Anda di halaman 1dari 76

Bab 6

Bidang Telekomunikasi

Pembangunan telekomunikasi di Indonesia telah memasuki babak baru dengan semakin


berkembang pesatnya industri teknologi informasi. Jangkauan telepon seluler sudah
mencapai seluruh propinsi di Indonesia dan sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia.
Penyelenggara jasa telekomunikasi juga semakin banyak dengan semakin banyaknya jenis
jasa telekomunikasi yang disediakan dari mulai telepon tetap, telepon bergerak, wireless
telepon dan sebagainya. Komunikasi seluler juga hanya bukan komunikasi suara tapi juga
sudah melusa kepad komunikasi data. Semakin sulit memisahkan antara kegiatan jasa
telekomunikasi dengan aplikasi telekomunikasi. Pertumbuhan pengguna jasa
telekomunikasi dan pelanggan telepon khususnya untuk telepon bergerak juga semakin
tinggi dengan semakin banyaknya aplikasi yang melekat pda perangkat telekomunikasi.

Peran industri telekomunikasi dalam kehidupan masyarakat maupun perekonomian


nasional. Pertumbuhan sektor jasa telekomunikasi merupakan yang tertinggi dalam
perekonomian nasional dibanding sektor-sektor lainnya. Kelompok transportasi dan
komunikasi juga kini menjadi salah satu kelompok kebutuhan pokok yang digunakan dalam
penghitungan inflasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat tidak dapat
dipungkiri telah memberikan perubahan yang sangat mendasar dalam pengelolaan aktifitas
bisnis. Jarak dan batas teritorial suatu negara tidak menjadi hambatan lagi dengan adanya
teknologi telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi di Indonesia telah menyediakan
produk berupa jasa jasa telekomunikasi, baik domestik maupun internasional. Jasa jasa
telekomunikasi yang ditawarkan meliputi sambungan tetap dan bergerak, komunikasi data
dan sewa sambungan, dan berbagai jasa bernilai tambah.

6.1. Ruang Lingkup


Pembangunan pertelekomunikasian di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan jumlah
telepon pengguna berbayar dan kualitas penyelenggaraan telekomunikasi. Peningkatan

|1
kesejahteraan masyarakat seiring dengan perkembangan telekomunikasi itu, dapat
ditunjukkan oleh beberapa indikator yang dapat digunakan oleh para pengambil kebijakan
untuk menentukan strategi pembangunan yang terkait dengan pertelekomunikasian secara
nasional maupun regional. Untuk mendukung keinginan ini, penyajian data telekomunikasi
tentu merupakan suatu kebutuhan.

Ruang lingkup penyajian data telekomunikasi meliputi data dan statistik yang terkait dengan
jasa penyelenggaraan telekomunikasi baik dari sisi operator, pelanggan, revenue dan
pendapatan operator, satuan sambungan telekomunikasi sampai dengan program
pengembangan telekomunikasi yang dilakukan oleh pemerintah.

6.2. Konsep dan Definisi


Jasa-jasa penyelenggaran telekomunikasi di Indonesia meliputi berbagai bentuk. Jasa-jasa
tersebut secara rinci sebagai berikut :
Jaringan telepon umum/public switched telephone network
o Jasa pelanggan telepon / telephone subscriber services
o Jasa interkoneksi operator telekomunikasi / interconnection services to other
telecommunication operators
Interkoneksi jarak jauh internasional / international long distance
interconnection
Interkoneksi sambungan tetap dan bergerak / mobile and fixed
cellular interconnection
Jasa sambungan bergerak / mobile cellular services
o Jasa sambungan analog / analog cellular services
o Jasa sambungan GSM / GSM cellular services
o Jasa sambungan PCN / PCN cellular services
Jasa satelit / Satellite services
Jasa lainnya
o VSAT
o E-mail
o Kartu telepon /calling cards

|2
Dalam perkembangan Jasa sambungan bergerak, terdapat beberapa nomor awal yang
dimiliki oleh masing-masing operator yang ada. Di bawah ini daftar produk menurut nomor
awal :

Nomor awal Produk Penyedia


0811 KartuHALO Telkomsel
0812 SimPATI, KartuHALO Telkomsel
0813 SimPATI, KartuHALO Telkomsel
0814 Indosat 3,5G Broadband Indosat (IndosatM2)
0815 Mentari, Matrix Indosat
0816 Mentari, Matrix Indosat
0817 XL Prabayar, XL Pascabayar XL-Axiata
0818 XL Prabayar, XL Pascabayar XL-Axiata
0819 XL Prabayar, XL Pascabayar XL-Axiata
0828 Ceria Sampoerna Telekom
0831 Solusi Natrindo Telepon Seluler
0838 Axis Natrindo Telepon Seluler
0852 Kartu As Telkomsel
0853 Kartu As Fress Telkomsel
0855 Matrix Auto Indosat
0856 IM3 Indosat
0857 IM3 Indosat
0858 Mentari Indosat
0859 XL Prabayar XL-Axiata
0877 XL Prabayar XL-Axiata
0878 XL Prabayar XL-Axiata
0879 XL Prabayar XL-Axiata
0881 Smart Smart Telecom
0888 Fren Mobile-8
0889 Mobi Mobile-8
0898 3 Hutchison Charoen Pokphand Telecom
0899 3 Hutchison Charoen Pokphand Telecom

Untuk menciptakan interpretasi yang sama dari setiap pemakai data terhadap terminologi
yang digunakan dalam penyajian data telekomunikasi ini, diberikan pengertian atas
penggunaan beberapa terminologi yang digunakan, yang meliputi :

|3
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, atau penerimaan tiap jenis
tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat,
optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.
2. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
3. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam rangka bertelekomunikasi.
4. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan
instansi pertahanan keamanan negara.
5. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan
telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
6. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau
pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi.
7. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau
pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi.
8. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus adalah penyelenggaraan
telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus.
9. Kapasitas sentral telepon adalah banyaknya telepon yang tersedia yang telah
terpasang dan siap untuk dipasarkan.
10. Telepon tersambung adalah banyaknya telepon yang telah tersambung dan siap
untuk digunakan berkomunikasi.
11. Pelanggan atau pengguna adalah perseorangan, badan hukum, atau instansi
pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi berdasarkan kontrak.
12. Teledensitas adalah indikator yang menunjukkan jumlah satuan sambungan telepon
per seratus penduduk.
12. Kewajiban Pelayanan Universal (Universal Service Obligation/USO) bidang
Telekomunikasi adalah kewajiban pelayanan dari pemerintah di bidang

|4
telekomunikasi dalam rangka mendukung peningkatan akses dan keterjangkauan
masyarakat terhadap jaringan telekomunikasi khususnya telepon.
13. Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) adalah wilayah-wilayah yang
menjadi sasaran dari program USO dibidang telekomunikasi di seluruh Indonesia.
Propinsi-propinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta menjadi wilayah sasaran kebijakan
dan program USO oleh pemerintah yang dibagi dalam 11 WPUT dengan pembagian :
WPUT I : Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat
WPUT II : Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung
WPUT III : Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung
WPUT IV : Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah
WPUT V : Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan
WPUT VI : Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah
WPUT VII : Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara
WPUT VIII : Papua, Irian Jaya Barat
WPUT IX : Maluku, Maluku Utara
WPUT X : Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur
WPUT XI : Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur.

6.3. Statistik Telekomunikasi Indonesia.


6.3.1. Penyelenggara Telekomunikasi di Indonesia.
Penyelenggara telekomunikasi Indonesia berkembang dengan sangat cepat merespon
potensi pasar yang juga sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan
terus meningkat serta wilayah yang luas merupakan pasar sekaligus tantangan bagi indstri
telekomunikasi Indonesia. Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai
dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Namun
berbeda dengan negara lain dimana pelaku usaha penyelenggara telekomunikasi tidak
terlalu banyak, industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha
penyelengara telekomunikasi yang banyak. Hal ini tidak lepas dari kebijakan persaingan
bebas yang diterapkan serta keterbukaan dalam penanaman modal di Indonesia termasuk
dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi seluler. Disisi lain, jumlah penduduk

|5
yang besar dan wilayah yang luas dan berbentuk kepulauan merupakan pasar yang sangat
potensial bagi industri telekomunikasi.

Jumlah penyelenggara telekomunikasi dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan


baik untuk penyelenggara jaringan tetap, jaringan bergerak maupun penyelenggara
jasatelekomunikasi. Jumlah penyelenggara jaringan tetap yang pada tahun 2009 meningkat
32,3% pada tahun 2010 sampai dengan semester I masih mengalami peningkatan sebesar
5,8%. Meskipun peningkatannya tidak sebesar peningkatan pada tahun 2009, tapi
peningkatan pada semester I 2010 ini menunjukkan trend positif dari pertumbuhan
penyelenggara jaringan tetap. Peningkatan terbesar pada tahun 2010 ini terjadi untuk
penyelenggara jaringan tetap tertutup yang masih meningkat sebesar 6,9% setelah pada
tahun sebelumnya meningkat sebesar 31,8%.

Untuk penyelenggara jaringan bergerak tidak terdapat peningkatan jumlah penyelenggara


pada semester I tahun 2010 setelah pada tahun sebelumnya meningkat cukup signifikan
yaitu 13,3%. Tidak adanya penambahan ini karena untuk penyelenggaraan jaringan bergerak
membutuhkan investasi yang cukup besar. Disamping itu,saat ini pemain dari jaringan
bergerak ini khususnya untuk jasingan bergerak selule sudah cukup banyak dibandingkan
kondisi serupa di negara lain. Dengan kompetisi yang semakin ketat, diduga untuk kelompok
ini tidak banyak lagi penambahan penyelenggara.

|6
Tabel 6.1. Jumlah Penyelenggara Telekomunikasi di Indonesia 2008 Semester I 2010

No Jenis-Jenis Penyelenggaraan 2008 2009 2010*


I Penyelenggara Jaringan Tetap 64 86 91
1. Penyelenggara jaringan tetap lokal 16 23 24
- Circuit Switch + Jasa Teleponi dasar 6 6
16
- Packet Switch 17 18
2. Penyelenggara jaringan tetap jarak jauh (SLJJ) 2 2 2
3. Penyelenggara jaringan tetap Internasional (SLI) 2 3 3
4. Penyelenggara jaringan tetap tertutup 44 58 62
II Penyelenggara Jaringan Bergerak 15 17 17
1. Penyelenggara jaringan bergerak terrestrial
radio trunking 6 8 8
2. Penyelenggara jaringan bergerak selular 8 8 8
3. Penyelenggara jaringan bergerak satelit 1 1 1
III Penyelenggara Jasa 271 269 288
1. Penyelenggara jasa nilai tambah teleponi
(Calling Card, Premium Call dan Call Center) 58 29 27
2. Penyelenggara jasa ISP 150 169 181
3. Penyelenggara jasa NAP 32 39 43
4. Penyelenggara jasa ITKP 25 25 28
5. Penyelenggara jasa Siskomdat 6 7 9
IV Penyelenggara Telekomunikasi Khusus 14 20 23

Sementara untuk penyelenggara jasa telekomunikasi, peningkatan justru terjadi di s emester


I tahun 2010 setelah menurun pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah penyelenggara
jasa telekomunikasi pada semester I 2010 ini mencapai 7,1%. Peningkatan ini berasal dari
peningkatan pada jumlah penyelenggara jasa ISP, jasa NAP, jasa ITKP dan jasa siskomdat .
Sehingga meskipun penyelenggara jasa nilai tambah teleponi menurun akibat aturan yang
semakin ketat, namun secara total jumlah penyelenggara jasa telekomunikasi tetap
meningkat. Proporsi peningkatan terbesar dari peningkatan pada penyelenggara jasa
siskomdat yang meningkat 28,6% meskipun secara absolut peninkatan paling besar pada
penyelenggara jasa ISP sebanyak 12 perusahaan. Untuk penyelenggara jasa telekomunikasi
khusus, meskipun tidak sebesar peningkatan pada tahun sebelumnya, pada semester I 2010
jumlahnya masih meningkat sebesar 15%.

Untuk penyelenggara telepon, sampai semester I tahun 2010 jumlah dan pelaku usahanya
tidak mengalami perubahan dengan penyelenggara telepon pada tahun sebelumnya.

|7
Penyelenggara telepon tetap kabel terdiri dari 3 perusahaan dengan PT. Telkom sebagai
penyelenggara utama, sementara untuk telepon tetap nirkabel terdapat empat
penyelenggara yaitu PT. Telkom, PT. Indosat, PT. Bacrie Telecom dan PT. Mobile-8. Untuk
telepon bergerak dengan pasar yang paling dinamis dan tumbuh dengan cepat, di Indonesia
terdapat 8 penyelenggara dengan pangsa pasar yang berbeda-beda.

Tabel 6.2 Penyelenggara telepon di Indonesia Semester I 2010.


No Jenis Penyelenggaraan Nama Operator Jumlah

PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom)


1 Telepon Tetap Kabel PT. Indosat 3
PT. Batam Bintan Telekomunikasi (BBT)
PT. Telkom
2 Telepon Tetap Nirkabel PT. Indosat 4
PT. Bakrie Telecom
PT. Mobile-8
PT. Telkomsel
PT. Indosat
PT. XL-Axiata
PT. Mobile-8
3 Telepon Bergerak PT. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) 8
PT. Natrindo Telepon Seluler (NTS)
PT. Hutchison CP Telecommunication
Smart Telecom

6.3.2. Kapasitas Penyelenggaraan Telekomunikasi.


Perkembangan sektor telekomunikasi juga ditandai dengan peningkatan yang terjadi pada
kapasitas yang dimiliki oleh penyelenggara jadingan telekomunikasi pada masing-masing
kelompok. Dari sisi kapasitas, prospek pasar industri jasa telepon bergerak yang sangat
besar dengan pertumbuhan pelanggan yang tinggi direspon oleh operator dengan
meningkatkan kapasitas terpasang layanan yang disediakan. Namun kapasitas tersambung
yang digunakan menunjukkan kondisi yang berbeda antar operator.

Untuk kelompok telepon tetap kabel, dari tigas penyelenggara jaringan, hanya Telkom yang
mengalami peningkatan kapastas tersambung pada semester I tahun 2010 namun hanya
sebesar 0,1%. Sementara dua operator lain tidak menunjukkan peningkaan kapastas
tersambung. Sehingga secara total hanya terjadi sedikit kenaikan kapasitas tersambung
untuk telepon tetap kabel. Pada kelompok telepon tetap nirkabel (wireless), peningkatan

|8
jumlah kapasitas tersambung pada semester I 2010 terjadi pada tiga operator yaotu Telkom,
Indosat dan Bakrie. Persentasi kenaikan terbesar dialami oleh Indosat yang meningkat
sekitar 17% dari tahun sebelumnya, sedangkan Telkom dan Bakrie sebagai pemain utama
masing-masing meningkat 5,3% dan 0,2%. Sementara untuk Mobile 8 justru mengalami
penuruna sebesar 0,4% sehingga secara total kapasitas tersambung telepon tetap nirkabel
sampai semester I 2010 meningkat 3,5% dibanding tahun sebelumnya. Bagi telepon tetap
kabel, peningkatan kapasitas tersambung ini merupakan kebangkitan setelah mengalami
penurunan pada tahun sebelumnya. Sementara untuk telepon tetap nirkabel, kenaikan ini
melanjutkan trend kenaikan yang terjadi pada tahun sebelumnya.

Tabel 6.3. Kapasitas Telepon tetap kabel dan wireless Tahun 2008-Semester I Tahun 2010
Jenis 2008 2009 2010*
Penyeleng Operator Kapasitas Kapasitas Kapasitas
garaan Tersambung Tersambung Tersambung
Terpasang Terpasang Terpasang
Telkom 9.839.000 8.629.783 12.241.932 8.376.793 12.241.932 8.382.000
Tetap
Indosat** 91.290 42.145 91.290 44.973 91.290 44.973
Kabel
BBT 5.404 2.300 5.404 2.207 5.404 2.207
9.935.69 8.674.22
Jumlah 12.247.336 8.423.973 12.247.336 8.429.180
4 8
Telkom 19.861.324 13.305.181 26.700.761 15.139.057 26.700.761 15.948.000
Tetap Indosat 3.771.400 761.589 N.A 594.133 N.A 594.133
Wireless Bakrie 13.251.700 7.304.543 19.130.953 10.585.701 19.130.953 10.606.901
Mobile 8 1.497.600 332.530 1.600.560 66.763 1.600.560 66.763
38.382.02 21.703.84
Jumlah 47.432.274 26.385.654 47.432.274 27.481.564
4 3
*) Sampai semster I tahun 2010, untuk kapasitas terpasang menggunakan data tahun 2009
**) Untuk Indosat, data kapasitas terpasang 2009 dan 2010* menggunakan data tahun 2008

Gambar 6.1 menunjukkan kapasitas terpasang maupun tersambung untuk PT. Telkom pada
kelompok telepon tetap kabel jauh lebih besar dibanding operatir lain. Namun dari gambar
tersebut juga terlihat bahwa kapasitas tersambung tidak meningkat signifikan meskipun
perusahaan meningkatkan kapasitas tersambungnya cukup besar. Operator lain juga tidak
banyak mengalami peningkatan untuk kapasitas terpasang dan tersambung. Semakin
banyaknya penggunaan telepon seluler oleh masyarakat dengan teknologi fixed wireless
maupun celuler dengan biaya yang semakin murah menyebabkan telepon tetap tidak lagi
menjadi pilihan, khususnya bagi masyarakat kelas ekonomi menengah bawah. Telepon tetap

|9
lebih mengandalkan pasar pada kelompok bisnis (corporate) dan daerah-daerah yang belum
terjangkau sinyal telepon seluler.

Gambar 6.1. Kapasitas Terpasang dan Telepon tersambung telepon tetap kabel

14.000.000
12.000.000
10.000.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
0
2008 2009 2010* 2008 2009 2010* 2008 2009 2010*

Telkom Indosat BBT

Terpasang Tersambung

Gambar 6.2.Tingkat pemanfaatan kapasitas telepon tetap kabel 2007-Semester I 2010

90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Telkom Indosat BBT
2008 87,7% 46,2% 42,6%
2009 68,4% 49,3% 40,8%
2010* 68,5% 49,3% 40,8%

Dari sisi tingkat pemanfaatannya, meskipun memiliki kapasitas terpasang paling besar dan
jauh lebih besar daripada operator lainnya, tingkat pemanfaatakan kapasitas terpasang oleh
Telkom masih merpakan yang terbesar dibadnding oeprator lain. Namun tingkat

| 10
pemanfaatakan kapasitas di Telkom ini cenderung menurun dan pada semester I 2010,
tingkat pemanfaatnnya hanya mencapai 68,5% atau sedikit lebih besar dibanding tahun
sebelumnya. Sementara untuk dua operator lain yait Indosat dan BBT, tinkat pemanfaatan
kapasitas yang dimiliki masih dibawah 50%. Namun untuk Indosat, tingkat pemanfaatan
kapasitasnya meningkat dari 46,2% menjadi hampir 50% pada 2009 dan semester I 2010.
Sementara untuk BBT, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasangnya cenderung stagnan
dari tahun ke tahun.

