Pasca berakhirnya Perang Dingin, Republik Rakyat Cina (RRC) menjadi sebuah
fenomena yang eksotis dalam peta hubungan internasional. Cina menjadi menarik perhatian
internasional, karena negeri itu bersikukuh mempertahankan ideologi komunisme dan sistem
partai tunggal, sementara di bagian dunia lain banyak negara mulai mencampakkan
komunisme serta mengadopsi sistem multi partai dan demokrasi. Hancurnya Uni Soviet dan
terhempasnya dominasi Partai komunis di seluruh Eropa Timur, menimbulkan resonansi
perubahan ke berbagai belahan dunia. Kini, hanya segelintir negara yang masih menampik
liberalisasi politik dan tetap mempertahankan jubah komunismenya, salah satu diantaranya
adalah RRC. Meskipun demikian, RRC menjadi negara dengan model perekonomian ala
barat yang tumbuh berkembang menjadi super power dunia menyaingi Amerika Serikat.
Sejarah Cina modern dimulai pasca runtuhnya Dinasti Manchu (Qing) berakhirnya
Perang Sipil dan Perang Kemerdekaan, RRC berdiri 1 Oktober 1949. Berdirinya RRC yang
diproklamirkan oleh Mao Zedong dilakukan setelah kemenangan Partai Komunis Cina (PKC)
melawan Partai Kuomintang (KMT) yang dipimpin oleh tokoh nasionalis, Dr. Sun Yat Sen.
Sementara PKC berhasil menguasasi seluruh dataran Cina dan kepulauan Hainan di selatan,
sisa-sisa pendukung kubu nasionalis terpinggirkan di wilayah kepualauan Formosa, atau yang
kita kenal saat ini sebagai Taiwan. Namun, untuk pertama kalinya kedaulatan dan persatuan
di daratan Cina kembali dapat dipastikan di bawah rezim komunis Mao setelah sekian lama
kedaulatan vakum di negeri tersebut setelah berakhirnya era dinasti.35
Sebagai sebuah negara dengan sistem komunis, pada awal berdirinya RRC menganut
pola pemerintahan yang sangat tertutup terhadap dunia luar. Rezim komunis mengontrol
kehidupan masyarakat secara totaliter, menyangkut kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan
budaya. Kultur feodalisme yang mengakar kuat pada masyarakat pedesaan, dihapus secara
paksa dengan pola totaliterisme negara. Banyak diantara tuan tanah yang kemudian
35
Suryadi, Umar, Pasca Deng Xiaoping, Cina, Quo Vadis?, Pustaka Sinar Harapan, 1997 hal.1
Selama tiga dekade pertama, RRC memiliki sistem terencana yang sentralistis dalam
tradisi komunis, walaupun tidak sekaku komunis Uni Soviet. Sistem itu berubah-ubah, dan
seringkali berlangsung dramatis. Periode pertama, tahun 1949 sampai 1956, adalah salah satu
periode rekonstruksi dan transisi. Periode kedua, yang disebut manajemen tunggal (One Man
Management), berlangsung dari tahu 1956 sampai 1959 dimana periode ini merupakan
replika model Soviet yang kaku, Cina mengimpor teknologi dan pemikiran asal soviet
sehingga kurang mampu mengimprovisasi dirinya.36
Era selanjutnya adalah apa yang dikenal dengan Great Leap Forward atau Lompatan
Jauh Kedepan yang disusul dengan Revolusi Budaya (tahun 1959-1960). Era ini merupakan
saat-saat paling menyengsarakan dalam sejarah RRC karena diisi dengan bencana kelaparan
dan ortodoksi kebijakan ekonomi akibat konsekuensi penerapan ideologi Mao. Mao
menghancurkan sistem pendidikan dan sistem perekonomian yang sebagian besar telah
terkordinasi, karenanya banyak orang yang mencibir era itu sebagai Great Leap Backward
(lompatan jauh ke belakang). Meski berakhir pada 1960-an, efek dari kebijakan pada era ini
terus berdampak sampai 1970-an.37
Cina secara resmi memulai reformasi pada oktober 1978 di bawah kendali Deng
Xiaoping yang berhasil maju ke puncak pimpinan pasca wafatnya Mao. Deng merupakan
salah seorang tokoh PKC dari faksi reformis yang membawa sistem ekonomi RRC menuju
pola persaingan liberal. Setelah melewati berbagai sistem trial and error, negara itu
menggeser investasi dari yang berpusat pada turisme menjadi industri elektronik, dari
kebijakan yang memaksa investor asing untuk menerima mitra perusahaan Cina menjadi
kebijakan yang menerima perusahaan asing secara terbuka, dan dari fase mengejar mencapai
keberhasilan bersama.
