN WALIKOTA DEPOK
MENGENAI AMDAL
A. Pengertian AMDAL
Pada umumnya setiap negara yang sedang membangun memiliki sistem perencanaan
pembangunan sendiri-sendiri. Sistem perencanaan pembangunan ini disusun secara sistematis
untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Di indonesia pembangunan nasional
disusun atas dasar pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Keduanya dilaksanakan
secara sambung menyambung untuk dapat menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik.
Kegiatan pembangunan ini dilaksanakan dengan menggunkan apa yang disebut proyek.
Seringkali proyek dibuat dalam porsi ruang lingkup yang sangat luas tetapi disusun kurang
cermat. Seluruh program mungkin saja dapat diananlisis sebagai suatu proyek, tetapi pada
umumnya akan lebih baik bila proyek dibuat dalam ruang lingkup yang lebih kecil yang layak
ditinjau dari segi sosial, administrasi, teknis, ekonomis, dan lingkungan.
Pembangunan dengan proyek yang dikaji dari aspek kelayakan lingkungan bisa disebut
pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan pada hakekatnya
dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan berlanjut (sustainable development). Instrumen
untuk mencapai pembangunan berlanjut adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Menurut PP 29/1986, yang kemudian disempurnakan dengan PP 27/1999, yang semula
hanya memiliki satu model AMDAL, berkembang dan mempunyai beberapa bentuk AMDAL
dan mempunya pengertian:
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan. Kajian ini menghasilkan
dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan,
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Sementara itu
pengertian ANDAL adalah sebagai berikut.
2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang
dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan.
Dalam PP 51/1993, dikenal ada beberapa model AMDAL yaitu AMDAL Proyek
Individual (seperti PP 29/1986), AMDAL Kegiatan Terpadu, AMDAL Kawasan, dan AMDAL
Regional. Pengertian ketiga AMDAL menurut PP 51/1993 tersebut adalah:
1. Analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan terpadu/multisektor adalah hasil studi mengenai
dampak penting usaha atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup
dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi
yang bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi diganti kajian dan
dampak penting menjadi dampak besar dan penting.
2. Analisis mengenai dampak lingkungan kawasan adalah hasil studi mengenai dampak penting
usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan ha,paran
ekosistem dan menyangkut kwenangan satu instansi yang bertanggung jawab. Di dalam PP
27/1999 definisi di atas kata hasil studi diganti kajian dan dampak penting diganti dampak besar
dan penting.
3. Analisis mengenai dampak lingkungan regional adalah hasil studi mengenai dampak penting
usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan
hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah sesuai dengan rencana umum tata
ruang daerah dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.
Pada PP 27/1999 pengertian AMDAL adalah merupakan hasil studi mengenai dampak
besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan. Hasil studi ini terdiri dari beberapa dokumen. Atas dasar
beberapa dokumen ini kebijakan dipertimbangkan dan diambil.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1
langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request
list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 11 Tahun 2006.
2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL,
sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH
NO. 08/2006
4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008

