KIMIA FISIK II
Syarat larutan gas ideal adalah memenuhi hukum Raoult yang berbunyi sebagai berikut
tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan larutan besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap
pelarut murni (P0A) dengan fraksimol pelarut tersebut didalam larutan (XA). Secara matematis
hukum ini dapat ditulis sebagai :
PA = X A P0A ............... (2.1)
Zat yang diukur mudah menguap (volatil) sehingga tekanan uapnya dapat diukur, maka tekanan
uap zat terlarut dapat dicari dengan rumus yang serupa yaitu:
PB = XB P0B ............... (2.2)
Diasumsikan bahwa sistem hanya mengandung dua komponen (A dan B), maka tekanan uap
total (P) dari sistem dapat dicapai menggunakan hukum Dalton yaitu:
P = PA + PB ............... (2.3)
P = XA P0A + XB P0B ............... (2.4)
Sangat jarang ditemui yang dapat sepenuhnya memenuhi hukum Raoult, hal ini disebabkan ideal
pada larutan berarti interaksi antara semua komponen adalah sam dan ini sukar unuk dipenuhi
(Bird, 1993).
Larutan biner yang diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai tekanan uap
lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan komposisi antara
cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang
diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai komposisi yang
lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap (Alberty, 1987).
Larurtan ideal banyak dipakai sebagai acuan. Larutan ini sedemikian rupa sehingga
interaksi antara partikel lain jenis sama dengan yang sejenis. Interaksi itu berupa daya tolak atau
daya tarik sesamanya. Larutan ideal dalam satu partikel satu komponen tidak mempengaruhi
partikel lain didekatnya. Energi yang dikandung komponen larutan sebelum dan sesudah
tercampur sama sehingga H pencampuran bernilai nol. Artinya, dalam pencampuran tidak ada
kalor yang diserap atau dilepaskan (Syukri,1999).
Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila:
1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 1-0
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen komponen dicampur
membentuk larutan ( H pencampuran = 0 )
3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah
komponen yang dicampurkan ( V pencampuran = 0 )
4. Memenuhi hukum Raoult
P1 = X1 p0
Dimana : P1 = Tekanan uap larutan
p0 = Tekanan uap solven murni
X1 = mol fraksi larutan
Sifat komponen larutan ideal yang satu akan mempengaruhi sifat komponen yang lain,
sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya. Contoh, sistem
benzene toluene. Sedangkan larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat yang
telah disebutkan diatas. Larutan dibagi menjadi dua golongan :
a. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton
karbondisulfida.
b. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan
menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu. Contoh : sistem benzene
etanol dan sistem aseton khloroform (Tim Penyusun Praktikum, 2017).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Fraksi Mol
Suhu
Konsentrasi Massa Jenis Sebelum Sesudah
3
Destilasi Destilasi
Etanol (%) (gram/cm ) Destilasi Destilasi
(C) (x10-4)
(x10-4) (x10-4)
1 0,934 97 0,85 0,8 0,67
1,5 0,932 96 1 1,26 0,7
2 0,962 95 1,8 1,62 0,9
2,5 0,971 94 2,52 3,78 1,08
Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Data
4.1 Pembahasan
Percobaan pada praktikum kali ini mengenai kesetimbangan uap-cair pada sistem biner.
Larutan biner merupakan larutan yang mengandung komponen zat terlarut dan komponen
pelarut. Larutan biner yang digunakan dalam percobaan ini adalah etanol-akuades, dimana etanol
berperan sebagai zat terlarut dan akuades sebagai zat pelarutnya. Larutan biner memiliki
beberapa sifat yaitu homogen dalam seluruh sistem larutan, tidak mempunyai entalpi
pencampuran, dan tidak ada volume pencampuran. Larutan dari fase etanol-akuades akan saling
berinteraksi melalui ikatan hidrogen. Hal ini membuat larutan campuran dapat saling melarutkan
atau homogen. Etanol memiliki titik didih yang lebih rendah dari akuades. Larutan campuran
etanol-akuades akan membentuk suatu azeotrop, dimana azeotrop merupakan campuran zat,
dengan fase uap (destilat) dan fase cair (residu) memiliki komposisi yang sama. Hal ini terjadi
akibat ikatan antarmolekul pada kedua larutannya. Larutan biner etanol-air dibuat dalam
konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 1;1,5;2; dan 2,5 % dengan cara mengencerkan alkohol
99,8% menjadi konsentrasi 10% dan diencerkan lagi menjadi konsentrasi yang diinginkan.
