Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dengan semakin berkembangnya dunia usaha dan persaingan pasar yang

semakin ketat, maka kebutuhan akan adanya pendanaan menjadi semakin

meningkat. Dalam kondisi seperti ini, lembaga keuangan memiliki peran yang

penting dalam memenuhi permintaan masyarakat atas kebutuhan dana. Bank

sebagai salah satu lembaga keuangan yang berorientasi bisnis juga memiliki

peranan yang sangat penting dimana kegiatan perbankan yang paling pokok

adalah dengan cara menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkan

kembali pada masyarakat melalui pemberian kredit.

Di dalam dalam pemberian kredit, Bank/lembaga keuangan lainnya harus

memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus

dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum

memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap

watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan

merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh

tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.

Bank juga harus memperhatikan prinsip-prinsip dan aspek penilaian yang ada

dalam prosedur memberikan kredit kepada debitur.

1
2

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diungkapkan di atas, dapat

diidentifikasikan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai

berikut:
1. Apa saja yang dimaksud dengan jaminan perkreditan?
2. Apa saja prinsip-prinsip yang terdapat dalam perkreditan?
3. Apa saja aspek-aspek yang harus dinilai dalam memberikan kredit?
4. Bagaimana prosedur dalam memberikan kredit?

1.3. Tujuan Pembuatan Makalah


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi jaminan perkreditan.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip yang terdapat dalam perkreditan.
3. Untuk mengetahui aspek-aspek yang harus dinilai dalam memberikan

kredit.
4. Untuk mengetahui prosedur dalam memberikan kredit.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan : Kredit ialah penyediaan uang atau tagihan yang
3

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga.

Berdasarkan Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUHPerdata) Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang

satu memberikan pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini

akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama

pula.

Dari pengertian diatas dapat diambil beberapa unsur-unsur penting di

dalam pengertian Perjanjian Kredit, yaitu :

1) Adanya subyek hukum yang terdiri dari para pihak (2 orang atau lebih)

yang berposisi sebagai Kreditur (yang memberikan kredit) dan Debitur

(yang menerima kredit)

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang

Perbankan pihak Kreditor sebagai pemberi kredit merupakan lembaga Bank

(Badan Usaha), baik dalam bentuk Bank Konvensional (Bank Umum), maupun

Bank yang berdasarkan prinsip syariah, serta Bank Perkreditian Rakyat.

Sedangkan pihak Debitor adalah nasabah dari Bank bersangkutan yang telah

memperoleh kredit. Namun jika mengacu pada konsep hubungan hukum pinjam

meminjam, maka para pihaknya dapat berbentuk individu-individu, maupun

berbentuk badan usaha yang memiliki posisi yang sama baik sebagai Kreditor

(yang memberi pinjaman) dan Debitor (yang mendapat pinjaman).


4

2) Obyek hukumnya berupa uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang

menjadi obyek dari perjanjian kredit adalah uang sebagai alat pembayaran yang

sah yang harus dikembalikan oleh Debitur, atau dalam bentuk tagihan yang

didasarkan pada hak tagih (vorderingsrecht).

3) Berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam

Perjanjian pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 BW sebagai acuan dari

perjanjian kredit adalah : perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan

kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena

pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

4) Dalam bentuk Utang

Utang menurut ketentuan Pasal angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah :

Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam

mata uang Indonesia atau mata uang asing, baik secara langsung maupun yang

akan timbul dikemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau

undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi

memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan

debitor.

5) Dalam jangka waktu tertentu

Yaitu adanya periode waktu tertentu yang ditetapkan dan disepakati oleh

para pihak dalam perjanjian kredit untuk melakukan pelunasan hutangnya atau
5

periode waktu untuk melakukan pembayaran kredit (cicilan) utang kepada

kreditur.

6) Mengenal sistem bunga/bagi hasil

Suatu mekanisme jasa keuntungan dalam sistem perbankan konvensional

(umum) atau bagi hasil dalam sistem perbankan syariah.

