Anda di halaman 1dari 16

MALNUTRISI

1. DEFINISI
Malnutrisi adalah suatu keadaan dimana tubuh mengalami gangguan dalam
penggunaan zat gizi untuk tumbuh kembang serta aktivitas (UNICEF, 1990).
Malnutrisi makronutrien biasa disebut sebagai gizi buruk / KKP (Kekurangan Kalori
Protein) atau disebut juga MEP (Malnutrisi Energi Protein) yaitu keadaan kurang gizi
yang disebabkan rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi AKG (Mansjoer, 2000).
Keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup. Malnutrisi dapat
juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan diantara
pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini
bisa terjadi karena asupan makanan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan
yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan zat gizi dalam tubuh juga berakibat
terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolic (oxford medical
dictionary, 2007).
Suatu keadaan terjadinya kelainan patologis pada tubuh akibat defisiensi relatif atau
absolut atau kelebihan satu ataulebih zat makanan esensial bagi tubuh (Budiman
Chandra, 2009).

2. ETIOLOGI
Penyebab langsung:
- Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas
makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
- Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan
makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
Penyebab tidak langsung:
- Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk
menghasilkan atau mendapatkan makanan.
- Kualitas perawatan ibu dan anak.
- Buruknya pelayanan kesehatan.
- Sanitasi lingkungan yang kurang.
1. Gangguan intake makanan, meliputi kuantitas, keseimbangan, frekuensi, kualitas,
fisik. Terjadi karena :
Bencana alam atau dari manusia, meliputi kecelakaan, penyakit, musim
kering, terjadi perang, dll
Maldistribusi dari kekayaan, kemunduran,
Kecerobohan
Anoreksia
Perubahan enzim, bakteri, atoni intersinal, atrofi intestinal
2. Defek kongenital, meliputi prematuritas, kegagalan metabolik, perkembangan.
3. Malabsorbsi.
4. Peningkatan kebutuhan, meliputi pertumbuhan kehamilan, laktasi, luka, penyakit,
pekerjaan fisik, variasi individu.
5. Penyakit lainnya, meliputi infeksi tuberkulosis, skabies, endokrin metabolik,
degeneratif alergi.
(Williams, C. D (1990) Malnutrition dalam Williams, C. D (1976 ) Mother and Child
Health Delivering the Service hal. 47)
Pejamu Agent Lingkungan
1. BBLR 1. Makanan tidak seimbang 1. Akses keterjangkauan
2. Status imunisasi 2.Penyakit infeksi yang anak dan keluarga
3. Status ASI Eksklusif mungkin di derita anak terhadap air bersih
4. Tingkat pendidikan Ibu 2. Kebersihan lingkungan.
5. Pengetahuan Gizi Ibu 3. Jangkauan keluarga
6. Pekerjaan Ibu terhadap pelayanan dan
7. Jumlah Anak dalam sarana kesehatan
Keluarga
8. Penyakit Infeksi

3. PATOFISIOLOGI MALNUTRISI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya
juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi
primer apabila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya
didasari oleh masalah social ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan di
bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan
karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis, ataupun
kelainan pencernaan dan metabolik yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi
meningkat,penyerapan nutrisi yang turun, dan meningkatnya kehilangan nutrisi.
Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran karbohidrat, kemudian pembakaran lemak lalu pembakaran protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stress katabolik (infeksi) maka
kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein
relative, kalau kondisi ini terjadi pada status gizi masih diatas -3 SD (-2SD 3 SD),
maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompesated malnutrition). Pada kondisi
ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stress katabolik ini terjadi pada
status gizi dibawah -3 SD, maka terjadilah marasmic-kwasiorkor. Kalau kondisi ini terus
dapat beradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadi marasmus (malnutrisi
kronis/compesated malnutrition). Dengan demikian pada KEP akan terjadi: gangguan
pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,
penurunan system kekebalan tubuh, penurunan beberapa sintesa protein.
Berikut ini adalah bagan multifaktorial menuju kearah terjadinya KEP:
System Holistik Penyebab
Multifaktorial Menuju Kearah
Terjadinya KEP

Ekonomi Pendidikan Produksi bahan Hygiene


negara umum pangan rendah rendah
rendah kurang

System
Pekerjaa Pasca
pergadanga
n panen
n pangan
rendah kurang
dan
baik
distribusi
tidak lancar
Persediaa
Daya Penyakit infeksi
n pangan
beli dan infestasi
kurang
rendah cacing