Pada kelompok telepon tetap wirelss, gambar 6.3 menunjukkan Telokm dan Bakrie yang
memiliki kapasitas terpasang yang lebih besar dibanding dua oeprator lainnya dengan
Telkom yang sedikit lebih besar daripada Bakrie. Kedua operator ini juga menunjukkan trend
peningkatan dalam kapasitas terpasang maupun kapasitas tersambungnya. Potensi pasar
yang besar untuk telepon tetap wireless ini digarap secara serius oleh kedua operator
dengan meningkatkan kapasitas terpasangnya dan direspon dengan peningkatan kapasitas
tersambungnya.

Gambar 6.3. Kapasitas terpasang dan tersambung telepon tetap wireless 2007-Semester I 2010

30.000.000

25.000.000

20.000.000

15.000.000

10.000.000

5.000.000

0
2010*
2010*

2010*

2010*
2008

2009
2008

2009

2008

2009

2009

2008

Telkom Indosat Bakrie Mobile 8

Terpasang Tersambung

Sebagaimana kapasitas yang dimiliki, tingkat pemafaatan kapasitas pada dua operator
tersebut (Telkom dan Bakrie) pada kelompok telepon tetap wireless juga jauh lebih besar
daripada dua operatir lainnya (Indosat dan Mobile-8) dengan tingkat pemanfaatan kapasitas
| 11
sudah diatas 50%. Bahkan untuk kedua operator tersebut, tingkat pemanfaatan kapasitas
menunjukkan kenaikan pada semester I 2010 dibanding tahun sebelumnya. Tigkat
pemanfaataan kapasitas Telkom meningkat dari 56,7% menjadi 59,7% dan Bakrie meningkat
sedikit dari 55,3% menjadi 55,4%. Peningkatan pemanfaatan kapasitas juga dialami oleh
Indosat yang meningkat dari 15,8% menjadi 18,5% setelah menurun tahun sebelumnya.
Sebaliknya untuk tingat pemanfaatan Mobil-8 yang tidak mengalami perubahan setelah
menurun tajam dari tahun 2008 ke 2009 seperti ditunjukkan tabel 6.4..

Gambar 6.4.Tingkat pemanfaatan kapasitas telepon tetap wireless 2007 Semester I 2010

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Telkom Indosat Bakrie Mobile-8
2008 67,0% 20,2% 55,1% 22,2%
2009 56,7% 15,8% 55,3% 4,2%
2010* 59,7% 18,5% 55,4% 4,2%

Pertumbuhan kapasitas telepon tetap kabel yang cenderung


stagnan dibanding telepon tetap wireless disebabkan sebagian
besar penduduk tidak lagi menjadikan telepon tetap kabel
sebagai sarana utama komunikasi telepon karena teknologi
nirkabel yang semakin murah dan terjangkau. Pasar telepon
tetap kabel hanya mengandalkan kelompok bisnis dan daerah
yang belum terjangkau telepon nirkabel

Pada kelompok telepon bergerak seluler, penambahan operator penyelenggara juga diikuti
dengan peningkatan kapasitas oleh masing-masing operator. Peningkatan kapasitas

| 12
tersambung sampai semester I 2010 dialami oleh tiga operator utama yaitu Telkomsel,
Inodsat dan Exel-Axiata dengan peningkatan tertinggi dialami oleh Indosat sebesar 18%.
Sementara Telkomsel dan Axel-Axiata masing-masing meningkat sebesar 8,9% dan 4,7%.
Operator-operator lainnya dengan pangsa pasar lebih kecil belum menunjukkan
peningkatan kapasitas terpasang. Sehingga secara total kapasitas terpasang untuk telepon
bergerak seluler meningkat 9,0%.

Tabel 6.4. Kapasitas Terpasang dan Tersambung telepon Bergerak Tahun 2008 Semester I 2010
2008 2009 2010*
Operator Kapasitas Kapasitas Kapasitas
Tersambung Tersambung Tersambung
Terpasang Terpasang Terpasang
Telkomsel 67.300.000 65.299.991 134.500.000 81.643.532 134.500.000 88.950.000
Indosat 45.651.920 36.510.246 49.525.000 33.136.521 49.525.000 39.100.000
XL-Axiata 46.645.061 26.015.517 52.000.000 31.438.377 52.000.000 32.924.000
Mobile-8 7.748.400 2.701.914 7.880.400 2.805.842 7.880.400 2.805.842
Natrindo Telepon
4.719.107 3.234.800 4.902.808 4.105.156 4.902.808 4.105.156
Seluler
STI 1.494.134 784.343 1.722.093 636.868 1.722.093 636.868
Hutchison CP
N.A 4.500.609 7.857.000 7.311.000 7.857.000 7.311.000
Telecommuni-cation
Smart Telecom 3.300.000 1.530.823 4.665.000 2.599.665 4.665.000 2.599.665
Jumlah 176.858.622 140.578.243 263.052.301 163.676.961 263.052.301 178.432.531
*) Sampai semster I tahun 2010, untuk kapasitas terpasang menggunakan data tahun 2009

Peningkatan kapasitas yang terjadi pada operaor utama di semester I 2010 ini sesungguhnya
masih lebih kecil dibanding peningkatan kapasitas tersambung pada tahun sebelumnya.
Bahkan ketika kapasitas terpasang dinaikan, kapasitas tersambung juga meningkat
signifikan. Namun bagi Indosat, kondisi yang terjadi adalah sebaliknya dimana pada tahun
2009 mengalami penurunan kapasitas tersambung, namun pada semester 2010 I justru
mengalami peningkatan kapasitas tersambung yang paling besar diantara operator lainnya.

Gambar 6.5 menunjukkan Telkomsel memiliki kapasitas terpasang maupun tersambung


yang paling besar diantara operator lainnya diikuti Indosat dan XL-Axiata. Kapasitas
tersambung pada ketiga operator ini juga menunjukkan trend peningkatan, mengikuti
peningkatan pada kapasitas terpasang yang terjadi pada tahun sebelumnya. Namun antara
Indosat dan XL-Axiata menunjukkan kecenderungan berbeda dimana peningkatan kapasitas
terpasang Indosat lebih rendah daripada peningkatan kapasitas terpasang Excel, namun

| 13
kapasitas tersambung Indosat menunjukkan peningkatan yang lebih besar daripada
kapasitas tersambung Excel. Hal ini secara implisit menunjukkan Indosat cenderung
mengoptimalkan kapasitas yang dimilikinya sementara Excel cenderung melakukan investasi
pada peningkatan kapasitas.

Gambar 6.5. Kapasitas Terpasang dan Tersambung telepon bergerak seluler 2007-Semester I 2010

140.000.000

120.000.000

100.000.000

80.000.000

60.000.000

40.000.000

20.000.000

0
2008

2009

2008

2009

2008
2009

2008
2009

2008

2008
2009

2009

2008
2009

2008

2009
2010*

2010*
2010*

2010*

2010*

2010*

2010*

2010*
Terpasang
Tersambung Telkomsel Indosat Excel Asiata Mobile 8 NTS STI HCPT Smart Telecom

Sementara operator lain terutama yang baru masih menunjukkan kapasitas terpasang dan
tersambung yang relatif masih rendah. Namun diantara operatir tersebut, Hutchinson
menunjukkan ekspansi yang palingtinggi dalam peningkatan kapasitas terpasang maupun
kapasitas tersambung. Smart Telecom juga menunjukkan peningkatan yang lebih pesat
dibanding Natrindo yang lebih dulu muncul.

Dari sisi pemanfaatan kapasitas terpasang yang dimiliki, operator pada kelompok
penyelenggara telepon bergerak seluler memiliki tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang
yang lebih besar dibanding telepon tetap kabel dan telepon tetap bergerak. Lima operator
yaitu Telkomsel, Indosat, XL-Axiata, NTS dan HTCP memiliki tingkat pemanfaatan kapasitas
terpasang yang sudah lebih dari 50%. Pada tahun 2007, tingkat pemanfaatan kapasitas
terpasang paling tinggi adalah oleh Telkomsel an Insoat. Namun pada tahun 2009 dan

| 14
semester 2010, Telkomsel mengalami pengurunan tingkat pemanfaatan kapasitas karena
dilakukannya penambahan kapasitas terpasang dalam jumlah besar (meningkat 99%
dibanding tahun sebelumnya).

Pada periode ini, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang yang tinggi justr dialami oleh
HTCP, diikuti oleh Natrindo (NTS) yang notabene adalah operator relatif lebi kecil. Namun
hal ini diduga lebih disebabkan karena kapasitas yang dimiliki masih tergolong kecil sehingga
kuantitas pemanfaatannya sebenarnya juga tidak besar. Meskipun demikian ketiga operatir
telepon seluler ini (Telkomsel, Indosat dan Exel-Axiata) tetap memiiki tingkat pemanfaatan
kapasitas yang tinggi sampai semester I tahun 2010 dengan tertinggi dialami oleh Indosat
(76,3%)

Gambar 6.6.Tingkat pemanfaatan kapasitas telepon bergerak 2007 Semester I 2010

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Telkom Indosat Excel Mobile- NTS STI HTCP Smart
sel Asiata 8 Teleco
m
2008 97,0% 80,0% 55,8% 34,9% 68,5% 52,5% 0,0% 46,4%
2009 60,7% 66,9% 60,5% 35,6% 83,7% 37,0% 93,1% 55,7%
2010* 66,1% 79,0% 63,3% 35,6% 83,7% 37,0% 93,1% 55,7%

6.3.3. Perkembangan Pelanggan Jaringan Telekomunikasi.


Salah satu indikator yang menunjukkan perkembangan dan dinamika industri
telekomunikasi adalah jumlah dan pertumbuhan pelanggan telekomunikasi. Pertumbuhan
pelanggan juga menjadi salah satu indikator potensi pasar yang masih terbuka pada industri
telekomunikasi. Demikian pula dengan pertumbuhan pelanggan jaringan telekomunikasi

| 15
Indonesia yang untuk jenis jaringan tertentu menunjukkan pertumbuhan yang masih tinggi
dan pasar yang masih sangat prospektif seperti ditunjukan pada tabel 6.5.

Tabel 6.5. Perkembangan Pelanggan Jaringan Tetap Lokal 2005 Semester I 2010

No Jenis Infrastruktur 2006 2007 2008 2009 2010*

A Kabel 8.738.343 8.717.872 8.674.228 8.423.973 8.429.180


1 PT. Telkom 8.709.211 8.685.000 8.629.783 8.376.793 8.382.000
PT Indosat I-
2 Phone 26.632 30.479 42.145 44.973 44.973

3 PT. BBT 2.500 2.393 2.300 2.207 2.207

Nir Kabel 10.811.63 27.481.56


B (wireless) 6.014.031 5 21.703.843 26.672.621 4
13.305.18 15.948.00
PT Telkom Flexi 4.175.853 6.363.000 1 15.139.057 0
15.354.00
1
Prabayar 3.381.426 5.535.000 12.568.620 14.490.010 0

Pasca bayar 794.427 828.000 736.561 649.047 594.000

PT. Indosat StarOne 358.980 627.934 761.589 594.133 679.045


2
Prabayar 338.435 594.203 681.362 525.391 631.082
Pasca bayar 20.545 33.731 80.227 68.742 66.323
10.606.90
PT. Bakrie Tel- Esia 1.479.198 3.820.701 7.304.543 10.585.701 1
10.515.71
3
Prabayar 1.414.920 3.695.817 7.196.518 5

Pasca bayar 64.278 124.884 108.025 91.186

PT. Mobile-8** N.A N.A 332.530 332.530 66.763


4
Prabayar N.A N.A N.A 66.526 66.526
Pasca bayar N.A N.A N.A 237 237
14.752.37 19.529.50 35.910.74
Jumlah 4 7 30.378.071 35.096.594 4
*) Sampai Kuartal I Tahun 2010
**) Mulai beroperasi tahun 2008

Untuk jenis telepon tetap kabel, perkembangan jumlah pelanggan tidak menunjukkan
penambahan signifikan. Bahkan dalam lima tahun terakhir, total jumlah pelanggan untuk

| 16
jenis telepon tetap kabel ini berada dalam kisaran 8 juta pelanggan dengan kecenderungan
jumlah yang semakin menurun. PT. Telkom masih menjadi pemain utama pada industri di
jaringan telepon tetap kabel. Penyebab penurunan jumlah pelanggan ini antara lain
beralihnya pelanggan telepon kabel ke layanan lainnya yang mempunyai fasilitas mobilitas,
selain itu berkurangnya pelanggan rumah tangga akibat kawasan pemukiman yang tergusur
untuk pembangunan sarana publik atau infrastruktur atau beberapa rumah yang dibangun
menjadi satu bangunan sehingga penggunaan telepon kabel berkurang. Akibatnya jumlah
pelanggan telepon tetap kabel hanya mengandalkan pelanggan dari kelompok bisnis atau
daerah perumahan yang belum terjangkau sinyal telepon bergerak atau nirkabel.

Sementara untuk jenis telepon tetap nirkabel, seperti sudah diduga memiliki pertumbuhan
jumlah pelanggan yang sangat pesat. Pertumbuhan yang besar terutama terjadi pada tahun
2007 dan 2008 dimana jumlah pelanggan meningkat lebih dari 4 juta pada 2007 dan lebih
dari 11 juta pada 2008 seperti ditunjukan gambar 6.7. Pada tahun 2010, sampai dengan
semeter I, jumlah pelanggan telepon tetap nirkabel telah bertambah hampir 1 juta
pelanggan dari tahun sebelumnya. PT Telkom melalui produk Telkom Flexy dan PT. Bakrie
Telekom melalui produk Esia menjadi operator utama dengan jumlah pelanggan terbanyak.
Peningkatan jumlah pelanggan yang besar pada kedua operator ini juga terjadi pada tahun
2008

Gambar 6.7 Perbandingan Jumlah Pelanggan Telepon Kabel dan Nirkabel 2005-Semester I 2010

| 17
30.000.000

25.000.000

20.000.000

15.000.000

10.000.000

5.000.000

-
2005 2006 2007 2008 2009 2010*
Kabel Nir Kabel

Jika dilihat dari pertumbuhan jumlah pelanggan, gambar 6.8 menunjukkan perbedaan yang
sangat kontras antara pertumbuhan pelanggan telepon tetap kabel dan telepon tetap
nirkabel. Pertumbuhan pelanggan telepon tetap kabel menunjukkan grafik yang sangat
rendah, bahkan pada periode 2007-2009 menunjukkan pertumbuhan yang negatif.
Sementara pertumbuhan pelanggan telepon tetap nirkabel menunjukkan grafik yang tinggi
terutama Bakrie (Esia). Meskipun sejak 2008 menunjukkan pertumbuhan yang menurun,
namun jumlah pelanggan telepon tetap nirkabel masih menunjukkan pertumbuhan yang
positif sampai dengan semester I tahun 2010. Penurunan ini lebih disebabkan oleh
pertumbuhan yang sangat tinggi pada periode sebelumnya sehingga ketika mencapai
puncaknya, pertumbuhan pelanggan mulai menurun. Hanya Indosat (Starone) yang
menunjukkan pertumbuhan negatif pada tahun 2009 yang lebih disebabkan karena sulit
bersaing dengan operator lain. Namun pada semester I 2010 pertumbuhan pelanggan
Indosat (Starone) mulai kembali positif.

Gambar 6.8. Pertumbuhan Jumlah Pelanggan Jaringan Tetap Lokal 2004-Semester I 2010

| 18
300%
250%
200%
150%
100%
50%
0%
-50%
-100%
2006 2007 2008 2009 2010*
Kabel 0,3% -0,2% -0,5% -2,9% 0,1%
PT. Telkom 0,3% -0,3% -0,6% -2,9% 0,1%
PT Indosat I-Phone 22,6% 14,4% 38,3% 6,7% 0,0%
PT. BBT -1,2% -4,3% -3,9% -4,0% 0,0%
Nirkabel 28,4% 79,8% 100,7% 21,6% 3,5%
PT Telkom Flexi 2,8% 52,4% 109,1% 13,8% 5,3%
PT. Indosat StarOne 43,9% 74,9% 21,3% -22,0% 17,4%
PT. Bakrie Telecom Esia 297,5% 158,3% 91,2% 44,9% 0,2%
PT. Mobile-8 0,0% 0,0% 0,0% -79,9% -0,4%

Pangsa pasar untuk indutri telepon tetap nirkabel ini masih didominasi oleh dua operator
utama yaitu Telkom (Flexy) dan Bakrie (Esia). Tabel 6.6 dan gambar 6.8 menunjukkan dalam
tiga tahun terakhir kedua operator ini menguasai lebih dari 90% pangsa pasar pelanggan
telepon tetap nirkabel. Bahkan sampai dengan kuartal I tahun 2010, kedua operator ini
menguasai 97,2% dari total pelanggan telepon bergerak seluler. Sementara dua operator
lain yaitu Indosat (StarOne) dan Mobile-8 (Hepi) masing-masing hanya memiliki pangsa 2,6%
dan 0,2%. Pangsa pelanggan terbesar dikuasai oleh Telkom Flexy yang sampai kuartal I 2010
menguasai pangsa 58,4%, sementara Bakrie-Esia menguasai 38,8%. Jika dilihat
perkembangan dari 2009-kuartal I 2010, terjadi sedikit pergeseran pada tahun 2009 dimana
Telkom Flexy mengalami sedikit penurunan dan Esia mengalami sedikit peningkatan.

Tabel 6.6. Profil Penyelenggara Jaringan Telepon tetap Wireless

Tahun 2008 2009 2010*


Operator Produk Mulai Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa
Operasi
Pelanggan Pasar Pelanggan Pasar Pelanggan Pasar
PT. Telkom Telkom Flexi 2002 13.051.181 60,9% 15.139.057 57,4% 15.948.000 58,4%
PT. Indosat StarOne 2004 761.589 3,6% 594.133 2,3% 697.405 2,6%
PT. Bakrie
Esia 2003 7.302.543 34,0% 10.585.701 40,1% 10.606.901 38,8%
Telekom

| 19
PT. Mobile 8 Hepi 2008 332.530 1,6% 66.763 0,3% 66.526 0,2%
Total 21.447.843 26.385.654 27.318.832
*) Sampai kuartal 1 Tahun 2010

Penguasaan pasar yang besaroleh Telkom-Flexy dan Bakrie Esia didorong oleh kelebihan
yang dimiliki masing-masing operator. Telkom Flexy unggul dalam penguasaan jaringan
yangf luas yang dimiliki oleh induk perusahaanya yaitu PT. Telkom sehingga mampu
meyakinkan pelanggan untuk menggunakan operator ini. Sementara pangsa pasar Bakrie-
Esia yang besar lebih didukung oleh strategi pemasaran dan promosi yang gencar terutama
melalui strategi co-branding yang menyatukan penjualan pesawat telpon dengan layanan
operatornya dengan harga yang murah dan produk yang sangat variatif. Strategi yang
gencar dengan berbagai fasilitas dan bonus yang diberikan terhadap produk co-branding
berharga murah ini mampu menarik minat pelanggan. Belakangan Telkom-Flexy juga
mengggunakan startegi pemasaran yang hampir sama dengan Esia yaitu co-branding antara
pesawat handset dengan layanan operatornya.

