Anda di halaman 1dari 29

MITIGASI BENCANA 201

GEMPABUMI 2

2M itigasi Bencana Gempabumi

2.1 Pendahuluan

Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari
terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami
deformasi. Gempabumi dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa
batuan/tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari
dalam bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan
lempeng, letusan gunungapi, atau longsoran masa batuan/tanah. Hampir seluruh
kejadian gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan deformasi batuan
atau aktivitas tektonik dan dikenal sebagai gempa tektonik. Sebaran pusat-pusat
gempa (epicenter) di dunia tersebar di sepanjang batas-batas lempeng (divergent,
convergent, maupun transform), oleh karena itu terjadinya gempabumi sangat berkaitan
dengan teori Tektonik Lempeng.

Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan


dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Gempabumi dapat
disebabkan antara lain oleh:
1. Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
2. Aktivitas sesar di permukaan bumi
3. Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah
4. Aktivitas gunung api
5. Ledakan Nuklir

Sebagaimana diuraikan diatas bahwa penyebaran pusat-pusat gempabumi sangat


erat kaitannya dengan batas-batas lempeng. Pola penyebaran pusat gempa di
dunia yang berimpit dengan batas-batas lempeng. Disamping gempa tektonik, kita
mengenal juga gempa minor yang disebabkan oleh longsoran tanah, letusan
gunungapi, dan aktivitas manusia. Gempa minor umumnya hanya dirasakan secara
lokal dan getarannya sendiri tidak menyebabkan kerusakan yang signifikan atau
kerugian harta benda maupun jiwa manusia. Adapun mekanisme terjadinya gempabumi
dapat dijelaskan seperti yang diilustrasikan pada gambar 2-1. Dalam gambar bagian
atas mengilustrasikan gambar permukaan bumi yang berada pada suatu jalur patahan

33
MITIGASI BENCANA 201
GEMPABUMI 2
aktif dengan beberapa bangunan rumah sebelum terjadi gempa. Pada kondisi ini
batuan berada dalam keadaan tegang (strained). Gambar bagian tengah menjelaskan
saat terjadi pergeseran disepanjang jalur

34
patahan yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan
energi yang terhimpun di dalam masa batuan akan dilepas dan merambat kesegala
arah sebagai gelombang longitudinal (gelombang P) dan gelombang transversal
(gelombang S). Rambatan gelombang yang menjalar didalam batuan inilah yang
menghancurkan bangunan bangunan yang ada disekitarnya. Gambar bagian bawah
mengilustrasikan kondisi setelah terjadi gempa dimana batuan kembali berada pada
keadaan seperti semula.

Gambar 2- 1 Urut-urutan proses terjadinya gempabumi

2.2 Intensitas dan Magnitude


Gempabumi

Intensitas dan magnitude gempa yang terjadi di permukaan bumi dapat diketahui
melalui alat seismograf, yaitu suatu alat pencatat getaran seismik yang sangat
peka yang ditempatkan diberbagai lokasi di bumi. Alat seismograf akan mencatat
setiap getaran seismik yang sampai ke alat tersebut. Pada gambar 2-3 diperlihatkan
bagaimana alat seismograf mencatat gelombang seismik melaui suatu bandul yang
digantung pada pegas dan dilengkapi dengan jarum pena sebagai alat pencatat getaran
seismik diatas kertas yang ada pada tabung silinder yang berputar. Pusat gempa dapat
diketahui dengan cara menghitung selisih waktu tiba dari gelombang P dan
gelombang S,
sedangkan untuk mengetahui lokasi dari epicenter gempa melalui perpotongan 3 lokasi
alat seismograf yang mencatat getaran seismik tersebut (gambar 2-4). Untuk
menentukan magnitute gempa didasarkan atas besarnya amplitudo gelombang seismik
yang tercatat pada alat seismograf.

Skala Richter adalah satuan yang dipakai untuk mengukur besarnya magnitute
gempa. Satuan besaran gempa berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga
10. Satuan intensitas dan magnitute gempabumi dapat juga diukur berdasarkan
dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran gelombang seismik dan satuan ini
dikenal dengan satuan Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar
dari 1 s/d 12 (lihat Tabel 2-1).