Anak terlalu
Konsumsi
banyak
Pengetahuan kurang
Absorpsi
gizi kurang
terganggu

Marasmus
KEP
Utilisasi
Kwashiorkor
terganggu
Marasmic-
kwashiorkor
Adapun energi dan protein yang diperoleh dari makanan kurang padahal untuk
kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang didapat, dipengaruhi
oleh makanan yang diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Kekurangan energi protein dalam makanan yang dikonsumsi akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis, oleh
karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat
dan sebagai asam amino di dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan
disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kurangnya pembentukan alkomin oleh heper, sehingga kemudian timbul edema
perlemahan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipo protein beta sehingga
transport lemak dari hati ke hati dapat lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi
akumuasi lemak dalam heper. (Ilmu kesehatan anak,1998).

4. JENIS MALNUTRISI
Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1) Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas
2) Gizi baik untuk well nourished
3) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM (Protein
Calori Malnutrition)
4) Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik kwashiorkor , dan
kwashiorkor.
Beberapa istilah yang terkait dengan status gizi antara lain (Supariasa, 2002) :
1) Malnutrition (Gizi Salah, Malnutrisi) : Keadaan patologis akibat kekurangan atau
kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk
malnutrisi :
a) Under Nutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk
periode tertentu
b) Specific Defficiency : kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A,
yodium, Fe, dan lain lain
c) Over Nutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.Ex : Obesitas
d) Imbalance: karena disporposi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak
seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan
VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
(Supariasa, 2002)
2) Kurang Energi Protein (KEP) :Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari - hari
dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya
kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO NCHS. KEP
merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas
terutama pada balita.
Pengelompokan Malnutrisi
1. Malnutrisi jenis bahan yang kurang Kelompok KEP yaitu kurang energi protein. Ada 3
jenis: kwasiorkor, marasmus, marasmus- kwashiorkor
2. Kelompok kekurangan vitamin/mineral
a) Anemi kekurangan zat besi
b) Defisiensi vitamin A
c) Penyakit gondok endemic
d) Penyakit defisiensi lainnya seperti beri-beri, pellagra, scurvy, ricketsia
3. Menurut derajat tingkatan keadaan gizi:
a) Gizi lebih
b) Gizi baik
c) Gizi kurang
d) Gizi buruk
Marasmus
Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Pada penderita
yang menderita marasmus, pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering
berjaga pada waktu malam, mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita
marasmus akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan
sedikit tinja.
Kwashiorkor
Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup.
Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan
pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada
stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema.
Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan
diare. Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut
kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit (Hassan et al, 2005).
Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang
dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang
lebih mendalam dan lebar. terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement
dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi
hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan dan
disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal,
permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya
kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang
normal atau sedikit meninggi (Hassan et al, 2005).