Dukungan jarngan yang luas dan strategi pemasaran


dengan m odel co-branding dan harga yang semakin
terjangkau menjadi faktor pesatnya peningkatan
pelanggan telenon tetap nirkabel

Gambar 6.9. Komposisi Pangsa Pasar Penyelenggara Jaringan Telepon Tetap Wireless

| 20
100%

80%

60%

40%

20%

0%
2008 2009 2010*
PT. Mobile 8 1,6% 0,3% 0,2%
PT. Bakrie Telekom 34,0% 40,1% 38,8%
PT. Indosat 3,6% 2,3% 2,6%
PT. Telkom 60,9% 57,4% 58,4%

Seperti pelanggan telepon tetap nirkabel, kelebihan teknologi yang lebih mobile juga
menyebabkan perkembangan jumlah pelanggan telepon bergerak seluler juga sangat pesat.
Jumlah pelanggan telepon bergerak seluler yang pada 2006 baru mencapai sekitar 63 juta,
sampai kuartal I tahun 2010 telah meningkat hampir 3 kali lipat menjadi sekitar 171,4 juta
pelanggan. Peningkatan yang pesat terjadi setiap tahun sejak tahun 2006 dengan
peningkaran rata-rata sekitar 37,6% per tahun pada periode 2006-2009. Pada tahun 2010,
sampai dengan kuartal I tahun 2010, jumlah pelanggan teepon bergerak seluler telah
meningkat hampir 5% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini menunjukkan pasar
pelanggan industri telepon bergerak seluler masih sangat potensial di Indonesia.

Jika dilihat dari jenis pelanggannya, utuk masing-masing operator masih didominasi oleh
jenis pelanggan prabayar. Proporsi pelanggan pasca bayar pada tiga operator utama dalam
tiga tahun terakhir hanya berkisar 1% sampai 4% dari total pelanggan bahkan dengan
proporsi yang cenderung semakin menurun. Kemudahan mengontrol penggunaan pulsa dan
pengguna yang sebagian besar berpendapatan menengah ke bawah menjadi faktor yang
menyebabkan lebih tingginya pelanggan jenis pra bayar, selain karena kemudahan untuk
menjadi pelanggan pra bayar mampun mengakhiri proses langganan.

Tabel 6.7. Perkembangan Jumlah Pelanggan Telepon Bergerak Seluler 2004-Semester I 2010

| 21
No Operator 2006 2007 2008 2009 2010*
Telkomsel 35.597.000 47.890.000 65.299.991 81.643.532 88.950.000
1 Prabayar 33.935.000 45.977.000 63.359.619 79.608.839
Pasca bayar 1.662.000 1.913.000 1.940.372 2.034.693
Indosat 16.704.729 24.545.422 36.510.246 33.136.521 39.100.000
2 Prabayar 15.878.870 23.945.431 35.591.033 31.333.173
Pasca bayar 825.859 599.991 919.213 1.803.348
XL-Axiata 9.527.970 15.469.000 26.015.517 31.438.377 32.924.000
3 Prabayar 9.141.331 14.988.000 25.599.297 31.101.047 32.600.000
Pasca bayar 386.639 481.000 416.220 337.330 324.000
Mobile 8 1.825.888 3.012.801 2.701.914 2.805.842 2.805.842
4 Prabayar 1.778.200 2.920.213 2.552.975 2.683.776 2.683.776
Pasca bayar 47.688 92.588 148.939 122.066 122.066

STI 134.713 310.464 784.343 636.868 636.868


5
Prabayar 133.746 310.176 784.129 636.566 636.566
Pasca bayar 967 288 214 302 302
Natrindo 12.715 4.788 3.234.800 4.105.156 4.105.156
6 Prabayar 10.155 4.788 3.234.800 4.105.156 4.105.156
Pasca bayar 2.560 N.A N.A N.A -
Hutchison N.A 2.039.406 4.500.609 7.311.000 7.311.000
7 Prabayar N.A 2.036.202 4.490.202 7.295.000 7.295.000
Pasca bayar N.A 3.204 10.407 16.000 16.000
Smart N.A
Telecom 115.000 1.530.823 2.599.665 2.599.665
8 N.A N.A
Prabayar 1.456.372 2.528.026 2.528.026
Pasca bayar N.A N.A 74.451 71.639 71.639
Jumlah 63.803.015 93.386.881 140.578.243 163.676.961 178.432.531
*) Sampai kuartal I tahun 2010

Gambar 6.10 menunjukkan tiga operator utama yang memiliki jumlah pelanggan terbesar
adalah Telkomsel, Indosat dan XL-Axiata. Jumlah pelanggan untuk ketiga operator ini juga
menunjukkan peningkatan secara proporsional. Sementara jumlah pelanggan untuk
operator yang relatif baru, masih jauh dibawa tiga operator utama tersebut. Promosi yang
gencar dengan berbagai fasilitas yang diberikan belum mampu menarik pelanggan untuk
dengan mudah beralih ke operator kecil. Namun untuk beberapa operator tertentu yaitu
Hutchinson CTP dan Natrindo mulai menunjukkan peringkatan jumlah pelanggan yang
cukup signifikan sejak tahun 2008 meskipun masih jauh lebih rendah dari tiga operator
utama yang lebih dulu muncul.
Gambar 6.10. Perkembangan Jumlah Pelanggan Telepon Bergerak Seluler 2006-kuartal I 2010

| 22
90.000.000

80.000.000

70.000.000

60.000.000

50.000.000

40.000.000

30.000.000

20.000.000

10.000.000

0
2006 2007 2008 2009 2010*
Telkomsel Indosat Excelcomindo Mobile 8
STI Natrindo Hutchison Smart Telecom

Jika dilihat dari pertumbuhan pelanggan antar operator, pelanggan pada operator kecil
seperti STI, Hucthinson CTP dan Smart Telecom menunjukkan pertumbuhan yang paling
tinggi dengan rata-rata pertumbuhan beskisar antara 80%-90% per tahun. Namun tingginya
pertumbuhan ini diduga karena jumlah pelanggan yang relarif masih lebih sedikit. Meskipun
demikian, tiga operator besar juga menunjukkan pertumbuhan pelanggan yang tinggi
meskipun jumlah pelanggan juga sudah cukup banyak. Telkomsel yang memiliki jumlah
pelanggan terbanyak, jumlah pelanggannya masih tumbuh 32% per tahun dalam periode
2006-2009 meskipun pada 2010, sampai kuartal I pertumbuhannya baru mencapai 8,9% .

Indosat dan XL-Axiata yang memiliki jumlah pelanggan terbanyak berikutnya juga
menunjukkan pertumbuhan jumlah pelanggan yang cukup besar. Pada periode 2006-2009
pertumbuhan pelanggan pada kedua operator ini masing masing adalah 28,8% (Indosat) dan
50,5% (Excel). Namun pada tahun 2010, sampai kuartal I pertumbuhan pelanggan Indosat
justru lebih tinggi yaitu 18% sementara pelanggan Excel baru tumbuh sebesar 4,7%. Secara
total, pelanggan telepon bergerak seluler tumbuh rata-rata 37,8% per tahun pada periode
2006-2009 dan trend pertumbuhan positif ini berlanjut pada 2010 dimana sampai kuartal I
jumlah pelanggan telah tumbuh 9% dari tahun sebelumnya.

| 23
Gambar 6.11 menunjukkan bahwa pertumbuhan pelanggan telepon bergerak seluler masih
menunjukkan pertumbuhan yang positf pada sebagian besar periode terutama oleh
operator besar. Pertumbuhan negatif hanya dialami Indosat dan STI pada tahun 2009 dan
Mobile-8 pada tahun 2008. Namun pertumbuhan negatif oleh Indosat pada tahun 2009
lebih disebabkan kebijakan pembersihan nomor-nomor yang tidak aktif. Pertumbuhan
tersebut kembali pada track positif pada tahun berikutnya (kuartal I 2010), bahkan menjadi
yang tertinggi dibanding operator lainnya.

Gambar 6.11. Perkembangan Pertumbuhan Pelanggan Telepon Bergerak Seluler

180,0%
160,0%
140,0%
120,0%
100,0%
80,0%
60,0%
40,0%
20,0%
0,0%
-20,0%
-40,0%
2007 2008 2009 2010*
Telkomsel 34,5% 36,4% 25,0% 8,9%
Indosat 46,9% 48,7% -9,2% 18,0%
Excelcomindo 62,4% 68,2% 20,8% 4,7%
Mobile 8 65,0% -10,3% 3,8% 0,0%
STI 130,5% 152,6% -18,8% 0,0%

*) Sampai kuartal I tahun 2010

Trend pertumbuhan positif yang dialami oleh semua operator telepon bergerak seluler
menyebabkan tidak banyak terjadi perubahan pangsa pasar dari masing-masing operator
dalam tiga tahun terakhir. Telkomsel, Indosat dan XL-Axiata merupakan tiga operator yang
memiliki pangsa pelanggan terbesar. Sampai kuartal I tahun 2010, pangsa pasar ketiga
operatir tersebut masing-masing adalah Telkomsel (47,8%), Indosat (22,8%) dam dan XL-
Axiata (19,2%). Dengan demikian ketiga operator tersebut menguasai pangsa pasar hampir
90% dari total pelanggan telepon bergerak seluler. Sementara lima operator lainnya hanya
memiliki pangsa pasar hampir 10%.

| 24
Gambar 6. 12. Pergeseran pangsa pasar telepon bergerak seluler 2008- Kuartal I 2010

100%
80%
60%
40%
20%
0%
2008 2009 2010*
Smart Telecom 1,1% 1,6% 1,5%
Hutchison 3,2% 4,5% 4,1%
Natrindo 2,3% 2,5% 2,3%
STI 0,6% 0,4% 0,4%
Mobile 8 1,9% 1,7% 1,6%
Excelcomindo 18,5% 19,2% 18,5%
Indosat 26,0% 20,2% 21,9%
Telkomsel 46,5% 49,9% 49,9%

Dalam tiga tahun terakhir hanya terjadi sedikit pergeseran pangsa pasar dimana pangsa
pasar Indosat sedikit menurun pada tahun 2009 karenan penurunan jumlah pelanggan dan
sebagian diambil Telkomsel. Namun memasuki kuartal I tahun 2010 pangsa pasar Indosat
kembali meningkat. Trend pertumbuhan pelanggan yang positif pada semua operator
menjadikan penguasaan pangsa pasar diantara operator telepon bergerak seluler cenderung
stabil.

Jumlah Pelanggan menurun Region


Jumlah pelanggan telepon menurut region untuk jenis telepon tetap kabel dan telepon
tetap wireless seperti disajikan pada tabel 6.8 menunjukkan bahwa pelanggan telepon
masih terkonsentrasi di Pulau Jawa khususnya Jakarta-Banten. Penetapan region dilakukan
berdasarkan pengelompokkan data yang dikeluarkan oleh operator yang membagi propinsi
dalam region yang berbeda antar operator. Untuk dapat mengkonsolidasikan data untuk
semua operator, maka tampilan data pelanggan telepon bergerak dilakukan dengan
menggunakan pendekatan region yang bisa disamakan untuk semua operator.

| 25
Total pelanggan untuk telepon tetap kabel di wilayah Jawa plus Bali-Nusa Tenggara
mencapai sekitar 7 juta pelanggan dengan Jakarta-Banten mencapai hampir 3,5 juta.
Sementara di Sumatera hanya sekitar 1,2 juta pelanggan dan di Kalimantan hanya kurang
dari 500 ribu pelanggan. Untuk telepon tetak nirkabel, jumlah pelanggan di Jawa plus Bali-
Nusa Tenggara mencapai lebih dari 20 juta pelanggan dengan Jakarta-Banten mencapai
lebih dari 10 juta pelanggan. Sementara di Sumatera jumlah pelanggan tetrap nirkabel
hanya sekitar 2 juta pelanggan dan di kalimantan bahkan kurang dari 1 juta pelanggan.

Tabel 6.8 Jumlah pelanggan telepon tetap kabel dan wireless menurut regon/pulau Tahun 2009
Total Fixed
Regional PSTN Flexi Esia Total FWA
No Telepone
1 Sumatera 1.272.932 1.600.479 494.550 2.095.029 3.367.961
7.207.39 10.725.12
2 Jakarta-Banten 3.471.838 3.517.734 5 9 14.196.967
2.007.36
3 Jabar-Jateng-DIY 2.048.037 2.321.964 5
4.329.329 6.377.366
4 Jatim-Bali-NT 1.575.065 5.473.838 674.185
6.148.023 7.723.088
5 Kalimantan 471.390 811.250 116.304927.554 1.398.944
Sulawesi-
6 Maluku-Papua 895.978 1.413.792 85.902 1.499.694 2.395.672
*) Total FWA adalah gabungan pelanggan Esia dan Flexy. Total Fixed telpon adalah
gabungan antara Tital FA dengan PSTN

Distribusi pelanggan telepon tetap antar region menunjukkan proporsi pelanggan telepon
tetap kabel di Jakarta-Banten mencapai 35,7% dari total pelanggan, diikuti region Jawa
Barat-Jawa Tengah dan DIY yang mencapai 21%. Total pelanggan di Jawa proporsinya
mencapai 72,9% dari total penggan. Sementara untuk region Sulawesi-Maluku-Papua yang
merupakan kawasan Timur indonesia, proporsi jumlah pelanggan telepon tetap-nya hanya
9,2% seperti ditunjukkan pada gambar 6.13.

Untuk telepon tetap nirkabel, proporsi pelanggan di wilayah utama yaitu Jakarta-Banten
proporsi jumlah pelanggannya lebih besar lagi yaitu 41,7% diikuti region Jawa Timur-Bali dan
Nusa Tenggara yang proporsinya mencapai 23,9%. Sehingga total proporsi pelanggan
telepon tetap nirkabel untuk region Jawa-Bali-Nusa Tenggara mencapai sekitar 82,4%.
Sementara proporsi pelanggan telepon tetap nirkabel di wilayah Sumatera hanya mencapai
8,1%.

| 26
Gambar 6. 13. Distribusi Pelanggan Telepon Tetap menurut Region Tahun 2009

100%

80%

60%

40%

20%

0%
PSTN Flexi Esia Total Total
FWA Fixed
Sulawesi-Maluku-Papua 9,2% 9,3% 0,8% 5,8% 6,8%
Kalimantan 4,8% 5,4% 1,1% 3,6% 3,9%
Jatim-Bali-NT 16,2% 36,2% 6,4% 23,9% 21,8%
Jabar-Jateng-DIY 21,0% 15,3% 19,0% 16,8% 18,0%
Jakarta-Banten 35,7% 23,2% 68,1% 41,7% 40,0%
Sumatera 13,1% 10,6% 4,7% 8,1% 9,5%

Untuk pelanggan telepon bergerak seluler, konsentrasi pelanggan juga terdapat di Pulau
Jawa, diikuti Sumatera. Total jumlah pelanggan telepon bergerak seluler di Pulau Jawa pada
tahun 2009 mecapai sekitar 85,4 juta pelanggan, dengan rincian Jakarta-Banten mencapai
32,6 juta pelanggan dan Jawa Barat-Jawa tengah-Jawa Timur-DIY mencapai 42,8 juta
pelanggan. Sementara untuk wilayah Sumatera yang memiliki wilayah lebih luas, jumlah
pelanggan mencapai 35,7 jutadan di Kalimantan mencapai 11,1 juta pelanggan seperti
ditunjukkan tabel 6.9 .

Tabel 6.9 Jumlah pelanggan telepon bergerak seluler menurut regon/pulau Tahun 2009
Jabar- Sulawesi-
Jakarta-
No Operator Sumatera Jateng- Bali-NT Kalimantan Maluku-
Banten
DIY-Jatim Papua
1 Excel-Asiata 5.832.209 7.796.898 12.900.309 2.715.719 1.045.902 1.147.340
2 Telkomsel 24.250.309 12.442.524 23.155.673 3.416.840 8.142.047 10.236.139
3 Indosat 4.118.396 9.202.833 1.794.869 821.379 1.891.393 1.098.589
4 Axis 710.866 1.514.169 1.794.869 85.252 0 0
5 Smart 202.271 922.840 1.414.374 85.252 0 10
6 Ceria 334.735 5.645 254.231 42.257 0 0
7 Fren 272.408 721.660 1.574.555 61.247 33.692 142.226

| 27
Total Seluler 35.721.194 32.606.569 42.888.880 7.227.946 11.113.034 12.624.304

Jika dilihat dari proporsi pelanggannya, proporsi pelanggan telepon bergerak seluler yang
terbesar terdapat di region Jabar-Jateng-Jatim dna DIY dengan proporsi mencapai 30,2%
dari total pelanggan seluler di Indonesia. Namun jika digabungkan dengan wilayah Jakarta
dan Banten, maka total proporsi pelanggan telepon bergerak seluler di Pulau Jawa mencapai
53,1% atau lebih dari separuh total pelanggan telepon bergerak seluler di Indonesia.
Sementara proporsi pelanggan telepon bergerak seluler di wilayah Sumatera mecapai
25,1%. Pada tiga region lain, jumlah pelanggan telepon bergerak seluer proporsinya masing-
masing masih kurang dari 10% dari total pelanggan telepon bergerak seluler di Indonesia.

Jika dibandingkan dengan sebaran pelanggan telepon tetap (kabel dan nirkabel), terlihat
bahwa pelanggan telepon bergerak seluler distribusinya relatif lebih tersebar merata
dibandingkan telepon tetap kabel. Pelanggan telepon tetap kabel dan nirkabel lebih
terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali dengan proporsi pada wilayah lain tidak terlalu
signifikan. Sementara untuk telepon bergerak seluler, proporsi pelanggan di wilayah
Sumatera cukup signifikan, demikian pula dengan wilayah Kalimantan dan kawasan Timur
Indonesia. Hal ini diduga terkait dengan jaringan dan infrastruktur yang relatif tersebar
lebuh baik untuk telepon bergerak seluler.

