Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan beberapa hal terkait hasil

pengumpulan data yang meliputi gambaran lokasi penelitian, karakteristik

partisipan (identitas pasien), dan data asuhan keperawatan. Selain itu penulis juga

akan menguraikan terkait pembahasan keperawatan yang meliputi pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

A. HASIL
1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Bugenvil Rumah Sakit Kristen

Ngesti Waluyo Parakan. Dengan tenaga perawat di ruang Bugenvil

sejumah 13 orang. Untuk kasus stroke sendiri sebanyak 195 kasus dari

bulan Januari 2016 April 2016.

2. Karakteristik Partisipan
Asuhan keperawatan diberikan pada pasien dengan inisial Ny S, 71

tahun, perempuan, sudah menikah, beragama Islam, bertempat tinggal di

Campuranom Bansari, suku Jawa, bekerja sebagai petani, masuk rumah

sakit tanggal 8 Mei 2016 dengan diagnosa medik stroke infark.

Penanggung jawab pasien adalah Ny. R, 54 tahun, perempuan.

Hubungan dengan pasien adalah sebagai anak.


3. Data Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2016 pukul 10.00 WIB di

ruang Bougenvile Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo Parakan.


1) Riwayat Kesehatan
Saat di kaji keluhan utama yang dialami pasien menurut

keluarga, pasien tidak sadar.


Riwayat penyakit sekarang saat pasien dibawa ke Instalasi

Gawat Darurat RSK Ngesti Waluyo pada tanggal 8 Mei 2016

sekitar pukul 15.30 WIB dengan keadaan tidak sadar dengan

tingkat kesadaran E:1, M:2, V:afasia, tekanan darah : 180/90

mmHg, Nadi : 92 kali/menit, Respirasi : 24 kali/menit, dan suhu

380C. Di IGD pasien telah mendapatkan terapi injeksi citicolin

500mg, piracetam 1gr, ranitidine 50mg, dipasang infus ringer laktat

20 tetes per menit di lengan kiri dan paracetamol 500mg guyur.

Setelah dirawat di IGD, pasien dirawat di unit stroke ruang

Bougenvile RSK Ngesti Waluyo. Saat di kaji di ruangan, pasien

tetap tidak sadar dengan tingkat kesadaran soporo comateus E:1,

M:2, V:afasia. Pasien terpasang NGT, terpasang selang oksigen 3

liter/menit, terpasang dower catheter dengan urine tampak 200cc di

urine bag. Pasien terpasang infus ringer laktat 20 tetes per menit di

lengan kiri, tekanan darah : 180/100 mmHg, Nadi : 89 kali/menit,

Respirasi : 28 kali/menit, dan suhu 37.50C.


Riwayat penyakit dahulu, pasien pernah riwayat stroke dan di

rawat di Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo sebanyak 2 kali. Yang

pertama sekitar bulan Juni 2015 dan yang kedua sekitar bulan

Februari 2016.
Riwayat penyakit keluarga, anak pasien mengatakan bahwa ibu

dan bapak pasien juga pernah menderita penyakit stroke.


Riwayat alergi, anak pasien mengatakan pasien tidak pernah

alergi terhadap obat, makanan, maupun minuman.


2) Pengkajian fokus
Persepsi dan pemeliharaan kesehatan, keluarga mengatakan

sehat itu penting, jika ada keluarga yang sakit maka langsung

memeriksakan ke klinik terdekat, keluarga mengatakan setelah

mondok yang pertama, pasien rutin kontrol satu kali semuinggu,

tetapi akhir-akhir ini sering putus kontrol karena alasan mengantri.

Keluarga mengatakan ingin segera membawa pasien pulang

walaupun belum sembuh.


Pola nutrisi dan metabolik, selama dirumah keluarga

mengatakan pasien makan 2 kali sehari habis 1 porsi ukuran kecil

dengan komposisi nasi, lauk, dan sayur. Serta minum kurang lebih

500cc. Selama sakit berat badan dan tinggi badan pasien belum

diukur, konjungtiva merah muda, sklera putih, turgor kulit elastis.

