BAB I DEFINISI
S (SUBJECTIVE) atau Subyektif adalah keluhan pasien saat ini yang didapatkan dari anamnesa
(autoanamnesa atau aloanamnesa).
O (OBJECTIVE) atau Objektif adalah hasil pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan tanda-
tanda vital, skala nyeri dan hasil pemeriksaan penunjang pasien pada saat ini.
A (ASSESSMENT) atau penilaian keadaan adalah berisi diagnosis kerja, diagnosis diferensial
atau problem pasien, yang didapatkan dari menggabungkan penilaian subyektif dan obyektif.
P (PLAN) atau rencana asuhan adalah berisi rencana untuk menegakan diagnosis (pemeriksaan
penunjang yang akan dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti), rencana terapi (tindakan,
diet, obat-obat yang akan diberikan), rencana monitoring (tindakan monitoring yang akan
dilakukan, misalnya pengukuran tensi, nadi, suhu, pengukuran keseimbangan cairan, pengukuran
skala nyeri) dan rencana pendidikan (misalnya apa yang harus dilakukan, makanan apa yang
boleh dan tidak, bagaimana posisi.. dst).
Semua KSM di RS harus mengunakan format S-O-A-P untuk mengisi catatan terintegrasi dalam
menilai pasien. KSM yang ada adalah :
1. KSM Bedah : Bedah Umum. Bedah Ortopedi, Bedah Digestif, Bedah Syaraf, Bedah
Kosmetik, Bedah Urologi, Kebidanan dan Kandungan, Mata,
2. KSM non Bedah : Penyakit Dalam, Anak, Paru, Syaraf, RehabilitasiMedik,
3. KSM
1. Pasien Rawat
2. Pasien Rawat
S-O-A-P dilaksanakan pada saat dokter menulis penilaian ulang terhadap pasien rawat inap atau
saat visit pasien. S-O-A-P di tulis dicatatan terintegrasi pada status rekam medis pasien rawat
inap, sedangkan untuk pasien rawat jalan S-O-A-P di tulis di dalam status rawat jalan pasien.
SUBJECTIVE (S):
Lakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhan pasien saat ini, riwayat penyakit yang lalu,
riwayat penyakit keluarga. Kemudian tuliskan pada kolom S
Contoh :
S :sesak nafas sejak 3 jam yang lalu, riwayat astma bronchiale sejak 5 tahun lalu
OBJECTIVE (O) :
Lakukan pemeriksaan fisik dan kalau perlu pemeriksaan penunjang terhadap pasien, tulis hasil
pemeriksaan pada kolom O.
Contoh :
ASSESSMENT (A) :
Buat kesimpulan dalam bentuk suatu Diagnosis Kerja, Diagnosis Differensial, atau suatu
penilaian keadaan berdasarkan hasil S dan O. Isi di kolom A
Contoh :
PLAN (P):
Tuliskan rencana diagnostik, rencana terapi / tindakan, rencana monitoring, dan rencana edukasi.
Contoh :
Rencana Diagnostik ( D ) : Lakukan foto Ro thorax ap/lat; periksa GDP dan 2 jam pp. dst
Rencana Terapi/Tindakan (Tx ) : Pasang Infus , berikan medika mentosa. Dst Rencana
Monitoring ( M ) : pasang monitor , catat tanda-tanda vital tiap 4 jam ukur saturasi O2 dst
BAB IV DOKUMENTASI
Catatan dokter dengan S-O-A-P terdokumentasi dalam status rekam medis pasien baik rawat
inap (didalam catatan terintegrasi) dan rawat jalan di status rekam medis rawat jalan.
Menimbang :
Mengingat :
Lampiran
1. Kebijakan dan prosedur pelayanan pasien di RS adalah seragam dan sesuai dengan
undang-undang dan peraturan dan peraturan yang berlaku.
2. RS Menetapkan prosedur untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasi pelayanan yang
diberikan kepada setiap pasien.
3. Pelayanan kepada pasien direncanakan dan tertulis di rekam medis pasien.
4. Mereka yang diizinkan memberikan perintah pelayanan menulis perintah ini dalam rekam
medis pasien di lokasi yang sama/seragam.
5. Prosedur yang dilaksanakan harus dicatat dalam rekam medis pasien
6. Pasien dan keluarga diberi tahu tentang hasil pelayanan dan pengobatan termasuk
kejadian tidak diharapkan.
1. Kebijakan dan prosedur harus dibuat secara khusus untuk kelompok pasien yang berisiko
atau pelayanan yang berisiko tinggi, agar tepat dan efektif dalam mengurangi risiko
terkait. Antara lain :
1. RS memberika pilihan berbagai variasi makanan sesuai dengan status gizi pasien dan
konsisten dengan pelayanan klinis tersedia secara rutin.
2. Penyiapan makanan, penanganan, penyimpanan dan distribusinya, aman dan memenuhi
undang-undang, peraturan dan praktek terkini yang dapat diterima.