Gambar 2-2 Gelombang P (Primer) sebagai gelombang kompresi


yang mampu merubah volume batuan dan gelombang
S (Sekunder) sebagai gelombang Shear yang
mampu merubah bentuk.

Gambar 2-3 Alat seismograf yang mencatat arah gerakan


gempabumi oleh jarum seismograf pada kertas
yang berada dipermukaan silinder
MITIGASI BENCANA 201
GEMPABUMI 2

Gambar 2-4 Penentuan lokasi epicenter gempa didasarkan atas selisih


waktu tiba dari gelombang P dan gelombang S yang tercatat
pada alat seismograf (gambar kiri) dan epicenter gempa yang
ditentukan berdasarkan perpotongan dari 3 lokasi alat
seismograf yang mencatat kejadian gempabumi (gambar
kanan).

Tabel 2-1 Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI)


2.3 Dampak Bencana
Gempabumi

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa rambatan gelombang seismik yang


berasal dari energi yang dilepaskan dari hasil pergerakan lempeng dapat menimbulkan
bencana. Bencana yang disebabkan oleh gempabumi dapat berupa rekahan tanah
(ground rupture), getaran tanah (ground shaking), gerakan tanah (mass-movement),
kebakaran (fire), perubahan aliran air (drainage changes), gelombang pasang/tsunami,
dsb.nya. Gelombang gempa yang merambat pada masa batuan, tanah, ataupun air
dapat menyebabkan bangunan gedung dan jaringan jalan, air minum, telepon, listrik,
dan gas menjadi rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan oleh besarnya
magnitute dan intensitas serta waktu dan lokasi epicenter gempa.

1. Rekahan / patahan di permukaan bumi (ground rupture)

Pada umumnya gempabumi seringkali berdampak pada rekah dan patahnya


permukaan bumi yang secara regional dikenal sebagai deformasi kerakbumi. Deformasi
kerakbumi dapat mengakibatkan permukaan daratan rekah dan terpatahkan hingga
mencapai areal yang sangat luas. Salah satu bukti nyata terjadinya ground rupture
adalah gempa yang terjadi pada Februari, 1976 dimana areal seluas 12.000 km2 yang
terletak di jalur patahan San Andreas, 65 km di sebelah utara kota Los Angeles
mengalami pegangkatan (uplifted) oleh pergeseran sesar San Andreas.
Pada umumnya gempabumi seringkali berdampak pada rekah dan patahnya
permukaan bumi
yang secara regional dikenal sebagai deformasi kerakbumi. Deformasi kerakbumi dapat
mengakibatkan permukaan daratan rekah dan terpatahkan hingga mencapai areal yang
sangat luas. Salah satu bukti nyata terjadinya ground rupture adalah gempa yang
terjadi pada Februari, 1976 dimana areal seluas 12.000 km2 yang terletak di jalur
patahan San Andreas, 65 km di sebelah utara kota Los Angeles mengalami
pegangkatan (uplifted) oleh pergeseran sesar San Andreas. Contoh lain dari deformasi
kerakbumi adalah gempabumi yang terjadi pada tahun 1964 di Alaska yang
menghasilkan suatu rekahan dan patahan serta deformasi batuan dimana daerah
seluas 260.000 km2 terdiri dari dataran pantai dan dasar laut secara lokal terangkat
setinggi 2 meter dan secara regional mencapai 16 meter (gambar 2-5). Rekahan dan
patahan yang terjadi di permukaan bumi dapat berdampak pada bangunan-bangunan,
jalan dan jembatan, pipa air minum, pipa listrik, saluran telepon, serta prasarana
lainnya yang ada di daerah tersebut.

2. Getaran / guncangan permukaan tanah (ground shaking)

Bencana gempa yang secara langsung terasa dan berdampak sangat serius
adalah runtuhnya bangunan-bangunan yang disebabkan oleh getaran/guncangan
gempa yang merambat pada media batuan/tanah. Pada umumnya bangunan-bangunan
yang berada diatas lapisan batuan yang padat (firm) dampaknya tidak terlalu parah
bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang berada diatas batuan sedimen
jenuh. Gambar 2-6 menunjukkan bangunan yang roboh akibat goncangan gempa yang
merusak kota San Francisco pada tahun 1906 adalah gempa yang epicenter-nya berada
di sepanjang jalur patahan (sesar) San Andreas dan bagian dari segmen lepas pantai
yang terletak
disisi luar Golden Gate merupakan segmen yang bertanggung jawab terhadap kerusakan
kota San
Francisco.