Marasmus Kwasiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan
gejala yang menyertai.
KEP (Kurang Energi Protein)
Adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG).(Manjoer ari, 2000)
Berikut adalah klasifikasi KEP menurut Depkes RI
Kategori Status BB/U (%baku median WHO NCHS)
Overweight Gizi lebih > 120% median BB/U
Normal Gizi baik 80% - 120% median BB/U
KEP I (ringan) Gizi sedang 70%-79,9% median BB/U
KEP II (sedang) Gizi kurang 60% - 69,9% median BB/U
KEP III (berat) Gizi buruk < 60% median BB/U
Anemia kekurangan zat besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe)
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan
penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi
dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi.
Defisiensi Vitamin A (Xeroftalmia)
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan vitamin A. Sebelum terdeteksi
menderita xeropthalmia, biasanya penderita akan mengalami buta senja. Gejala
xeropthalmia terlihat pada kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput
bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut menyebabkan konjungtiva
menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya pada konjungtiva akan tampak
bercak putih seperti busa sabun (bercak Bitot).
Penyakit Gondok Endemic
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) atau Iodine Deficiency Disorders (IDD)
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan berbagai akibat dari
kekurangan yodium pada suatu penduduk.
Obesitas
- Obesitas adalah penimbunan jaringan lemak secara berlebihan akibat
ketidakseimbangan
- Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak dibawah kulit yang berlebihan dan
terdapat diseluruh tubuh. (Indonesia, universitas 1991)
- Obesitas adalah keadaan patologis yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak
yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal.
(Soetjiningsih, 1995)
- Jadi Obesitas menurut kelompok adalah salah satu penyakit salah gizi, sebagai
akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhan.
Gizi Buruk
adalah keadaan kekurangan gizi menahun yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari, sehingga anak mengalami
marasmus, kwasiorkhor atau marasmic kwasiorkhor.
Tanda dan gejala jenis malnutrisi
Marasmus
Anak yang menderita marasmus secara fisik mudah dikenali karena wajahnya terlihat
seperti orang tua, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot-ototnya,
pada anak dengan marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan
hilang kesadaran. Adapun ciri-ciri yang lainnya adalah :
1) berat badan kurang dari 60% berat badan anak seusia
2) kulit terlihat kering, mengendur dan dingin
3) tulang-tulang terlihat jelas menonjol karena pelisutan tubuh
4) tubuh penderita terlihat hanya kulit dan tulang
5) sering menderita diare dan konstipasi
6) tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal
7) kadar hemoglobin lebih rendah dibanding anak normal
8) anak cengeng dan rewel
9) perut tampak cekung
Kwashiorkor
Anak yang menderita kwasiorkhor dengan penampilan yang khas yaitu perut yang
menonjol, dengan berat badan jauh dibawah berat badan normal. Beberapa ciri
yang menyolok antara lain
1) adanya edema yang menyertai, yaitu edema diseluruh tubuh terutama pada kaki
2) perubahan mental, yaitu cengeng, rewel kadang apatis
3) banyak menangis, pada stadium lanjut terlihat sangat pasif
4) tampak lemah dan selalu ingin berbaring
5) wajah membulat dan sembab
6) otot otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa dengan berdiri dan duduk
7) kelainan pada kulit, dimulai dengan adanya petechia yang lambat laun akan
menghitam setelah mengelupas terlihat kemerahan yang biasanya dijumpai
disekitar punggung dan pantat
8) pembesaran hati, bahkan pada saat rebahan pembesaran dapat diraba dari luar
tubuh, teraba licin dan kenyal
9) sering disertai infeksi, anemia, dan diare atau mencret
10) anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
11) rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
12) pandangan mata anak nampak sayu
Marasmus Kwasiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwasiorkhor dengan
gabungan gejala yang menyertai.
- Tanda-tanda Marasmic Kwashiorkhor :
1) berat badan hanya berkisar 60% dari berat normal, disertai edema, kelainan
rambut dan kelainan kulit
2) tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot
3) kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan
metabolik, seperti gangguan ginjal dan pankreas
4) mineral lain dalam tubuh mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar
natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium
- Menurut Ngastiyah (1997) penderita kekurangan energi protein akan memberikan
gambaran klinik berupa:
a. Pertumbuhan terganggu meliputi berat badan dan tinggi badan.
b. Perubahan mental berupa cengeng dan apatis.
c. Adanya cederm ringan atau berat karena penurunan protein plasma.
d. Jaringan lemak dibawah kulit menghilang, kulit keriput dan tanus otot menurun.
e. Kulit bersisik
f. Anemia
g. Carzy pavemen permatosisis (bercak-bercak putih dan merah muda dengan tepi
hitam).
h. Pembesaran hati
KEP (Kurang Energi Protein)
Anemia kekurangan zat besi
- Gejala yang umum adalah pucat.
- Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi
seperti:
Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (spoon-shapednail), atrofi
papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus.
Penurunan aktivitas kerja.
Termogenesis yang abnormal ditandai dengan ketidakmampuan mempertahankan
suhu tubuh normal saat udara dingin.
Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang abnormal.
Defisiensi Vitamin A
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan
epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ
lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.
Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan
lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan.
Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena
kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi
Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah
berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita
penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
- Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID
UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3.
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat
yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea
cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
(Istilah lokal dapat dilihat di lampiran 8)
Tanda-tanda :
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-
remang setelah lama berada di cahaya terang
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di
lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :
a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak
benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut
buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan
ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan
didepannya.
2. Xerosis konjungtiva = XIA
Tanda-tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering,
berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.
Tanda-tanda :
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih
seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda
khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan
prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat.
- Dalam keadaan berat :
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik
4. Xerosis kornea = X2
- Tanda-tanda :
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi
dan sistemik lain)
5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan
kornea.
Keadaan umum penderita sangat buruk.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps
jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan
kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan
keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.
6. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada
kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut.
Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan
operasi cangkok kornea.
7. Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol
Penyakit Gondok Endemic
Obesitas
- Berdasarkan distribusi jaringan lemak, dibedakan menjadi :
Apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan
pinggang)
Pear shape body/gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian pinggul
dan paha)
- Secara klinis mudah dikenali, karena mempunyai ciri-ciri yang khas, antara lain :
Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap
Leher relatif pendek
Dada membusung dengan payudara membesar
Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen
Pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia
Pubertas dinigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian
dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