Kini, hasil dari kebijakan reformasi ekonomi telah berbuah manis karena RRC
menjadi kekuatan besar dunia dan kelak bukan mustahil menyalip AS yang saat ini mulai
keteteran menghadapi krisis ekonomi dan gelombang ketidakpercayaan rakyatnya atas
36
Shenkar, Oded, The Chinese Century, Bangkitnya Raksasa China dan Dampaknya terhadap Perekonomian
Global, Pearson Education, Inc. 2005 hal.52
37
Ibid hal.52
Berdasarkan kenyataan tersebut tak mengherankan pada tahun 2007 majalah TIME
menurunkan artikel berjudul China Takes on the World39, yang menyatakan bahwa RRC
telah menjadi sebuah pasar komersial raksasa, mengarah pada pertumbuhan yang akan
menjadikannya sebagai negara super power yang baru, serta mempertanyakan apakah hal
tersebut akan membawa konsekuensi berupa konfrontasi dengan Amerika Serikat. Banyak
ahli yang memprediksi bahwa abad-21 merupakan The Chinese Century, abad yang akan
didominasi oleh RRC dalam tak hanya aspek ekonomi melainkan juga politik internasional.
Pada tahun 1989, tembok Berlin runtuh sehingga menuntun sejumlah peristiwa yang
mengubah panggung politik internasional. Menyusul kemudian adalah runtuhnya Uni Soviet
pada 1991 dan kemerdekaan negara-negara satelit yang berada di bawahnya menyebabkan
banyak negara di dunia mulai mencampakkan komunisme dan beralih pada sistem demokrasi.
Francis Fukuyama dalam bukunya menyatakan bahwa sejarah pertentangan ideologi telah
berakhir dengan kemenangan demokrasi liberal barat yang cepat atau lambat akan menjadi
ideologi tunggal dan mengarahkan negara-negara pada homogenitas nilai dan sistem.40 Tak
hanya dalam sistem politik, sistem ekonomi pun mengalami transisi yang cenderung
mengarah pada sebuah gerakan pasar global yang bebas. RRC merupakan satu dari sedikit
negara yang ikut mereformasi sistem ekonominya sejalan dengan kecendrungan global yakni
dengan mengadopsi model pasar bebas, akan tetapi yang membuatnya unik, RRC sama sekali
tidak berubah terhadap nilai-nilai komunisme. Masih ada politbiro, dominasi partai tunggal,
serta suksesi kepemimpinan yang diwarisi secara hirarkis.
38
Survey Releases on 2009: www.ey.com: Ernst & Young
39
Elliot, Michael, China Takes on the World, TIME Magazine. Jan.2007
40
Fukuyama, Francis, The End of History and the Last Man, Free Press. 1992
Secara resmi RRC memandang dirinya sendiri sebagai bangsa multi-etnis dengan 56
etnisitas yang diakui. Mayoritas etnis Han menyusun hampir 93% populasi; bagaimanapun
merupakan mayoritas dalam hanya hampir setengah daerah Cina. Revolusi Komunis di
negara ini sejak tahun 1949 meninggalkan kesan yang besar yaitu hampir 59% penduduknya
(lebih kurang 767 juta orang) menjadi Ateis atau tidak percaya Tuhan. Namun lebih kurang
33% dari mereka percaya kepada kepercayaan tradisi atau gabungan kepercayaan Buddha
dan Taoisme. Penganut agama terbesar di negara ini ialah Buddha Mahayana yang berjumlah
100 juta orang. Di samping itu, Buddha Therawada dan Buddha Tibet juga diamalkan oleh
golongan minoritas etnis di perbatasan barat laut negara ini. Selain itu diperkirakan terdapat
18 juta penduduk Islam (kebanyakan Sunni) dan 14 juta Kristen (4 juta Katolik dan 10 juta
Protestan) di negara ini.
Ada banyak catatan mengenai HAM yang terjadi di RRC. Masih teringat jelas dalam
benak masyarakat dunia peristiwa Tiananmen, dimana rezim membubarkan paksa ribuan
demonstran yang berujung pada tragedi di Beijing. Protes di lapangan Tiananmen ditujukan
terhadap ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik yang kemudian merembet menjadi
demonstrasi pro-demokrasi yang memang merupakan suatu yang belum lazim di Cina yang
otoriter. Lebih dari 3.000 orang meninggal sebagai akibat tindakan dari pasukan bersenjata.