2.2. Kategori Perjanjian Kredit

Dalam lingkup hukum perjanjian dikenal 2 (dua) kategori perjanjian,

yaitu:

1) Perjanjian Bernama (Benoemde Overeenkomst)

Perjanjian yang namanya / titelnya diatur di dalam BW, khususnya Buku

III title V XVIII. Adapun macam-macamnya adalah :

Perjanjian Jual Beli (Pasal 1457 1540 BW)


Perjanjian Tukar Menukar (Pasal 1541 1546 BW)
Perjanjian Sewa Menyewa (Pasal 1547 1600 BW)
Perjanjian Melakukan Pekerjaan (Pasal 1601 1617 BW)
Perjanjian Persekutuan (Pasal 1618 1652 BW)
Perjanjian Perkumpulan (Pasal 1653 1665 BW)
Perjanjian Hibah (Pasal 1666 1693 BW)
Perjanjian Penitipan Barang (Pasal 1694 1739 BW)
Perjanjian Pinjam Pakai (Pasal 1740 1753 BW)
Perjanjian Pinjam Meminjam (Pasal 1754 1769 BW)
Perjanjian Bungan Tetap / Bunga Abadi (Pasal 1770 1773 BW)
Perjanjian Untung Untungan (Pasal 1774 1791 BW)
Perjanjian Pemberian Kuasa (Pasal 1792 1819 BW)
Perjanjian Penanggungan Utang (Pasal 1820 1850 BW)
Perjanjian Perdamaian (Pasal 1851 Pasal 1864 BW)

2) Perjanjian tak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst)

Perjanjian yang namanya tidak diatur dalam Buku III BW, dimana nama

dan bentuknya selain dari ketentuan yang diatur dalam title V XVIII BW, namun
6

eksistensi dan keberadaanya diakui di masyarakat. Keberadaan perjanjian tak

bernama merupakan tuntutan dari perkembangan zaman dan biasanya diatur

dalam peraturan perundang-undangan sendiri, seperti: Perjanjian Kredit.

Pasal 1319 BW menyebutkan bahwa: Semua perjanjian baik yang

mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan nama tertentu,

tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat di dalam BW.

Dilihat dari 2 kategori perjanjian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

Perjanjian Kredit masuk pada ketegori Perjanjian tak Bernama atau Onbenoemde

Overeenkomst.

2.3. Prinsip-Prinsip Penyaluran Kredit

Ada dua fundamental dari analisis kredit modern, yaitu :

Pertama, penelitian terhadap sifat bisnis nasabah debitor dalam kaitannya

dengan sektor industri yang bersangkutan.

Kedua, adalah analisis terhadap cash flow perusahaan, yaitu untuk

mengetahui gerakan-gerakan dari uang tunai perusahaan dilihat dari segi sumber-

sumber dan segi pengunaan-penggunaannya berdasarkan data keuangan

perusahaan yang lalu. Sekali sumber-sumber dan penggunaan-penggunaan uang

tunai tersebut telah diketahui, maka perkiraan mengenai sumber-sumber dan

penggunaan-penggunaan uang tunai yang akan datang akan dapat diperkirakan

dengan baik.

Prinsip-prinsip diatas juga diakomodasi dalam Pasal 8 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, yaitu : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan


7

berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

2.4. Bentuk Perjanjian Kredit

Menurut ketentuan hukum yang terdapat pada Pasal 1320 BW bahwa

perjanjian kredit itu dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun tertulis, namun

dalam membuat perjanjian kredit harus dilakukan dalam bentuk tertulis, hal ini

memiliki beberapa alasan, yaitu :

1) Kompleksnya perumusan terhadap hak dan kewajiban dari para pihak,

dimana rumusan hak dan kewajiban tersebut harus didokumentasikan

secara tertulis agar para pihak dapat melihat dan mengkoreksi secara jelas

dan nyata akan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya.
2) Perjanjian yang dibuat secara lisan sangat sulit untuk dijadikan sebagai

alat bukti dalam pembuktian jika dikemudian hari menimbulkan sengketa

diantara para pihak, sehingga esensi dari perjanjian yang harus dibuat

secara tertulis adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.
3) Keberadaan Instruksi Presidium Kabinet Nomor: 15/EK/IN/10/1966

tanggal 10 Oktober 1966, dimana ditegaskan dilarang untuk melakukan

pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara Bank

dan Debitur atau antara Bank Sentral dan Bank-Bank lainnya. Surat Bank

Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa Nomor :

03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang

berbunyi :untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit.