5. Pemeriksaan diagnostic, perawatan medis dan diet pada anak dengan


malnutrisi
- Penilaian status gizi
Status gizi sebagai refleksi kecukupan zat gizi, merupakan salah satu parameter penting
dalam menilai tumbuh kembang anak dan keadaan sehat anak umumnya. Cara penilaian
status gizi dilakukan atas dasar anamesis, pemeriksasan jasmani, data antropometrik dan
pemeriksaan laboratorium.
a. Anamnesis
Dengan anamnesis yang baik akan diperoleh informasi tentang nutrisi selama dalam
kandungan, saat kelahiran, keadaan waktu lahir (termasuk berat dan panjang badan),
penyakit dan kelainan yang diderita, dan imunisasi, data keluarga serta riwayat kontak
dengan penderita penyakit menular tertentu (Markum dkk, 1991).
b. Pemeriksaan jasmani
Bermanfaat untuk memperoleh kesan klinis tentang tumbuh kembang secara umum
perlu diperhatikan bentuk serta perbandingan bagian kepala, tubuh dan anggota
gerak. Demikian pula keadaan mental anak yang komposmentis bersifat cengeng atau
apatik (Markum dkk,1991).
c. Antropometri
Pengukuran antropometri untuk menilai ukuran dan bentuk badan dan bagian badan
khusus dapat membantu mengenai masalah nutrisi. Pengukuran ini meliputi berat
badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan lipatan kulit. Berat badan
merupakan indicator untuk menilai keadaan gizi dan tumbuh kembang anak. Tinggi
badan dipakai sebagai dasar perbandingan terhadap perubahan relative pertumbuhan.
Lingkar kepala untuk menilai pertumbuhan otak. Lingkar lengan atas mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot. Lipatan kulit di daerah triseps dan sub
scapula merupakan refleksi kulit tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit dan
mencerminkan kecukupan gizi (FKUI, 1993).
d. Pemeriksaan laboratorium.
Terutama mencakup pemeiksasan darah rutin seperti kadar haemoglobn dan protein
serum (albumin, globulin) serta pemeriksasan kimia darah lain billa diperlukan dengan
non esensial, kadar lipid, kadar kolesterol (Markum dkk, 1991).
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab
diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik
untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun
keatas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.(7,15)
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan
Anjuran makan untuk anak sehat maupun sakit pada umur 24 bulan atau lebih
Menurut MTBS, 2008
1. Berikan makanan keluarga 3x sehari, sebanyak 1/3 - 1/2 porsi makan orang dewasa
yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
2. Berikan makanan selingan kaya gizi 2 x sehari diantra waktu makan.
3. Cucilah tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan anak dan biasakan anak
mencuci tangan sebelum makan.
4. Makanan yang baik dan aman adalah makanan segar, bervariasi, tidak menggunakan
penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna.
5. Gunakan peralatan masak dan makan yang bersih dengan cara memasak yang
benar.
6. Jika pemberian makan anak tidak sesuai dengan Anjuran Makan Untuk Anak Sehat
Maupun Anak Sakit, nasehati ibu cara pemberian makan sesuai kelompok umur
anak.
7. Jika anak tidak diberi makan secara aktif, nasehati ibu untuk :
Duduk didekat anak,membujuk agar mau makan, jika perlu menyuapi anak.
Memberi anak porsi makan yang cukup dengan piring / mangkuk tersendiri
sesuai dengan kelompok umur.
Memberi makanan kaya gizi yang disukai anak.
8. Jika ibu merubah pemberian makan selama anak sakit:
Beritahu ibu untuk tidak merubah pemberian makan selama anak sakit.
Nasehati ibu untuk member makanan sesuai kelompok umur dan kondisi
anak.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap,
yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.
o cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat
Dextrose 5%.
o Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
o Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
o Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
o Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/
kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg
BB/ hari.
o Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg
BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari
1. Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak
Pedoman dalam deteksi pertumbuhan anak balita adalah dengan menggunakan
berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB). Deteksi dini penyimpangan tumbuh