Terlepas dari persoalan praktik penegakan HAM yang masih minim di RRC, calon
adidaya dunia tersebut tengah melesat menjadi kekuatan regional yang disegani. Untuk
mengetahui secara lebih komprehensif mengenai kebangkitan RRC menjadi salah satu
kekuatan di Asia serta apa implikasinya, perlu kiranya bagi kita untuk menilik beberapa
aspek yang relevan. Beberapa aspek tersebut ialah sektor ekonomi, kekuatan pertahanan,
serta peran RRC dalam konstelasi perpolitikan dunia saat ini.
Jika Mao mempunyai perspektif yang spesifik tentang sosialisme, maka Deng
juga demikian. Dalam pemikiran Deng, sosialisme yang berusaha diterapkan di RRC
adalah sosialisme dengan karateristik Cina, dimana prinsip- prinsip dasar Marxisme
diintegrasikan dengan kondisi aktual Cina.41 Menurut Deng, apapun dapat ditempuh
untuk perkembangan pembangunan sosialis RRC, walaupun itu dianggap konvergensi
terhadap ideologi. Karena menurut Deng ideologi tidak dapat dilaksanakan secara
dogmatis, tetapi harus mengalir dan dapat diterima. Sosialisme yang dimaksudkan
oleh kelompok pragmatis-realis adalah seperti halnya di Yugoslavia, dimana yang
diperhitungkan dalam pembangunan ekonomi adalah kekuatan pasar dan mengakui
kepemilikan swasta, disamping kepemilikan negara, dalam sektor pertanian.
41
Poltak Partogi Nainggolan, Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping, Jakarta, PT Fajar Inter Pertama,
1995 hal.83
42
Reformasi ekonomi merupakan salah satu program di era Deng Xiaoping untuk membenahi sistem ekonomi
Cina pasca Revolusi kebudayaan.
43
Ibid hal.84
44
Ibid hal.84
45
Ibid hal.85
Hasilnya adalah PDB yang berlipat empat sejak 1978. Pada 1999 dengan
jumlah populasi 1,25 miliar orang dan PDB hanya $3.800 per kapita, Cina menjadi
ekonomi keenam terbesar di dunia dari segi nilai tukar dan ketiga terbesar di dunia
setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam daya beli. Pendapatan tahunan rata-rata
pekerja Cina adalah $1.300. Perkembangan ekonomi Cina diyakini sebagai salah satu
yang tercepat di dunia, sekitar 7-8% per tahun menurut statistik pemerintah Cina. Ini
menjadikan Cina sebagai fokus utama dunia pada masa kini dengan hampir semua
Biaya bahan mentah yang rendah merupakan salah satu aspek ekonomi RRC.
Ini disebabkan persaingan di sekitarnya yang menyebabkan hasil berlebihan yang
turut menurunkan biaya pembelian bahan mentah. Ada juga pengawasan harga dan
jaminan sumber-sumber yang tinggal dari sistem ekonomi lama berdasarkan Soviet.
Saat negara terus menswastakan perusahaan-perusahaan miliknya dan pekerja
berpindah ke sektor yang lebih menguntungkan, pengaruh yang bersifat deflasi ini
akan terus menambahkan tekanan keatas harga dalam ekonomi.
Ekspor Cina ke Amerika Serikat sejumlah $125 miliar pada 2002; ekspor
Amerika ke Cina sejumlah $19 miliar. Perbedaan ini disebabkan utamanya atas fakta
bahwa orang Amerika mengonsumsi lebih dari yang mereka produksi dan orang Cina
yang dibayar rendah tidak mampu membeli produk mahal Amerika. Amerika sendiri
membeli lebih dari yang dibuatnya dan sekalipun rakyat RRC ingin membeli
barangan buatan Amerika, mereka tidak dapat berbuat demikian karena harga barang
Amerika terlalu tinggi.