Gambar 6. 14. Distribusi Pelanggan Telepon Bergerak Seluler menurut Region Tahun 2009

120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
XL Telko Indosa Axis Smart Ceria Fren Total
msel t Seluler
Sulawesi-Maluku-Papua 3,6% 12,5% 5,8% 0,0% 0,0% 0,0% 5,1% 8,9%
Kalimantan 3,3% 10,0% 10,0% 0,0% 0,0% 0,0% 1,2% 7,8%
Bali-NT 8,6% 4,2% 4,3% 2,1% 3,2% 6,6% 2,2% 5,1%
Jabar-Jateng-DIY-Jatim 41,0% 28,4% 9,5% 43,7% 53,9% 39,9% 56,1% 30,2%
Jakarta-Banten 24,8% 15,2% 48,6% 36,9% 35,2% 0,9% 25,7% 22,9%
Sumatera 18,6% 29,7% 21,8% 17,3% 7,7% 52,6% 9,7% 25,1%

| 28
Lebih terdistribusinya pelanggan telepon bergerak seluler
diantara wilayah di Indonesia dibanding telepon tetap
(kabel dan nirkabel) diduga disebabkan oleh jaringan dan
infarastruktur yang lebih baik dan tersebar untuk telepon
bergerak seluler dibanding telepon tetap.

6.3.4. Teledensitas.
Teledensitas adalah indikator yang lazim digunakan dalam bidang telekomunikasi untuk
menunjukkan jumlah satuan sambungan telepon terpasang per seratus penduduk.
Teledensitas juga menggambarkan tingkat perkembangan dan penetrasi telekomunikasi
(telepon) disuatu wilayah/negara yang mencerminkan kemajuan telekomunikasi di
wilayah/negara tersebut. Ukuran yang umum dipakai untuk teledensitas adalah dari
penggunaan telepon tetap kabel. Sampai kuartal I tahun 2010, teledensitas Indonesia untuk
sambungan telepon tetap baru mencapai 3,58. Ini artinya, setiap 100 orang baru terdapat 4
sambungan telepon tetap kabel yang terpasang. Angka ini tergolong rendah terutama jika
dibandingkan dengan negara maju atau bahkan negara tetangga ASEAN. Teledensitas
telepon tetap kabel ini juga menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya seperti
ditunjukkan pada gambar 6.15, karena penambahan penduduk tidak diikuti dengan
penambahan sambungan telepon tetap kabel.

Gambar 6.15. Perkembangan Teledensitas untuk tiap jenis Telepon di Indonesia

80
70
60
50
40
30
20
10
0
2006 2007 2008 2009 2010*
Tetap Kabel 3,94 3,88 3,81 3,69 3,58
Tetap Wireless 2,71 4,81 9,53 11,69 11,60
Telepon Bergerak Seluler 28,73 41,52 61,72 71,75 75,75

| 29
*) Sampai kuartal I tahun 2010
Penurunan ini juga terjadi karena penggunaan telepon tetap kabel beralih ke penggunaan
telepon tetap nirkabel dan telepon bergerak seluler. Dengan demikian, terjadi peningkatan
dalam teledensitas untuk telepon tetap nirkabel dan telepon bergerak seluler. Gambar 6.15
menunjukkan teledensitas untuk telepon tetap nirkabel meningkat dari 9,53 pada 2008
menjadi 11,69 pada tahun 2009 dan pada pada kuartal 1 tahun 2010 menjadi 11,60%.
Sementara untuk telepon bergerak seluler, teledesnitasnya menunjukkan angka yang jauh
lebih besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah mencapai angka 61,72 pada
2008, teledensitas telepon bergerak seluler meningkat menjadi 71,75 pada 2009 dan pada
75,75 kuartal I tahun 2010.

Jika dilihat berdasarkan propinsi, teledensitas telepin kabel menunjukkan angka yang sangat
bervariasi antar daerah. Meskipun teledensitas tertinggi terdapat di Jakarta dengan angka
22,88, namun teledensitas terbesar berikutnya justru terdapat diluar Jawa seperti
ditunjukkan pada gambar 6.16. teledenstas terbesar kedua samai ke empat pada kuartal I
tahun 2010 terdapat di propinsi Kepulauan Riau (8,04), Kalimantan Timur (7,7) dan Bali
(7,56). Teledensitas yang tinggi pada dearah-daerah tersebut dan melebihi propinsi lain di
Jawa selain karena jumlah penduduknya yang relatif sedikit dibanding Jawa, juga karena
berkembangnya kegiatan ekonomi dan bisnis yangcukup tinggi pda daerah tersebut. Disisi
lain, pertumbuhan pelanggan untuk telepon tetap juga sangat mengandalkan dari
pelanggan bisnis seiring dengan semakin meluasnya penggunaan telepon tetap nirkabel da
telepon bergerak seluler.

| 30
Gambar 6.16. Teledensitas Telepon Rumah menurut Propinsi, kuartal I tahun 2010

Gorontalo 0,78
NTT 1,13
NTB 1,41
Sultra 1,48
Maluku+Malut 1,59
Bengkulu 2,04
Lampung 2,09
Jambi 2,14
NAD 2,22
Sulteng 2,30
Sumsel/Babel 2,32
Riau 2,45
Kalbar 2,85
Papua+Irjabar 2,90
Kalteng 2,93
Jateng 2,98
Sumut 3,31
Sumbar 3,38
Banten 3,67
Sulsel+Sulbar 3,81
Jabar 4,05
Kalsel 4,13
Jatim 5,02
Sulut 5,23
DIY 5,81
Bali 7,56
Kaltim 7,87
Kepri 8,04
DKI Jakarta 22,83

0 5 10 15 20 25

Teledensitas telepon tetap yang masih sangat rendah juga tidak selalu terdapat di propinsi-
propinsi di Kawasan Timur. Teledensitas yang paling rendah justru terdapat di Gorontalo
(0,78) diikuti NTT (1,13) dan NTB (1,41). Artinya, hanya terdapat sektar 1 sambungan
telepon tetap kabel untuk setiap 100 penduduk pada daerah-daerah tersebut. Teledensitas
di propinsi Papua justru menunjukkan angka yang relatif cukup besar yaitu 2,90 yang berarti
untuk setiap 100 enduduk terdapat sekitar 3 sambungan telepon tetap kabel.

| 31
Gambar l 6.17 Pengguna telepon tetap kabel dan FWA per 100 penduduk menurut region/pulau

Sulawesi-Maluku-Papua
Kalimantan
Jatim-Bali-NT
Jabar-Jateng-DIY
Jakarta-Banten
Sumatera

0 20 40 60 80

Jabar- Sulawesi-
Jakarta- Jatim- Kalimanta
Sumatera Jateng- Maluku-
Banten Bali-NT n
DIY Papua
Fixed Telephone 6,68 73,72 8,10 15,37 10,53 10,77
FWA 4,16 55,69 5,50 12,23 6,98 6,74

Untuk telepon tetap nirkabel, sampai kuartal I tahun 2010 teledensitas yang tinggi terdapat
pada wilayah Jakart-Banten yang mencapai 55,69 seperti ditunjukkan gambar 6.17. Angka
ini jauh lebih besar daripada region lain di Indonesia. Bahkan untuk wilayah Jawa-Barat-Jawa
Tengah-DIY, teledensitasnya hanya 5,50 dan lebih rendah dari region Jawa Timur-Bali-Nusa
Tenggara yang mencapai 12,23. Teledensitas telepon tetap nirkabel di wilayah tengah Jawa
(Jawa Barat-Jawa Tengah-DIY) ini juga bahkan lebih kecil daripada wilayah Kalimantan dan
Kawasan Timur Indonesia. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang jauh lebih besar di
wilayah tengah Pulau Jawa. Sehingga meskipun pengguna telepon tetap nirkabel cukup
banyak, namun teledensitasnya tetap rendah.

Pada kelompok telepon bergerak seluler, teledensitas tertinggi juga terdapat pada region
Jakarta-Banten dengan teledensitas mencapai 169,3. Artinya untuk setiap 100 penduduk
terdapat sekitar 170 pengguna telepon bergerak seluler atau setiap orang memiliki lebih
dari satu telepon bergerak seluler. Posisi Jakarta sebagai pusat bisnis dan pemerinta han
menyebabkan teledensitas telepon bergerak seuler ini cukup tinggi. Hal yang menarik
adalah bahwa teldensitas terbesar kedua untuk telepon bergerak seluler justru terdapat di
wilayah Kalimantan dengan angka 83,67. Artinya, terdapat sekitar 84 orang pengguna
telepon bergerak seluler untuk setiap 100 penduduk atau hampir setiap penduduk di
Kalimantan telah menggunakan telepon bergerak seluler. Angka ini bahkan jauh lebih besar

| 32
daripada di region Jawa diluar Jakarta-Banten dan Bali-Nusa Tenggara. Region Jawa (diluar
Jakarta-Banten) justru memiliki angaka teledensitas telepon bergerak seluler paling kecil

Tabel 6.18. Pengguna telepon bergerak seluler per 100 penduduk menurut region kuartal I 2010

Jakarta-Banten 169,30

Kalimantan 83,67

Sumatera 70,85

Sulawesi-Maluku-Papua 56,75

Bali-NT 56,50

Jabar-Jateng-DIY-Jatim 36,92

0 50 100 150 200

Region Sumatera juga memliki angka teledensitas yang besar untuk telepon bergerak seluler
dengan angka 70,85. Besaran teledensitas di Sumatera ini juga melebihi teledensitas
telepon bergerak seluler di region Jawa (selain Jakarta-Banten) dan Bali-Nusa Tenggara. Hal
ini menunjukkan penetrasi dari telepon bergerak selular sudah semakin luas dan
penggunaannya oleh masyarakat semakin banyak. Hal ini tidak terlepas dari teknologi yang
semakin baik dan murah serta akses yang semakin terjangkau.

Teledensitas telepon bergerak selular di Kalimantan dan


Sumatera lebih besar daripada teledensitas telepon bergerak
di region Jawa (diluar Jakarta-Banten). Hal ini disebabkan
karena jumlah penduduk yang lebih sedikit, dan didukung
oleh penetrasi telepon bergerak selular yang sudah semakin
luas serta tarif layanan yang lebih kompetitif.

6.3.5. Pendapatan Operator Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.


Untuk menilai kinerja penerimaan dari operator telepon, digunakan tiga indikator yaitu
penerimaan operasional, EBITDA (Earning Before Interest Tax Depreciation and
Ammortization), dan ARPU (Average Revenue Per User) . Ketiga indikator ini pada dasarnya

| 33
mencerminkan penerimaan yang didapat operator dari jasa pelayanan telepon yang
diberikan.

6.3.5.1. Penerimaan Total Operasional (Operating Revenue)


Salah satu indikator lain untuk melihat perkembangan industri telekomunikasi adalah
pendapatan yang diperoleh perusahaan penyelenggara telekomunikasi, diantaranya
penerimaan operasional. Penerimaan operasional operator adalah penerimaan yang
diterimanya dari layanan yang disediakan seperti layanan telepon pasca bayar (postpaid),
prabayar (prepaid), international roaming, interkoneksi dan layanan-layanan lainnya seperti
penyewaan jaringan.

Penerimaan operasional dari operator telepon seluler di Indonesia menunjukkan trend


yang meningkat dalam empat tahun terakhir kecuali Mobile-8 yang mengalami penurunan.
Memasuki tahun 2009 penerimaan operasional menunjukkan kondisi yang variatif dimana
Mobile-8 mengalami penurunan signifikan dan Indosat juga menurun meski hanya 0,4%.
Namun operator lain seperti Telkom Goroup, XL-Axiata dan Bakrie menunjukkan
peningkatan cukup signifikan. Memasuki tahun 2010, penerimaan operator diperkirakan
masih akan terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan.
Sampai dengan kuartal I 2010, penerimaan operator menunjukkan trend positif dengan
pencapaian penerimaan rata-rata sudah diatas 25% dari penerimaan tahun sebelumnya
kecuali untuk Mobile-8. Mobile-8 masih menunjukkan kecenderungan penerimaan
operasional yang menurun, sementara Indosat sudah meningkat cukup baik meski
mengalami penurunan pada tahun sebelumnya.

Tabel 6.10 yang menampilkan perkembangan penerimaan operasional dari operator telepon
seluler menunjukkan bahwa semakin besar peneriman operasional dari operator, maka
pertumbuhan penerimannya cenderung akan semakin kecil meskipun secara nominal
nilainya besar. Telkom Group (mencakup Telkomsel dan Telkom-Flexi) yang pada tahun
2009 membukukan penerimaan Rp. 64,5 Triliun, pertumbuhan penerimaan pada 2009
justru hanya 6,4%. Sementara Bakrie Telecom yang memiliki penerimaan operasional pada
2009 baru mencapai Rp. 2.7 triliun menunjukkan pertumbuhan penerimaan yang cukup
besar yaitu 24,6%. Demikian pula dengan XL-Axiata yang membukukan penerimaan

| 34
operasional sebesar Rp. 13,7 triliun pada tahun 2009, mampu tumbuh 13,6% dan
penerimaan pada kuartal I 2010 sudah mencapai 30% dari penerimaan tahun sebelumnya.

Tabel 6.10. Penerimaan Operasional Operator Telepon (Rp. Milyar)


No Operator 2006 2007 2008 2009 2010*
1 Telkom Group** 51.294 59.440 60.689 64.597 16.587
2 Indosat Group *** 12.239 16.488 18.659 18.393 4.735
3 XL-Axiata 4.682 7.990 12.061 13.706 4.106
4 Bakrie 608 1.290 2.202 2.743 708
5 Mobile-8 589 883 732 369 65
6 Smart Telecom 5 200 546 N.A
7 Hutchinson CPT 117 296 615 N.A
*) Sampai kuartal I Tahun 2010
**) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Telkom
***) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Indosat

Kecenderungan penurunan pertumbuhan penerimaan operasional terjadi pada hampir


semua operator meskipun masih pada angka yang positif seperti ditunjukkan pada gambar
6.19. Sampai tahun 2008, pertumbuhan penerimaan untuk XL-Axiata masih menunjukkan
trend peningkatan, namun menurun memasuki tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh jumlah
pelanggan yang sudah sangat tinggi secara total sehingga pertumbuhan pelanggan juga
tidak lagi tinggi dan berdampak pada pertumbuhan penerimaan. Untuk Mobile-8 bahkan
sudah menunjukkan pertumbuhan yang negatif sejak 2008. Pada tahun 2010 diperkirakan
pertumbuhan peneriman masih akan positif meskipun besaran pertumbuhannya semakin
rendah.

| 35
Gambar 6.19 Pertumbuhan Penerimaan Operasional Operator 2007-2009
140%
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
-20%
-40%
-60%
2007 2008 2009
Telkom Group** 15,9% 2,1% 6,4%
Indosat 34,7% 13,2% -1,4%
XL-Axiata 38,0% 86,7% 13,6%
Bakrie 112,2% 70,7% 24,6%
Mobile-8 49,9% -17,1% -49,6%

6.3.5.2. Laba (Rugi) Operasional (Operating Income/Loss)


Jika penerimaan operasional masih menunjukkan peningkatan dan pertumbuhan yang
positif, tidak demikian dengan Laba operasional oleh masing-masing operator. Laba
operasional operator menunjukkan penurunan meskipun nilainya masih postif yang berarti
operator masih menikmati keuntungan meskipun semakin menurun. Namun untuk Mobile-8
menunjukkan terjadinya kerugian yang terjadi sejak tahun 2008 dan besarannya semakin
meningkat pada tahun berikutnya. Laba operasional yang masih negatif (rugi) juga dialami
oleh operator baru seperti Smart Telecom dan Hutchinson TCP. Hal ini diduga disebabkan
oleh masih besarnya investasi yang dilakukan oleh operator tersebut untuk
mengembangkan jaringan, sementara jumlah pelanggannya masih sedikit. Disisi lain,
pendapatan yang negatif juga terjadi karena persaiangan yang semakin ketat diantara
operator dalam industri penyelenggara jaringan telekomunikasi ini.
Tabel 6.11. Laba (rugi) Operasional Operator Telepon (Rp. Milyar)
No Operator 2006 2007 2008 2009 2010*
1 Telkom Group** 31.716 26.473 22.307 22.603 5.322
2 Indosat Group *** 7.051 4.520 4.733 3.213 746
3 XL-Axiata 2.554 1.760 1.753 2.464 1.169
4 Bakrie 292 318 379 288 103
5 Mobile-8 397 170 (403) (676) (211)
6 Smart Telecom (167) (347) N.A N.A
7 HTCP (741) (1.686) (2.821) N.A
*) Sampai kuartal I Tahun 2010
**) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Telkom
***) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Indosat

| 36
Laba operasional yang semakin kecil meskipun masih positif berdampak pada pertumbuhan
laba yang mulai memasuki trend negatif pada semua operator seperti ditunjukkan oleh
gambar 6.20. Namun memasuki tahun 2009, beberapa operator menunjukkan pertumbuhan
laba yang positif seperti pada Telkom Group dan XL-Axiata. Khusus untuk Mobile-8, angka
yang positif pada tahun 2009 justru menunjukkan kerugian yang semakin meningkat
(peningkatan kerugian sebesar 67,7%). Namun Indosat justru mengalami hal yang
sebaliknya yang mengalami penurunan pertumbuhan pendapatan pada tahun 2009 setelah
meningkat pada tahun 2008.

Gambar 6.20. Pertumbuhan Pendapatan (Kerugian) Operasional Operator 2007-2009

100%
50%
0%
-50%
-100%
-150%
-200%
-250%
-300%
-350%
-400%
2007 2008 2009
Telkom Group** -16,5% -15,7% 1,3%
Indosat -35,9% 4,7% -32,1%
XL-Axiata -31,1% -0,4% 40,6%
Bakrie 8,9% 19,2% -24,0%
Mobile-8 -57,2% -337,1% 67,7%

6.3.5.3. EBITDA (Earning Before Interest, Tax, Depreciation and Ammortization)


EBITDA adalah pendekatan penerimaan yang dihitung dari peneriman operator telepon
sebelum dikurangi dengan bunga, pajak, penyusutan/depresiasi dan amortisasi. Tabel 6.12
menyajikan EBITDA dari lima operator utama telepon seluler di Indonesia yang secara
umum menunjukkan trend peningkatan kecuali untuk Telkom Group dan Indosat Group.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa EBITDA dari Telkom Group yang mencakup Telkomsel dan
Telkom-Flexi menunjukkan nilai yang jauh lebih besar daripada operator lainnya, namun
mengalami penurunan pada tahun 2008. Bahkan EBITDA dari Indosat belum sampai Rp. 10
Triliun. Sementara dua operator yang relatif baru yaitu Bakrie dan Mobile-8 masih pada
angka dibawah Rp. 1 triliun.

| 37
Setelah mengalami penurunan pada tahun 2008, tahun 2009, EBITDA Telkom Group kembali
meningkat meskipun belum sebesar tahun 2007. Sebaliknya dengan Indosat Group yang
mengalami peningkatan EBITDA pada 2008 justru menurun pada tahun 2009. Sementara
EBITDA dari Mobile-8 justru mengalami posisi negatif sejak 2009 yang disebabkankan oleh
penerimaan yang juga menurun. Memasuki tahun 2010, sampai kuartal I EBITDA dari
operator menunjukkan tanda-tanda perbaikan dimana pencapaiannya rata-rata telah lebih
dari 25% dari EBITDA tahun sebelumnya kecuali untuk Mobile-8 yang justru menunjukkan
potensi semakin negatif. Bahkan untuk XL-Axiata telah mencapai 34% dari EBITDA tahun
sebelumnya.