Gambar 2-5 Gempa Alaska tahun 1964 yang menyebabkan wilayah


seluas 260.000 km2 mengalami ground rupture setinggi 2 16
meter

Gambar 2-6 Gempa California tahun 1995 yang


disebabkan oleh ground shaking

3. Longsoran Tanah (mass movement)

Berbagai jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya dapat terjadi bersamaan
dengan terjadinya gempa. Hampir semua longsoran tanah dapat terjadi pada radius 40
km dari pusat gempa (epicenter) dan untuk gempa yang sangat besar dapat mencapai
radius 160 km dan salah satu contoh adalah gempabumi Alaska tahun 1964 yang
memicu terjadinya longsoran-longsoran tanah
yang terletak jauh dari epicenter gempa. Pada dasarnya getaran gempa lebih
bersifat sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah. Dalam hal ini
gempa bersifat meng-induksi terjadinya gerakan tanah, sedangkan longsoran dan
gerakan tanah baru akan terjadi apabila daya ikat antar butiran lemah, kejenuhan
batuan/sedimen, porositas dan permiabilitas batuan/tanah tinggi.

Gambar 2-7 Gempa California tahun 1995 yang menyebabkan longsoran tanah

4.
Kebakaran

Kerusakan yang utama dan sering terjadi pada saat terjadinya gempabumi adalah
bahaya kebakaran. Hampir sembilan puluh persen kerusakan yang terjadi di kota San
Francisco pada tahun
1906 adalah disebabkan oleh kebakaran yang berasal dari material bahan bangunan
yang mudah terbakar, kerusakan peralatan yang berkaitan dengan listrik serta pecah
dan patahnya saluran pipa gas, listrik, dan air. Pada umumnya gempa meng-induksi api
yang berasal dari putusnya saluran listrik, gas, dan pembangkit listrik yang sedang
beroperasi yang pada akhirnya menyebabkan kebakaran.

5. Perubahan Pengaliran (drainage


modifcations)

Terbentuknya danau yang cukup luas akibat amblesnya (subsidence) permukaan


daratan seperti dataran banjir (floodplain), delta, rawa, yang diakibatkan oleh
gempabumi merupakan suatu permasalahan yang cukup serius. Perubahan pengaliran
akibat penurunan permukaan daratan yang disebabkan oleh gempa memungkinkan
terbentuknya danaudanau buatan dan reservoir baru serta rusaknya bendungan.
Contoh kasus terjadinya perubahan pengaliran (drainage) adalah gempa yang terjadi
pada tahun 1971 di San Fernando, California telah menyebabkan hancurnya bendungan
Van Norman Dam, sedangkan gempa Alaska yang terjadi pada tahun 1864
meruntuhkan 2 Bendungan tipe earth-fill yang berada di selatan kota Anchorage.
Kedua bendungan tersebut dilalui oleh suatu
rekahan dan patahan yang memotong badan bendungan dan telah merubah pengaliran
(drainase)
yang ada di wilayah tersebut.

6. Perubahan Air Bawah Tanah (Ground Water Modifications)

Regim air bawah tanah dapat mengalami perubahan oleh perpindahan yang
disebabkan oleh sesar atau oleh goncangan. Contoh kasus dari perubahan air bawah
tanah adalah gempa yang terjadi disepanjang suatu patahan yang mengakibatkan
terjadinya offset batuan di kedua sisi permukaan tanah dan aliran air bawah tanah di
wilayah Santa Clara County, California, yaitu suatu wilayah yang terletak di bagian
selatan teluk San Francisco. Dalam kasus ini kipas aluvial yang sangat luas yang
terletak di Alameda Creek mengalami offset/perpindahan sejauh 2 km ke arah barat
perbukitan. Gawir yang terbentuk oleh sesar setinggi 8 meter menutup saluran-saluran
sungai yang menuju ke teluk San Francisco sehingga membentuk kolam-kolam yang
sangat luas. Patahan ini juga berimbas pada air yang berada dibawah tanah, offset yang
terjadi pada batuan yang berada di bawah tanah telah menyebabkan lapisan batuan
yang permeabel tertutup oleh lapisan batuan impermeabel sehingga mengakibatkan
daerah yang berada diantara gawir dan perbukitan mendapat air bawah tanah yang
melimpah sebaliknya daerah yang lain sedikit menerima air bawah tanah.