kembang anak dapat dilakukan melalui :
a. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan anak di posyandu atau
puskesmas
b. Mencatat berat badan anak dalam KMS
c. Membaca kecenderungan berat badan anak pada KMS, meliputi :
1) jika berat badan naik dibanding bulan lalu lebih cepat dari garis baku disebut N
1 (tumbuh kejar)
2) jika berat badan naik dibanding bulan lalu sesuai dengan garis baku disebut N
2 (tumbuh normal)
3) jika berat badan naik dibanding bulan lalu lebih lambat dibanding garis baku
disebut T 1 (tumbuh tidak memadai)
4) jika berat badan tetap dibanding bulan lalu sehingga garis pertumbuhan
mendatar disebut T 2 (tidak tumbuh)
5) jika berat badan dibanding bulan lalu turun sehingga garis pertumbuhan turun
disebut T ( tumbuh negatif)
d. Melakukan pemeriksaan adanya tanda bahaya, yang meliputi :
adanya renjatan atau syok, keadaan tidak sadar atau letargis serta adanya
muntah/diare/dehidrasi
e. Melakukan pemeriksaan fisik
f. Merujuk anak apabila
1) ditemukan 2 kali T berturut-turut meskipun BB di KMS masih diatas garis merah
2) BB dibawah garis merah di KMS
PENATALAKSANAAN MEDIS DAN DIET PADA ANAK PADA MALNUTRISI
Vitamin Sumber makanan Akibat defisiensi
A Wortel, ikan, telur, hati, dan margarin. Buta senja, xeropthalmia, infeksi mukosa.
B1 Sereal, susu, telur, buah, ekstrak ragi. Beri beri, neuropati, gagal jantung,
(thiamin) psikosis, enselopati wernickle.
B2 Sereal, susu, telur, buah, hati. Fisura mukosa.
(riboflavin)
B6 Sereal, daging, ikan, susu. Konlusi, glossis, neuropati, anemia
(piridoksin) sideroblastik.
B12 Daging, ikan, telur, keju. Anemia megaloblastik, subakut dikombinasi
(kobalamin degenerasi medula spinalis.
)
Niasin Daging, susu, telur, kacang Pellagra, dermatitis, diare, demensia.
(asam kacangan, biji bijian, ekstrak buah
nikotinik) jeruk, sayur hijau.ragi.
Folat Sayur hijau, buah buah, Anemia megaloblastik, ulkus rongga mulut,
atrofi villus usus halus.
C (asam Buah jeruk, sayur hijau. Lemah tak bersemangat, bengkak, gusi
askorbik) berdarah, biru biru pada kulit dan
perdarahan.
D susu, ikan, telur, hati.. Rikhets(pada anak anak), osteomalasia
(pada dewasa)
E Sereal, telur, minyak sayur. Neuropati, anemia.
K Sayuran, hati. Defek koagulasi darah.
Sumber : J. C. E. Underwood, 1999
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui
yaitu
1. Fase stabilisasi ( Hari 1-7)
Anamnesi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Tindakan
s Umum Khusus laboratorium
lanjutan
Konfirmasi Panjang badan Pemeriksaan Kadar gula Vitamin A
kejadian Thoraks mata darah Asam folat
campak Abdomen Pemeriksaan Hemoglobin Multivitamin tanpa
dan TB Otot Jaringan kulit Fe
paru lemak Pemeriksaan Pengobatan
telinga, penyakit penyulit
hidung, Stimulasi
Tenggorokan
2. Fase transisi (Hari 8 14)
Pemeriksaan Tindakan
Berat badan - Makanan tumbuh kejar
- Multivitamin tanpa Fe
- Stimulasi
- Pengobatan penyakit penyulit
3. Fase rehabilitasi (Minggu ke 3 6)
Pemeriksaan Tindakan
Monitoring tumbuh kembang - Makanan tumbuh kejar
- Multivitamin tanpa Fe
- Pengobatan penyakit penyulit
- Persiapan ibu
- Stimulasi

4. Fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26)


Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb :
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi Dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Mengobati zat gizi mikro
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC


Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: EGC
Ester Monica dkk. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC
Kariasa I Made dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi Ke 3. Jakarta: EGC
Depkes RI. 1993. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI.
FKUI. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: Info Media.
Markum AH 1991. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: FKUI.
Matondang Corry, S. 2000. Diagnosis Fisik Pada Anak Edisi Ke II. Jakarta: PT. Sagung Seto.
RSUD Dr. Soetomo. 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Lab. / UPF Ilmu kesehatan anak
Surabaya: FK Unair.
Depkes RI. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta: Depkes RI. 2003. Hal: 2.
Pusponegoro DP, Hadinegoro SRS, Firmanda D, et al. 2005. Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Depkes RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai