Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Kehidupan yang kita jalani sehari-hari sebenarnya tidak luput dari

berbagai ancaman dan invasi yang melanda tubuh kita. Ancaman dan invasi

datang dari berbagai pihak dan tentu saja tidak kita inginkan. Tapi ternyata

tuhan maha adil. Tuhan menciptakan tentara dalam tubuh kita yang

senantiasa melawan ancaman dan invasi dari berbagai faktor tersebut

sehingga tubuh kita dapat terselamatkan. Tentara itu tidak lain adalah sistem

pertahanan tubuh yang kita kenal dengan sistem Imunitas. Sistem imunitas

itu sendiri menimbulkan berbagai berbagai reaksi. Salah satu reaksi yang

ditimbulkan adalah Reaksi Kompleks Imun yang akan kita bahas disini.

Kompleks imun sebenarnya terjadi setiap kali antibodi bertemu dengan

antigen dan juga kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau

sirklasi atau dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen. Tetapi

dalam keadaan normal pada umumnya kompleks imun disingkirkan secara

efektif oleh jaringan retikuloendotel. Dan ada kalanya reaksi pembentukan

kompleks imun ini menyebabkan reaksi hipersensitivitas.

Antibodi yang berperan disini biasanya jenis Ig M dan Ig G. Dan

komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macriphage Chemotactic

Factor ( C3a dan C5a yang berupa faktor kemotaktik ). Makrofag yang
dikerahkan ketempat tersebut melepas berbagai mediator antara lain enzim-

enzim yang dapat merusak jaringan sekitarnya.

Antigen yang berperan dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang

persisten ( malaria ), bahan yang terhirup ( spora jamur yang menimbulkan

alveolitas alergik ekstrinsik ) atau jaring sendiri ( penyakit autoimun ). Antigen

inilah yang merangsang tubuh mengeluarkan antibodi seperti yang telah

disebutkan tadi.

Tetapi sebenarnya pembahasan yang ingin diangkat disini adalah

keinginan untuk menjawab bebagai pertanyaan yang muncul dalam reaksi

tipe III ini. Pertanyaan-pertanyaan itu meliputi :

Bagaimana mekanisme reaksi secara umum ?

Bagaimana Bentuk Reaksinya ?

Bagaimana Reaksi yang menyertainya ?

Faktor apa yang berpengaruh ?


BAB II

ISI

Seperti yang telah kita ketahui bahwa salah satu tipe reaksi

hipersensitivitas adalah kompleks imun yang merupakan tipe III dari reaksi

hipersensitivitas tersebut. Reaksi ini melibatkan antibodi dan antigen. Antibodi

yang berperan adalah Ig G dan Ig M yang kemudian mengaktifkan

komplemen dan selanjutnya mengaktifkan mediator.

A. MEKANISME REAKSI

Anti bodi yang beraksi dengan antigen yang bersangkutan akan

membentuk kompleks antigen-antibodi yang kemudian dapat mengendap

pada salah satu tempat pembentukan kompleks tersebut yang kemudian

menimbulkan reaksi inflamasi. Selanjutnya akan ada pengaktivan sistem

komplemen, pelapasan anafilatoksin yang kemudian merangsang pelepasan

berbagai mediator oleh mastosit. Selanjutnya akan terjadi vasodilatasi PMN

yang menghancurkan kompleks. Selain itu, PMN ( Polimorfonukleat )

juga melepaskan enzim-enzim proteolitik diantaranya proteinase dan enzim

pembentuk kinin. Apabila kompleks antigen antibodi mengendap di jaringan,

proses diatas bersama-sama dengan aktivasi komplemen dapat sekalugus

merusak jaringan sekitar kompleks. Jadi dengan demikian jelas bahwa

kompleks imuntersebut dapat menyebabkan proses inflamasi. Tapi, kalau

dibagi secara sitematis proses diatas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
Kompleks imun berinteraksi dengan dengan sistem komplemen

menghasilkan C3a dan C5a yang kemudian merangsang pelepasan

vasoaktive amine dan kemotaktik yang berasal dari basofil dan

trombosit.

Makrofage distimulasi untuk melepaskan sitokin yang penting dalam

dalam proses inflamasi

Kompleks imun segera berinteraksi dengan basofil dan trombosit melalui

reseptor Fc dan menghasilkan vasoaktive amine. Yang kemudian

meningkatkan permeabilitas vaskuler , memberi kesempata untuk

pengendapan kompleks imun pada dinding pembuluh darah yang

dilanjutkan merangsang pembentukan C3a dan C5a lebih lanjut. Sel-sel

PMN ditarik ketempat bersangkutan dan seharusnya dapat menelan

kompleks mun tetapi sulit dilakukan karena kompleks imun melekat

pada pmbuluh darah, untuk mengatasinya PMN melepaskan enzim

lisosom dengan cara eksositosis, tetapi karena fagosit menempel pada

kompleks imun yang melekat pada jaringan pembuluh darah, maka

enzim lisosom sekaligus dapat merusak jaringan.

B. BENTUK REAKSI

Reaksi tipe III ini memiliki 2 bentuk, yaitu :

1. Reaksi Arthus ( bentuk lokal )


Reaksi ini diteliti oleh Arthus dan hasil penelitianya dikenal dengan

fenomena arthus. Reaksi ini memerlukan antibodi dan antigen dalam jumlah

besar bila agregat menjadi besar, komplemen mulai diaktifkan. C3a dan C5a

( anafilatoksin ) yang terbentuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

dan terjadi udema. C3a dan C5a ini juga berfungsi sebagai faktor kemotaktik.