Pasien makan 4 kali sehari dengan diet cair lewat NGT berupa susu

entramix 200cc setiap jam 07.00, 11.00, 18.00, dan 22.00. serta diet

dari sari buah 2 kali sehari setiap jam 09.00 dan 15.00.
Pola eliminasi, keluarga mengatakan di rumah biasanya pasien

buang air besar 1 kali sehari di pagi hari lancar dengan konsistensi

lembek, warna kuning, dan bau khas feses. Pasien buang air kecil

5-6 kali sehari warna kuning. Selama di rumah sakit keluarga

mengatakan pasien terpasang pempers dan belum buang air besar.

Tampak urine sebanyak 200cc warna kuning di urine bag.


Pola aktivitas dan latihan, karena tidak sadar semua aktivitas

pasien yang meliputi makan/minum, toileting, berpakaian,


mobilitas di tempat tidur, berpindah, serta ambulasi/ROM

tergantung total.
Pola tidur dan istirahat, sebelum sakit keluarga mengatakan

pasien tidur malam jam 21.00 dan bangun 04.00 tidak ada

gangguan. Selama sakit pasien tidak sadar dengan tingkat

kesadaran soporo comateus.


Pola perseptual, sebelum sakit keluarga mengatakan persetual

pasien yang meliputi penglihatan, pendengaran, perasa, pembau,

dan peraba, tidak mengalami gangguan. Selama sakit pasien tidak

sadar, penglihatan tampak ada reflek pupil dan tangan ekstensi

abnormal saat di rangsang nyeri.


Pola persepsi diri, sebelum dan selama sakit pasien adalah

seorang perempuan ibu rumah tangga dan mempunyai 4 orang

anak, saat ini pasien terbaring tidak sadarkan diri di ruang

Bougenvile RSK Ngesti Waluyo Parakan.


Pola peran dan hubungan, sebelum sakit pasien bekerja sebagai

petani dan ibu rumah tangga, hubungan dengan keluarga dan

tetangga sekitar baik. Saat ini pasien tidak bisa melakukan

pekerjaannya seperti biasanya. Keluarga dan tetangganya silih

berganti menjenguk pasien .


Pola seksualitas, sebelum dan selama sakit pasien seorang

perempuan 71 tahun, sudah menikah, mempunyai 4 orang anak,

dan sudah menopause.


Pola managemen koping stres, sebelum sakit keluarga

mengatakan jika pasien ada masalah selalu menceritakan pada


keluarganya dan keluarga dengan senang hati membantunya. Saat

ini pasien tidak sadarkan diri.


Sistem nilai dan kepercayaan, sebelum sakit keluarga

mengatakan pasien beragama Islam dan rajin menjalankan sholat.

Saat ini pasien tidak bisa menjalankan sholat karena tidak sadar,

tetapi keluarga selalu mendoakan kesembuhan pasien.


Pemeriksaan fisik pasien di dapatkan tekanan darah

180/90mmHg, suhu 37.50C, nadi 89 kali/menit, respirasi 28 kali

per menit. Keadaan umum pasien adalah tidak sadarkan diri dengan

tingkat kesadaran soporo comateus, E:1, M:2, V:afasia.


Kepala mesochepal, rambut beruban pendek, kulit kepala

bersih, tidak rontok. Mulut pasien mukosa bibir lembab, tidak ada

stomatitis, tidak ada pembesaran tonsil. Sedangkan gigi tidak ada

karies, dengan gigi sudah tidak lengkap. Mata konjungtiva merah

muda, sklera putih, pupil isokor. Hidung simetris kanan kiri, tidak

ada polip terpasang NGT. Telinga simetris kanan kiri, tidak ada

penumpukan serumen. Leher tidak ada pembesaran tiroid.


Pada pemeriksaan dada, untuk pemeriksaan paru-paru dengan

cara inspeksi, didapatkan simetris, ekspansi paru maksimal, tidak

ada luka. Palpasi, getaran sama antara kanan dan kiri dalam vocal

fremitus. Perkusi, sonor di selurung lapang paru. Auskultasi,

vesikuler. Sedangkan pemeriksaan jantung dengan inspeksi, ictus

cordis tidak tampak. Palpasi, ictus cordis teraba di ICS V mid

clavicula sinistra. Perkusi pekak di semua batas jantung yang

meliputi batas kanan atas di ICS II linea sternalis dekstra, kiri atas
di ICS II linea sternalis sinistra, kanan bawah di ICS IV linea

sternalis sinistra, kiri bawah di ICS mid clavicula sinistra.

Auskultasi terdengar bunyi jantung I dan bunyi jantung II teratur.


Pada pemeriksaan abdomen di dapatkan inspeksi perut simetris,

tidak ada bekas luka, tidak ada striae, tidak ada spider navi.

Auskultasi bising usus 12 kali/menit. Palpasi tidak ada nyeri tekan.

Perkusi timpani.
Pada pemeriksaan ekstremitas beserta kulit dan kuku di

dapatkan anggota gerak lengkap, ekstremitas atas pada tangan kiri

terpasang infus ringer laktat 20 tetes per menit, dengan kekuatan

otot didapatkan data tangan kanan skala 2, tangan kiri skala 1, kaki

kanan skala 2 dan kaki kiri skala 1. Pada kulit di dapatkan turgor

kulit elastis tidak ada dekubitus, tidak ada varises, tidak udem dan

terasa hangat. Sedangkan kuku tekstur simetris, tidak ada clubbing

fingers dan tidak ada sianosis.


Pada pemeriksaan genetalia dan anus di dapatkan pasien

terpasang dower catheter, dan tidak ada hemoroid.


3) Pemeriksaan penunjang
a) ECG : segmen ST tidak elevasi maupun depresi, gelombang T

tidak inverted, kesan normal sinus rythme.


b) CT Scan : tampak lesi hipodens cukup luas pada temporal

oksipital kanan, kesan bilateral brain infarctur, tidak nampak

tanda-tanda increased intracranial pressure.


c) Pemeriksaan laboratorium
Tabel 4.1 hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit 11.35 10^3/uL 3.98-10.04
Eritrosit 5.50 10^6/uL 3.8-5.2
Hemoglobin 16.2 g/dL 11.2-15.7
Hematrokit 49.1 % 35-47
MCV 89.3 FL 80-100
MCH 29.5 Pg 26-34
MCHC 33.0 g/dL 32-36
Trombosit 284 10^3/uL 150-440
RDW-CV 14.8 % 11.7-14.4
RDW-SD 49.0 FL 36.4-46.3
PDW 14.6 FL 6.9-12.9
MPV 11.8 FL 8.5-12.4
P-LCR 39.3 % 9.3-27.9
Kimia Klinik
Urea 69.6 mg/dL 17.0-37.0
Creatinin 0.83 mg/dL 0.4-0.9
GDS 136 mg/dL 70.0-150.0
Kolesterol 212 mg/dL 150-200
Trigliserida 142 mg/dL 70-150

d) Program terapi
Tabel 4.2 daftar terapi yang diberikan
Nama obat Rute Dosis Indikasi
Cithicolin Intra vena 3x2ml untuk meningkatkan kesadaran akibat
kerusakan otak
Plasminek Intra vena 3x5ml anti perdarahan
Ceftriaxone Intra vena 3x2gr mengobati infeksi-infeksi yang
disebabkan patogen yang sensitif
terhadap ceftriaxone
Ranitidine Intra vena 3x50m mengatasi produksi asam lambung yang
g berlebihan

b. Analisa Data
Tabel 4.3 Analisa data
Tanggal Data Masalah Penyebab
9/5/2016 DS : keluarga pasien mengatakan Gangguan gangguan
pasien tidak sadar sejak 3 hari yang perfusi sirkulasi
lalu jaringan darah ke otak
DO : pasien tidak sadar dengan tingkat serebral
kesadaran soporo comateus, E1 V1
M2
CT Scan : tampak lesi hipodens cukup
luas pada temporalis oksipital kanan
Tekanan darah 180/90 mmHg
Suhu 37.5 derajad celcius
Nadi 89x/menit
Respirasi 28x/menit
9/5/2016 DS : keluarga pasien mengatakan Kerusakan kelemahan
sejak 3 hari yang lalu pasien tidak bisa mobilitas otot dan
bergerak fisik kontraktur
DO : mobilisasi di tempat tidur,
berpindah, dan ambulasi/ROM
tergantung total
kekuatan otot ekstremitas bagian kiri
1, sedangkan kekuatan ekstremitas
bagian kanan 2.
9/5/2016 DS : keluarga pasien mengatakan Defisit menurunnya
pasien tidak sadar sejak 3 hari yang perawatan kekuatan otot
lalu diri dan
DO : pasien tidak sadar dengan tingkat menurunnya
kesadaran soporo comateus, E1 V1 kesadaran
M2
segala perawatan diri pasien
bergantung total seperti
makan/minum, toileting, dan
berpakaian
kekuatan otot ekstremitas bagian kiri
1, sedangkan kekuatan ekstremitas
bagian kanan 2
9/5/2016 DS : keluarga pasien mengatakan Risiko tirah baring
sejak tidak sadar 3 hari yang lalu, kerusakan yang
pasien hanya terbaring saja integritas berlanjut
DO : pasien tidak sadar dengan tingkat kulit
kesadaran soporo comateus, E1 V1
M2
pasien hanya terbaring saja
tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit
sepeti dekubitus

c. Diagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah


1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan

sirkulasi darah ke otak


2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan

otot dan menurunnya kesadaran


3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot dan

kontraktur
4) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring

yang berlanjut
d. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan

sirkulasi darah ke otak


a) Tujuan
Tujuan dari diagnosa ini adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam, pasien tidak mengalami

peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria hasil terjadi

peningkatan kesadaran dengan GCS >= 7, tekanan darah

110/70-120/80 mmHg, suhu 36.5-37.5 derajad celcius, nadi 60-

90x/menit, respirasi 16-24x/menit.


b) Intervensi
Rencana yang dapat dilakukan adalah dengan di observasi

tanda-tanda vital pasien, agr dapat mendeteksi dini variasi

terjadinya perubahan tekann darah. Atur posisi kepala

semifowler, supaya menurunkan tekanan arteri dengan

meningkatkan drainase. Ajarkan dan anjurkan pasien atau

keluarga tentang tirah baring 2 jam sekali, untuk mencegah

kenaikan TIK. Kolaborasi dengan dokter dalam pembeian

terapi, agar dapat membantu kesembuhan pasien.


c) Implementasi
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2016

diantaranya adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien,


didapatkan hasil tekanan darah 180/90 mmHg, nadi,

89x/menit, suhu 37.5 derajad celsius, respirasi 28x/menit.

Setelah itu mengatur posisi pasien semi fowler.


Tanggal 10 Mei 2016 dilakukan tindakan mengobservasi

tanda vital pasien didapatkan hasil tekanan darah 180/100

mmHg, nadi 88x/menit, suhu 38 derajad celsius, respirasi

32x/menit. Setelah itu mengajarkan dan menganjurkan

keluarga pasien tentang melakukan alih baring ke pasien setiap

2 jam sekali. Memberikan injeksi cithicolin 2ml dan plasminex

5 ml.
Tanggal 11 Mei 2016 melakukan tindakan dengan

mengobservasi tanda vital pasien didapatkan hasil tekanan

darah 170/90 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 37.2 derajad

celsius, respirasi 26x/menit. Memberikan injeksi cithicolin 2ml

dan plasminex 5 ml.


Evaluasi yang di lakukan tanggal 11 Mei 2016 didapatkan

hasil pasien tetap tidak sadar dengan tingkat kesadaran

soporocomateus E1 M2 V1, tekanan darah 170/90 mmHg, nadi

88x/menit, suhu 37.2 derajad celsius, respirasi 26x/menit.

Dengan demikian karena pasien dipulangkan paksa oleh

keluarga, maka masalah gangguan perfusi jaringan serebral

belum teratasi. Oleh sebab itu intervensi tetap di lanjutkan di

rumah, yaitu dengan melakukan kolaborasi dengan keluarga

untuk melakukan alih baring setiap 2 jam dan memberikan

obat sesuai advis dokter.


2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya

kekuatan otot dan menurunnya kesadaran


a. Tujuan dari diagnosa ini adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam perawatan diri pasien

terpenuhi dengan kriteria hasil perawatan diri pasien

terpenuhi dengan bantuan orang lain dan klien mampu

melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.


b. Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan kaji

kemampuan perawatan diri pasien, karena untuk

merencanakn tindakan keperawatan dalam rangka

memenuhi kebutuhan pasien. Bantu pasien dalam

perawatan diri, seperti makan/minum, toileting, mandi,

berpakaian dan yang lainnya, agar dapat memenuhi

kebutuhan perawatan diri pasien. Informasikan pada pasien

dan keluarga tentang pentingnya perawatan diri beserta

dampaknya, hal ini untuk memotivasi dan menambah

pengetahuan pasien maupun keluarga dalam perawatan diri.

Kolaborasi dengan keluarga untuk melakukan perawatan

diri pada pasien secara mandiri jika pasien pulang,

bertujuan untuk tetap memenuhi kebutuhan perawatan diri

pasien di rumah.
c. Implementasi yang dilakukan tanggal 9 Mei 2016

diantaranya adalah dengan mengkaji kemampuan pasien

dalam melakukan perawatan diri pasien, karena pasien

tidak sadar dan karena kekuatan otot pasien ekstemitas


bagian kanan 2 dan ekstremitas bagian kiri 1, maka

kemampuan perawatan diri pasien di bantu total. Membantu

pasien dalam perawatan diri dalam hal makan dengan

memberikan nutrisi, susu entramix 200cc sudah diberikan

lewat NGT.
Tanggal 10 Mei 2016 kembali membantu pasien dalam

perawatan diri dalam hal makan dengan memberikan

nutrisi, susu entramix dan sari buah masing-masing 200cc

sudah diberikan lewat NGT.


Tanggal 11 Mei 2016 kembali Membantu pasien dalam

perawatan diri dalam hal makan dengan memberikan

nutrisi, sari 200cc sudah diberikan lewat NGT. Melakukan

kolaborasi dengan keluarga untuk melakukan perawatan

diri pada pasien bila pulang.


d. Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2016

didapatkan bahwa pasien belum sadar, dan karena kekuatan

otot pasien ekstemitas bagian kanan 2 dan ekstremitas

bagian kiri 1, maka kemampuan perawatan diri pasien di

bantu total. Karena masalah belum teratasi dan pasien

dipulangkan paksa oleh keluarga, maka intervervensi di

rumah perlu dilakukan. Rencana yang bisa dilakukan

dirumah adalah dengan melakukan kolaborasi dengan

kelurga di rumah dalam melakukan perawatan diri pasien

seperti makan/minum, toileting, dan berpakaian.


3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot

dan kontraktur
a. Tujuan dari diagnosa ini adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatn selam 3x24 jam di harapkan pasien mampu

melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuannya dengan

kriteria hasil meningkatnya kekuatan otot dan pasien

menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.


b. Rencana intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan

kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-

hari, hal ini untuk menentukan seberapa jauh pasien

memerlukan bantuan orang lain. Bantu pasien untuk latihan

gerak aktif maupun pasif, tujuannya untuk mencegah atropi

otot dan melatih pasien untuk gerak mandiri. Ajarkan

pasien beserta keluarga untuk latihan ROM, agar dapat

membantu melatih otot supaya tidak terjadi kekakuan otot.

Kolaborasi dengan petugas fisioterapi dalam melakukan

latihan gerakan pada pasien, agar memberikan bantuan

yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi.


c. Implementasi yang dilakukan tanggal 9 Mei 2016

diantaranya adalah mengkaji kemampuan aktivitas pasien

dalam beraktivitas, di dapatkan hasil bahwa pasien dalam

beraktivitas di bantu total, kekuatan otot bagian ekstremitas

kanan 2, dan bagian ekstremitas kiri 1


Pada tanggal 10 Mei 2016 dilakukan tindakan dengan

membantu pasien latihan gerak pasif serta mengajarkan

ROM.
Pada tanggal 11 Mei 2016 kembali mengkaji kemampuan

aktivitas pasien dalam beraktivitas, di dapatkan hasil bahwa

pasien dalam beraktivitas di bantu total, kekuatan otot

bagian ekstremitas kanan 2, dan bagian ekstremitas kiri 1,

setelah itu membantu pasien latihan gerak pasif.


e. Evaluasi yang dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2016 di

dapatkan bahwa pasien tetap belum sadar, pasien dalam

beraktivitas di bantu total, kekuatan otot bagian ekstremitas

kanan 2, dan bagian ekstremitas kiri 1, setelah itu

membantu pasien latihan gerak pasif. Karena masalah

belum teratasi dan pasien dipulangkan paksa oleh keluarga,

maka intervervensi di rumah perlu dilakukan. Rencana

yang bisa dilakukan dirumah adalah dengan melakukan

kolaborasi dengan keluarga di rumah dalam membantu

pasien untuk latihan gerak aktif dan latihan ROM.


4) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah

baring yang berlanjut


a. Tujuan dari diagnosa ini adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam pasien tidak terjadi

kerusakan kulit dengan kriteria hasil pasien tidak

mengalami kerusakan integritas kulit dan pasien tidak

mengalami iritasi pada kulit.


b. Rencana yang dapat dilakukan adalah dengan inspeksi

seluruh area kulit, karena kulit biasanya cenderung rusak

akibat perubahan aliran darah perifer dan ketidakmampuan

pasien merasakannya. Lakukan massase dan lubrukasi pada

kulit dengan lotion atau minyak, untuk meningkatkan

sirkulasi darah dan mengurangi terjadinya laserasi. Ajarkan

dan anjurkan keluarga pasien untuk terus melakukan alih

baring pada pasien setiap 2 jam sekali, hal ini dapat

menstimuli sirkulasi darah dan meningkatkan oksigenasi

sel. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk pemberian

terapi kinetik atau matras, supaya dapat membantu

memulihkan kekuatan otot.


c. Implementasi yang dilakukan tanggal 10 Mei 2016

diantaranya adalah menginspeksi seluruh area kulit pasien,

setelah di inspeksi tidak di temukan adanya luka atau

kerusakan di kulit seperti dekubitus. Mengajarkan dan

membantu pasien untuk terus melakukan alih baring setiap

2 jam.
d. Pada tanggal 11 Mei 2016 kembali menginspeksi seluruh

area kulit pasien, setelah di inspeksi tidak di temukan

adanya luka atau kerusakan di kulit seperti dekubitus.

Setelah itu membantu pasien untuk terus melakukan alih

baring.
e. Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2016

didapatkan karena pasien tetap tidak sadar, maka pasien


tetap terbaring di tempat tidur, setelah di inspeksi tidak di

temukan adanya luka atau kerusakan di kulit seperti

dekubitus. Masalah teratasi dan pasien dipulangkan paksa

oleh keluarga. Oleh karena itu tetap perlu adanya

pengawasan terhadap kulit pasien.


B. PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin (2008), menjelaskan bahwa pengkajian psikologis

klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk

memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan

perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga

penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang di

deritanya dan perubahan klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon

atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga

maupun dalam masyarakat.apakah ada dampak yang timbul pada klien

yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan

terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh)


Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami

kesulitan untuk berkomuikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan

konsep diri menunjukkan klien merasa berdaya, tidak ada harapan, mudah

marah, dan tidak kooperatif (Muttaqin, 2008).


a. Riwayat Kesehatan
b. Pengkajian Fokus
c. Pemeriksaan Fisik
2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan

sirkulasi darah ke otak


Menurut Nurarif dan Kusuma (2013),

b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot

dan menurunnya kesadaran


Defisit perawatan diri adalah hambatan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan aktivitas secara mandiri (Herdman dan

Kamitsuru, 2016). Menurut Nurarif dan Kusuma (2013), defisit

perawatan diri adalah hambatan kemampuan untuk melakukan aktivitas

seperti berpakaian dan berhias untuk diri sendiri, hambatan kemampuan

untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri,

hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan makan

sendiri dan hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan mandi sendiri.


Batasan karakteristik dari defisit perawatan diri menurut Herdman

dan Kamitsuru, (2016) adalah ansietas, gangguan fungsi kognitif,

gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, gangguan

persepsi, kelemahan, kendala lingkungan, ketidakmampuan merasakan

bagian tubuh, ketidakmampuan merasakan hubungan spasial, nyeri,

penurunan motivasi.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot dan

kontraktur
Hambatan mobilitas fisik dalah keterbatasan dalam gerakan fisik atau

satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Herdman dan

Kamitsuru, 2016). Hambatan mobilitas fisik adalah keadaan individu

ketika mengalami keterbatasan melakukan kemampuan melakukan

gerakan fisik secara mandiri (Tucker et all, 2008).


