Anda di halaman 1dari 5

BAB III

TATA KERJA

3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik
(OHAUS), alat soxhlet, evaporator, magnetic stirer, pH meter (Mettler Toledo),
viskometer, particle size analyzer (PSA), disposable syringe dan alat-alat gelas
laboratorium lainnya.

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Temulawak dari
perkebunan Manoko Lembang, kitosan, natrium tripolifosfat, asam asetat glasial,
etanol 96%, asam klorida teknis, asam fosfat, kalium dihidrogen fosfat teknis,
natrium CMC dan aquadest.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Pembuatan Simplisia
Simplisia yang telah dikeringkan dihaluskan untuk kemudian
dilakukan ekstraksi.
3.3.2 Parameter Mutu Simplisia
A. Penetapan Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang
saksama, masukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang
telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga
arang habis, dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak
dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas
saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga
bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1977).

B. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

17
18

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan


25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang
tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas
saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot
tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut asam terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1977).
C. Penetapan Kadar Abu Yang Larut Air
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan
25 ml air selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut,
saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas dan pijarkan selama 15 menit pada suhu tidak
lebih dari 450, hingga bobot tetap, timbang. Perbedaan bobot
sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air. Hitung kadar abu
yang larut dalam air terhadap bahan yang dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1977).
D. Penetapan Susut Pengeringan
Dimasukkan 5 gram simplisia dan ditimbang seksama dalam
wadah yang telah ditara. Dikeringkan dalam oven pada suhu
105C selama 5 jam, kemudian ditimbang. Dilanjutkan
pengeringan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan
antara dua jam penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%
(Anonim, 2000).
E. Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi, yaitu dengan
memasukkan 5 gram serbuk simplisia, lalu ditambahkan 200 ml
toluen jenuh air ke dalam labu yang telah berisi sampel uji, lalu
dididihkan sampai toluen mendidih. Kemudian dilakukan
penyulingan dengan kecepatan kurang lebih 2 tetes perdetik pada
awal penyulingan dan dinaikkan 4 tetes perdetik. Penyulingan
dihentikan setelah seluruh air tersuling. Untuk mengantisipasi
masih adanya air yang belum tersuling, maka dilakukan
penyulingan kembali selama 5 menit. Setelah air dan toluen pada
tabung penerima memisah, maka dilakukan perhitungan kadar air
19

dengan cara menghitung volume air terhadap bobot kering


simplisia (Anonim, 1989).
F. Penetapan Kadar Sari Larut Air
Dikeringkan serbuk simplisia di udara, dimaserasi 5 g serbuk
dengan 100 ml (air:kloroform) menggunakan labu bersumbat
sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Lalu disaring dan diuapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara, dipanaskan
sisa pada suhu 105C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam
persen, sari yang larut dalam air terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Anonim, 2011).
G. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Dikeringkan serbuk simplisia di udara, dimaserasi 5 g serbuk
dengan 100 ml etanol 95%, menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan
selama 18 jam. Disaring cepat dan diuapkan 20 ml filtrat hingga
kering dalam cawan penguap yang telah ditara, lalu dipanaskan
sisa dalam oven pada suhu 105C hingga bobot tetap. Dihitung
kadar dalam persen, sari yang larut dalam etanol 95% terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara (Anonim, 2011).
3.3.3 Pembuatan Ekstrak Temulawak
Rimpang temulawak yang sudah diserbukkan terlebih dahulu
diekstraksi dengan etanol 96% menggunakkan peralatan soklet selama 8
jam, pelarut dihilangkan dengan Rotary evaporator. Residu ditimbang dan
ditentukan % rendemen dengan membandingkan berat residu dibagi
dengan berat serbuk simplisia kali 100%. Dilakukan beberapa kali
ekstraksi untuk mendapatkan jumlah ekstrak yang dibutuhkan
(Prasetyorini dkk., 2011).

3.3.4 Pembuatan Nanosuspensi Temulawak


Preparasi nanopartikel diawali dengan membuat larutan kitosan
0,2%, dengan cara melarutkan kitosan beserta eksrtak temulawak ke dalam
asam asetat glasial 0,3%, sambil dilarutkan menggunakan magnetic stirer
pada kecepatan 500 rpm selama 24 jam, sampai terlarut sempurna. Setelah
24 jam dalam wadah terpisah dibuat larutan TPP dalam aquadest. Larutan
20

TPP kemudian diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan kitosan


sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer selama 1 jam dalam
suhu 25C. Nanopartikel ekstrak temulawak akan terpisah dengan
supernatannya setelah disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm.
Perbandingan jumlah bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Perbandingan jumlah bahan yang digunakan
Formula Konsentrasi Konsentrasi Rasio Berat Rasio Berat
Kitosan TPP Kitosan : Ekstrak Kitosan : TPP
(mg/ml) (mg/ml)
1 0,2 0,1 0,5 : 1 5:1
2 0,2 0,2 1:1 5:1
3 0,2 0,3 2:1 5:1
(Mardliyani, E. 2012; Guan, J et al., 2011)
3.3.5 Karakterisasi Nanosuspensi Temulawak
Nanosuspensi ekstrak tanaman temulawak kemudian
dikarakterisasi meliputi ukuran partikel, distribusi partikel, indeks
polidispersitas dan zeta potensial dengan menggunakan Particle Size
Analyzer (PSA). Sejumlah sampel diukur dengan Particle Size Analyzer
(PSA).
3.3.6 Uji Toksisitas
A. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakkan adalah mencit jantan galur Swiss
Webster yang sehat dengan bobot 20-30 gram. Mencit yang
digunakkan berjumlah 25 ekor dimana 5 ekor untuk uji
pendahuluan dan 20 ekor untuk uji utama.
B. Uji Pendahuluan
Tujuan dari uji pendahuluan adalah mencari dosis awal yang
sesuai untuk dosis utama. Dosis yang dipakai pada dosis awal
adalah 100, 200, 1000, 1500 dan 2000 mg/kg BB sebagai dosi
yang dapat menimbulkan efek toksik. Waktu pengamatan diamati
dengan interval sekurang-kurangnya 24 jam setiap dosis dan
diamati selama waktu 14 hari (BPOM, 2014).
C. Uji Utama
Setelah dilakukan uji pendahuluan dan didapatkan dosis awal
selanjutnya dilakukan uji utama untuk memperoleh nilai LD 50 .
Hewan uji yaitu mencit dibagi kedalam 5 kelompok perlakuan
dimana kelompok 1 adalah kelompok control dan kelompok 2
21

sampai 5 adalah kelompok uji. Kelompok kontrol negative


diberikan larutan suspensi Na CMC. Setiap kelompok terdiri dari
4 ekor mencit dan dilakukan aklimatisasi selama 1-2 minggu
sebelum dilakukan percobaan dimana setiap hari mencit
ditimbang setiap hari untuk mendapatkan bobot yang tepat.
Mencit dipuasakan selama 3-4 jam sebelum dilakukan pengujian
dengan tetap diberikan minum. Pada uji utama ini digunakkan 4
variasi dosis (BPOM, 2014)

Anda mungkin juga menyukai