Tabel 6.12 EBITDA Operator Utama Telepon di Indonesia 2006-2010 (Rp. Milyar)
No Operator 2006 2007 2008 2009 2010*
1 Telkom Group 31.716 37.067 34.621 36.560 9.044
2 Indosat Group 7.051 8.714 9.321 8.774 2.228
3 XL-Axiata 2.554 3.509 5.132 6.205 2.142
4 Bakrie 292 545 822 1.269 371
5 Mobile-8 397 400 (84) (357) (133)
6 Smart Telecom (135) (289)
7 HCPT (1.339) (561)
*) Data sampai kuartal I 2010

Diihat dari pertumbuhannya, EBITDA menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan trend
yang semakin meningkat setelah menurun pada tahun 2008. Fluktuasi dialami oleh Telkom
Group yang pertumbuhan EBITDA-nya menurun pada 2008 namun kembali meningkat pada
2009. Sebaliknya Indosat mengaami penurunan EBITDA pada 2009 setelah meningkat pada
tahun 2009. Trend yang positif ditunjukkan oleh EBITDA dari Bakrie dan XL-Axiata yang
pertumbuhan EBITDA-nya mencapai rata-rata 64,1% dan 34,9% per tahun dalam periode
2006-2009. Rata-rata pertumbuhan EBITDA dari Telkom Group dan Indosat Group juga
masih menunjukkan angka yang positif pada periode tersebut dengan rata-rata 5,3% dan
8,2% per tahun.

| 38
Gambar 6.21 Pertumbuhan EBITDA Operator 2007-2009

350%
300%
250%
200%
150%
100%
50%
0%
-50%
-100%
-150%
2007 2008 2009
Telkom Group 16,9% -6,6% 5,6%
Indosat Group 23,6% 6,6% -5,5%
XL-Axiata 37,4% 46,3% 20,9%
Bakrie 87,1% 50,9% 54,2%
Mobile-8 0,7% -121,0% 325,0%

6.3.5.4. ARPU (Average Revenue per User)


ARPU menunjukkan penerimaan yang diraih oleh operator per satu pelanggan yang
menggunakan produknya. Besaran nilai ARPU menunjukkan besarnya rata-rata penerimaan
yang didapat oleh operator dari satu pelanggannnya. Artinya, meskipun jumlah pelanggan
sedikit, namun bisa jadi ARPU dari operator tersebut besar jika pelanggan cukup intensif
menggunakan layanan sambungan telepon dari operator tersebut. Tabel 6.13 menunjukkan
bahwa secara umum terjadi penurunan ARPU pada semua operator dengan penurunan yang
cukup tajam dalam lima tahun terakhir.

Bakrie Telekom mengalami penurunan ARPU dari Rp. 116,913 pada 2005 menjadi hanya Rp.
33.850 pada tahun 2009 dan Rp. 28.000 pada kuartal I tahun 2010.. Artinya, jika semula
Bakrie Telecom memperoleh penerimaan Rp. 116.915 per pelanggannya pada 2005,
menurun hanya menjadi Rp Rp. 28.000 per pelanggan pada kuartal I tahun 2010. Penurunan
ini diduga terkait dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan Bakrie Telecom yang
mengalami peningkatan pelanggan sangat besar. Secara umum, penurunan ARPU yang
terjadi juga merupakan implikasi dari bertambahnya jumlah pelanggan yang cukup besar
dalam lima tahun terakhir namun tidak diikuti dengan peningkatan penggunaan oleh
pelanggan. Penurunan ARPU dari tahun 2005 sampai kuartal I 2010 berkisar antara yang

| 39
paling rendah yaitu sebesar 45% (XL-Axiata) sampai dengan yang paling tinggi yaitu sebesar
100% (Mobile-8)

Tabel 6.13. Perkembangan ARPU Operator Telepon Tahun 2005 - Semester I 2010
Operator 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
Telkom FWA 47.000 54.000 53.000 31.335 22.319 17.000
Telkomsel 87.000 84.000 80.000 59.000 48.000 43.000
Indosat 67.113 60.023 52.828 38.282 37.330 34.719
Indosat FWA N.A 45.905 34.641 22.858 28.402 18.362
XL-Axiata 60.000 46.000 47.000 37.000 36.000 33.000
Bakrie 116.913 70.891 48.315 39.000 33.380 28.000
Mobile 8 62.332 48.013 39.791 17.621 12.986 N.A
Hutchinson N.A N.A 14.971 11.414 11.000 N.A
STI N.A N.A 37.147 23.857 22.252 N.A
*) Sampai Kwartal I Tahun 2010

Gambar 6.22. Pertumbuhan ARPU Operator 2006 - Semester I 2010

30,0%
20,0%
10,0%
0,0%
-10,0%
-20,0%
-30,0%
-40,0%
-50,0%
-60,0%
2006 2007 2008 2009 2010*
Telkom FWA 14,9% -1,9% -40,9% -28,8% -23,8%
Telkomsel -3,4% -4,8% -26,3% -18,6% -10,4%
Indosat -10,6% -12,0% -27,5% -2,5% -7,0%
Indosat FWA 0,0% -24,5% -34,0% 24,3% -35,3%
Excelcom -23,3% 2,2% -21,3% -2,7% -8,3%
Bakrie -39,4% -31,8% -19,3% -14,4% -16,1%
Mobile 8 -23,0% -17,1% -55,7% -26,3% 0,0%

Gambar 6.22 yang memperlihatkan perkembangan ARPU operator telepon di Indonesia


semakin menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan ARPU operator dari tahun ke
tahun. Hampir semua operator menunjukkan trend penurunan ARPU dengan rata-rata
penurunan paling besar dialami oleh Bakrie dan Mobile-8 yaitu 24.2% per tahun dan 30,5%
per tahun. Dari pola penurunan ini terlihat bahwa operator yang berbasis teknologi CDMA
menunjukkan penurunan ARPU yang lebih tajam dibanding operator yang berbasis teknologi
| 40
GSM. Namun khusus untuk Bakrie Esia, ARPU perusahaan menunjukkan penurunan yang
semakin rendah. ARPU yang semakin rendah ini pula yang membuat promosi yang dilakukan
oleh operator mulai diarahkan pada loyalitas pelanggan dan meningkatkan penggunaan.

Penurunan ARPU yang terus terjadi dan dialami oleh semua


operator mendorong terjadinya pergeseran promosi tidak
hanya menambah pelanggan baru, akan tetapi lebih
mengarahkan pada membangun loyalitas pelanggan dan
meningkatkan penggunaannya.

Analisis secara khusus untuk ARPU telepon bergerak seluler seperti ditunjukkan oleh Tabel
6.14 menunjukkan bahwa penurunan ARPU sangat terlihat untuk jenis pelanggan prabayar.
Penurunan ini terlihat jelas pada tiga operator utama yang menguasai pangsa pasar telepon
bergerak seluler yaitu Telkomsel, Indosat dan XL-Axiata. Sementara untuk ARPU pasca
bayar, sebagian justru mengalami peningkatan seperti pada XL-Axiata dan Hutchinson CPT.
Penurunan ARPU prabayar dari XL-Axiata dari 2008 ke kuartal I 2010 mencapai 5,7% dengan
rata-rata penurunan 8,1% per tahun. Sementara penurunan ARPU prabayar untuk
Telkomsel dari 2008 ke kuartal I 2010 mencapai 28,3% dengan penurunan rata-rata 18,6%
per tahunnya. Penurunan ini lebih rendah dari pada sebelumnya yang mencerminkan ARPU
yang semakin baik dari kedua operator ini.

Sementara untuk pelanggan pasca bayar, ARPU XL-Axiata dari 2008 ke kuartal I 2010
meningkat 17,8% dengan peningkatan rata-rata 5% per tahun. ARPU pasca bayar dari HTCP
meningkat dari 2007 ke 2009 sebesar 70,1% dengan peningkatan rata-rata 31,8%. Jika
dilihat bahwa penambahan pelanggan juga paling banyak terjadi untuk jenis pelanggan pra
bayar, maka hal ini sejalan dengan thesis bahwa peningkatan pelanggan berimplikasi pada
penurunan ARPU dari operator. Sehingga operator perlu mempertimbangkan strategi
pemasarannya dengan lebih menekankan pada membangun loyalitas dan meningkatkan
pengunaan daripada upaya menarik jumlah pelanggan baru.

| 41
Tabel 6.14. Perkembangan ARPU Telepon Bergerak Seluler Tahun 2007 Kuartal I 2010
2008 2009 2010*
Nama
No Pra- Pasca Blen- Pra- Pasca Blen- Pra- Pasca Blen-
Operator
bayar bayar ded bayar bayar ded bayar bayar ded
1 STI 23.813 186.483 210.296 22.221 128.541 22.252 N.A N.A N.A
2 XL-Axiata 35.000 152.000 37.000 34.000 167.000 36.000 33.000 187.000 33.000
Natrindo
6.500 0 6.500 6.300 - 6.300 N.A N.A N.A
3 Telepon Selular
4 Hutchison CPT 11.161 128.928 11.414 11.000 194.000 11.000 N.A N.A N.A
5 Mobile 8 Tel 14.495 73.963 17.621 11.310 48.918 12.986 N.A N.A N.A
6 Smart Telecom 24.000 55.000 26.000 25.000 52.000 26.000 N.A N.A N.A
7 Telkomsel 53.000 216.000 59.000 43.000 214.000 48.000 38.000 211.000 43.000
8 Indosat Tbk 34.654 182.147 38.282 33.138 175.327 37.330 N.A N.A 34.719
*) Sampai kuartal I Tahun 2010

Gambar 6.23. Pertumbuhan (Penurunan) ARPU Operator Seluler 2007-2009

500%
400%
300%
200%
100%
0%
-100%
-200%
Pra- Pasca Blende Pra-bay Pasca Blende Pra-bay Pasca Blende
bayar bayar d ar bayar d ar bayar d
2007 2008 2009
PT. STI -25,7% 256,4% -27,9% -35,6% -4,9% 466,1% -6,7% -31,1% -89,4%
PT. Excel Axiata -75,0% 269,0% 2,2% -18,6% -1,9% -21,3% -2,9% 9,9% -2,7%
PT. NTS -61,2% 66,6% -25,8% -82,0% -100,0% -84,4% -3,1% 0,0% -3,1%
PT. HCPT 0,0% 0,0% 0,0% -24,7% 13,0% -23,8% -1,4% 50,5% -3,6%
PT. Mobile 8 Tel 20,8% 14,3% 21,2% -61,1% -35,9% -55,7% 0,0% 0,0% 0,0%
PT. Smart Telecom 0,0% 0,0% 0,0% -4,0% -50,0% -42,2% 4,2% -5,5% 0,0%
PT. Telkomsel -3,9% -3,6% -4,8% -25,4% -18,2% -26,3% -18,9% -0,9% -18,6%
PT. Indosat Tbk -10,8% -6,2% -12,0% -26,3% -0,3% -27,5% -100,0% -100,0% -5,9%

Gambar 6.23 yang menunjukkan pertumbuhan ARPU operator seluler semakin memperjelas
bahwa ARPU operator cenderung mengalami penurunan yang ditandai dengan
pertumbuhan ARPU yang sebagian besar menunjukkan nilai yang negatif. Grafik tersebut
juga menunjukkan bahwa pertumbuan ARPU yang positif lebih banyak terjadi pada
kelompok pascabayar. Sementara untuk kelompok prabayar kebanyakan menunjukkan
pertumbuhan ARPU yang negatif.

| 42
Pada operator telepon tetap kabel, nilai nominal ARPU masih cukup tinggi terutama untuk
PT. Telkom dan BBT. ARPU telepon tetap kabel Telkom sampai tahun 2009 masih sebesar
Rp. 150.640, sementara ARPU telepon tetap kabel PT. BBT masih sebesar Rp. 776.198.. Hal
ini disebabkan bahwa untuk jenis telepon tetap kabel, sudah memiliki pelanggan tetap
dengan peningkatan pelanggan yang tidak terlalu banyak. Akibatnya penggunaan oleh
pelanggan tetap yang jumlahnya tidak sebanyak pelanggan telepon nirkabel atau bergerak
menyebabkan ARPU-nya masih cukup tinggi. Belum didapatkan data untuk kuartal I tahun
2010 untuk ARPU telepon kabel ini.

Tabel 6.15. Perkembangan ARPU Telepon Tetap


Nirkabel Nirkabel Nirkabel
No Operator Tahun Kabel
Prabayar Pascabayar Blended
2007 186.000 45.000 114.000 53.000
2008 166.131 24.509 110.314 31.335
1 PT. Telkom
2009 150.640 16.232 139.125 22.319
2010* 15.000 83.000 17.000
2007 - 45.326 131.329 48.315
PT. Bakrie 2008 0 39.000 130.000 39.000
2
Telecom 2009 - 28.341 99.079 29.178
2010* 27.000 107.000 28.000
PT. Batam 2007 856.000 - - -
3 Bintan 2008 776.198 - - -
Telekomunikasi 2009 516.132 - - -
2007 316.965 26.590 170.160 34.641
4 PT. Indosat 2008 797 17.955 94.955 22.858
2009 23.207 23.207 69.160 28.402
2010* - 14.691 51.374 18.362
*) Sampai Kuartal I Tahun 2010

ARPU telepon nirkabel menunjukkan kondisi yang berbeda antara kelompok pra bayar
dengan pasca bayar. Pada kelompok prabayar menunjukkan nilai ARPU yang kecil dan
semakin menurun terutama pada dua operator utama yaitu telkom dan Bakrie. ARPU
nirkabel prabayar untuk Telkom (Flexi) pada kuartal I 2010 misalnya hanya Rp. 15.000 dan
untuk blended hanya Rp. 22.000. Sementara untuk Bakrie (Esia), ARPU prabayar pada
kuartal I 2010 hanya sebesar Rp. Rp. 27.000 dan untuk Nirkabel Blended Rp. 28.000.
Sementara untuk kelompok pasca bayar, nilai nominal ARPU-nya masih cukup tinggi. Pada
kuartal I 2010, nilai ARPU pasca bayar untuk Telkom (Flexi) meskipun menurun tajam

| 43
dibanding dibanding tahun sebelumnya, masih mencapai Rp. 83.000. Sedangkan untuk
Bakrie (Esia) nilai ARPU pasca bayarnya masih sebesar Rp. 107.000. Sama seperti telepon
tetap kabel, pelanggan telepon nirkabel pascabayar juga merupakan pelanggan tetap
dengan jumlah pelanggan yang tidak banyak. Sementara untuk pelanggan nirkabel prabayar,
menunjukkan nilai nominal ARPU yang tidak besar meskipun trend penurunannya
sebenarnya juga tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan jumlah pelanggan telepon nirkabel
prabayar yang cukup banyak sehingga ARPU cenderung kecil.

Jika dilihat dari trend penurunannya, tabel 6.16 menunjukkan bahwa penurunan ARPU pada
telepon tetap nirkabel cenderung lebih besar daripada telepon tetap kabel dan pada
telepon tetap nirkabel, penurunan pada kelompok prabayar cenderung lebih besar daripada
kelompok pasca bayar. Pada operator utama telpon tetap kabel yaitu PT. Telkom,
penurunan ARPU pada periode 2006-2009 secara total hanya mencapai 16% dan rata-rata
hanya 5,5% per tahun. Sementara untuk nirkabel pasca bayarnya, penurunan ARPU
mencapai rata-rata 8,3% per tahun. Bahkan untuk nirkabel pra bayar, penurunan ARPU
secara total mencapai 53,3% dengan penurunan rata-rata mencapai 14,3%. Sementara
untuk Bakrie Telecom yang menjadi salah satu operator utama telepon tetap nirkabel,
penurunan ARPU pra bayar secara total pada 2006 - Maret 2010 mencapai 53% dengan
penurunan rata-rata 17,1%. Sementara utntuk pasca bayarnya, penurunan total mencapai
44% dengan rata-rata penurunan 12,5% per tahun.

Tabel 6.16. Trend penurunan ARPU Operator Telepon Tetap 2006 -kuartal I 2010
Nirkabel Nirkabel Nirkabel
No. Operator Perubahan Kabel*
Prabayar Pascabayar Blended
Rata-Rata per tahun -5,4% -14,3% -8,3% -24,0%
1. PT. Telkom Total 2006- Maret
2010 -16,0% -53,3% 2,8% -59,0%
Rata-Rata per tahun -17,1% -12,5% -18,3%
PT. Bakrie
2. Total 2006-Maret
Telecom
2010 -53,0% -44,0% -55,7%
Rata-Rata per tahun -27,5% -11,4% -27,4% -14,5%
3. PT.Indosat Total 2006-Maret
2010 -99,7% -42,0% -75,8% -54,2%
*) Sampai Kuartal I 2010

| 44
6.3.6. Biaya Operasional Penyelenggara Telekomunikasi
Dari sisi biaya, penyelenggaraan telekomunikasi oleh operator salah satunya ditunjukkan
dengan biaya operasional operator telepon tetap maupun bergerak. Tabel 6.17 yang
menunjukkan perkembangan biaya operasional oleh masing-masing operator menunjukkan
kecenderungan biaya operasional yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan investasi yang dilakukan oleh operator yang dicerminkan oleh peningkatan
kapasitas terpasang yang dimiliki operator. Biaya operasional Telkom Group merupakan
yang terbesar diantara operator lain karena mencakup penyelenggaraan layanan telepon
tetap dan tetap bergerak, disamping juga karena besarnya kapasitas terpasang yang dimiliki
dan jumlah pelanggan. Pada tahun 2009 biaya operasional Telkom Group mencapai hampir
Rp. 42 triliun dan sampai kuartal I 2010 sudah mencapai Rp. 11,26 triliun atau 26,8% dari
biaya operasional tahun sebelumnya.

Pada kelompok operator telepon bergerak seluler, Telkomsel juga menunjukkan biaya
operasional yang paling besar dibanding operator lainnya, diikuti Indosat. Pada tahun 2009
biaya operator Indosat mencapai Rp. 15,18 triliun sementara XL-Axiata mencapai Rp. 11,2
trilun serta operator lainnya masih dibawah Rp. 5 triliun. Pada tahun 2010, sampai dengan
kuartal I, biaya operasional Indosat telah mencapai Rp. 3,9 triliun atau 26,3% dari biaya
tahun sebelumnya dan XL-Axiata mencapai Rp. 2,9 triliun atau mencapai 26,1%.

Tabel 6.17. Perkembangan Biaya Operasional Operator Telepon 2005 kuartal I 2010 (Rp. Milyar)

Operator 2005 2006 2007 2008 2009 2010*


Telkom Group 24.636 29.701 32.967 38.933 41.993 11.266
Telkomsel 8.771 12.836 16.792 20.425 N.A N.A
Indosat 7.938 8.841 11.969 13.925 15.180 3.989
Excelcom 2.055 3.224 4.480 4.600 11.242 2.937
Bakrie 344 469 972 1.270 2.454 605
Mobile 8 530 560 715 1.119 1.044 276
Hutchinson N.A N.A N.A 2.054 3436 N.A
STI N.A N.A N.A 344 400 N.A
*) Sampai kuartal I tahun 2010.

Jika dilihat dari pertumbuhannya, biaya operasional ini menunjukkan terjadinya peningkatan
yang terus berlangsung dengan trend peningkatan yang fluktuatif dalam tiga tahun terakhir.
Meskipun masih bernilai positif, pertumbuhan biaya operasional mengalami penurunan

| 45
pada tahun 2008 kecuali untuk Mobile-8 dan Telkom Group. Hal in berarti peningkatan
biaya operasional operator lebih kecil dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2009,
beberapa operator menunjukkan peningkatan biaya operasional yang semakin tinggi yang
ditunjukkan oleh pertumbuhan biaya operasional yang semakin besar seperti yang dialami
XL-Axiata dan Bakrie. Sementara operator lain justru menunjukkan pertumbuhan biaya
operasional yang semakin rendah. Bahkan Mobile-8 menunjukkan biaya operasional yang
menurun yang ditandai dengan pertumbuhan biaya operasional yang negatif.

Gambar 6.24. Pertumbuhan biaya operasional operator telekomunikasi

160,0%
140,0%
120,0%
100,0%
80,0%
60,0%
40,0%
20,0%
0,0%
-20,0%
2007 2008 2009
Telkom Group 11,0% 18,1% 7,9%
Indosat 35,4% 16,3% 0,0%
Excelcom/XL Axiata 39,0% 2,7% 144,4%
Bakrie 107,2% 30,7% 93,2%
Mobile 8 27,8% 56,5% -6,7%

6.3.7. Karyawan Operator Telekomunikasi


Sejalan dengan pertumbuhan pelanggan, penerimaan operasional dan biaya operasional,
jumlah pegawai operator juga menunjukkan peningkatan dalam empat tahun terakhir.
Namun pada tahun 2009 terjadi variasi kondisi jumlah tenaga kerja antar operator dimana
beberapa operator menunjukkan peningkatan jumlah pegawai seperti yang terjadi pada
Telkomsel dan Bakrie, namun pada sebagian besar operator lain justru mengalami
penurunan seperti yang terjadi pada Telkom Group, Indosat, XL-Axiata dan Mobile-8. Seperti
ditunjukkan oleh Tabel 6.18. Pada kelompok operator telepon seluler, Indosat memiliki
jumlah pegawai paling banyak dibanding operator telepon seluler lainnya. Namun jumlah
pegawai Indosat ini diduga adalah jumlah total pegawai Indosat yang mencakup bisnis lain
diluar operator seluler.

| 46
Dari sisi perkembangannya, jumlah pegawai Telkom Group dan Indosat juga menunjukkan
perkembangan yang fluktuatif. Dalam lima tahun terakhir penurinan jumlah pegawainya di
Telkom Group 4,7% meskipun untuk Telkomsel meningkat rata-rata 4,3% per tahun.
Sementara untuk Indosat juga mengalami penurunan rata-rata 13,9% per tahun dalam lima
tahun terakhir. Peningkatan paling besar dialami oleh Bakrie Telecom yang dalam lima
tahun terakhir peningkatan jumlah pegawainya rata-rata mencapai 38,21% per tahun.
Dalam lima tahun, pegawai Bakrie Telecom telah meningkat sebanyak 295,4%. Peningkatan
ini sejalan dengan ekspansi yang dilakukan oleh perusahaan dalam menjangkau pelanggan
dan meningkatkan kapasitas yang dimilikinya.

Tabel 6.18. Perkembangan Jumlah karyawan Operator Telepon 2005 - 2009

Operator 2005 2006 2007 2008 2009


Telkom* 28.179 27.658 25.361 25.016 23.154
Telkomsel 3.566 3.797 4.080 4.129 4.210
Indosat 8.137 7.786 7.645 7.700 3.831
Excelcom 1.867 2.042 2.136 2.114 2.076
Bakrie 544 743 1.485 1.671 1.728
Mobile 8 846 790 867 865 776
Hutchinson - - - N.A 445
STI - - - N.A 400

Peningkatan jumlah pegawai yang makin kecil


menunjukkan persaingan yang semakin ketat antar
operator telepon yang memaksa masing-masing
perusahaan melakukan efisiensi untuk menekan biaya,
termasuk dalam hal tenaga kerja.

6.4. Pelayanan Internet


Lepon yang memaks
6.4.1. Penyelenggara Jasa Multimedia
Jasa multimedia adalah jasa telekomunikasi yang berbasis penyediaan layanan internet dan
sejenisnya serta komunikasi data. Terdapat empat kelompok jasa multi media yaitu Internet
Service Provider (ISP), Network Access Provider (NAP), Internet Teleponi untuk Keperluan
Publik (ITKP) dan Sistem Komunikasi Data (Siskomdat/SKD). Sebagaimana pada industri dan
jasa penyelenggara telekomunikasi, perkembangan usaha jasa multimedia juga
menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun ke tahun. Meskipun penerbitan ijin

| 47
masih fluktuatif dari tahun ke tahun pada jenis jasa multimedia tertentu, namun secara total
jumlah ijin multimedia yang dikeluarkan mengalami peningkatan.

Dalam lima tahun terakhir, secara total penerbitan ijin jasa multimedia meniingkat rata-rata
2,8% per tahun dan total ijin aktif meningkat rata-rata 40,6% per tahun. Peningkatan paling
besar terjadi untuk ijin NAP dimana untuk ijin baru yang diterbitkan meningkat rata-rata
184,7% per tahun dan total ijin aktif meningkat rata-rata mencapai 42,8% per tahun. Total
ijin baru untuk ISP yang diterbitkan juga meningkat rata-rata 40,8% per tahun meskipun ijin
baru yang diterbitkan hanya meningkat rata-rata 14,9% per tahun.

Tabel 6.19. Perkembangan Penerbitan Ijin Penyelenggara Jasa Multi Media 2005-2009
2005 2006 2007 2008 2009
Ijin Baru (termasuk
penyesuaian) 15 19 30 18
1 ISP
Pencabutan 1 1 1 11
Total Ijin Aktif (ML dan non ML) 48 84 114 165 178
Ijin Baru (termasuk
penyesuaian) 6 1 8 3
2 NAP
Pencabutan 0 0 0 0
Total Ijin Aktif (ML dan non ML) 10 17 22 36 39
Ijin Baru (termasuk
penyesuaian) 5 6 4 2
3 ITKP
Pencabutan 1 0 0 1
Total Ijin Aktif (ML dan non ML) 8 12 20 26 27
Ijin Baru (termasuk
penyesuaian) 3 0 0 1
4 SKD
Pencabutan 0 0 0 0
Total Ijin Aktif (ML dan non ML) 2 5 6 6 7

| 48
Gambar 6.25. Perkembangan Penerbitan Ijin Penyelenggara Jasa Multi Media 2005-2009

180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Ijin Baru Total Ijin Baru Total Ijin Baru Total Ijin Baru Total
Ijin Aktif Ijin Aktif Ijin Aktif Ijin Aktif
ISP NAP ITKP SKD
2005 48 10 8 2
2006 15 84 6 17 5 12 3 5
2007 19 114 1 22 6 20 0 6
2008 30 165 8 36 4 26 0 6
2009 18 178 3 39 2 27 1 7

Jika dilihat dari jenis ijin yang dimiliki, penyelenggara ISP murni masih merupakan yang
paling banyak dari komposisi penyelenggara multimedia. Sekitar 65,4% dari total
penyelenggara jasa multimedia yang ada di Indonesia pada tahun 2009 merupaka n
penyelenggara ISP murni. Hal ini karena pengguna internet masih merupakan yang terbesar
daripada pengguna jasa multimedia lainnya. Proporsi ini juga hanya sedikit lebih kecil dari
proporsi tahun sebelumnya. Namun sebagian penyelenggara ISP juga menyelenggarakan
jasa lain secara bersamaan (bukan ISP murni). Penyelenggara ISP yang dikombinasikan
dengan jasa lain juga cukup signifikan seperti penyelenggara ISP dan NAP yang proporsinya
mencapai 4,8% dan ISP dengan jasa multimedia lain yang proporsinya mencapai 4,3%
seperti ditunjukkan pada gambar 6.26. Srmentara penyelenggara murni NAP, ITKP dan
Siskomdat proporsinya masing-masing hanya 5,3%, 2,9% dan 1,4%.

| 49
Gambar 6.26. Komposisi Penyelenggara Multimedia berdasarkan jenis ijin 2008-2009

120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2008 2009
ISP saja 64,8% 65,4%
NAP saja 5,1% 5,3%
ITKP saja 3,1% 2,9%
Siskomdat saja 1,0% 1,4%
ISP dan NAP 5,1% 4,8%
ISP dan Jasmul lain 4,6% 4,3%
Jasmul dan JarTap/JarBer 16,3% 15,9%

6.4.1.1. Internet Service Provider


A. Jumlah POP ISP
Sampai dengan akhir tahun 2009, terdapat antara 1 sampai 567 POP ISP per propinsi yang
telah dibangun oleh penyelenggara Internet Service Provider (ISP) dengan sebaran yang
sangat bervariasi di seluruh Indonesia. Secara umum, jumlah POP ISP di masing-masing
propinsi mengalami penurunan meskipun pada beberapa propinsi lain juga terdapat
kenaikan. Penurunan ini terjadi terutama karena menurunnya jumlah POP ISP dalam
presentasi yang besar terutama di kawasan Timur Indonesia. Penurunan jumlah POP ISP
pada kawasan ini mencapai 50% sampai 90% dari jumlah ISP tahun sebelumnya. Sementara
di Jawa, penurunan paling banyak terjadi di Jawa Tengah sebesar 59,2%.

Berdasarkan kisaran POP yang dimiliki oleh penyelenggara ISP, sebagian besar
penyelenggara ISP memiliki POP sebanyak 1-5 POP. Lebih dari separuh penyelenggara ISP
memiliki 1-5 POP namun hanya sedikit penyelenggara ISP yang memiliki banyak POP.
Proporsi ISP yang memiliki lebih dari 20 POP pada tahun 2009 hanya 8% meskipun proporsi
ini sedikit lebih besar daripada kondisi 2008 yang hanya 7%.

| 50
Gambar 6.27 . Proporsi ISP berdasarkan kisaran POP yang dimiliki

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
2008 0
8% .1-5
56% .6-20
30% .21-100
5% >2%
100

2009 6% 51% 37% 7% 1%

Dari sisi persebarannya, sebaran dari POP yang dibangun oleh penyelenggara ISP tersebut
masih banyak terpusat di Pulau Jawa pada tahun 2008 maupun 2009. Pada tahun 2009,
sekitar 75% dari POP yang telah dibangun berada di pulau Jawa dengan lokasi terbanyak di
DKI Jakarta sebanyak 567 unit. Proporsi dan jumlah ini juga menurun dibanding tahun
sebelumnya dimana pada 2008 proporsinya mencapai hampir 80% dan di Jakarta mencapai
661 POP. Lokasi terbanyak POP ISP berikutnya juga masih di pulau Jawa yaitu Jawa Barat
(15,2%) dan Jawa Timur (10,2%). Penurunan jumlah POP ISP yang besar di Jawa Tengah
menyebabkan jumlah POP ISP di Jawa Tengah hanya terbanyak keempat dari semula
terbanyak kedua setelah Jawa Tengah. Propinsi di luar Jawa yang cukup banyak jumlah POP
ISP-nya adalah Bali dengan 88 POP ISP. Jumlah ini juga menurun dibanding tahun
sebelumnya yang mencapai 111 unit. Bahkan di Kawasan Timur Indonesia, paling banyak
hanya tersisa 5 POP ISP tiap propinsi kecuali Papua yang masih tersisa 6 POP ISP.

Dari POP ISP yang ada, tidak seluruh ISP memiliki pelanggan/membangunan POP. Gambar
6.29 menunjukkan peningkatan ISP yang memiliki pelanggan terjadi hampir pada seluruh
daerah. Peningkatan terbesar terjadi di NTB, Sulawesi Utara dan NAD yang mencapai lebih
dari 50%. Secara absolut, peningkatan ISP yang membangun POP terjadi di Jakarta sebanyak
10 buah, dikuti Jawa Timur 8 dan Jawa Barat 6. Namun beberapa daerah juga mengalami
penurunan jumlah POP ISP yang memiliki pelanggan seperti di DI Yogyakarta, Sulawesi

| 51
Tengah dan Maluku. Secara absolut pengurangan ISP yang memiliki POP terjdi do
Yogyakarta yaitu sebanyak 2 buah.

Menurunnya jumlah POP ISP yang diikuti dengan


peningkatan jumlah ISP yang memiliki pelanggan,
secara implisit menunjukkan persaingan yang ketat
. dalam jasa industri penyelenggara ISP dan efisiensi
yang harus dilakukan ISP.

| 52
Gambar 6.28 Sebaran Jumlah POP ISP menurut propinsi 2008-2009

800

600

400

200

0
NA Su Ben Jam Ria Lam Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jate Jati DIY Bali NTB NTT Kalb Kalt Kals Kalt Gor Sulu Suls Sult Sulb Sult Mal Mal Irja Pap
D mut gkul bi u pun mb el mse ri ten ar ng m ar im el eng ont t el ra ar eng uku ut bar ua
2008 29 83 u4 14 48 24 g 30
ar 5 43 l 53 661 79 298 370 342 69 111 12 15 23 51 38 11 alo 4 12 32 4 5 11 10 2 2 35
2009 7 47 2 13 20 21 17 2 34 42 567 72 260 151 182 45 88 5 5 17 32 35 8 1 7 14 1 0 1 1 1 3 6

Gambar 6.29 Sebaran Jumlah ISP yang Memiliki Pelanggan tahun 2008-2009

120
100
80
60
40
20
0
NA Sum Ben Jam Riau Lam Sum Bab Sum Kep DKI Ban Jaba Jate Jati DIY Bali NTB NTT Kalb Kalti Kals Kalt Gor Sulu Suls Sult Sulb Sult Mal Mal Irja Pap
D ut gkul bi pun bar el sel ri ten r ng m ar m el eng ont t el ra ar eng uku ut bar ua
2008 4 19 2u 7 9 g
9 6 2 11 17 100 17 54 32 45 27 37 3 3 8 13 9 2 alo
2 4 10 2 1 2 2 1 2 3
2009 6 23 2 8 13 12 7 2 14 18 110 20 60 34 53 25 36 5 4 11 17 10 2 1 6 11 1 0 1 1 1 2 3

| 53
Penurunan jumlah POP di satu sisi dan peningkatan jumlah ISP menyebabkan rasio POP
terhadap ISP mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2008
rasio antara POP dengan ISP berkisar antara 1 sampai 11,7 maka pada tahun 2009 hanya
berkisar antara 1 sampai 4,4 dengan paling banyak kurang dari 2. Artinya satu ISP banyak
yang hanya memiliki kurang dari 2 atau 3 POP. Hal ini mencerminkan terjadinya persaingan
yang ketat dalam bisnis ISP sehingga ISP dituntut semakin efisien dalam membangun POP.
Pada tahun 2008, satu ISP memiliki antara 2 sampai 11 POP, bahkan untuk wilayah Barat
Indonesia menunjukkan lebih dari 4 ISP. Namun pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah
POP sedmentara ISP justri meningkat sehingga rasio POP terhadap ISP mengalami
penurunan. Kecuali di pulau Jawa, rata-rata ISP hanya memiliki 1 POP yang menunjukkan ISP
semakin efisien dalam membangun POP.

| 54
Gambar 6.30 Tingkat rasio POP terhadap ISP menurut propinsi 2008-2009

11,6 11,7
12

10

8 7,6
7,3
6,6

6 5,3 5,5 5,5 5,5


5,0 5,2 5,0 5,0 5,0
4,6
4,4 4,3 4,4 4,2 4,0
3,9 4,0 3,9
4 3,6 3,4 3,5
3,1 3,0 2,9 3,0 3,2
2,7 2,4 2,5 2,4 2,3 2,6 2,4
2,02,0 2,0 1,8 1,9 2,0 2,0 2,0 2,0
1,6 1,5 1,8 1,5 1,5
2 1,3
1,2 1,0 1,0 1,0 1,3 1,0 1,2 1,0 1,0 1,0 1,01,0

0
Kepri
Sumut

Sulut
Sumbar

Sultra
Sumsel

Papua
Bengkulu

Gorontalo
NTT
Lampung

DKI

Sulbar

Maluku
Bali
NTB

Sulsel
Kalbar
Jabar

DIY

Kalsel

Sulteng
Jambi

Babel
NAD

Jateng

Kalteng

Malut
Irjabar
Jatim

Kaltim
Banten
Riau

2008 2009

| 55
B. Pelanggan
Jumlah pelanggan internet melalui ISP juga menunjukkan peningkatan dibanding tahun
sebelumnya. Secara total jumlah pelanggan meningkat sebesar 12% dibanding tahun
sebelumnya. Jika dilihat sebarannya, pelanggan ISP paling banyak juga terdapat di DKI
Jakarta dengan jumlah pelanggan hampir 600 ribu pelangggan. Propinsi -propinsi di Jawa
cenderung memiliki jumlah pelanggan ISP yang lebih banyak dibanding propinsi lain. Namun
beberapa propinsi di luar Jawa juga memiliki jumlah pelanggan yang cukup besar seperti di
Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Jumlah pelanggan di Jakarta ini
justru menurun dibanding tahun sebelumnya dengan penurunan sebesar 3,7% meskipun
secara nasional jumlah pelanggan justru meningkat. Penurunan jumlah pelanggan juga
terjadi di Banten, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat
dan Papua dengan penurunan terbesar terjadi di Maluku Utara yaitu sebesar 84%.
Sebaliknya peningkatan jumlah pelanggan ISP terbesar terjadi di propinsi Sulawesi Selatan
yang lebih dari 160%.