Netrofil dan trombosit mulai dikerahkan ketempat reaksi dan menimbulkan

stasis dan obstruksi total aliran darah. Neutrofil yang diaktifklan memakan

kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas

berbagai bahan seperti protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif. Akhirnya

terjadi perdarahan dan nekrosis jaringan setempat.

2. Reaksi Serum sickness ( bentuk sistemik )

Istilah dari reaksi ini berasal dari Pirquet dan Schick yang

menemukannya sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan

infeksi seperti diptheria dan tetanus yang berasal dari anti serum asal kuda.

Sekitar 1-2 minggu setelah serum kuda diberikan, timbul panas dan

gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit dibeberapa bagian

badan, sendi dan kelenjar getah bening.

C. REAKSI YANG MENYERTAI

Pada berbagai infeksi, atas dasar yang belum jelas dibentuk Ig yang

memberikan reaksi silang dengan beberapa jaringan normal. Reaksi ini


diduga merupakan manifestasi dari hipersinsitivitas tipe III ini. Manifestasi

tersebut antara lain :

Demam Reuma

Infeksi yang diakibatkan oleh streptococcus golongan A dapat

menimbulkan inflamasi dan kerusakan jantung, sendi dan ginjal. Beberapa

antigen dalam membran streptococcus bereaksi silang dengan antigen dati

otot jantung, tulang rawan dan mambran gremrulus. Antibodi terhadap

streptococcus diduga mengikat jaring normal tersebut dan mengakibatkan

reaksi inflamasi.

Artritis reumatoid

Faktor Reumatoid adalah anti Ig G yang berupa Ig M yang dapat

mengikat fraksi Fc dari Ig G. Reaksi tersebut menimbulkan inflamasi disendi

dan kerusakan yang khas.

Infeksi Lain

Pada bernagai pnyakit infeksi seperti malaria, virus, lepra, antigen

mengikat Ig dan membentuk kompleks imun yang diendapkan diberbagai

tempat.

Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja yang ditimbulkan dan merupakan manifestasi

dari reaksi tipe III ini anatara lain Farmers lung, Pigeon breeders disease,
Cheese washers disease, Bagassosis, Maple bark strippers disease,

Paprika worker disease dan Thached roof workers disease.

Lupus Eritematosus Sistemik ( LES )

Penyakit ini merupakan tipe yang sistemik. Tubuh membentuk antibodi

autoimin terhadap berbagai komponen tubuh dan menimbulkan manifestasi

penyakit sistemik.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN.

Faktor-faktor yang peran dalam reaksi tipe III ini adalah :

Ukuran Kompleks Imun.

Untuk menimbulkan kerusakan atau penyakit kompleks imun harus

mempunyai ukuran yang sesuai. Afinitas yang rendah akan membentuk

kompleks imun yang berukuran kecil, sehingga diduga individu yang

bersangkutan mudah menderita penyakit kompleks imun.

Aktivasi komplemen

Salah satu faktor penting yang lain adalah berfungsinya aktivasi

komlemen melalui jalur klasik, yaitu kontak langsung antigen antibodi.

Permeabilitas Pembuluh Darah.


Penyulut yang penting pengendapan kompleks imun adalah

peningkatan permeabilitas vaskuler yang salah satunya dapat disebabkan

karena peningkatan pelepasan vasoactive amine.

Proses Hemodinamik

Pengendapan kompleks imun paling mudah terjadi ditempat-tempat

dengan tekanan darah tinggi dan ada turbelensi.

Jadi, Hipersensitivitas tipe III ini kalau ingin dilihat lebih jelas

sebenarnya terdiri dari tiga fase yaitu :

1. Pembentukan AG-AB kompleks dalam sirkulasi

2. Deposisi AG-AB Kompleks

3. Reaksi Inflamasi.

Tempat penimbunan AG-AB kompleks adalah diginjal, sendi, kulit,

jantung dan penbuluh darah kecil.


BAB III

KESIMPULAN

Dari Uraian diatas dapat diambil kesimpulan :

Reaksi Kompleks Imun merupakan reaksi tipe III dari reaksi

Hipersensitivitas.

Reaksi Komplek imun dibagi menjadi 2 yaitu :

Reaksi Arthus ( Lokal )

Reaksi Serum Sickness ( Sistemik )

Reaksi yang menyertai antara lain :

Demem Reuma

Arthitis reumatoid

Infeksi lain

Penyakit Akibat Kerja

Lupus Eritematosus Sistemik

Faktor-faktor yang berpengaruh, antara lain :

Ukuran kompleks imun

Aktivasi komplemen

Permeabilitas pembuluh darah

Proses hemodinamik.
DAFTAR PUSTAKA

1. A. Price, Sylvia. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
2. Baratawidjaja, Karnen Garna. 2002. IMUNOLOGI DASAR Edisi kelima.
Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

3. Kresno, Siti Boedina. 2001. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur


Laboratorium Edisi keempat. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

4. M. Roitt, Ivan & Peter J. Delves. ROITTS Essential Immunology Tenth


Edition.

5. Rubin, Emanuel. Essential Pathology Third Edition. Lippincott Williams &


Wilkins : Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai