DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo and Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasoning. 2nd Ed. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Hammes, W.P., D. Haller dan G. Ganzel. 2003. Fermented meat. Dalam: E.R.
Fearnworth (Edit). Handbook of Fermented Functional Foods. CRC Press,
Boca Raton.
Hui, F. H. 2001. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons,
Inc. USA.
Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C. Forrest, H.B. Hedrick dan R.A. Merkel. 1989.
Principles of Meat Science. Second edition. Kendal/Hunt Publishing
Company, Iowa.
Kramlich, W. E., A. M. Pearson, dan F.W. Tauber. 1978. Processed meats. Westport
Connecticut, The AVI Publishing Company, Inc
Lucke, F.K. 1997. Fermented sausage. Dalam: J.B. Wood (Editor). Microbiology of
Fermented Foods. Elseiver Applied Science. New York.
Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology. 2nd Edition. CRC Press, New York
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2. Sosis
Praktikum kali ini dilakukan pengolahan terhadap daging sapi, olahan yang
dipilih adalah sosis. Sosis merupakan produk olahan yang dibuat dari bahan dasar
berupa daging (sapi atau ayam) yang digiling. Pada prinsipnya semua jenis daging
dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber
protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan
sebagai pengemulsi adalah miosin yang larut dalam larutan garam (Brandly, 1966).
Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis daging yang kurang nilai
ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging sketal, daging leher, daging rusuk,
daging dada serta daging-daging sisa/tetelan (Soeparno, 1994).
Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan pH tinggi (diatas pH
isoelektrik). Nilai pH sosis ditentukan oleh pH daging yang dipakai dalam pembuatan
sosis dan kondisi daging yang pre-rigor (Suparno, 1998). Menurut Forrest et al,
(1975) Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water) yang
terbentuk dalam suatu fase koloid dengan protein daging yang bertindak sebagai
emulsifier sehingga protein air dalam adonan sosis akan membuat matriks yang
menyelubungi butiran lemak dan membentuk emulsi yang stabil. Emulsi adalah
campuran dua cairan atau lebih yang saling melarutkan. Salah satu cairan terdispersi
dalam bentuk globula-globula atau butiran-butiran kecil dan cairan lainnya.
Keberhasilan produksi yang dipotong-potong kecil banyak tergantung pada
kemampuan protein urat daging untuk mempertahankan lemak dan air. Oleh karena
itu faktor-faktor yang menentukan kestabilan emulsi daging sosis penting (Lawrie,
1995).
Temperatur pencincangan di atas 16oC akan menyebabkan ketidakstabilan
emulsi yang terbentuk, sehingga tidak diperbolehkan jika emulsi tersebut akan
disimpan dalam waktu yang agak lama sebelum diproses di bawah kondisi yang
memungkinkan pertumbuhan bakteri. Selain itu dalam penggilingan daging, panas
akan muncul akibat adanya gaya gesek yang terjadi. Jika suhu tidak diusahakan turun,
maka protein akan terdenaturasi sehingga kemampuan bertindak sebagai zat
pengemulsi akan turun (Elviera, 1988).
Proses perebusan yang dilakukan pada pembuatan sosis ini dilakukan sebagai
langkah terakhir untuk mendapatkan produk sosis. Menurut Effie (1980) pemasakan
sosis ini bertujuan untuk menyatukan komponen adonan sosis, memantapkan warna
dan menonaktifkan mikroba.Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi
yang berhubungan dengan penggunaan minyak atau lemak adalah jumlah yang
ditambahkan, jenis minyak atau lemak yang ditambahkan dan titik cair dari lemak
atau minyak tersebut.
Kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh oleh kadar air sosis, bahan pengikat
sosis yaitu susu skim bubuk dan bahan pembentuk yaitu susu skim bubuk dan tepung
tapioka. Kadar air sosis menurut SNI 01-3020-1995 adalah maksimal 67.0% bobot
basah. Kadar air yang dihasilkan berasal dari air yang ditambahkan atau dari bahan-
bahan yang ditambahkan dengan kandungan air yang tinggi (Brandly, 1966). Tujuan
dari dilakukannya praktikum ini agar praktikan dapat membuat olahan daging
menjadi berbagai jenis produk dan salah satunya adalah sosis.
Praktikum kali ini dilakukan pengolahan daging menjadi berbagai macam
produk dan kelompok 5A membuat olahan daging menjadi sosis. Berdasarkan
kehalusan emulsi daging, sosis dibedakan menjadi sosis kasar dan sosis emulsi. Pada
pembuatan sosis kasar tahapan pengolahannya lebih sederhana, yaitu menggiling
daging sampai halus kemudian mencampurkannya dengan lemak sampai merata.
Sedangkan pada pembuatan sosis emulsi, tahapan pencampurannya terdiri dari
pencampuran, pencacahan dan pengemulsian. Tahapan yang kami lakukan yaitu
memotong daging, penggilingan daging dengan penambahan es batu, pencampuran 1
yaitu antara daging dengan bahan pengawet seperti garam dan gula(fruktosa) atau
sirup jagung, pencampuran 2 dengan penambahan susu skim, pemasukkan adonan
sosis kedalam casing sosis dan terakhir perebusan dengan suhu 100 oC dengan waktu
kurang lebih 20 menit. Resep yang kami gunakan pada praktikum ini adalah 1/5 resep
sehingga daging yang digunakan sekitar 200 gram.
Pemotongan daging pada tahapan awal pembuatan sosis ini bertujuan untuk
memudahkan daging dalam proses penggilingan. Penggilingan bertujuan untuk
menyebar ratakan lemak dalam daging. Sebelum digiling daging biasanya dulu
sampai suhu 20 C, sehingga suhu penggilingan tetap di bawah 22C, sehingga
ditambahkan air dalam bentuk es pada saat penggilingan. Jumlah air yang umumnya
ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya
air yang ditambahkan dalam bentuk es (Forrest et al., 1975). Penambahan air dalam
bentuk es bertujuan untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata
ke seluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein serabut otot,
membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah
selama penggilingan dan pembuatan adonan.Hal ini dilakukan untuk mencegah
terdenaturasinya protein yang sangat penting sebagai emulsifier (Kramlich, 1971).
Daging yang telah digiling, selanjutnya dicampurkan dengan bahan lainnya.
Pencampuran pertama pada umumnya sering disebut curing. Curingdaging adalah
cara mengolah daging dengan menambahkan beberapa bahanseperti garam (NaCl,
natrium nitrit, dan natrium nitrat), gula (dekstrosa, sukrosa, atau patihidrolisis), serta
bumbu.. Tujuan curing adalah flavor, aroma, keempukan, juiciness dan mereduksi
kerutan daging. Curing juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging,
menghambat aktivitas mikroba terutama Clostridium botulinum, memperbaiki flavor
dan tujuan utamanya adalah memperbaiki warna daging menjadi merah pink.
(Soeparno, 1994).
Garam yang digunakan pada praktikum ini bertujuan untuk meningkatkan cita
rasa produk, melarutkan protein miosin, sebagai pengawet dan meningkatkan daya
mengikat air (Kramlichet al., 1984). Bahan pengawet yang digunakan selain garam
adalah gula atau fruktosa (pengganti sirup jagung). Gula dapat membantu
mempertahankan aroma dan mengurangi efek pengerasan dari garam glukosa.
Jumlah penambahannya sekitar 1%. Secara umum pada pembuatan sosis, jumlah
garam yang ditambahkan adalah 2-3% dari berat daging. Penggunan garam
tergantung pada faktor luar, dalam lingkungan, pH dan suhu. Garam menjadi efektif
pada suhu yang lebih asam (Buckle et al., 1987).
Pencampuran selanjutnya yaitu pencampuran antara daging yang telah
dicuring dengan susu skim, tomat,bawang merah dan merica. Bawang merah
merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan dalam makanan atau produk
sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkan
dan Budiarti, 1992). Bau yang khas dari bawang merah berasal dari senyawa volatile
yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang merah akan muncul
dengan sendirinya apabila terjadi pemotongan atau perusakan jaringan.
(Wirakusumah, 2000). Selain bawang merah, ditambahkan juga merica pada proses
pemcapuran kedua. SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica yang dihaluskan,
mempunyai aroma dan rasa khas lada. Biasanya penambahan merica bertujuan untuk
menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa pedas, pada konsentrasi
lebih dari 3%, merica dapat menghambat pertumbuhan Listeria
monocytogeneses.Susu skim berfungsi sebagai pengikat pada pembuatan sosis
daging sapi karena kandungan protein yang hampir sama dengan daging (Ting dan
Diebel, 1992),
Adonan sosis yang telah siap dimasukan kedalam casing sosis. Casing sosis
yang kami gunakan adalalah selongsong yang terbuat dari kolagen. Selongsong atau
casing sosis ada dua tipe, yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong
alami terutama berasal dari saluran pencernaan ternak. Menurut Kramlich (19731),
selongsong buatan terdiri atas empat kelompok yaitu sellulosa, kolagen yang dapat
dimakan, kolagen yang tidak dapat dimakan, dan plastik. Pada dasarnya selongsong
alami adalah kolagen, selama pengolahan sosis, selongsong alami dalam keadaan
basah mudah ditembus olah asap dan cairan. Selongsong alami menjadi kurang
permeabel karena pengeringan dan pengasapan. Casing kolagen biasanya berbahan
baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat
diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk (Bacus, 1984).
Langkah terakhir yaitu perebusan, tujuan perebusan adalah memberikan rasa
dan aroma tertentu pada sosis, Menyatukan komponen-komponen adonan sosis yang
berupa emulsi kandungan minyak, air, dengan protein sosis sebagai penstabil,
menginaktifkan mikroba, memberikan warna yang lebih karena terbentuknya
senyawa nitrosohemokhrom dan memperpanjang daya simpan. Sosis yang telah
diasapkan, direbus dengan suhu 80-95oC, lama perebusan tegantung jenis sosis yang
ingin diproduksi.(Rukmana, 2001).Berikut dibawah ini hasil pengamatannya.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sosis
Organoleptik
Tekstur Kenyal aga keras
Warna Abu-abu tua
Aroma Bawang
Rasa Manis khas bawang
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan diatas sosis kelompok 5A ini memiliki tekstur
aga kenyal, hal ini dapat terjadi karena adanya penambahan susu skim yang
mempengaruhi kadar air sosis karena susu skim bubuk adalah bahan pembentuk dan
pengikat air dalam sosis ini. warna yang dihasilkan berbeda dari sosis pada
umumnya, dimana sosis yang diamati berwarna abu-abu tua seperti bakso, hal ini
terjadi karena tidak adanya penambahan tepung-tepungan pada sosis ini melainkan
hanya susu skim saja, sehingga warma abu berasal dari warna daging matang yang
mengalami perebusan. Rasa dari sosis ini yaitu manis dan khas bawang. Rasa manis
didapatkan dari gula yang ditambahkan yang berupa fruktosa, dimana fruktosa
merupaka senyawa gula dengan tingkat kemanisan tertinggi, selain itu rasa manis ini
didapat karena salahnya formulasi adonan yang dicampurkan dimana terlalu gula
yang ditambahkan tidak sebanding dengan berat daging setelah digiling dan bahan
lainnya seperti garam, merica, susu skim dan bawang merah (Kramlich, 1971).
DAFTAR PUSTAKA
Bacus, J. 1984. Utilization of Mikroorganism in Meat Procesing. Research Studies
Press Ltd, England.
Brandly, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat Hygiene, 3rdEdit. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiano. Universitas Indonesia, Jakarta.
Elviera, 1988. Pengaruh Pelayuan Daging Sapi Terhadap Mutu Bakso. Skripsi.
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Pangandan Gizi, IPB.
Kramlich, J. E. 1971. Sausage Product Technology. In The Science of Meat and Meat
Product. J. E. Price and B. S. Schweigert Edit. W. H. Freeman and
Colletotrichum., perilaku disruptif:485.
Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta, Penebar
Swadaya.
Ting, E.W.T dan Diebel, K.E. 1992. Sensitivity of Listeria monocytogenes to Species
at Two Temperature. J. Food Safety. 12:120-137
Wirakusumah, E. S., 2000. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya, Jakarta.