7. Tsunami

Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi secara tiba-tiba
pada dasar samudra pada saat terjadi gempabumi bawah laut, kondisi ini akan
menimbulkan gelombang laut pasang yang sangat besar yang lazim disebut tidal
waves. Tsunami berasal dari bahasa Jepang. "tsu" berarti pelabuhan, "nami" berarti
gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di
pelabuhan. Istilah tsunami telah digunakan secara luas, baik untuk gelombang pasang
(tidal waves) maupun gelombang yang disebabkan oleh gempabumi atau yang
lebih dikenal dengan istilah seismic sea waves.

Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang
ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut
bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran? Kecepatan
tsunami yang naik ke daratan berkurang menjadi sekitar 25-100 Km/jam. Ketinggian
tsunami yang pernah tercatat terjadi di Indonesia adalah
36 meter yang terjadi pada saat letusan gunung api Krakatau tahun 1883.

Penyebab terjadinya Tsunami antara lain:


1. Gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan yang
sangat besar dibawah air (laut/danau)
2. Tanah longsor didalam laut
3. Letusan gunungapi dibawah laut atau gunungapi pulau.
Gejala terjadinya tsunami:

1. Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat
kuat.
2. Kejadian mendadak dan pada umumnya di Indonesia didahului dengan gempa bumi
besar dan susut laut.
3. Terdapat selang waktu antara waktu terjadinya? gempa bumi sebagai sumber
tsunami dan waktu tiba tsunami di pantai mengingat kecepatan gelombang gempa
jauh lebih besar dibandingkan kecepatan tsunami.
4. Metode pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi.
5. Di Indonesia pada umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40
menit setelah terjadinya gempa bumi besar di bawah laut?

Mekanisme terjadinya tsunami (gambar 2-8):

1. Diawali dengan terjadinya gempa yang disertai oleh pengangkatan sebagai akibat
kompresi.
2. Gelombang bergerak keluar ke segala arah dari daerah yang terangkat
3. Panjang gelombang berkurang tetapi tingginya meningkat saat mencapai bagian
yang dangkal, kemudian melaju ke arah darat dengan kecepatan +/-100 km/jam
setelah sebelumnya surut dulu untuk beberapa saat (gambar 2-9).

Gambar 2-10 s/d 2-12 memperlihatkan pembentukan, sebaran, dan dampak dari gelombang
tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat gempa berada disebelah barat
pantai Sumatra, propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Gambar 2-8 Mekanisme terjadinya tsunami


Gambar 2-9 Pergerakan gelombang
tsunami ke daratan

Gambar 2-10 Model gelombang tsunami yang terjadi oleh


gempabumi tanggal 26 Desember
2004 dengan pusat gempa di pesisir sebelah utara pulau
Sumatra (source:
www.usgs,gov).
Gambar 2-11 Kecepatan dan waktu tempuh gelombang tsunami yang
terjadi oleh gempabumi tanggal
26 Desember 2004 dengan pusat gempa di pesisir sebelah utara pulau
Sumatra

Gambar 2-12 Menunjukan tinggi gelombang tsunami yang terjadi


oleh gempabumi tanggal 26
Desember 2004 dengan pusat gempa di utara
pantai pulau Sumatra.
Gambar 2-13 Penurunan permukaan tanah berkisar antara 1 2 meter di
Meulaboh Utara sebagai dampak gempabumi yang terjadi
tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat gempa di utara pantai
pulau Sumatra.

Gambar 2-14 Penurunan permukaan tanah berkisar antara 1 2 meter di


Meulaboh Utara sebagai dampak gempabumi yang terjadi
tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat gempa di utara pantai
pulau Sumatra.
Gambar 2-15 Pengangkatan permukaan tanah (2-3 meter) dimana garis
pantai maju ke arah laut di Meulaboh Utara sebagai dampak
gempabumi yang terjadi tanggal 26 Desember 2004 dengan
pusat gempa di utara pantai pulau Sumatra.

Gambar 2-16 Pengangkatan batu karang sekitar 1.5 2.5 meter di


Meulaboh Utara sebagai dampak gempabumi yang terjadi
tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat gempa di utara pantai
pulau Sumatra.
2.4 Mitigasi Dan Upaya Pengurangan Bencana

Adanya tsunami tidak bisa diramalkan dengan tepat kapan terjadinya, akan tetapi
kita bisa menerima peringatan akan terjadinya tsunami sehingga kita masih ada waktu
untuk menyelamatkan diri. Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak
datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan
menikmati pantai dan lautan. Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada
guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut
terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi)
sambil memberitahukan teman-teman yang lain. Jika sedang berada di dalam perahu
atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami,
jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah
datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya
gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda,
lakukan pertolongan pertama pada korban.

Strategi Mitigasi Dan Upaya Pengurangan Bencana Tsunami:

1. Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.


2. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai
tentang bahaya tsunami.
3. Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami).
4. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk
meredam gaya air tsunami.
6. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman
yang cukup tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami.
7. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di
pinggir pantai tentang pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara
penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.
8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
9. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami.
10. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami.
11. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
12. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan
tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio,
SATLAK PB maupun institusi terkait
13. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.
2.5 Mitigasi Bencana Gempabumi

Mitigasi bencana gempabumi adalah hal yang paling sulit diatasi, hal ini
dikarenakan berbagai faktor yang sangat komplek seperti:

i. Interval kejadian yang tidak pasti. Karena interval kejadian gempa yang
tidak pasti disepanjang suatu patahan sehingga menyulitkan dalam perencanaan.
Data yang sangat minim akan menyulitkan dalam penyesuaian peruntukan lahan
secara spesifik serta dalam pembuatan aturan yang berkaitan dengan pemanfaatan
lahan di sekitar dan di sepanjang suatu patahan. Peraturan yang dibuat dengan data
yang sangat minim secara politis akan sulit memperoleh dukungan.

ii. Penetapan lebar zona patahan. Di perbagai instansi, data tentang lebar suatu
zona patahan dapat berbeda beda. Tanpa suatu dasar yang pasti maka untuk
memprediksi patahan mana yang berikutnya yang akan bergerak/patah sangat sulit
dilakukan, sehingga penyesuaian peruntukan lahan dan penyusunan aturan yang
berkaitan dengan lahan juga menjadi sulit dipertahankan.

iii. Bangunan yang sudah terlanjur ada. Pembangunan yang dilaksanakan di tempat
tempat yang berdekatan dengan zona patahan dan disepanjang jalur patahan akan
sulit dilarang dan untuk menyadarkan masyarakat agar tidak melakukan
pembangunan di tempat tempat tersebut akan menjadi sia-sia, hal ini disebabkan
karena pemerintah / lembaga yang berwenang tidak memiliki data yang memadai dan
akurat terhadap kemungkinan bencana yang mungkin terjadi.

Berkaitan dengan ketidak pastian dan waktu terjadinya gempa, maka bencana
gempa harus diposisikan dalam perhitungan dan pengambilan keputusan yang tepat
didasarkan atas data-data yang tersedia. Oleh karena itu untuk bangunan bangunan,
seperti perumahan, rumah sakit, sekolahan dilarang dibangun di zona patahan. Untuk
itu diperlukan suatu peraturan yang melarang warga masyarakat membangun
bangunan di tempat tempat yang berada di zona patahan aktif.