Batasan karakteristik dari diagnosa hambatan mobilitas fisik menurut

Herdman dan Kamitsuru (2016), diantaranya dispneu setelah

beraktivitas, gangguan sikap berjalan, gerakan lambat, gerakan spastik,

gerakan tidak terkoordinasi, instabilitas postur, kesulitan membolak-

balik posisi, keterbatasan rentang gerak, ketidaknyamanan, penurunan

kemampuan melakukan ketrampilan motorik halus, penurunan

kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar, penurunn waktu

reaksi, tremor akibat bergerak.


d. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang

berlanjut
Risiko kerusakan integritas kulit adalah rentan mengalami

kerusakan epidermis dan/atau dermis, yang dapat mengganggu

kesehatan (Herdman dan Kamitsuru, 2016). Menurut Tucker et all

(2008), risiko kerusakan integritas kulit adalah keadaan ketika kulit

individu berisiko untuk mengalami perubahan yang merugikan.


Batasan karakteristik dari risiko kerusakan integritas kulit menurut

adalah ???? adanya faktor risiko

3. Diagnosa Keperawatan yang tidak muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan banyaknya

sekret yang tertimbun


Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk

mempertahankan bersihan jalan napas (Herdman dan Kamitsuru, 2016).

Menurut Kozier et all (2010), ketidakefektifan bersihan jalan napas

adalah ketidakmampuan membersihan sekret atau sumbatan dari

saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.


Batasan karakteristik dari diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan

napas menurut Herdman dan Kamitsuru (2016), antara lain batuk yang

tidak efektif, dispneu, gelisah, kesulitan verbalisasi, mata terbuka lebar,

ortopneu, penurunan binyi nafas, perubahan frekuensi nafas, perubahan

pola napas, sianosis, sputum dalam jumlah yang berlebihan, suara napas

tambahan, tidak ada batuk.


b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

proses menelan yang tidak efektif.


Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh merupakan asupan

nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

(Herdman dan Kamitsuru, 2016). Menurut Tucker et all (2008),

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan ketika

individu memiliki asupan nutrien yang tidak memadai untuk memenuhi

kebutuhan metabolik.
Batasan karakteristik dari diagnosa gangguan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh menurut Herdman dan Kamitsuru (2016), meliputi

berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal, bising

usus hiperaktif, cepat kenyang setelah makan, diare, gangguan sensasi

rasa, kehilangan rambut berlebihan, kelemahan otot penguyah,

kelemahan otot untuk mengunyah, kerapuhan kapiler, kesalahan

informasi, kesalahan persepsi, ketidakmampuan memakan makanan,

kram abdomen, kurang informasi, kurang minat pada makanan,

membran mukosa pucat, nyeri abdomen, penurunan berat badan dengan

asupan makan adekuat, sariawan rongga mulut, tonus otot menurun.


c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulais
serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan kontrol otot fasial, dan

kelemahan secara umum.


Gangguan komunikasi verbal adalah penurunan, perlambatan, atau

ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim,

dan/atau menggunakan sistem simbol (Herdman dan Kamitsuru, 2016).


Batasan karakteristik dari diagnosa gangguan komunikasi verbal

menurut Herdman dan Kamitsuru (2016), antar lain defisit penglihatan

total, defisit visual parsial, diorientasi orang, ruang dan waktu, dispneu,

gagap, kesulitan dalam kehadiran tertentu, kesulitan memahami

komunikasi, kesulitan mempertahankan komunikasi, kesulita

mengekspresikan secara verbal (mis., afasia, disfasia, apraksia,

disleksia), kesulitan menggunakan ekspresi tubuh, kesulitan

menggunakan ekspresi wajah, kesulitan menyusun kalimat,

ketidakmampuan bicara dalam bahsa pemberi asuhan, ketidaktepatan

verbalisasi menolak bicara, pelo, sulit bicara, sulit mengungkapkan

kata-kata, tidak ada kontak mata, tidak bucara, dan tidak bisa bicara.

Anda mungkin juga menyukai