Dengan keputusan-keputusan tersebut diatas, maka pemberian kredit oleh

Bank kepada debiturnya menjadi pasti bahwa:


8

1. Perjanjian diberi nama Perjanjian Kredit;

2. Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis.

Dalam praktek ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit, yaitu :

1) Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan, yaitu yang dinamakan akta

dibawah tangan. Artinya perjanjian yang dibuat dan disiapkan sendiri oleh

kreditor yang kemudian ditawarkan kepada debitor untuk disepakati.

Untuk efektifitas dan efisiensi biasanya kreditor sudah menyiapkan

formulir perjanjian dalam bentuk standard form yang isi, syarat-syarat dan

ketentuannya sudah disiapkan terlebih dahulu secara lengkap.


2) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan

akta otentik atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian

ini adalah seorang Notaris, namun dalam praktek semua syarat dan

ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh Bank kemudian diberikan

kepada Notari untuk dirumuskan dalam akta notariil.

2.5. Fungsi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh para pihak, baik yang

berbentuk akta dibawah tangan atau dalam bentuk akta otentik mempunyai fungsi

sebagai berikut:

1) Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang

membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai

kreditur dan debitur.


2) Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan

atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit

berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian

kredit.
9

3) Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari

perjanjian ikutannya yaitu perjanjian jaminan. Pemberian kredit pada

umumnya diikat dengan perjanjian jaminan atas barang bergerak maupun

tidak bergerak milik debitur atau pihak ketiga;


4) Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya

hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan

eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada Bank atau

kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu

melunasi hutangnya (wanprestasi).

2.6. Perjanjian Jaminan

Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk

diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari

hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.

Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan kredit dengan tujuan

untuk menghindarkan adanya resiko debitur tidak mampu melunasi hutangnya.

Apabila debitur karena suatu sebab tidak mampu melunasi hutangnya, maka

kreditur dengan bebas dapat menjual dan menutup hutang dari hasil penjualan

jaminan tersebut.

Jadi fungsi jaminan adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada

kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang

jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah

ditentukan.

2.7. Sifat Perjanjian Jaminan


10

Perjanjian Jaminan merupakan perjanjian pelengkap yang sifatnya

accesoir, yaitu perjanjian tambahan yang senantiasa dikaitkan dengan perjanjian

pokok. Tujuan Perjanjian Jaminan: Melengkapi Perjanjian Pokok dan untuk

menjamin kepastian debitur dalam melunasi hutangnya kepada kreditur.

Kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian

accessoir (perjanjian tambahan) itu menjamin kuatnya perjanjian jaminan tersebut

bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur, karena kedudukan perjanjian

jamian yang bersifat accessoir tersebut memiliki beberapa akibat-akibat hukum,

yaitu:

Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok


Hapusnya Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok
Jika Perjanjian Pokok batal, maka Perjanjian Accessoir juga ikut batal
Perjanjian Accessoir ikut beralih dengan beralihnya Perjanjian Pokok
Jika Perutangan Pokok beralih karena ; Cessi, Subrogasi, maka Perjanjian

Accessoir beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus


11

2.8. Penggolongan Dari Lembaga-Lembaga Jaminan

Ada beberapa penggolongan dari lembaga-lembaga jaminan yang dikenal

di dalam tata hukum Indonesia, berikut ini akan dijelaskan penggolongan dari

lembaga-lembaga jaminan tersebut.