Mitigasi bencana geologi pada hakekatnya adalah mengurangi resiko


bencana geologi terhadap harta benda maupun jiwa manusia. Mitigasi merupakan
suatu upaya kerjasama antara ahli- ahli teknik dan para pembuat kebijakan dan
menghasilkan peraturan peraturan pembangunan untuk suatu wilayah yang rentan
bahaya geologi. Usaha-usaha dalam penanggulangan bencana untuk meminimalkan
kerugian, baik kerugian harta benda ataupun jiwa manusia yang disebabkan oleh
gempabumi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain adalah:

1. Melakukan pemetaan penyebaran lokasi-lokasi gempa yang disajikan dalam


bentuk Peta
Rawan Bencana Gempabumi / Seismik.
2. Membuat peraturan peraturan yang berkaitan dengan desain struktur
bangunan tahan gempa guna mencegah runtuhnya bangunan ketika terjadi
gempa.
3. Tidak membangun bangunan di wilayah-wilayah yang rawan bencana gempa.
4. Menghindari lahan-lahan yang rawan gempa untuk areal pemukiman, dan aktivitas
manusia.
5. Melakukan penataan ruang baik yang berada di sekitar pantai ataupun di
daratan guna mencegah dan menghindari terjadinya korban jiwa dan harta
serta dampak yang mungkin timbul ketika bencana itu terjadi.
6. Memasang Sistem Peringatan Dini (Early Warning System).

2.5.1 Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana


Gempa Bumi

1. Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan gempa khususnya di


daerah rawan gempa.
2. Perkuatan bangunan yang telah ada dengan mengikuti standar kualitas bangunan.
3. Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi.
4. Perkuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.
5. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan
hunian di daerah rawan gempa bumi.
6. Zonasi daerah rawan gempa bumi dan pengaturan penggunaan lahan.
7. Pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gempa bumi
dan cara - cara penyelamatan diri jika terjadi gempa bumi.
8. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan, kewaspadaan
masyarakat terhadap gempa bumi, pelatihan pemadam kebakaran dan
pertolongan pertama.
9. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan
perlindungan
masyarakat lainnya.
10. Rencana kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi gempa
bumi.
11. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan
pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
12. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan
perlindungan masyarakat lainnya.
13. Rencana kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi gempa
bumi.

2.5.2 Sistem komunikasi dan peringatan dini

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa bencana alam geologi yang menjadi


ancaman adalah gempa bumi tektonik. Gempa bumi tektonik sulit diprediksi
kepastian waktu dan magnitudonya hanya dapat dipetakan daerah patahan serta
prakiraan kemungkinannya yaitu berdasarkan sejarah kegempaan serta karakteristik
wilayah kegempaan. Namun seperti dijelaskan para ahli bahwa apabila pernah
terjadi kegempaan besar yang merusak di suatu kawasan baik satu kali maupun
beberapa kali, maka dapat dipastikan bahwa wilayah tersebut rawan terhadap gempa
bumi yang paling tidak berkekuatan sama dengan yang pernah terjadi. Artinya wilayah
tersebut harus siap menghadapi kejadian gempa bumi serupa atau lebih besar dimasa
yang akan datang, karena setiap kejadian gempa bumi pasti berhubungan dengan
adanya patahan aktif pada atau sekitar wilayah
tersebut dan proses gempa dengan skala magnitudo tertentu mempunyai siklus atau
akan selalu berulang dengan kisaran periode ulang tertentu (Natawidjaja, et. all, 1995).

Dalam persitiwa bencana alam gempa bumi dapat menimbulkan bencana ikutan
seperti tanah longsor seperti di Garut, tsunami di Aceh dan kebakaran di San
Francisco AS. Jadi sistem komunikasi dan peringatan dini bertujuan untuk menilai
efektivitas sebuah informasi peramalan potensi bencana dapat
dikomunikasikan hingga ke tingkat komunitas yang terancam. Sehingga saat
terjadi sebuah bencana komunitas memiliki waktu untuk menyelamatkan aset-aset
kehidupannya. Tantangan yang seringkali muncul dalam sistem peringatan dini adalah
bagaimana menterjemahkan informasi teknis menjadi informasi yang mudah diterima
dan dipahami oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat bertindak pada saat yang
tepat. Tantangan tersebut sebenarnya dapat di reduksi melalui keterlibatan komunitas
yang terancam dan pihak yang berwenang dalam memberikan informasi tersebut.

