DR Fauzan
DR Fauzan
PENDAHULAN
1. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit kronik yang terjadi
pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Assosiation/ADA, 2004). DM
merupakan sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik terjadinya
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi), yang terjadi akibat kelainan
sekresi insulin, aktivitas insulin dan keduanya (Smeltzer & Bare, 2008). DM
adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka DM ditandai oleh hiperglikemia,
arterosklerotik, mikroangiopati dan neuropati (Price. et al. 2005).
Menurut survey yang dilakukan oleh World Health Organization / WHO
(2011), prevalensi DM diperkirakan terus bertambah dan lebih meningkat di
negara-negara yang sedang berkembang. WHO (2011), menyebutkan
penyandang DM di dunia pada tahun 2000 berjumlah 171 juta orang. Jika
tidak ada tindakan lanjut untuk penanganan DM, jumlah ini diperkirakan
akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. International Diabetic
Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak
menyadari bahwa mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang dengan DM
tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, (IDF, 2011). Pada
tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di Asia
1
Tenggara (IDF, 2009). Jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59
tahun (IDF, 2011).
DM terbagi atas DM tipe 1 jika pankreas hanya menghasilkan
sedikit/sama sekali tidak menghasilkan insulin sehingga penderita selamanya
tergantung insulin dari luar atau insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal,
sedangkan DM tipe 2 adalah keadaan pankreas tetap menghasilkan insulin,
kadang lebih tinggi dari normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe
2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan
terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral. Menurut penelitian
Cochrane menunjukkan bahwa untuk penderita diabetes mellitus tipe 2 yang
kadar glukosa darahnya tidak dapat dikendalikan dengan kombinasi Oral
Antidiabetes (OAD) dan diet saja, penggunaan kombinasi OAD (Biguanida
atau Sulfonilurea) dan insulin (NPH atau Mixtard) dapat menurunkan nilai
HbA1c dibandingkan dengan penggunaan insulin dan diet (Tjokroprawiro,
dkk, 1986).
Hasil dari Riskesdas (2013) mengatakan bahwa prevalensi DM di
perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di pedesaan, dan cenderung lebih
tinggi pada masyarakat yang pendidikannya tinggi.
Menurut Perkeni (2015) penatalaksanaan DM terdiri dari 4 pilar yaitu;
edukasi, diet DM, exercise/latihan fisik, kepatuhan obat, selain itu juga
termasuk pencegahan DM dengan pemantauan kadar gula darah yang teratur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.4.1. Usia
1
0
meningkat usia, maka prevalensi DM dan gangguan toleransi gula
darah semakin tinggi. Umumnya manusia mengalami perubahan
fisiologis yang menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. DM
sering muncul setelah usia lanjut terutama setelah berusia 45 tahun
pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak
peka terhadap insulin. (Hadibroto et al, 2010)
2.4.4. Kegemukan/Obesitas
1
1
untuk menurunkan stres, tetapi gula dan lemak dapat berakibat
fatal dan beresiko terjadinya DM.
3.1. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes
mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan
motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan
evaluasi (PERKENI, 2006).
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan
dan keterampilan bagi pasien DM guna menunjang perubahan perilaku,
meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakitnya, sehingga tercapai
kesehatan yang optimal, penyesuaian keadaan psikologis dan peningkatan
kualitas hidup (Soegondo et al, 2009).
3.2. Diet
makanan yang diolah dengan cara di Makanan yang mengandung banyak garam
2
0
3.5.2. Potong kuku secara teratur dan ratakan ujung kuku dengan
menggunakan kikir, jangan pernah memotong ujung kuku terlalu
dalam.
3.5.3. Menggunakan alas kaki yang nyaman dan sesuai dengan bentuk
serta ukuran kaki.
3.5.4. Menggunakan bahan sepatu yang lembut dan sol yang tidak keras.
3.5.5. Waspada jika terdapat luka sekecil apapun, segera obati dengan
antiseptik.
(Perkeni, 2006)