Komposisi larutan campuran dibuat berbeda untuk mengetahui jumlah alkohol yang teruapkan
dalam proses distilisi sebagai uap yang akan diuji konsentrasi alkohol menggunakan sensor
alkohol. Hasil perngukuran masing-masing konsentrasi akan menghasilkan kadar etanol dalam
destilat dan residu. Kedua nilai ini dioleh sehingga menghasilkan fraksi mol zat terlarut dalam
destilat dan residu
Tahap pertama dalam percobaan ini adalah pengenceran larutan etanol induk pada berbagai
konsentrasi. Variasi konsentrasi etanol dalam sistem larutan campuran akan mempengaruhi titik
didih larutan dan jumlah komponen etanol dalam fasa uap sebagai distilat dan fasa cair sebagai
residu. Prinsip dasar dari distilasi adalah komponen zat yang memikiliki titik didih lebih rendah
akan teruapkan terlebih dahulu (pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan pada titik
didih masing-masing komponen). Larutan yang pertama kali menguap kemungkinan besar
adalah etanol. Hal ini dikarenakan etanol memilii titik didih yang lebih rendah dalam sistem
larutan campuran.
Tetesan uap pertama yang terbentuk merupakan nilai titik didih dari larutan biner.
Tetesan tersebut merupakan produk etanol, dimana ikatan diantara etanol dengan air sebagai
ikatan hidrogen telah terputus sehingga etanol berhasil teruapkan. Semakin banyak komposisi
etanol dalam campuran larutan biner, maka akan semakin mudah poduk etanol murni untuk
dihasilkan. Hal ini dikarenakan interaksi diantara etanol dengan air tidak terlalu kuat dan tidak
banyak molekul air yang berinteraksi dengan etanol dibandingkan pada campuran dengan
komposisi etanol yang rendah. Tetesan uap tersebut juga dijadikan acuan, bahwa proses distilasi
sudah berakhir. Titik didih yang dihasilkan merupakan titik eutektik dari larutan biner etanol-
akuades (dapat dilihat pada tabel hasil 4.1). Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data yang
menunjukkan adanya penurunan titik didih larutan biner ketika konsentrasi etanol dalam larutan
semakin tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah partikel etanol dalam larutan yang semakin
banyak, sehingga larutan akan mendidih lebih rendah dibanding dengan akuades dan lebih tinggi
dibanding dengan etanol. Grafik hasil pengeplotan antara komposisi melawan temperatur dari
percobaan ini sebagai berikut:
Grafik Hubungan Fraksi Mol dan Suhu
97.5
97 y = -16178x + 97.995
96.5 R = 0.9399
96
Suhu
95.5
suhu
95
Linear (suhu)
94.5
94
93.5
0 0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025 0.0003
Fraksi Mol
Gambar 4.1 Grafik kesetimbangan uap-cair larutan biner etanol-akuades sebelum destilasi
95.5
suhu
95
Linear (suhu)
94.5
94
93.5
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004
Fraksi Mol
96
suhu
95.5
suhu
95
Linear (suhu)
94.5
94
93.5
0 0.00002 0.00004 0.00006 0.00008 0.0001 0.00012
Fraksi Mol
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kesetimbangan uap cair adalah Larutan biner merupakan
larutan yang terdiri dari dua komponen yang saling bercampur dengan sempurna dan nilai
x1 + x2 = 1 serta dalam keadaan mudah menguap.Semakin besar % komposisi destilat dan residu
pada etanol maka semakin rendah suhu yang dibutuhkan untuk menguap, sehingga hasilnya
adalah berbanding terbalik.