Untuk itu maka sebuah sistem informasi peringatan dini harus memiliki parameter
sebagai berikut: pertama menjangkau sebanyak mungkin anggota masyarakat, kedua
segera, ketiga tegas, jelas dan tidak membingungkan dan keempat bersifat resmi
atau disepakati oleh semua pihak. Sistem peringatan dini biasanya melalui jalur
komunikasi yang menginformasikan ramalan ancaman dari suatu lembaga yang
berwenang hingga ke satuan kelompok masyarakat terkecil. Penyampaian informasi
peringatan dini harus mempertimbangkan hal-hal:

1. Menginformasikan peringatan secara bertingkat ke masyarakat. Setiap


perubahan tingkat peringatan bermakna pada peningkatan kewaspadaan yang
harus dilakukan masyarakat.
2. Penyeragaman dan kesepakatan informasi mengenai tanda, simbol dan
suara baik dari lembaga yang berwenang maupun dari tim siaga desa
sehingga semua pihak dapat mengerti dan memahami informasi peringatan
dini yang disamapaikan.
3. Menyepakati atau penunjukan terhadap individu yang berwenang di tingkat
dusun, desa atau kota untuk membunyikan tanda peringatan dini apabila terjadi
ancaman berpotensi menimbulkan risiko.
4. Penggunaan alat sistem informasi peringatan dini yang tepat guna. Peralatan
informasi peringatan dini yang digunakan tidaklah harus berteknologi tinggi dan
mahal, yang penting dapat berfungsi efektif dan cepat dalam memberikan
informasinya. Disamping itu pemilihan alat peringatan dini harus
mempertimbangkan waktu ancaman berlangsung mulai dari sumber ancaman
hingga sampai di areal pemukiman. Masyarakat pedesaan pada umumnya
memiliki alat-alat tradisional yang berfungsi untuk menyampaikan informasi
peringatan.
5. Penempatan alat peringatan dan papan informasi di tempat yang strategis
sehingga semua orang bisa mengetahui dan mendengarnya.
6. Saran tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat harus konkret dan
spesifik, saran mengenai tindakan yang tidak boleh dilakukan masyarakat
sehingga dapat mengurangi risiko.
7. Bahasa penyampaian informasi sesederhana mungkin dan dalam bahasa
lokal/setempat agar dapat dimengerti seluruh orang.
8. Melakukan latihan simulasi sistem komunikasi dan peringatan dini yang
teratur dalam periode tertentu di kawasan yang rawan bencana. Hal ini
bertujuan untuk membentuk kebiasaan dan melatih naluri penduduk untuk selalu
siap siaga dalam menghadapi ancaman. Disamping itu sebagai kontrol dan
penilaian efektivitas dari sistem komunikasi dan peringatan dini yang
dilakukan di sebuah kawasan rawan bencana serta pengecekan apakah alat
komunikasi dan peringatan dini masih berfungsi dengan baik atau tidak.

2.6 Tindakan Yang Harus Dilakukan Saat Terjadi Gempabumi

Jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba, berikut ini 10 petunjuk yang
dapat dijadikan pegangan di manapun anda berada.

1. Di dalam rumah
Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus
mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah ke bawah
meja untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda tidak
memiliki meja, lindungi kepala anda dengan bantal. Jika anda sedang menyalakan
kompor, maka matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.

2. Di sekolah
Berlindunglah di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku, jangan
panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak yang terjauh ke
pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung, tiang dan pohon.

3. Di luar rumah
Lindungi kepada anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah
perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-kaca
dan papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan, tas
atau apapun yang anda bawa.

4. Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall


Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk
dari petugas atau satpam.
5. Di dalam lift
Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran. Jika anda
merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua
tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika
anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone
jika tersedia.

6. Di kereta api
Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh
seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti
penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta
atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.

7. Di dalam mobil
Saat terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda mobil anda
gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah
mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan
berhentilah. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah
dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.

8. Di gunung/pantai
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat
aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan
getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang
tinggi.

9. Beri pertolongan
Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempa bumi
besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan
datang ke tempat kejadian, maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama
kepada orang-orang yang berada di sekitar anda.

10. Dengarkan informasi


Saat gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk mencegah
kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai
dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yag benar dari
pihak yang berwenang atau polisi. Jangan bertindak karena informasi orang yang
tidak jelas.

Anda mungkin juga menyukai