B. Fungsi, peran dan manfaat AMDAL


Pada waktu yang lampau, kebutuhan manusia akan sumber alam belum begitu besar
karena jumlah manusianya sendiri masih relatif sedikit, di samping itu intensitas kegiatannya
juga tidak besar. Pada saat-saat itu perubahan-perubahan pada lingkungan oleh aktifitas manusia
masih dalam kemampuan alam untuk memulihkan diri secara alami. Tetapi aktifitas manusia
makin lama makin besar sehingga menimbulkan perubahan lingkungan yang besar pula. Pada
saat inilah manusia perlu berfikir apakah perubahan yang terjadi pada lingkungan itu tidak akan
merugikan manusia. Manusia perlu memperkirakan apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan
oleh manusia itu sendiri.
AMDAL (Analisis Mengenai Danpak Lingkungan) merupakan alat untuk merencanakan
tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu
aktifitas pembangunan yang direncanakan.
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Pasal 1 menyatakan : Analisis mengenai dampak
lingkungan adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap
lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pngambilan keputusan.
AMDAL harus dilakukan untuk proyek yang diperkirakan akan menimbulkan dampak
penting, karena ini memang yang dikehendaki baik oleh Peraturan Pemerintah maupun oleh
Undang-undang, dengan tujuan agar kualitas lingkungan tidak rusak karena adanya proyek-
proyek pembangunan. Oleh karena itu pemilik proyek atau pemrakarsa akan melanggar
perundangan bila tidak menyusun AMDAL, semua perizinan akan sulit didapat dan di samping
itu pemilik proyek dapat dituntut dimuka pengadilan. Keharusan membuat AMDAL merupakan
cara yang efektif untuk memaksa para pemilik proyek memperhatikan kualitas lingkungan, tidak
hanya memikirkan keuntungan proyek sebesar mungkin tanpa memperhatikan dampak
lingkungan yang timbul. Dampak dari suatu kegiatan, baik dampak negatif maupun dampak
positif harus sudah diperkirakan sebelum kegiatan itu dimulai. Dengan adanya AMDAL,
pengambil keputusan akan lebih luas wawasannya di dalam melaksanakan tugasnya. Karena di
dalam suatu rencana kegiatan, banyak sekali hal-hal yang akan dikerjakan, maka AMDAL harus
dapat membatasi diri, hanya mempelajari hal-hal yang penting bagi proses pengambilan
keputusan.
AMDAL ini sangat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia, karena
Indonesia sedang giat melakasanakan pembangunan, dan untuk melaksanakan pembangunan
maka lingkungan hidup banyak berubah, dengan adanya AMDAL maka perubahan tersebut
dapat diperkirakan. Dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup dapat berupa dampak positif
maupun dampak negatif, hampir tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan / pembangunan
tidak ada dampak negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan timbul harus sudah diketahui
sebelumnya (dengan MDAL), di samping itu AMDAL juga membahas cara-cara untuk
menanggulangi / mengurangi dampak negatif. Agar supaya jumlah masyarakat yang dapat ikut
merasakan hasil pembangunan meningkat, maka dampak positif perlu dikembangkan di dalam
AMDAL.
Nurkin, (2002) mengemukakan bahwa penerapan AMDAL di negara-negara berkembang
ditujukan untuk :
a. Untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi akibat kegiatan
pembangunan.
b. Mengidentifikasi kerugian dan keuntungan terhadap lingkungan alam dan ekonomi yang dapat
dialami oleh masyarakat akibat kegiatan pembangunan
c. Mengidentifikasi masalah lingkungan yang kritis yang memerlukan kajian lebih dalam dan
pemantauannya.
d. Mengkaji dan mencari pilihan alternatif yang baik dari berbagai pilihan pembangunan.
e. Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan.
f. Memabantu pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembangunan dan pihak pengelola
lingkungan untuk memahami tanggung jawab, dan keterkaitannya satu sama lain.

Manfaat AMDAL Bagi masyarakat


a. Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, sehingga dapat
mempersiapkandiri di dalam penyesuaian kehidupannya apabila diperlukan.
b. Masyarakat dapat mengetahui perubahan lingkungan di masa sesudah proyek dibangun sehingga
dapat memanfaatkan kesempatan yang dapat menguntungkan dirinya dan menghindarkan diri
dari kerugian-kerugian yang dapat diderita akibat adanya proyek tersebut.
c. Masyarakat dapat ikut berpartisipasi di dalam pembangunan di daerahnya sejak dari awal,
khususnya di dalam memberikan informasi-informasi ataupun ikut langsung di dalam
membangun dan menjalankan proyek.
d. Masyarakat dapat memahami hal-ihwal mengenai proyek secara jelas sehingga kesalahfahaman
dapat dihindarkai dan kerja sama yang menguntungkan dapat digalang.
e. Masyarakat dapat mengetahui hak den kewajibannya di dalam hubungannya dengan proyek
tersebut khususnya hak dan kewajiban di dalam ikut dan mengelola lingkungan.

Bagi pemerintah
a. Untuk mencegah agar potensi sumberdaya alam yang dikelola tersebur tidak rusak (khusus untuk
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui).
b. Untuk mencegah rusaknya sumberdaya alam lainnya yang berada di luar lokasi proyek baik
yang dioleh olrh proyek lain, diolah masyarakat atau yang belum diolah.
c. Untuk menghindari perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaran air, pencemaran
udara, kebisingan dan lain sebagainya, sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan dan
keselamatan masyarakat.
d. Untuk menghindari terjadinya pertentangan-pertentangan yang mungkin timbul khususnya
dengan masyarakat dan proyek-proyek lainnya.
e. Untuk menjamin agar proyek yang dibangun sesuai dengan rencana pembangunan daerah,
nasional ataupun internasional serta tidak mengganggu proyek lain.
f. Untuk menjamin agar proyek tersebut mempunyai manfaat yang jelas bagi negara dan
masyarakat.
g. Analisis dampak lingkungan diperlukan bagi pemerintah sebagai alat pengambil keputusan.

D. Tahapan Penyusunan AMDAL


Prosedur pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
1. Tata laksana menurut PP 29 Tahun 1986
Menurut Hardjasoemantri (1988), garis besar prosedur AMDAL sebagaimana tercantum pada
PP No. 29/1986 Mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah sebagai berikut ini.
a. Pemrakarsa rencana kegiatan mengajukan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) kepada
instansi yang bertanggung jawab. PIL tersebut dibuatkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup. Dalam uraian dibawah ini, yang
dimaksud degan menteri KLH adalah Menteri yang di tugasi mengelola lingkungan hidup
instansi yang bertanggung jawab adalah yang berwenang memberi keputusan tentnag
pelaksanaan rencana kegiatan, dengan pengertian bahwa kewenangan berada pad menteri atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang membidangi kegiatan yang bersangkutan
dan pada Gubernur Daerah Tingkat I untuk kegiatan yang berada di bawah wewenangnya.
b. Apabila lokasi sebagaimana tercantum dalam PIL dinilai tidak tepat, maka instansi yang
bertanggung jawab menolak lokasi tersebut dan memberikan petunjuk tentang kemungkinan
lokasi lain dengan kewajiban bagi pemrakarsa untuk membuat PIL yang baru. Apabila suatu
lokasi dapat menimbulkan perbenturan kepentingan antar sektor maka instansi yang bertanggung
jawab mengadakan konsultasi dengan menteri KLH dan Menteri atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Nondepartemen yang bersangkutan.
c. Apabila hasil penelitian PIL menentukan bahwa perlu dibuatkan ANDAL, berhubung dengan
adanya dampak penting rencana kegiatan terhadap lingkungan, baik lingkungan geobiofisik
maupun sosial budaya, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab membuat
Kerangka Acuan (KA) bagi penyusunan ANDAL.
d. Apibila ANDAL tidak perlu dibuat untuk suatu rencana kegiatan, berhubung tidak ada dampak
penting, maka pemrakarsa diwajibkan untuk membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi kegiatan tersebut. Huruf K dalam RKL adalah
Kelola dan huruf P dalam RPL dari Pantau.
e. Keputusan persetujuan ANDAL dinyatakan gugur, apabila terjadi perubahan lingkungan yang
sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena kegiatan lain, sebelum rencana kegiatan
dilaksanakan. Pemrakarsa perlu membuat ANDAL baru berdasarkan rona lingkungan baru.

C. Alasan suatu rencana kegiatan wajib AMDAL


Setiap rencana kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting, wajib dibuat
AMDAL Hal ini mengacu pada pasal 3 ayat 1 PP 27 tahun 1999 yaitu ;
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2. Eksploitasi SDA baik yang dapat diperbaharui/tidak dapat diperbaharui.
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan,
pemerosotan dalam pemanfaatan SDA, cagar budaya.
4. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, jasad renik.
5. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.
6. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan.
7. Kegiatan yang mempunyai tinggi dan mempengaruhi pertahanan negara
Meskipun AMDAL secara resmi diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1982, sebagian
besar praktisi mengetahui asal muasal sebenarnya untuk beranjak dari Peraturan No. 29/19869
yang menciptakan berbagai elemen penting dari proses AMDAL10. Sepanjang awal era 1990
didirikan suatu badan perlindungan lingkungan pusat (BAPEDAL) terlepas dari Kementerian
Negara Lingkungan, dengan mandat meningkatkan pelaksanaan
AMDAL dan kendali atas polusi, didukung oleh tiga kantor daerah. Kajian dan
persetujuan atas berbagai dokumen AMDAL pada saat ini ditangani oleh Komisi Pusat atau
Komisi Daerah, sesuai dengan skala proyek dan sumber pendanaan. Lebih dari 4000 AMDAL
dikaji sampai dengan 1992 dimana menjadi lebih jelas bahwa berbagai elemen dari proses
tersebut terlalu kompleks dan terlalu banyak didasarkan pada AMDAL gaya barat. Legislasi
AMDAL yang baru yang diberlakukan pada tahun 199311 yang memiliki efek pembenahan atas
prosedur penapisan, mempersingkat jangka waktu pengkajian, dan memperkenalkan status
format EMP yang distandardisasi (UKL/UPL) untuk proyekdengan dampak yang lebih terbatas.
Lebih dari 6000 AMDAL nasional dan propinsi diproses berdasarkan peraturan ini termasuk
sejumlah kecil AMDAL daerah di bawah suatu komisi pusat yang didirikan di dalam
BAPEDAL.
Dengan diundangkannya Undang-undang Pengelolaan Lingkungan yang baru (No.
23/1997) berbagai reformasi lanjutan atas regulasi AMDAL menjadi perlu. Peraturan 27/199912
diperkenalkan dengan simplifikasi lebih lanjut. Komisi sektoral dibubarkan dan dikonsolidasikan
ke dalam suatu komisi pusat tunggal, sementara komisi propinsi diperkuat. Ketentuan yang lebih
spesifik dan lengkap atas keterlibatan publik juga diperkenalkan, sebagaimana halnya juga
dengan suatu rangkaian arahan teknis pendukung. Namun demikian PP 27/1999 ternyata tidak
tepat waktu, gagal untuk secara memadai merefleksikan berbagai perubahan politis yang pada
saat itu lebih luas yang akhirnya mengarah kepada desentralisasi politik dan administratif.
AnalisisMengenai Dampak Lingkungan, yang sering di singkat dengan AMDAL, lahir dengan di
undangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, National
Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini menyatakan, semua usulan legislasi
dan aktifitas pemerintah federal yang besar di perkirakan akan mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment (Analisis
Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktifitas
manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah
industri dan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai
estetika alam. Misalnya, sejak permulaan tahun 1950-an Los Angeles di negara bagian
Kalifornia, Amerika Serikat, telah terganggu oleh asap-kabut atau asbut (smog = smoke + fog),
yang menyelubungi kota, mengganggu kesehatan dan merusak tanaman. Asbut berasal dari gas
limbah kendaraan dan pabrik yang mengalami fotooksidasi dan terdiri atas ozon,peroksiasetil
nitrat (PAN), nitrogenoksida, dan zat lain lagi.
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) adalah instrumen yang sifatnya
formal dan wajib (control and command) yang merupakan kajian bagi pembangunan proyek-
proyek kegiatan-kegiatan pasal 17a yang kemungkinan akan menimbulkan dampak besar dari
penting terhadap lingkungan hidup.
Dalam PP No.27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dampak besar dan penting adalah
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang di akibatkan oleh suatu usaha dan atau
kegiatan. Selanjutnya pada pasal 5 PP tersebut dinyatakan bahwa kriteria dari dampak besar dan
periting dari suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan antara lain:
a. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
b. Luas wilayah persebaran dampak
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak
e. Sifat kumulatif dampak
f. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (ireversible)
Dasar hukum dan prosedur pelaksanaan AMDAL diatur dalam PP No.27 tahun 1999
beserta beberapa KEPMEN yang terkait dan dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan
Hidup. AMDAL dibuat sebelum kegiatan berjalan atau operasi proyek dilakukan. Karena itu
AMDAL merupakan salah satu persyaratan keluarnya perizinan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Keterlibatan
Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang diterbitkan pada tahun 2012, yaitu
peraturan teknis terkait terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.Peraturan
tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan. Peraturan ini mengatur tentang
tata cara pelibatan masyarakat dalam proses AMDAL, dimulai dari pengumuman rencana usaha
dan/atau kegiatan yang saat ini hanya dilakukan 10 (sepuluh) hari, masyarakat mana saja yang
dilibatkan dalam proses AMDAL, penunjukkan wakil masyarakat yang terlibat dalam
keanggotan Komisi Penilai AMDAL, dan pelaksanaan konsultasi publik. Selain itu peraturan ini
juga mengatur peran masyarakat dalam proses penerbitan izin lingkungan, dimana dalam
penerbitan izin lingkungan diatur adanya pengumumam pada saat permohonan dan pesertujuan
izin lingkungan.
Dengan terbitnya PermenLH Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat
Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan, maka Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun
2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL
dinayatakan dicabut dan tidak berlaku.