Tabel 6.20. Jumlah Pelanggan ISP menurut propinsi Tahun 2008-2009


No Propinsi 2008 2009 No Propinsi 2008 2009
1 NAD 9.791 15.119 18 NTB 10.093 13.442
2 Sumut 73.380 87.843 19 NTT 6.195 8.960
3 Bengkulu 4.676 5.666 20 Kalbar 15.230 23.634
4 Jambi 9.990 12.089 21 Kaltim 31.992 50.805
5 Riau 24.363 29.284 22 Kalsel 16.213 27.489
6 Lampung 20.421 26.634 23 Kalteng 7.461 13.161
7 Sumbar 20.406 27.395 24 Gorontalo 1.297 1.443
8 Babel 4.696 7.822 25 Sulut 14.773 22.435
9 Sumsel 25.152 30.789 26 Sulsel 16.221 42.319
10 Kep. Riau 22.703 27.446 27 Sultra 11.281 5.656
11 DKI Jakarta 673.138 648.396 28 Sulbar 1.841 706
12 Banten 24.724 20.827 29 Sulteng 5.148 6.964
13 Jabar 156.607 204.913 30 Maluku 27.165 24.276
14 Jateng 88.606 113.052 31 Malut 27.113 4.265
15 Jatim 256.320 285.611 32 Irjabar 15.342 12.661
16 DIY 27.448 42.863 33 Papua 34.145 31.396
17 Bali 45.787 62.581 Total 1.729.718 1.937.942

Sebaran jumlah pelanggan ISP menurut propinsi


menunjukkan bahwa pelanggan ISP cenderung tinggi
pada dearah-daerah yang memiliki kegiatan ekonomi
yang relatif lebih tinggi daripada daerah lainnya.
| 56
Jumlah pelanggan untuk tiap ISP juga berbeda-beda antar daerah dan antar ISP. Gambar
6.30 yang memperlihatkan jumlah pelanggan ISP menurut propinsi menunjukkan bahwa
rata-rata pelanggan per ISP paling tinggi justru terdapat di propinsi Maluku. Dengan jumlah
24.276. Hal yang menarik adalah bahwa propinsi-propinsi di Kawasan Timur dan tengah
Indonesia menunjukkan jumlah pelanggan per ISP yang tinggi seperti Papua, Sulawesi
Tengah, Kalimantan Tengah dan Irian Jaya Barat. Jumlah pelanggan per ISP di daerah-daerah
tersebut bahkan lebih besar dari jumlah pelanggan per ISP di DKI Jakarta. Secara implisit hal
ini menunjukkan cukup tingginya pengguna ISP di daerah-daerah tersebut dan masih
terbukanya pendirian ISP di daerah tersebut untuk meraih pelanggan. Namun jika dilihat dari
perkembangan ISP yang ada, besarnya rata-rata jumlah pelanggan per ISP ini juga
disebabkan oleh berkurangnya ISP pada jumlah dearah-daerah tersebut.
Gambar 6.31. Rata-rata jumlah pelanggan ISP menurut propinsi tahun 2009

Maluku 24276
Papua 10465
Sulteng 6964
Kalteng 6581
Irjabar 6331
DKI 5895
Sultra 5656
Jatim 5389
Malut 4265
Sumbar 3914
Babel 3911
Sulsel 3847
Sumut 3819
Sulut 3739
Jabar 3415
Jateng 3325
Kaltim 2989
Bengkulu 2833
Kalsel 2749
NTB 2688
NAD 2520
Riau 2253
NTT 2240
Lampung 2220
Sumsel 2199
Kalbar 2149
Bali 1738
DIY 1715
Kepri 1525
Jambi 1511
Gorontalo 1443
Banten 1041

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

| 57
Berdasarkan jenis teknologi akses yang digunakan oleh pelanggan internet, penggunaan
teknologi DSL dan dial up menjadi yang paling banyak digunakan. Secara total, 65%
pengguna internet di Indonesia menggunakan teknologi DSL dalam mengakses internet.
Sementara penggunaan teknologi akses dial up dilakukan oleh 30,8% pelanggan.
Penggunaan teknologi broadband lainnya hanya dilakukan oleh 3,8% responden. Namun
terjadi perbedaan yang menarik dalam penggunaan teknologi akses internet jika dilihat
menurut propinsi. Pada propinsi di kawasan Timur Indonesia, penggunaan teknologi dial up
lebih dominan digunakan dibanding DSL. Daerah lain yang juga dominan menggunakan dial
up adalah Gorontalo dan Banten. Namun pada proponsi lainnya, penggunaan teknologi DSL
lebih dominan digunakan seperti diperlihatkan pada gambar 6.32. Hal ini diduga terkait
dengan ketersediaan teknologi dan infrastruktur pendukung pada daerah tersebut untuk
teknologi DSL yang belum banyak tersedia sehingga lebih banyak menggunakan teknologi
akses dial up. Penggunaan teknologi akses broad band lainnya hanya signifikan di propinsi
Bangka Belitung.

| 58
Gambar 6.32. Komposisi pelanggan ISP berdasarkan teknologi akses akses di tiap propinsi

Papua 85% 17%


Irjabar 99% 1%
Malut 97% 2%
Maluku 91% 8%
Sulteng 38% 61%
Sulbar 62% 35%
Sultra 32% 67%
Sulsel 34% 63%
Sulut 23% 71%
Gorontalo 65% 34%
Kalteng 19% 81%
Kalsel 20% 78%
Kaltim 22% 76%
Kalbar 18% 81%
NTT 40% 58%
NTB 39% 60%
Bali 40% 54%
DIY 19% 76%
Jatim 23% 74%
Jateng 33% 65%
Jabar 37% 59%
Banten 93% 0%
DKI 27% 65%
Kepri 21% 74%
Sumsel 28% 71%
Babel 15% 60%
Sumbar 22% 77%
Lampung 24% 73%
Riau 24% 74%
Jambi 27% 72%
Bengkulu 23% 77%
Sumut 23% 76%
NAD 16% 81%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Dual Up Leased line DSL Broadband lain

6.4.1.2. Network Access Provider (NAP)


A. Jumlah POP
Penyelenggara jasa NAP lebih kecil dibandingkan dengan penyelenggara ISP yang memang
lebih banyak digunakan. Namun sebagaimana ISP, penyelenggara NAP juga lebih banyak
berada di Jawa. Hampir 80% penyelenggara NAP pada tahun 2009 terdapat di pulau Jawa.
Gambar 6.33 menunjukkan jumlah NAP cukup signifikan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur dan lebih besar dibanding daerah lain. Di luar Jawa, jumlah penyelenggara

| 59
NAP yang signifikan terlihat di Bali dan Sumatera Utara. Penyelenggara NAP juga
menunjukkan peningkatan dari tahun 2008 ke 2009. Penyelenggara NAP di tiap propinsi
menunjukkan kecenderungan meningkat secara bervariasi dengan persentasi peningkatan
tertinggi terdapat di Banten, Lampung, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah. Namun dari
jumlah nominalnya, peningkatan paling besar terjadi di Jakarta yang meningkat sebanyak
124 penyelenggara, diikuti oleh Jawa Tengah (50), Jawa Timur (49) dan Jawa Barat (38). Hal
ini menunjukkan Jawa Masih merupakan wilayah yang menarik untuk investasi NAP. Namun
pada beberapa daerah juga terjadi penurunan jumlah penyelenggara NAP seperti di
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara yang menurun 25% sampai
100%. Secara absolut penurunan paling besar terjadi di Kalimantan Timur sebanyaj 2 unit.

Meskipun penyelenggara NAP menunjukkan peningkatan jumlah yang cukup besar, namun
NAP yang telah membangun POP sangat variatif antar propinsi, termasuk peningkatannya
dari tahun 2008 ke 2009 yang cenderung rendah. Beberapa daerah mengalami peningkatan
NAP yang telah membangun POP, namun pada beberapa daerah lain justru mengalami
penurunan. Peningkatan penyelenggara NAP yang telah membangun POP terjadi pada
penyelenggara NAP di Jawa yaitu di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Peningkatan jumlah penyelenggara NAP yang telah membangun POP paling besar terjadi di
Banten (400%) diikuti oleh Kalimantan Selatan dan Jambi. Namun secara absolut
peningkatan paling banyak terjadi di Banten, Sumatera Selatan dan Kepulauan Riau.

Sebaliknya terjadi penurunan penyelenggara NAP yang telah membangun POP di DKI Jakarta
seperti ditunjukkan pada gambar 6.34. Penurunan juga terjadi di Kalimantan Selatan dan
Sulawesi Selatan sebesar 25% dibanding tahun sebelumnya meskipun secara absolut
penurunannya hanya 1 unit. Peningkatan yang rendah dalam penyelenggara NAP yang telah
membangun POP ini berdampak pada rasio NAP yang telah memiliki NAP yang rendah.

| 60
Gambar 6.33. Sebaran NAP menurut Propinsi 2008-2009

300
250
200
150
100
50
0
NA Su Ben Jam Ria Lam Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jate Jati DIY Bali NTB NTT Kal Kalt Kals Kalt Gor Sul Suls Sult Sul Sult Mal Mal Irja Pap
D mut gkul bi u pun mb el mse ri ten ar ng m bar im el eng ont ut el ra bar eng uku ut bar ua
u g ar l alo
2008 3 12 0 1 5 3 2 0 5 12 127 3 39 19 28 12 16 0 1 3 9 1 1 0 2 4 1 0 0 0 0 0 4
2009 3 21 0 2 7 13 2 0 19 16 251 18 77 69 77 16 24 0 1 3 7 2 0 0 2 3 1 0 0 1 1 0 3

Gambar 6.34. Sebaran NAP yang telah membangun POP menurut Propinsi 2008-2009

35
30
25
20
15
10
5
0
NA Su Ben Jam Ria Lam Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jate Jati DIY Bali NTB NTT Kal Kalt Kals Kalt Gor Sul Suls Sult Sul Sult Mal Mal Irja Pap
D mut gkul bi u pun mb el mse ri ten ar ng m bar im el eng ont ut el ra bar eng uku ut bar ua
u g ar l alo
2008 3 11 0 1 5 3 2 0 5 12 32 1 19 10 17 9 14 0 1 3 8 1 1 0 2 4 1 0 0 0 0 0 3
2009 3 12 0 2 7 5 2 0 8 15 31 5 21 12 19 10 16 0 1 3 6 2 0 0 2 3 1 0 0 1 1 0 2

| 61
Gambar 6.35 menunjukkan rasio POP terhadap NAP yang menunjukkan rasio yang semakin
tinggi khususnya di Jawa. Sementara di di luar Jawa, tidak banya peningkatan jumlah NAP
sehingga rasio POP terhadap NAP juga cenderung rendah. Di luar Jawa, di wilayah barat
maupun timur, setiap NAP rata-rata hanya memiliki satu POP yang menunjukkan tingkat
kompetisi dan tuntutan efisiensi yang tinggi. Sementara di Jawa, jumlah POP yang dibangun
cenderung banyak sehingga satu NAP bisa memiliki 4 sampai 8 POP. Di Jakarta bahkan
terjadi peningkatan signifikan dalam rasio POP terhadap NA dari 4 pada tahun 2008 menjadi
8 pada tahun 2009.

Gambar 6.35. Tingkat Rasio POP terhadap NAP menurut tiap Propinsi Tahun 2008-2009

9
8,1
8

7
5,8
6

5
4,0 4,1
4 3,6 3,7
3,0
3 2,6 2,4
2,1 1,9
1,8 1,6 1,6 1,5
2 1,3 1,1 1,5
1,3
1,0 1,1
1,0 1,0 1,01,0
1,01,0 1,0 1,1
1,01,0 1,0 1,0
1,01,0 1,21,0
1,01,1 1,01,0 1,0
1,01,0
1,01,0
1,0 1,0 1,0
1
0,0 0,0 0,0
0
Lampu

Papua
Sumsel

Sulsel
Sumut

Kepri

Kalsel
Jambi

DKI

Jateng
NAD

Kalteng

Malut
Sulut
Jatim

Kaltim
Banten

Sultra
Sumbar

NTT
Riau

Maluku
DIY
Jabar

Bali

Kalbar

2008 2009

Proporsi jumlah penyelenggara NAP yang telah


membangun POP yang rendah di daerah-daerah di
pulau Jawa diperkirakan karena terlalu banyaknya
penyelenggara NAP di daerah-daerah tersebut yang
tidak didukung dengan kemampuan membangun POP.

B. Pelanggan NAP
Jumlah pelanggan NAP menunjukkan peningkatan dari tahun 2008 ke 2009 secara signifikan.
Secara total peningkatan jumlah pelanggan NAP pada periode tersebut mencapai 73,3%

| 62
dengan persentase peningkatan tertinggi terjadi di Kepulauan Riau sebesar 333% dan DKI
Jakarta sebesar 142,7%. Namun pada beberapa daerah juga terjadi penurunan jumlah
pelanggan NAP seperti di Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah yang mengalami
penurunan paling tinggi (20%).

Jika dilihat dari sebarannya, pelanggan NAP paling banyak masih terdapat di propinsi-
propinsi di Jawa terutama Jakarta. Jumlah pelanggan NAP di Jakarta yang pada tahun 2009
mencapai 1840 seperti ditunjukkan tabel 6.21 jauh lebih besar dibanding propinsi lain.
Proporsi jumlah pelanggan NAP di Jakarta ini mencapai 65% dari total pelanggan. Sementara
proporsi pelanggan NAP di Jawa mencapai 83% dari total pelanggan. Sebaliknya, jumlah
pelanggan NAP masih sangat rendah untuk daerah-daerah di kawasan tengah dan Timur
Indonesia seperti di Sulawesi dan Maluku-Papua. Jumlah pelangan NAP di Irian Jaya Barat
dan Papua lebih banyak daripada pelanggan NAP di propinsi-propinsi di Sulawesi.

Tabel 6.21. Jumlah Pelanggan NAP menurut propinsi Tahun 2008-2009

No Propinsi 2008 2009 No Propinsi 2008 2009


1 NAD 74 80 18 NTB 17 21
2 Sumut 47 53 19 NTT 23 22
3 Bengkulu 6 6 20 Kalbar 1 1
4 Jambi 13 14 21 Kaltim 25 31
5 Riau 24 21 22 Kalsel 13 15
6 Lampung 31 32 23 Kalteng 5 4
7 Sumbar 30 31 24 Gorontalo 0 0
8 Babel 3 3 25 Sulut 7 7
9 Sumsel 16 15 26 Sulsel 7 7
10 Kep. Riau 3 13 27 Sultra 2 2
11 DKI Jakarta 758 1840 28 Sulbar 0 0
12 Banten 92 94 29 Sulteng 11 11
13 Jabar 177 198 30 Maluku 2 3
14 Jateng 62 90 31 Malut 0 1
15 Jatim 90 89 32 Irjabar 15 17
16 DIY 27 32 33 Papua 14 16
17 Bali 27 42 Total 1622 2811

Rata-rata jumlah pelanggan NAP per penyelenggara NAP di tiap propinsi menunjukkan
bahwa jumlah pelanggan per penyelenggara NAP masih relatif rendah. Jumlah rata-rata
pelanggan per NAP terbesar masih terdapat di Jakarta dengan jumlah 59 per penyelenggara

| 63
NAP, diikuti oleh NAD dan Nusa Tenggara Timur dengan jumlah 27 dan 22 pelanggan per
penyelenggara NAP. Meskipun total jumlah pelanggan NAP maupun jumlah pelanggan per
penyelenggara NAP paling besar masih terdapat di Jakarta, tidak terdapat pola khusus
sebaran jumlah pelanggan NAP. Pada daeah-daerah dengan tingkat kemajuan pembangunan
dan ekonomi yang relatif tertinggal, jumlah pelanggan NAP maupun pelanggan per
penyelenggara NAP menunjukkan angka yang cukup besar dan lebih besar daripada jumlah
pelanggan NAP dan jumlah pelanggan per penyelenggara NAP di daerah-daerah dengan
tingkat kemajuan ekonomi lebih baik seperti di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Gambar 6.36. Jumlah Pelanggan per NAP di tiap Propinsi Tahun 2009

DKI 59
NAD 27
NTT 22
Banten 19
Sumbar 16
Jabar 9
Papua 8
Kalsel 8
Jateng 8
Jambi 7
Lampung 6
Kaltim 5
Jatim 5
Sumut 4
Sulut 4
DIY 3
Maluku 3
Riau 3
Bali 3
Sulsel 2
Sultra 2
Sumsel 2
Malut 1
Kepri 1

0 10 20 30 40 50 60 70

6.4.1.3. Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP)


A. Jumlah POP
Penyelenggara ITKP belum menyebar merata di seluruh Indonesia. Dari sisi jumlah
penyelenggara, hanya terjadi sedikit peningkatan jumlah penyelenggara ITKP dari tahun
2008 ke 2009 yaitu hanya sebesar 8,3%. Peningkatan paling besar dalam jumlah
penyelenggara ITKP terjadi di propinsi Lampung, Jambi dan Aceh (NAD) dengan peningkatan
| 64
100%-150%. Secara absolut, peningkatan terbesar untuk jumlah penyelenggaran ITKP
terdapat di Sumatera Utara (4unit) diikuti oleh Lampung dan Banten yang masing-masing
sebanyak 3 unit. Namun pada sebagian propinsi lain, jumlah penyelenggara ITKP justru
mengalami penurunan seperti di DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Bahkan Jawa Barat dan DI
Jakarta yang memiliki jumlah penyelenggara ITKP paling banyak dibanding propinsi lain juga
mengalami penurunan. Peburunan terbesar secara absolut terjadi di DKI Jakarta (6 unit)
diikuti oleh DO Yogyakarta (3 unit).

Dari sisi sebarannya, penyelenggara ITKP juga masih terpusat di Jawa dengan terbesar di
Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Proporsi jumlah penyelenggara ITKP di
Jawa mencapai 65% dari total penyelenggara ITKP. Namun jumlah penyelenggara ITKP di
Jawa ini yang justru mengalami penurunan di tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya.
Secara total terdapat penurunan penyelenggara ITKP sebanyak 7 unit di wilayah Jawa ini
atau 5,2% dari tahun sebelumnya.

| 65
Gambar 6.37. Sebaran POP ITKP menurut Propinsi 2008-2009

35
30
25
20
15
10
5
0
NA Su Be Ja Ria La Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jat Jati DIY Bali NT NT Kal Kal Kal Kal Gor Sul Sul Sult Sul Sult Ma Ma Irja Pap
D mu ngk mbi u mp mb el ms ri ten ar eng m B T bar tim sel ten ont ut sel ra bar eng luk lut bar ua
t ulu ung ar el g alo u
2008 0 7 0 1 2 2 2 0 3 7 33 1 35 27 32 7 7 1 0 2 3 2 0 0 2 3 0 0 0 1 0 0 1
2009 1 11 0 2 3 5 3 0 4 7 27 4 34 29 30 4 10 2 0 3 5 4 0 0 2 4 0 0 0 1 0 0 1

Gambar 6.38. Sebaran jumlah penyelenggara ITKP yang sudah membangun POP menurut Propinsi Tahun 2008-2009

25
20
15
10
5
0
NA Su Be Ja Ria La Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jat Jati DIY Bali NT NT Kal Kal Kal Kal Gor Sul Sul Sult Sul Sult Ma Ma Irja Pap
D mu ngk mbi u mp mb el ms ri ten ar eng m B T bar tim sel ten ont ut sel ra bar eng luk lut bar ua
t ulu ung ar el g alo u
2008 0 6 0 1 2 2 2 0 3 7 23 1 15 6 18 5 7 1 0 2 2 2 0 0 2 3 0 0 0 1 0 0 1
2009 1 8 0 2 2 4 2 0 4 6 22 1 14 6 16 4 9 2 0 2 3 3 0 0 2 4 0 0 0 1 0 0 1

| 66
Sementara di propinsi-propinsi di kawasan tengah dan Timur Indonesia, jumlah
penyelenggara ITKP masih sangat sedikit. Pada kawasan ini, jumlah penyelenggara ITKP
yang cukup signifikan hanya terdapat di Kalimantan Tmur, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Utara dan Sulawesi Selatan yang terdapat lebih dari 3 penyelenggara ITKP tiap propinsi.
Sementara pada propinsi lainnya jumlah penyelnggara ITKP kurang dari 3 buah tiap
propinsinya. Proporsi jumlah penyelenggara ITKP di Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan
Papua secara total hanya 10,2% dari total penyelenggara ITKP di Indonesia.