3. Pasien yang berisiko nutrisi mendapat terapi gizi.
1. Restrain
2. Pemasangan ETT
3. Pemasangan Ventilator
4. Transfusi Darah
5. Pelayanan PAsien Gawat Darurat
6. Pemberian Obat Streptase
7. Permintaan Darah
8. Penggunaan Traksi Leher
9. Penanganan Penyakit Menular (PPIRS)
10. Penatalaksanaan Pasien HD
11. Pengelolaan Rasa Nyeri (AP)
12. Pengelolaan Pasien Tahap Terminasl (AP)
13. Pemberian Obat Sitostatika (Kemoterapi)
14. Pertolongan Pertama Pd Px yang Mengalami Kegawatan di ruang perawatan
15. Serah terima px IRJ di IRI (APK)
16. Serah Terima Px di IPI (APK)
17. Serah Terima Px Rujukan (APK)
18. Prosedur penerimaan pasien baru (APK)
19. Prosedur serah terima pasien di IKO (APK)
PANDUAN BANTUAN HIDUP DASAR
Posted on January 29, 2016 by Penulis TKJ
PANDUAN
BANTUAN HIDUP DASAR
. TAHUN 2014
BAB I DEFINISI
Bantuan hidup dasar adalah upaya mempertahankan hidup seseorang untuk sementara melalui
membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara melaluipenguasaan jalan nafas,
memberikan bantuan penafasan dan membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam
tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.
4. Epiglotitis
6. Tersengat listrik
7. Infark miokard
8. Tersambar petir
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan :
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi.
Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A,
B, C, dan D, yaitu :
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya
agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau
menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan
yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!
3. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan
dengan cara berteriak Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih
lanjut. penolong dapat meminta bantuan kepada orang di sekitarnya untuk menghubungi
panggilan darurat/ rumah sakit terdekat supaya dapat mengirimkan bantuan tenaga kesehatan
yang lebih ahli.
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi terlentang dan
berada pada permukaan yang rata dan keras.Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.Ingat !penolong harus membalikkan
korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama.
Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur
yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi,
penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.
tindakan :
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
2. Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar
tonus otototot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas
kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat
melakukan manuver lainnya.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan
hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut
dan hidung korban / pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka.Prosedur ini
dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
2. Memberikan bantuan
Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut,
mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali
hembusan adalah 1,52 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai
volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 17%.Penolong
juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.
Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paruparu korban / pasien.
Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas
dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan
baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup
lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar
kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400
500 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan,
misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya
jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban / pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis
didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah)
penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser
ke bagian sisi kanan atau kiri kirakira 12 cm, raba dengan lembut selama 510 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan
melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban / pasien.Jika
tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau
yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan
atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari
ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan
penolong dalam memberikan bantuan
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak
tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jarijari tangan
menyentuh dinding dada korban / pasien, jarijari tangan dapat diluruskan
atau
Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan
kedalaman penekanan berkisar antara 1,52 inci (3,85 cm).
Orang awam hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong. Teknik BHD yang dilakukan
oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan koordinasi. BHD 1 penolong pada orang awam
lebih efektif mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi konsekuensinya akan
menyebabkan penolong cepat lelah.
1. Penilaian korban.
Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap),
jika tidak sadar, maka
4. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan
korban / pasien.
Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak
adanya trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi
mantap (Recovery position), dengan tetap menjaga jalan napas tetap
Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukan bantuan
napas. Di Amerika Serikat dan dinegara lainnya dilakukan bantuan napas
awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5
kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan
membetulkan posisi kepala korban / pasien, atau ternyata tidak bisa juga
maka dilakukan :
o Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak
30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk
menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di
jalan napas, jika terlihat usahakan
5. Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa tandatanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan cara
melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan
terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.
Jika ada tandatanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi
dada, hanya menilai pernapasan korban / pasien (ada atau tidak ada
pernapasan)
Jika tidak ada tandatanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan kompresi
dada :
o Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai
kembali kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per
6. Penilaian Ulang
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+2Menit) kemudian korban dievaluasi kembali,
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan
rasion 30 : 2.
Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi
Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-
10 kali permenit dan monitor nadi setiap
Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga
agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban / pasien ditidurkan pada
posisi sisi yang benar.
BAB IV DOKUMENTASI
Untuk pencatatan kasus bukan pasien RS pencatatan cukup didokumentasikan di status gawat
darurat.Untuk pasien Rawat inap didokumentasikan pada file RM 07(Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi).
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi
Lembar Pengesahan
I. DEFINISI
IV. DOKUMENTASI
REFERENSI
I. DEFINISI
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat yang hanya dapat dirasakan
oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain,mencakup pola pikir,aktifitas
seseorang secara langsung,dan perubahan hidup seseorang.Nyeri merupakan tanda dan gejala
penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiological, Menurut beberapa tokoh
atau sumber:
IASP 1979 (International for the Study of Pain)nyeri adalahSuatu pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan,yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringandari definisi tersebut
dapat di simpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu
nyeri,melalaui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri),yang
dimulai dari awal masa kehidupannya.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai konsep yang abstrak yang merujuk pada
sensasi pribadi tentang sakit,suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan akan
terjadinya kerusakan jaringan,suatu pola respon untuk melindungi organism dari bahaya.
McCafferi (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia
mengatakan tentang nyeri apapun yang di katakan tentang nyeri dan di manapun ketika
dia mengatakan,hal itu ada.
Tamsuri (2007) nyeri di definisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan eksistensinya di ketahui bila seseorang pernah mengalaminya.
Pada tahun 1999,the Veteran?s Health Administrasion mengeluarkan kebijakan untuk
memasukkan nyeri sebagai tanda vital ke lima,jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu
tubuh,nadi,tekanan darah,dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Saat ini telah di akui bahwa manajemen nyeri merupakan komponen penting dalam perawatan
pasien.
1. Nyeri Akut, merupakan hasil dari injuri acut,penyakit dan pembedahan. Nyeri akut adalah
nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan
kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
2. Nyeri Kronik :
o Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa
penyembuhan atau tidak progresif
o Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan kanker atau proses penyakit
lain yang progresif.
o Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan
dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang pasti
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
o Nyeri visceral:
Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat
disentuh), hiperalgesia.
Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi
diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.
4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.
o Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO
11 .