Peraturan Menteri Nomor 05 Tahun 2012


Sejak terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Kementerian
Lingkungan Hidup telah menerbitkan peraturan-peraturan teknisnya. Salah satunya adalah
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL. Peraturan ini mencabut Peraturan
Menteri sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
yang mengatur tentang hal yang sama. Peraturan Menteri ini terdiri dari:
Batang Tubuh yang terdiri dari 7 Pasal
* Pasal 1 : Ketentuan Umum
* Pasal 2 : Penapisan
* Pasal 3 : Kawasan Lindung
* Pasal 4 : Penambahan Wajib Amdal
* Pasal 5 : "Delisting wajib Amdal"
* Pasal 6 : Pencabutan PermenLH No. 11 Tahun 2006
* Pasal 7 : Masa Berlaku Permen ini
1. Lampiran I : Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal.
2. Lampiran II : Bagan Alir Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib Tidaknya
Suatu Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Dilengkapi dengan Amdal.
3. Lampiran III : Daftar Kawasan Lindung.
4. Lampiran IV : Kriteria Penapisan.
5. Lampiran V : Ringkasan informasi awal Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang akan
dilakukan Penapisan.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan


Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP No. 27 Tahun 2012)
adalah Peraturan Pemerintah yang menggantikan PP No. 27 Tahun 1999 tentang Amdal.
Peraturan ini adalah peraturan turunan dari UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan ini mengatur tentang Amdal, UKL-UPL dan Izin
Lingkungan.

RUMUSAN RAPAT KERJA NASIONAL AMDAL TAHUN 2011


Bali Nusa Dua Convention Center, 13-14 Juli 2011
Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) AMDAL 2011 yang berlangsung selama dua hari (13-14
Juli 2011) bertemakan 25 Tahun Amdal, Awal Pencapaian Mutu Amdal.
RAKERNAS AMDAL 2011 dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dan dilanjutkan
dengan pemaparan mengenai RPP Amdal, RPP Perizinan Lingkungan, dan rancangan Peraturan
MENLH tentang Tata Cara Audit Lingkungan serta pandangan daerah terhadap implementasi
kebijakan lisensi komisi penilai AMDAL, sertifikasi dan registrasi penyusun amdal. RAKENAS
AMDAL 2011 juga membicarakan pengalaman dan mimpi amdal, serta memaparkan grand
strategi amdal dan pengalaman praktek penilaian AMDAL di Belanda.
Dengan memperhatikan pemaparan para narasumber serta diskusi yang berkembang, maka
RAKERNAS AMDAL menyimpulkan dan merumuskan hal-hal sebagai berikut:
1. AMDAL merupakan instrumen lingkungan hidup yang sangat dinamis dan adaptif di Indonesia.
Dalam kurun waktu 25 tahun, sistem AMDAL dengan berbagai infrastruktur pendukungnya telah
mengalami perubahan dari masa ke masa. Selama 25 tahun pelaksanaan AMDAL di Indonesia,
banyak kemajuan dan prestasi yang sudah berhasil diraih dan tidak sedikit permasalahan-
permasalahan yang masih mengemuka dan menjadi sorotan. Pengalaman berharga selama 25
tahun merupakan modal dan momentum yang sangat penting untuk memperbaiki dan
mengembangan sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa, sehingga Indonesia di
masa depan menjadi lebih baik.
2. MENLH memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para perintis sistem AMDAL
Indonesia dan kepada semua pihak yang telah mencurahkan pikiran, energi, tenaga dan
pendanaan untuk mengembangan sistem AMDAL Indonesia dengan berbagai infrastruktur
pendukungnya mulai dari aspek kebijakan, teknis-saintifik, sampai dengan kapasitas SDM dan
kelembagaan serta etika selama 25 tahun ini sehingga menjadi sistem yang mapan seperti saat
ini.
3. Kebijakan dan pelaksanaan sertifikasi dan registrasi kompetensi penyusun AMDAL
menimbulkan ekses akibat ketidakseimbangan supply and demand. Perlu ada kebijakan dan
program jangka pendek dan menengah untuk melakukan percepatan atau akselerasi sistem
sertifikasi dan registrasi kompetensi agar keseimbangan dapat diciptakan dan ekses dapat
diminimalisasi disamping itu evaluasi terhadap pelaksanaan standarisasi sistem AMDAL yang
antara lain mencakup lisensi, sertifikasi dan registrasi yang telah berjalan selama ini perlu
dilakukan secara periodik/berkala, sehingga sistem standarisasi tersebut dapat terus diperbaiki
dan disempurnakan.
4. DELH dan DPLH merupakan kebijakan pemutihan terakhir seperti ditegaskan dalam pasal
121 UU 32 Tahun 2009 dan diatur dalam Peraturan MENLH No. 14 Tahun 2010. Masa
pemutihan ini akan berakhir pengesahannya (DPLH dan DELH) pada tanggal 3 Oktober 2011
dan tidak dapat diperpanjang lagi. Karena kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan yang
memenuhi syarat dapat segera memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik-baiknya. Mengingat
waktu yang tersisa sangat terbatas maka diperlukan pembinaan yang intensif kepada usaha
dan/atau kegiatan yang wajib DELH atau DPLH untuk dapat memenuhi tengat waktu ini. Di
samping itu perlu dukungan dari instansi lingkungan pusat, provinsi, atau kabupaten/kota untuk
mendukung penuh dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat proses
penilaian, pemeriksaan dan persetujuan rekomendasi DELH atau DPLH. Kementerian
Lingkungan Hidup diminta untuk mengambil kebijakan agar pelaksanaan penetapan DELH
(persyaratan penyusun DELH) dapat mendukung percepatan penyusunan DELH. PSL/PPLH
dapat dilibatkan dalam melakukan pembinaan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib
menyusun DELH atau DPLH.
5. Penyusun AMDAL sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU 32 Tahun 2009 pada dasarnya dapat
dilakukan oleh pemrakarsa dengan meminta bantuan pihak lain, yaitu penyusun AMDAL
perorangan yang tersertifikasi yang menjadi bagian dari pemrakarsa itu sendiri dan penyusun
AMDAL yang tergabung dalam LPJP yang teregistrasi.
6. Pelaksanaan AMDAL ke depan diarahkan lebih sederhana (streamline), bermutu dan efektif.
Pengembangan berbagai kebijakan dan infrastruktur sistem AMDAL kedepan harus dapat
menciptakan proses AMDAL yang lebih sederhana, transparan, cepat, dan rasional, serta
menghilangkan kendala-kendala birokrasi dan formalitas yang tidak perlu, tanpa mengurangi
makna AMDAL sebagai kajian ilmiah. Karena itu proses penilaian amdal harus dapat memenuhi
kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur.
7. PP AMDAL yang baru menuntut profesionalisme dan akuntabilitas serta integritas semua pihak
terkait dengan pelaksanaan sistem AMDAL: pemrakarsa, penyusun AMDAL, penilai AMDAL
dan pengambil keputusan serta masyarakat.
8. Peningkatan kapasitas, pengawasan dan penegakan hukum sebagai tindak lanjut standarisasi
melalui lisensi, sertifikasi dan registrasi harus ditingkatkan untuk mencegah deviasi,
penyimpangan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan sistem AMDAL. Upaya tersebut
memerlukan dukungan semua pihak, termasuk Kepala Daerah dan DPRD. Dukungan semua
pihak tersebut merupakan kunci sukses bagi sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa
dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
9. Perumusan hubungan AMDAL dan instrumen lingkungan hidup lainnya juga sangat penting.
Efektifitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu
didukung oleh pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya.
10. Sehubungan dengan akan segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang AMDAL sebagai
pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah tentang Izin
Lingkungan, maka diharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dapat segera menerbitkan
peraturan-peraturan pelaksanaannya agar Peraturan Pemerintah yang baru tersebut dapat efektif
dilaksanakan. Peraturan-peraturan yang perlu disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah yang
baru antara lain:
Pedoman penyusunan dan penilaian AMDAL.
Pengaturan tentang sertifikasi dan registrasi penyusunan AMDAL.
Pengaturan tentang lembaga pelatihan kompetensi beserta kurikulum diklat penilaian dan
penyusunan AMDAL.
SIARAN PERS RAKERNAS AMDAL TAHUN 2011
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
25 Tahun Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Denpasar, Bali, 13 Juli 2011 Menyambut peringatan 25 tahun AMDAL, Menteri Negara
Lingkungan Hidup hari ini membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMDAL 2011 dengan
tema 25 Tahun AMDAL, Awal Pencapaian Mutu AMDAL sebagai momentum dan langkah
awal bagi semua pihak untuk bersama-sama meningkatkan mutu pelaksanaan sistem AMDAL di
Indonesi. Dalam forum ini Kementerian Lingkungan Hidup melibatkan 1000 peserta terdiri dari
instansi lingkungan hidup di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, instansi sektor
terkait, pemrakarsa kegiatan, konsultan penyusun AMDAL, LSM, tokoh masyarakat, dan
perguruan tinggi. Kebijakan AMDAL di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1986 dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Sejak tahun
1986 hingga saat ini telah terjadi 2 kali revisi terhadap peraturan AMDAL, melalui PP 51 Tahun
1993 dan PP 27 Tahun 1999, namun kualitas dokumen AMDAL tidak mengalami perbaikan yang
signifikan selama perubahan kebijakan tersebut. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Ir.
Gusti Muhammad Hatta, MS, mengatakan ke depan AMDAL harus menjadi instrumen yang
efektif, efisien dan berwibawa dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Beberapa langkah ke depan yang harus dikaji, dirumuskan dan dilakukan bersama antara lain
adalah
1. Merumuskan dan menerapkan hubungan antara AMDAL dengan instrumen lingkungan lainnya
yang diatur dalam UU 32 Tahun 2009. Efektivitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan
pencemaran dan kerusakan lingkungan meliputi tata ruang, KLHS, pengawasan, penegakan
hukum.
2. Mengembangan sistem AMDAL yang dapat mendorong efisiensi usaha/kegiatan, AMDAL juga
dapat menjadi perangkat untuk meningkatkan keunggulan kompetetif dan mendorong
berkembangnya Investasi hijau yang menguntungkan.
3. Merumuskan dan menyusun daftar kegiatan wajib AMDAL yang proporsional dan selektif.
4. Merumuskan Kebijakan-kebijakan AMDAL yang jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan
interpretasi yang beragam serta dapat memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi
pengembangan berbagai metodologi AMDAL.
5. Mengembangan sistem informasi AMDAL yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi sehingga dapat membantu penyelenggaraan proses data dan informasi AMDAL secara
lebih efektif, efisien serta mudah diakses.
6. Melakukan stream-lining proses penilaian AMDAL sehingga dapat memenuhi kaidah-kaidah
pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur.
7. Peningkatan kapasitas pelaksanaan sistem AMDAL. Perlu dikembangkan kerjasama antara KLH,
Provinsi dan PSL/PPLH serta lembaga donor, komisi penilai AMDAL, para pengambil
keputusan, para penyusun AMDAL, pemraksarsa kegiatan, pakar/tenaga ahli serta masyarakat
luas di daerah.
8. Mengembangkan komisi amdal independen dan profesional yang dapat menilai dokumen
AMDAL secara ilmiah dari segi substansinya serta dapat menghasilkan rekomendasi yang
obyektif.
Melalui forum ini para pihak terkait AMDAL dapat mengevaluasi dan mengambil
pembelajaran dari perjalanan AMDAL selama 25 tahun serta kemudian merumuskan langkah-
langkah yang kongkrit, jelas dan terukur untuk dapat menjadikan AMDAL sebagai perangkat
yang mendukung green economy dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Peraturan yang terkait dengan AMDAL-ADKL Dasar hukum pelaksanaan ADKL :


a. Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
d. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : 17 Tahun 2001 Tanggal
22 Mei 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
e. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor ; KEP-124/12/1997 tanggal
29 Desember 1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
f. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 872/MENKES/SK/VIII/1997 tanggal 15 Agustus 1997
tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
g. Peraturan-perundangan lainnya sesuai dengan jenis usaha dan atau kegiatan yang menjadi
subyek studi AMDAL / ADKL.

Undang-undang
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan
Jalan.
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Pemerintah
Provinsi Banten.
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah (PP)


1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-
Lintas Jalan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Keputusan Menteri
1. Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148 Tahun 1985 tentang Pengamanan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
2. Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 1989
tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Industri.
3. Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 22 Tahun 1993
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin Lokasi Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993.
4. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 66 Tahun 1993 tentang Persyaratan Teknis
Penyelenggaraan Bangunan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal.
5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor km 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Barang di Jalan.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi.
9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku
Mutu Tingkat Kebisingan.
10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas
Kebisingan di Tempat Kerja.
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian
Dokumen AMDAL.
12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata
Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 876 MENKES/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis
ADKL.
15. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan RKL
RPL.

Peraturan Menteri
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45 Tahun 1990 tentang Pengendalian Mutu Air dan
Sumber-Sumber Air.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air.
3. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993
tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan Dalam Rangka
Penanaman Modal.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan Izin Undang-Undang Gangguan bagi Perusahaan Industri.
5. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994
tentang Tata Cara Perolehan Tanah bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal.
6. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah.
7. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999
tentang Izin Lokasi.
8. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara.
9. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Perolehan Hak Atas Tanah

Surat Edaran Menteri dan Dirjen


1. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01 Tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
2. Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor SK.752/AJ.302/DRJD/2004 tentang Pedoman
Teknis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan di Jalan.
Keputusan Kepala BAPEDAL
1. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 056 Tahun 1994 tentang
Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
2. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 68/BAPEDAL/05/1994
tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat
Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 01/BAPEDAL/09/1995
tentang Tata Cara dan Peralatan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 02/BAPEDAL/09/1995
tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03/BAPEDAL/09/1995
tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 04/BAPEDAL/09/1995
tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas
Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
7. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 05/BAPEDAL/09/1995
tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
8. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 124 Tahun 1996 tentang Panduan Kajian Aspek
Kesehatan Masyarakat dalam Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
9. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 255/BAPEDAL/08/1996
tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 299 Tahun 1996 tentang
Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
11. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 02/BAPEDAL/1998
tentang Tata Laksana Pengawasan Pengolahan Limbah B3.
12. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 03/BAPEDAL/1998
tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3. ( Kendali )
13. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep. 04/BAPEDAL/1998
tentang Penetapan Prioritas Daerah Tingkat I Program Kendali B3.
14. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
15. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 09 Tahun 2000 tentang
Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Peraturan Daerah
1. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pengendalian Limbah.
2. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2002 tentang Rencana Strategis Provinsi
Banten.
3. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 08 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pembuangan
Limbah.
4. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 09 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2002-2012.
5. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 36 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Banten.
6. Keputusan Bupati Serang Nomor 52 Tahun 2001 tentang Tata Cara Permohonan Izin
Pembuangan Limbah.

Anda mungkin juga menyukai