Dari total penyelenggara ITKP yang ada, proporsi jumlah ITKP yang telah membangun POP
juga sangat bervariasi antar daerah ditunjukkan pada gambar 6.38. Artinya pembangunan
POP oleh penyelenggara ITKP masih belum maksimal meskipun pada beberapa daerah
terjadi peningkatan jumlah penyelenggara ITKP yang telah membangun POP. Namun karena
peningkatan jumlah penyelenggara ITKP lebih besar daripada peningkatan jumlah
penyelenggara ITKP yang sudah membangun POP, maka rasio antara POP dengan
penyelenggara ITKP menjadi semakin kecil. Dari sisi sebarannya, jumlah penyelenggara ITKP
yang telah membangun POP paling banyak juga masih terdapat di Jawa, sebagaimana
sebaran penyelenggara ITKP. Hal ini bearti rasio antar POP dengan ITKP di Jawa cenderung
besar dan scara implit menunjukkan tingkat kompetisi yang belum begitu tinggi. Kondisi
menarik yang terjadi adalah bahwa meskipun jumlah penyelengara ITKP di Jawa Barat lebih
besar daripada DKI Jakarta dan Jawa Timur, namun jumlah rasio POP terhadap ITKP di Jawa
Barat justru lebih kecil daripada di DKI Jakarta dan Jawa Timur yang menunjukkan tuntutan
efiesiensi yang semakin besar.

Berbeda dengan sebaran penyelenggara NAP yang tidak


memiliki pola khusus, sebaran jumlah penyelenggara ITKP
menunjukkan bahwa jumlah penyelenggara ITKP cenderung
tinggi pada daerah dengan tingkat kemajuan sosial ekonomi
yang lebih baik. Ha ini dimungkinkan karena faktor pasar
berperan penting dalam penyelenggaraan ITKP oleh operator

Jika dibandingkan proporsi ITKP yang telah membangun POP dengan total penyelenggara
ITKP antar propinsi seperti ditunjukkan pada gambar 6.39, terlihat bahwa pada daerah-
daerah di Jawa kecuali DKI Jakarta, rasio POS terhadap ITKP yang cenderung rendah. Di

| 67
propinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang memiliki jumlah penyelenggara ITKP besar, rasio
POP terhadap ITKP lebih rendah daripadada Jawa Tengah. Bahkan di DKI Jakarta dan DI
Yogyakarta rasionya hanya 1,2 dan 1 yang menunjukkan persaingan yang semakin ketat dan
menuntur penyelenggara ITKP lebih efiien dalam membangun POP. Sebaliknya pada daerah-
daerah lain yang jumlah penyelenggara ITKP relatif lebih sedikit juga tidak menunjukkan
rasio POP terhadap ITKP yang tinggi. Meskipun faktor jumlah penyelenggara ITKP sepertinya
berperan terhadap proporsi pencapaian pembangunan POP, namun di Jakarta yang memiliki
penyelenggara ITKP cukup besar, rasio antra POP dengan ITKO juga hanya 1,2.

Gambar 6.39. Rasio POP Terhadap ITKP Menurut Propinsi Tahun 2009

4,8
5
5
4,0
4
4
3
2,4
3
1,9
2 1,7
1,3 1,4 1,5 1,5 1,5
2 1,2 1,2 1,3
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,1
1
1
0
Papua

Lampung
Sumsel

Sulsel
Jambi

NTB

DKI

Kalsel
NAD

Jateng
Sumut
Sulut

Jatim
Kaltim

Banten
Sumbar
Maluku

Riau
DIY

Bali

Kalbar

Jabar
Kepri

B. Pelanggan
Jumlah pelanggan ITKP menunjukkan distribusi yang bervariasi antar daerah dan tidak
tergantung dengan jumlah penyelengara ITKP yang ada. Jumlah pelanggan ITKP yang
terbesar masih terdapat di propinsi-propinsi di Jawa seperti di DKI Jakarta, Jawa Timur dan
Jawa Barat seperti ditunjukkan tabel 6.22. Pada daerah-daerah tersebut jumlah pelanggan
ITKP mencapai lebih dari 1 juta pelanggan. Bahkan di DKI Jakarta jumlahnya lebih dari 2 juta
pelanggan. Di daerah lain di luar Jawa yang memiliki jumlah pelanggan cukup besar adalah

| 68
di Sumatera Utara yang mencapai lebih dari 250 ribu pelanggan dan Kepulauan Riau
(321.351).

Sementara pada beberapa daerah lain khususnya di luar Jawa dan Bali-Nusa Tenggara,
jumlah pelanggan ITKP menunjukkan jumlah yang tidak besar. Di beberapa daerah misalnya
jumlah pelanggan ITKP hanya kurang dari 3000 pelanggan seperti di Papua, Sulawesi Tengah,
Gorontalo dan Bangka Belitung. Bahkan di Gorontalo jumlah pelanggan ITKP pada 2009
kurang dari 100 orang. Namun di Irian Jaya Barat jumlah pelanggan ITKP justru menunjukkan
jumlah yang besar yaitu lebih dari 36.000 pelanggan.

Tabel 6.22. Jumlah Pelanggan ITKP menurut propinsi Tahun 2009

No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah


1 NAD 53.133 13 Jabar 1.307.171 25 Sulut 79.190
2 Sumut 258.034 14 Jateng 964.897 26 Sulsel 112.549
3 Bengkulu 9.728 15 Jatim 1.826.707 27 Sultra 13.594
4 Jambi 4.647 16 DIY 275.470 28 Sulbar 0
5 Riau 97.604 17 Bali 153.410 29 Sulteng 1.006
6 Lampung 146.242 18 NTB 4.668 30 Maluku 4.021
7 Sumbar 62.759 19 NTT 11.876 31 Malut 1.561
8 Babel 1.533 20 Kalbar 73.944 32 Irjabar 36.053
9 Sumsel 199.840 21 Kaltim 130.677 33 Papua 557
10 Kepri 321.351 22 Kalsel 82.565 Total 8.808.376
11 DKI 2.502.549 23 Kalteng 17.538
12 Banten 53.409 24 Gorontalo 93

Jika dilihat rata-rata jumlah pelanggan per penyelenggara ITKP terlihat jumlah yang sangat
bervariasi mulai lebih dari 100 ribun pelanggan per penyelenggara sampai dengan kurang
dari 1000 pelanggan per penyelenggara ITKP. Penyelenggara ITKP di Jawa cenderung
memiliki jumlah pelanggan yang banyak seperti ditunjukkan pada gambar 6.40. Satu
penyelenggara ITKP di Jawa memiliki rata-rata hampir atau lebih dari 100 ribu pelanggan
seperti di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur. Bahkan di Jawa Tengah, satu
penyelenggara ITKP rata-rata memiliki lebih dari 260 ribu pelanggan. Sementara
penyelenggara ITKP di Sumatera memiliki pelanggan rata-rata antara 30 ribu sampai 53 ribu
pelanggan kecuali di Jambi. Pada beberapa propinsi, jumlah rata-rata pelanggan per ITKP
cenderung rendah seperti di Jambi dan NTB yang hanya memiliki pelanggan rata-rata sekitar

| 69
2300 pelanggan per penyelenggara ITKP. Dari pola persebaran ini terlihat bahwa pada
daerah dengan tingkat kemajuan sosial-ekonomi tinggi dan penduduk yang padat, meskipun
jumlah penyelenggara ITKP cukup banyak namun rata-rata pelanggan per ITKP juga cukup
besar karena jumlah pelanggan ITKP-nya juga besar. Beberapa daerah di luar Jawa yang
identik dengan adanya kegiatan bisnis tertentu seperti minyak dan gas, menunjukkan rata-
rata jumlah pelanggan per penyelenggara ITKP yang cukup besar seperti di Kalimantan
Timur, Kepulauan Riau dan Riau.

Gambar 6.40. Rata-rata jumlah Pelanggan per ITKP di tiap Propinsi Tahun 2009

Jateng 160816
Jatim 114169
DKI 113752
Jabar 93369
DIY 68868
Kepri 53559
Banten 53409
NAD 53133
Sumsel 49960
Riau 48802
Kaltim 43559
Sulut 39595
Kalbar 36972
Lampung 36561
Sumut 32254
Sumbar 31380
Sulsel 28137
Kalsel 27522
Bali 17046
Maluku 4021
NTB 2334
Jambi 2324
Papua 557

0 50000 100000 150000 200000

6.4.1.4. Sistem Komunikasi Data (Siskomdat/SKD)


A. Jumlah POP
Jumlah penyelenggara SKD meskipun tidak sebanyak penyelenggara NAP namun
menunjukkan persebaran yang relatif merata. Sebaran jumlah penyelenggara SKD hanya
mengalami sedikit peningkatan dari 2008 ke 2009 dengan peningkatan yang bervariasi antar

| 70
daerah. Kondisi yang menarik adalah bahwa peningkatan jumlah penyelenggara SKD justru
banyak terjadi di luar Jawa seperti di Sumatera Utara, Bali, daerah-daerah di Kalimantan dan
Sulawesi. Peningkatan jumlah penyelenggara SKD di Jawa hanya terjadi di Banten dan Jawa
Tengah. Persentase kenaikan jumlah penyeenggara SKD terbesar terdapat di propinsi
Lampung, Jambi, NAD, Kalimantan Timur dan kalimantan Selatan yang meningkat lebih dari
100%.

Dari sisi persebarannya, penyelenggara SKD juga masih terpusat di Jawa dengan jumlah
terbesar penyelenggara SKD pada tahun 2009 terbanyak di propinsi Jawa Barat, diikuti Jawa
Timur, Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Proporsi penyelenggara SKD di Jawa pada 2009
mencapai 65,3% dari total penyelenggara SKD di Indonesia. Proporsi jumlah SKD di Jawa
Barat mencapai 17,3% dari total SKD yang ada pada 2009, sementara proporsi di SKD do
Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing mencapai 14,8% dan 15,3% dari total
penyelenggara SKD.

| 71
Gambar 6.41. Sebaran POP SKD menurut Propinsi 2008-2009

35
30
25
20
15
10
5
0
NA Su Ben Ja Ria La Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jat Jati DIY Bali NT NT Kal Kalt Kal Kalt Gor Sul Sul Sult Sul Sult Mal Mal Irja Pap
D mu gku mbi u mp mb el ms ri ten ar eng m B T bar im sel eng ont ut sel ra bar eng uku ut bar ua
2008 0 7t lu0 1 2 2 2 0 3 7 33 1 35 27 32 7 7 1 0 2 3 2 0 alo
ung ar el 0 2 3 0 0 0 1 0 0 1
2009 1 11 0 2 3 5 3 0 4 7 27 4 34 29 30 4 10 2 0 3 5 4 0 0 2 4 0 0 0 1 0 0 1

Gambar 6.42. Sebaran Penyelenggara SKD yang sudah membangun POP menurut Propinsi 2008-2009

7
6
5
4
3
2
1
0
NA Su Ben Ja Ria La Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jat Jati DIY Bali NT NT Kal Kalt Kal Kalt Gor Sul Sul Sult Sul Sult Mal Mal Irja Pap
D mu gku mbi u mp mb el ms ri ten ar eng m B T bar im sel eng ont ut sel ra bar eng uku ut bar ua
2008 0 2t lu0 0 0 0 0 0 0 2 6 0 4 1 4 3 2 0 0 1 0 0 0 alo
ung ar el 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2009 0 2 0 0 1 0 0 0 0 2 7 1 3 2 4 3 3 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

| 72
Meskpun jumlah penyelenggara SKD terkonsentrasi di Jawa, namun justru penyelenggara
SKD di Jawa banyak mengalami penurunan jumlah pada 2009. Penurunan yang cukup besar
dialami oleh DKI Jakarta yang berkurang sebanyak 6 penyelenggara atau 18,2%. Penurunan
juga dialami oleh Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Dari sisi persentasi, penurunan paling besar
dialami oleh DI Yogyakarta yang berkurang sebesar 42,9%. Sementara secara absolut
penurunan paling banyak selain di DKI Jakarta terjadi di DI Yogyakarta dan Jawa Timur yaitu
masing-masing 3 dan 2 unit

Namun dari jumlah penyelenggara SKD yang ada, sebagian besar justru belum membangun
POP. Sebaran penyelenggara SKD yang telah membangun POP juga masih terkonsentrasi di
Jawa seperti ditunjukkan pada gambar 6.42 dengan terbanyak di DKI Jakarta diikuti Jawa
Timur, Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Jumlah penyelenggara SKD yang sudah membangun
POP juga meningkat dari tahun 2008 ke 2009 dengan peningkatan sebesar 20%. Peningkatan
terbesar penyelenggara SKD yang telah membangun POP terjadi di Banten, Riau, dan
Kalimantan Timur , diikuti oleh Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Meskipun jumlahnya relatif
lebih banyak dan mengalami peningkatan, namun dibandingkan dengan penyelenggara SKD
yang ada, jumlahnya masih jauh lebih sedikit.

Rasio antara POP yangbterbangun dengan penyelenggara SKD diantara propinsi


menunjukkan variasi yang juga tinggi seperti ditunjukkan gambar 6.43. Pada sebagian besar
propinsi bahkan terdapat kondisi dimana semua penyelenggara SKD yang ada di propinsi
tersebut belum membangun POP. Rasio tertinggi terdapat di Jawa Tengah yang mencapai
14,5 diikuti oleh Jawa Barat dan DKI Jakarta yang mencapai 11,3 dan 7,5. Hal ini
menunjukkan bahwa penyelengara SKD di tiga daerah tersebut belum dituntut melakukan
efisiensi dimana satu penyelenggara SKD masih menggunakan beberapa POP. Sementara
rasio POP terhdap SKD dibeberapa daerah lain banyak yang masih nol dimana POP
terbangun tapi tidak da penyelenggara SKD yang tersedia di daerah tersebut.

| 73
Gambar 6.43. Rasio POP terhadap ITKP menurut propinsi Tahun 2009

16
14,5
14

12 11,3

10
7,5
8
5,5
6 5,0
4,0
3,5 3,9
4 3,0 3,0 3,3

2 1,3
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0

Kepri
Sulut

Sumut
Sultra

Papua
Bengkulu

Sumbar

Sumsel
Lampung

Sulbar

Maluku
Sulsel

DIY

Kalbar
Bali

Jabar
Jambi

Babel

Sulteng

DKI
Malut
NAD

Jateng
Irjabar

Jatim
Kaltim
Banten
Riau

B. Pelanggan
Sebaran jumlah pelanggan SKD menunjukkan jumlah pelanggan yang jauh lebih sedikit
dibandingkan jasa multimedia lain. Secara total jumlah pelanggan SKD diseluruh Indonesia
hanya berjumlah 4.904 dengan lebih dari separuhnya terdapat di Jakarta seperti ditunjukkan
pada tabel 6.23. Jakarta sebagai pusat bisnis, kegiatan perekonomian dan pemerintahan
menjadikan kebutuhan penggunaan SKD ini menjadi begitu tinggi. Sehingga sebagian besar
pelanggan SKD terdapat di Jakarta.

Tabel 6.23. Jumlah Pelanggan SKD menurut propinsi Tahun 2009

No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah


1 NAD 9 13 Jabar 181 25 Sulut 13
2 Sumut 267 14 Jateng 312 26 Sulsel 35
3 Bengkulu 4 15 Jatim 659 27 Sultra 20
4 Jambi 26 16 DIY 4 28 Sulbar 1
5 Riau 93 17 Bali 10 29 Sulteng 5
6 Lampung 4 18 NTB 2 30 Maluku 1
7 Sumbar 10 19 NTT 2 31 Malut 5
| 74
8 Babel 10 20 Kalbar 34 32 Irjabar 3
9 Sumsel 80 21 Kaltim 301 33 Papua 16
10 Kepri 5 22 Kalsel 186 Total 4.904
11 DKI 2559 23 Kalteng 40
12 Banten 5 24 Gorontalo 2
Pada daerah-daerah lain, jumlah pelanggan SKD tidak cukup besar dan jauh lebih kecil
daripada pelanggan SKD di DKI Jakarta. Hal yang menarik adalah bahwa jumlah pelanggan
SKD yang cukup signifikan terdapat di Kalimantan Timur (301 pelanggan) dan Sumatera
Utara (267 pelanggan). Bahkan jumlah pelanggan di daerah lain di Jawa Barat dan Jawa
Tengah tidak mencapai 500 pelanggan. Terkonsentrasinya jumlah pelanggan SKD di Jakarta
menyebabkan jumlah rata-rata pelanggan per SKD paling tinggi juga di Jakarta sepeti terlihat
pada gambar 6.44. Setiap penyelenggara SKD di Jakarta rata-rata memiliki pelanggan
sebanyak 95 orang. Jumlah terbanyak berikutnya dari rata-rata pelanggan per SKD adalah di
Kalimantan Timur (60), Kalimantan Selatan (47) dan Riau (31). Pada daerah-daerah tersebut
jumlah pelanggan SKD memang cukup besar sementara jumlah penyeenggara SKD yang da
tidak terlalu banyak. Tidak ada daerah lain di Jawa yang memiliki rata-rata jumlah pelanggan
per SKD yang besar selain Jakarta. Di Jawa Timur, jumlah rata-rata pelanggan per SKD hanya
22 pelanggan, lebih kecil dari Sumatera Utara.

Gambar 6.44. Rata-rata jumlah pelanggan per SKD menurut propinsi tahun 2009

| 75
DKI 95
Kaltim 60
Kalsel 47
Riau 31
Sumut 24
Jatim 22
Sumsel 20
Papua 16
Jambi 13
Kalbar 11
Jateng 11
NAD 9
Sulsel 9
Sulut 7
Jabar 5
Sumbar 3
Banten 1
Maluku 1
NTB 1
Bali 1
DIY 1
Lampung 1
Kepri 1

0 20 40 60 80 100

| 76

Anda mungkin juga menyukai