5.2 Saran
Adapun saran dalam praktikum kesetimbangan uap-cair pada sistem biner adalah
praktikan harus berdisiplin selama praktikum berlangsung. Praktikan harus menguasai materi
yang akan dilakukan. Hal tersebut dilakukan supaya meminimalisir terjadinya kesalahan hasil
data dan prosedur kerja. Sebaiknya dilakukan kalibrasi alat yang akan digunakan supaya hasil
yang diperoleh memiliki akurasi dan presisi yang tinggi. Praktikan harus mengerti mengenai lab
safety use dan SOP setiap alat yang akan digunakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengenceran etanol
=
( ) ( )
=
=
=
=
Massa Jenis 2%
Masa piknometer kosong = 32,472 gram
=
( ) ( )
=
=
=
=
Massa Jenis 2,5%
Masa piknometer kosong = 32,476 gram
=
=
( ) ( )
=
=
=
=
0.955
0.95
0.945 massa jenis
0.94 Linear (massa jenis)
0.935
0.93
0.925
0 1 2 3
Konsentrasi (%)
1. Fraksi Mol
Sebelum destilasi
Fraksi Mol 1%
% etanol = % volume etanol
= 0,023 mL
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,023 mL x 0,934
= 0,0215 gram
n =
=
= 0,00047 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,023 mL
= 99,977 mL
=
= 0,85
Fraksi Mol 1,5%
% etanol = % volume etanol
= 0,028 mL
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,028 mL x 0,932
= 0,026 gram
n =
=
= 0,00056 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,028 mL
= 99,972 mL
=
=1
Fraksi Mol 2%
% etanol = % volume etanol
= 0,050
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,050 mL x 0,962
= 0,0481 gram
n =
=
= 0,0010 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,050 mL
= 99,95 mL
=
= 1,8
Fraksi Mol 2,5%
% etanol = % volume etanol
= 0,071
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,071 mL x 0,971
= 0,068 gram
n =
=
= 0,0014 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,071 mL
= 99,929 mL
=
= 2,52
96
Suhu
95.5
suhu
95
Linear (suhu)
94.5
94
93.5
0 0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025 0.0003
Fraksi Mol
Destilat
Fraksi Mol 1%
% etanol = % volume etanol
= 0,022
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,022 mL x 0,934
= 0,020 gram
n =
=
= 0,00045 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,022
= 99,98 mL
=
= 0,8
Fraksi Mol 1,5%
% etanol = % volume etanol
= 0,035
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,035 mL x 0,932
= 0,033 gram
n =
=
= 0,0007 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,035 mL
= 99,96 mL
=
= 1,26
Fraksi Mol 2%
% etanol = % volume etanol
= 0,048
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,048 mL x 0,962
= 0,046 gram
n =
=
= 0,00099 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,048 mL
= 99,95 mL
=
= 1,62
Fraksi Mol 2,5%
% etanol = % volume etanol
= 0,100
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,100 mL x 0,971
= 0,0971 gram
n =
=
= 0,0021 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,100 mL
= 99,9 mL
Massa air = 99,9 mL 1
= 99,9 gram
Xetanol =
=
= 3,78
95.5
suhu
95
Linear (suhu)
94.5
94
93.5
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004
Fraksi Mol
Residu
Fraksi Mol 1%
% etanol = % volume etanol
= 0,018
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,018 mL x 0,934
= 0,017 gram
n =
=
= 0,00037 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,018
= 99,98 mL
=
= 0,67
Fraksi Mol 1,5%
% etanol = % volume etanol
= 0,020
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,020 mL x 0,932
= 0,019 gram
n =
=
= 0,0004 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,020 mL
= 99,98 mL
=
= 0,7
Fraksi Mol 2%
% etanol = % volume etanol
= 0,024 mL
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,024 mL x 0,962
= 0,023 gram
n =
=
= 0,0005 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,024 mL
= 99,98 mL
=
= 0,9
Fraksi Mol 2,5%
% etanol = % volume etanol
= 0,027 mL
Massa Etanol = % volume etanol x etanol
= 0,027 mL x 0,971
= 0,026 gram
n =
=
= 0,0006 mol
Vair = %volume etanol
= 100 mL 0,027 mL
= 99,97 mL
=
= 1,08
96
suhu
95.5
suhu
95 Linear (suhu)
94.5
94
93.5
0 0.00002 0.00004 0.00006 0.00008 0.0001 0.00012
Fraksi Mol