Pada 2003, PDB Cina dari segi purchasing power parity mencapai $6,4
trilyun, menjadi terbesar kedua di dunia. Menggunakan penghitungan konvensional
RRC diurutkan di posisi ke-7. Meski jumlah populasinya sangat besar, ini masih
hanya memberikan PNB rata-rata per orang hanya sekitar $5.000, sekitar 1/7 Amerika
Serikat. Laporan pertumbuhan ekonomi resmi untuk 2003 adalah 9,1%. Diperkirakan
oleh CIA pada 2002 bahwa agrikultur menyumbangkan sebesar 14,5% dari PNB
RRC, industri dan konstruksi sekitar 51,7% dan jasa sekitar 33,8%. Pendapatan rata-
46
Law of the People's Republic of China on the Standard Spoken and Written Chinese Language (Order of the
President No.37): www.gov.cn/english/laws/2005-09/19/content_64906.htm diakses pada 26 September 2013
47
CIA W
World Fact Boook: www.cia.g gov/library/puublications/thee-world-factbo
ook diakses paada 1 Mei 201
13
48
Wikipeedia: en.wikipedia.org/wiki//Historical_G
GDP_of_the_P Peoples_Repub blic_of_Chinaa di akses pad
da 26
Septembeer 2013
Neggara-negara anggota BR
RICS telah
h mengadak
kan KTT keetiga pada 14
1 April
2011 di Saanya-Hainan, RRC. P
Pertemuan ini
i menitikberatkan paada perkem
mbangan
ekonomi dan
d keuangaan global. Secara um
mum, negara-negara B
BRICS berp
pendapat
bbahwa neggara-negara Barat tellah mendom
minasi pro
oses pembuuatan peratturan di
bberbagai leembaga pen
nting keuanngan dan perdagangan
p n internasioonal. Merek
ka ingin
m
mengubah itu sekaran
ng dan dappat berperan
n lebih efektif dalam proses pem
mbuatan
aturan.
49
Goldmman Sachs studdy of BRIC an
nd N11 nationns, BRICS And
d Beyond, Nov
vember 23, 20007.
50
Ibid
51
Ibid
Angkatan Darat PLA secara holistik baik dari segi tenaga dan kemampuan
terdiri dari 800.000 personil reguler di samping 800.000 wajib militer. Angkatan
Darat berjumlah sebesar 76% dari seluruh angkatan bersenjata. Angkatan Darat
dikonfigurasi untuk pertahanan teritorial, pertahanan internal, perbatasan dan
keamanan pesisir terbatas untuk membendung Taiwan. Kekuatan-kekuatan tersebut
akan disusun dalam 18 kelompok tentara, masing-masing dengan kekuatan tenaga
personil antara 30.000 dan 65.000 orang. Struktur, ukuran dan kesiapan perang
mereka bervariasi sesuai dengan peran dan lokasi geografis. Angkatan Darat diatur
tujuh daerah infanteri, komando militer, armor, artileri dan unit rudal juga diatur
dalam kombinasi divisi dan brigade yang digelar oleh tujuh komando militer.
Selain itu PLA memiliki sejumlah pasukan yang dikonfigurasi secara khusus
untuk perbatasan dan keamanan pesisir, dengan peran spesialis lebih seperti
pertempuran gunung, penerbangan dan logistik pendukung seperti teknik dan sinyal.
Dalam cadangan terdapat divisi infanteri sekitar 30 unit, masing-masing dengan tiga
infanteri dan satu resimen artileri, 12 pertahanan udara dan tujuh divisi logistik
brigade pendukung.54
Kemampuan militer Cina masih tergantung pada Uni Soviet untuk sebagian
besar dari kemampuan Angkatan Darat generasi kedua atau bahkan generasi ketiga
teknologinya diproduksi dalam negeri, berdasarkan desain Soviet asli dari tahun 1950-
an, 60-an dan 70-an. Secara keseluruhan PLA menyebarkan sekitar 7.660 tank tempur
utama (Main Battle Tank/MBT) (terutama T-59, T-79, T-88, T-96 dan T-99), 1.000
53
Anthony H. Cordesman And Nicholas S. Yarosh, Chinese Military Modernization And Force Development A
Western Perspective, Center For Strategic and International Studies, Washington DC, 2006 hal 59
54
Claire Taylor And Tim Youngs, Chinas Military Posture, International Affairs And Defence Section, House
Of Commons Library, 2008, hal 26
Meskipun tidak setara dari segi jumlah personil dengan Angkatan Darat PLA,
kekuatan personil Angkatan Laut lebih dari cukup. PLAN (Peoples Liberation Army
Navy) terdiri dari 215.000 personil, 40.000 di antaranya adalah wajib militer dan
mencakup 26.000 personil penerbangan angkatan laut dan 10.000 marinir. Dalam
beberapa tahun terakhir, armada angkatan laut telah mengalami kemajuan daya
tempur seiring dengan peningkatan kemampuan alutsista. Kapal Angkatan Laut
khusus telah ditambah dengan dua kapal Guangzhou tipe penyerang yang mulai
beroperasi pada tahun 2004.
Empat kapal kelas perusak dilengkapi dengan meriam SS-N-22 serta rudal
anti-kapal pesiar yang telah beroperasi sejak 2002, dua kapal kelas Lanzhou dan
kapal-kapal armada terbaru: dua kelas Luzhou, yang pertama diluncurkan pada tahun
2005. Keempat kapal kelas ini dilengkapi kemampuan siluman yang lebih baik,
persenjataan canggih dan kemampuan pertahanan udara jauh lebih baik. Hal tersebut
dianggap kelemahan utama dalam kapal perang Cina sebelumnya karena mereka
terbatas kegiatan operasionilnya secara geografis. Penyebaran kapal perusak kelas
Luzhou dikabarkan dilengkapi dengan sistem SA-N-20 rudal permukaan-ke-udara
Rusia, yang memiliki jangkauan sekitar 150 km, lebih dari dua kali lipat kisaran
sistem pertahanan udara sebelumnya.56
55
Ibid 2008 hal 27
56
Ibid 2008, hal 29
Kapal Perusak China yang paling canggih adalah kapal perusak kelas
Sovremenny Rusia. Sovremenny, khusus dirancang untuk melawa kapal Aegis kelas
perusak milik Amerika Serikat. The Sovremenny membawa rudal anti-kapal Sunburn
Rusia, yang merupakan salah satu yang paling canggih di dunia. Angkatan Laut juga
tengah mengembangkan rudal jelajah anti-kapal yang lebih mumpuni serta rudal
jelajah serangan darat (LACMs), Kapal selam kelas Kilo, yang juga diperoleh dari
Rusia, merupakan kemajuan yang mengesankan untuk AL. PLAN dibatasi oleh
kurangnya integrasi dalam komando, kontrol, dan sistem komunikasi, penargetan,
pertahanan udara, dan kemampuan melawan kapal selam. Kapal PLAN rentan
terhadap serangan oleh pesawat, torpedo, rudal dan senjata anti-kapal musuh.58
Angkatan Udara China terdiri dari sekitar 250.000 personel. Wajib militer
membentuk sekitar 37% dari jumlah pasukan. Meskipun sejalan dengan kebijakan
keseluruhan PLA pada wajib militer, tetapi proporsinya diupayakan untuk terus
dikurangi. Dari perspektif peralatan, PLAAF memiliki sekitar 1.762 pesawat tempur
aktif. Pesawat tersebut adalah pesawat tempur yang sebagian besar varian J-7 dan J-8
yang mulai beroperasi pada tahun 1970-an dan 1980-an, meskipun varian terbaru dari
J-7, J-7G hanya dioperasikan PLAAF pada tahun 2003, dan Su-27 SK/J-11B. Sejak
tahun 2004 PLAAF juga telah ditambah armadanya dengan 10-J pesawat tempur
multi-peran dengan avionik canggih dan senjata yang lebih canggih yang telah
dianggap sebagai pesawat tempur Cina yang dikembangkan pertama untuk memenuhi
kinerja dan tolok ukur kemampuan terhadap pesawat tempur barat.
57
Ibid 2008, hal 30
58
Harold Brown, Chinese Military Power, Report Of An Independent Task Force, Council On Foreign
Relations Maurice R. Greenberg Center For Geoeconomic Studies, New York , 2003 Hal 36
Saat ini tidak jelas apakah PLAAF akan mengoperasikan pesawat tempur
multi-peran JF-17/FC-1 produksi bersama Cina dengan Pakistan pada 2007. Pesawat
ini dianggap kurang laik, meskipun lebih murah dibandingkan dengan beberapa
pesawa. Selain itu, Cina juga dilaporkan mulai pengembangan generasi pesawat
tempur keempatnya, JX (atau J-XX/J-14). Jet tempur Cina / pesawat pencegat ini
dilengkapi dengan sejumlah arsenal seperti AA-12, P-27/AA- 10, P-37/AA-11 PL-2B,
PL-PL-5B dan berkapasitas menampung 8 rudal udara-ke-udara, di samping PL-12
visual-range luar rudal udara-ke-udara (BVRAAM) baru yang digunakan pada
pesawat J-10 dan J-11B.59
59
Log Cit 2008, Hal 27
60
Log Cit 2003 Hal 36
61
Log Cit 2008, Hal 27
10 Kapal Induk 1
71 Kapal Selam 63
24 Kapal Frigat 47
24 Kapal Perusak 25
0 Korvet 0
62
Global Firepower: www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp diakses pada 26 September
2013
Pem
mbelanjaan militer RR
RC pada tah dalah AS$ 330 miliar, tetapi ini
hun 2005 ad
ttidak termaasuk uang yang
y digunnakan untuk
k pembelian
n senjata daari luar, kajjian dan
ppembangunnan prajurit, ataupun pparamiliter (Polisi RRC
C), dan krittikus menju
ulukinya
sebagai perrcobaan yan
ng sengaja dilakukan untuk men
nipu dunia. Baru-baru ini satu
kkajian RAN
ND mempeerkirakan bbahwa perb
belanjaan militer
m Cinaa yang seb
benarnya
adalah 1,4--1,7 kali lipat lebih bbesar daripaada pengeluaran resm
minya. Akan
n tetapi,
A
Amerika juuga pernah
h mencoba menipu belanja miliiternya denngan mengeeluarkan
pperbelanjaaannya di Affghanistan dan Irak dari
d pada beelanja dari Kantor Perrtahanan
rresminya.644
Republik Rakyat Cina telah lama melakukan perubahan dalam kebijakan luar
negerinya. Dimulai sejak tahun 1978, Cina berusaha menjadi salah satu dari negara
yang mapan.Pada saat masa pemerintahan Mao Zhedong, Cina sudah menjadi salah
satu negara yang diperhitungkan karena bermacam-macam pemikiran Mao yang
merupakan jalan dijadikannya Cina modern. Marxisme dan Leninisme adalah buah
pikiran Mao yang menjadi kekuatan tawar menawar Cina di politik internasional.
Akan tetapi hal ini juga membuahkan konflik dengan Uni Soviet. Namun, karena
kepentingan ekonomi merupakan poros utama politik luar negerinya, sebenarnya Cina
telah mengalihkan sumber ideologis dan orientasinya, yaitu dari komunisme militan
menjadi nasionalisme pragmatik.
Untuk itu RRC telah menyusun Comprehensive National Power (CNP) untuk
perumusan nasionalisme dalam praktik. Konsep power mengacu kekuatan bangsa
mencakup seluruh sumber daya aktual maupun potensial yang dimiliki Cina
(comprehensive), baik kultural, ekonomi, militer, geografi, jumlah penduduk, dan
sebagainya yang, setelah dikalkulasi, diharapkan bisa mengetahui kekuatan tawar
Cina.
65
What are China's largest and richest cities? University of Southern California US-China Institute, 2007.
Pada 1971, RRC menggantikan Republik Cina sebagai wakil untuk "Cina" di
PBB dan sebagai salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Cina juga
pernah menjadi anggota Gerakan Non-Blok, dan kini tetap berperan sebagai anggota
pengamat. Banyak dari kebijakan luar negerinya yang sekarang didasarkan pada
konsep kebangkitan Cina yang damai.
Bergabungnya RRC dengan WTO (World Trade Organitation) tidak juga bisa
dikatakan, Cina lebih memihak pada negara-negara maju dan mapan. Bergabungnya
Cina dengan WTO dan kerja sama regional seperti APEC (Asia-Pacific Economic
Forum), ARF (ASEAN Regional Forum), kemitraan strategisnya dengan India dan
semacamnya merupakan wujud pendekatan instrumental yang kalkulatif. Dengan
begitu Cina tidak akan menunjukan antusiasme berlebihan maupun sikap antipati
terhadap skema organisasi-organisasi multilateral yang ada.
Berdasar CNP, tujuan strategis politik luar negeri Cina bisa diidentifikasi
sebagai berikut: pertama, melindungi kemerdekaan, kedaulatan, dan keamanan Cina;
kedua, melindungi dan menopang pembangunan ekonomi dan teknologi; ketiga,
menciptakan situasi yang kondusif dan damai di Asia-Pasifik; keempat, memberi
respons efektif pada tantangan dan ancaman dari luar; kelima, mencegah konflik
internal dan eksternal; keenam, meningkatkan status dan prestise Cina di mata
internasional.
Tentunya, tujuan itu bisa menjadi acuan politik luar negeri negara-negara lain.
Namun, yang menarik dari kasus Cina adalah setelah kurang lebih 27 tahun
menjalankan proses modernisasi, kecepatan pertumbuhannya begitu mencengangkan
(di atas sembilan persen per tahun) dan menjadi tonggak tersendiri dalam wacana
teori-teori ekonomi pembangunan dan kajian-kajian strategi serta teknologi
pertahanan.
Bahwa perdamaian menjadi prinsip politik luar negeri Cina, telah jelas
dinyatakan Deng Xiaoping sendiri, "politik luar negeri Cina memegang teguh dua
prinsip. Pertama, menentang hegemonisme dan politik adu kekuatan, serta menjaga
perdamaian dunia. Kedua, menegakkan tatanan politik dan ekonomi internasional
yang baru"66 RRC berpedirian semua negara baik besar maupun kecil, kuat maupun
lemah serta miskin maupun kaya sama-sama adalah anggota masyarakat internasional
yang sama derajat. Persengketaan dan konfrontasi antar negara seharusnya
diselesaikan secara damai melalui musyawarah, tidak seharusnya menggunakan
kekuatan bersenjata atau mengacam dengan kekuatan bersenjata, tidak boleh
mencampuri urusan dalam negeri negara lain dengan dalih apapun. Cina dengan aktif
mendorong pembinaan tata baru politik dan ekonomi internasional yang adil dan
rasional.
Perbedaan sikap terhadap kebijakan politik luar negeri barat kerap ditunjukkan
RRC dalam beragam isu internasional seperti misalnya dalam menyikapi embargo
terhadap Iran dan Korea Utara yang dianggap oleh barat beraliansi untuk menciptakan
senjata nuklir, dimana Iran berambisi memperkaya uranium sedangkan Korea Utara
mengembangkan rudal penjelajah yang saat ini telah melampaui tahap menengah.
Barat dengan tegas melarang hubungan ekonomi dengan kedua negara tersebut
sebagai sanksi atas ambisi mereka yang dikhawatirkan menganggu perdamaian dunia,
Sikap serupa ditunjukkan RRC sebagai salah satu anggota DK-PBB dalam
menyikapi beragam isu. Terakhir, RRC bersama Rusia menolak proposal negara-
negara barat yang dimotori oleh Amerika Serikat untuk melakukan serangan militer
terbatas terhadap rezim Bashar Al Assad di Suriah sebagai bentuk hukuman terhadap
rezim tersebut karena telah menggunakan senjata kimia untuk melawan kelompok
oposisi yang menewaskan lebih dari seribu orang di negeri yang sudah satu setengah
tahun terakhir mengalami pergolakan internal tersebut. Selain karena memiliki
kedekatan ideologis pada rezim Assad yang berhaluan sosialis, RRC sebenarnya ingin
menunjukkan bahwa dunia tidak selalu harus didikte oleh kehendak barat.
Sengketa perbatasan di Laut Cina Timur terjadi antara RRC dengan Jepang.
Persoalan tumpang-tindih kedaulatan bermula saat kedua negara saling mengklaim
atas wilayah Kepulauan yang disebut Senkaku oleh Jepang atau Diayou oleh Cina
(Diayoutai oleh Taiwan). Lantas apa saja yang dipersengketakan oleh kedua belah
pihak dalam kasus kepemilikan pulau Senkaku/Diayou ini?
Pertama, perbedaan paham garis perbatasan laut di Laut Cina Timur antara
Jepang dan RRC hingga kini belum dicapai kesepakatan bersama. Walau keduanya
sama-sama meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, tetapi
mereka membangun pemahaman sendiri yang belum tuntas dibicarakan. Jepang
mengusulkan pembagian wilayah berdasar garis tengah di zona ekonomi eksklusifnya
(berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline), sedangkan Cina mengacu pada kelanjutan
alamiah dari landas kontinennya (berjarak di luar 200 mil).
Mengenai paham garis tengah ala Jepang memang tidak sesuai dengan isi
konvensi. Sebab, jika sudah berkait dengan hal kedaulatan, keputusan yang bersifat
sepihak tak punya basis legal. Landasan kontinental seharusnya didasarkan pada
sebuah perjanjian antarkedua pihak agar tercapai solusi adil. Selanjutnya, pengukuran
wilayah berdasarkan garis tengah hanya sebuah cara pengukuran, bukan sebuah
prinsip dari hukum internasional kebiasaan dalam delimitasi.
Lagi pula, Kepulauan Diaoyu yang saat itu menjadi bagian dari Taiwan biasa
digunakan para nelayan Cina sebagai basis operasional. Pada saat kekalahan Cina
dalam perang Sino-Jepang (1894-1895), Taiwan (termasuk Kepulauan Diaoyu)
diserahkan ke Jepang. Namun, akhir PD II, kepulauan ini dikembalikan oleh AS ke
Cina berdasarkan perjanjian Tiga Besar (AS, Inggris, Cina) di Kairo tahun 1943.
Ketiga, munculnya sengketa ini dipicu setelah kedua pihak menyadari adanya
sumber cadangan minyak dan gas di sekitar Kepulauan Senkaku pada pertengahan
1990-an, yang berlanjut hingga kini. Ketika kepentingan nasional dipicu kepentingan
bisnis prospektif berupa temuan cadangan minyak dan gas, segala daya penguat dan
bukti pembenaran akan dihimpun demi basis legal untuk penguasaan sumber energi
itu. Apalagi Jepang dan Cina adalah dua negara yang sangat bergantung pada suplai
minyak dan gas dari luar. Dan, ketika keduanya menyadari adanya cadangan energi
yang tidak jauh dari wilayah mereka, keduanya akan mati-matian
memperjuangkannya.
Belakangan hubungan Cina dan Jepang kian memanas terkait sengketa ini.
Beberapa bulan yang lalu pemerintah Jepang mengumumkan untuk membeli pulau-
pulau di wilayah sengketa tersebut. Sejak itu aksi-aksi unjuk rasa anti-Jepang marak
digelar di dalam negeri RRC. Hubungan bilateral RRC-Jepang yang memburuk juga
berakibat pada menurunnya penjualan produk-produk Jepang di Cina sehingga
merugikan banyak perusahaan. Memburuknya situasi di Laut Cina Timur juga
diperparah dengan sejumlah manuver kapal patroli dan kapal angkatan laut dari kedua
negara di wilayah yang dipersengketakan.
Selain itu, entah berkaitan dengan peroalan sengketa atau tidak PLAN
(Angkatan Laut RRC) mulai mengoperasikan kapal induk pembawa pesawat tempur
pertama milik Cina. Penggunaan kapal bernama Liaoning ini merupakan bagian dari
peningkatan kemampuan militer Cina dalam fungsi pertahanan, di tengah ketegangan
maritim di kawasan tersebut. Liaoning merupakan kapal bekas milik Soviet yang
dibeli dari Ukraina, kemudian diperbaiki dan dimodifikasi untuk digunakan oleh
militer Cina. RRC menapik kehadiran kapal induk tersebut sebagai upaya
memberikan tekanan kepada Jepang, namun upaya tersebut jelas-jelas sebuah
ancaman yang ditujukan langsung pada siapa saja yang ingin berhadapan dengan
RRC.
Kamboja yang menjadi tuan rumah dalam forum yang bertujuan menyepakati
komunike bersama bersikap jauh dari harapan negara-negara anggota ASEAN
lainnya. Phnom Penh justru menolak tindakan-tindakan yang dinilai dapat memicu
kemarahan Cina. Tidak mengherankan bila Filipina langsung menuding Kamboja
yang kukuh menentang setiap pernyataan keras itu sebagai biang kegagalan
penyepakatan komunike tersebut. Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Kamboja Hor
Namhong menyangkal tudingan itu. Dia menyatakan kegagalan tersebut adalah
kegagalan bersama ASEAN.
Setelah perang Vietnam-Cina tahun 1974, RRC menguasai Paracel. Juni 2012
yang lalu Cina membangun kota Sansha di Provinsi Hainan dan memasukkan Paracel
sebagai bagian kota tersebut. Pada tahun 1988 kedua negara itu berkonflik lagi, kali
ini di Kepulauan Spratly, tepatnya di Karang Johnson. Cina memenangi konflik ini
dan 60 orang tewas di pihak Vietnam. Bila dibandingkan dengan kedua konflik ini,
perselisihan antara Filipina, baik dengan Cina, Vietnam, maupun Malaysia, tergolong
minor.
Vietnam jelas menentang klaim peta Cina tersebut. Vietnam berpendapat Cina
tidak pernah menyatakan kedaulatannya di kedua kepulauan tersebut sebelum tahun
1940-an. Sama seperti Cina dan Taiwan, Vietnam bersikeras Paracel dan Spratly ada
di teritorinya. Vietnam menyatakan memiliki dokumen-dokumen yang membuktikan
telah berkuasa di Paracel dan Spratly sejak abad ke-17. Sedangkan Filipina hanya
menginginkan Spratly. Yang kerap menjadi sengketa adalah Beting Scarborough,
berjarak 160 km dari pulau terluar Filipina dan sekitar 800 km dari daratan terdekat
Cina.
Belum lagi kekayaan ekosistem perairannya. Selain itu, lebih dari 50 persen
perdagangan dunia melewati Laut Cina Selatan. Lokasinya pun strategis untuk pos
pertahanan militer. Akhir Februari lalu Filipina mengundang perusahaan-perusahaan
asing untuk berinvestasi melalui eksplorasi minyak bumi di lepas pantai Laut Cina
Selatan. Izin eksplorasi direncanakan diberikan kepada 15 blok, tiga di antaranya ada
di wilayah sengketa. Cina menyatakan tindakan Filipina tersebut ilegal karena tanpa
izin mereka.