1) Menurut Cara Terjadinya

Menurut cara terjadinya jaminan itu terbagi 2 (dua) yaitu: Jaminan yang

lahir karena Undang-Undang dan Jamian yang lahir karena Perjanjian.

Jaminan yang lahir karena Undang-Undang adalah jaminan yang adanya

ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan tanpa adanya perjanjian daripara

pihak. Contohnya : Hak Privilegi, Hak Retensi.

Jaminan yang lahir karena Perjanjian adalah jaminan yang timbul karena

sebelumnya sudah diperjanjikan dulu oleh para pihak. Contohnya : Hipotik,

Gadai, Credietverband, Fidusia, Borgtoch, Perjanjian Garansi, Perutangan

Tanggung-menanggung.

2) Menurut Penggolongannya

Menurut penggolongannya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan Umum

dan Jaminan Khusus.

Jaminan Umum:

Jaminan diberikan bagi kepentingan semua kreditur, dan menyangkut

semua harta kekayaan debitur


Hasil penjualan jaminan dibagi-bagi secara Ponds-Ponds Gelijk (dibagi

seimbang dengan besar kecilnya piutang masing-masing)


Jaminan umum timbulnya dari Undang-Undang
12

Jaminan Khusus:

Diberikan secara khusus untuk para kreditur yang sebelumnya telah

memperjanjikan dengan debitur terlebih dahulu


Dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan, yaitu hanya benda-benda

tertentu yang dapat digunakan sebagai jaminan


Dapat berupa jaminan yang bersifat perorangan, yaitu adanya orang-orang

tertentu yang sanggup memenuhi / membayar prestasi manakal debitur

wanprestasi
3) Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu: Jaminan Kebendaan dan

Jaminan Perorangan

Jaminan Kebendaan:

Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya


Tujuannya bermaksud untuk memberikan Hak Verhaal (hak untuk

meminta pemenuhan piutang) kepada kreditur terhadap hasil penjualan

benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya


Ciri khasnya adalah dapat dipertahankan (dimintakan pemenuhan)

terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak, baik

berdasarkan hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap para

kreditur dan pihak lawannya


Hak kebendaan selalu mengikuti bendanya (droit de suite / zaaksgevolg),

dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak hanya haknya tetapi

juga kewenangan untuk menjual bendanya dan hak eksekusi


Dikenal Azas Prioritas, yaitu bahwa hak kebendaan yang lebih dulu terjadi

lebih diutamakan dari pada hak kebandaan yang terjadi kemudian

Yang tergolong jaminan bersifat kebendaan adalah :

o Hipotik
o Credietverband
13

o Gadai
o Fidusia

Jaminan Perorangan:

Hak perorangan menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang

satu dengan yang lainnya


Jaminan yang bersifat perorangan memberikan Hak Verhaal kepada

kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh

pemenuhan dari piutangnya


Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta

kekayaan debitur seumumnya


Dikenal Azas Persamaan (Pasal 1131 & 1132 BW), yaitu bahwa tidak

membedakan mana piutang yang lebih dulu terjadi dan piutang yang

terjadi kemudian, semuanya mempunyai kedudukan yang sama terhadap

harta kekayaan debitur

Yang tergolong jaminan bersifat perorangan adalah:

o Borgtoch
o Perutangan Tanggung-menanggung
o Perjanjian Garansi
4) Menurut Obyeknya

Menurut obyeknya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu : Jaminan Benda

Bergerak dan Jaminan Benda Tidak Bergerak. Didalam sistem Hukum Perdata

pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai hubungan penting

dalam hal: Penyerahan, Daluwarsa (Verjaring), Kedudukan Berkuasa (Bezit), dan

Lembaga Jaminan.

Jaminan Benda Bergerak:

Penyerahannya dapat dilakukan dengan penyerahan nyata / penyerahan

secara simbolis.
Tidak mengenal daluwarsa
14

Kedudukan Berkuasanya berlaku azas sebagaimana tercantum dalam Pasal

1977 BW (Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai alas hak yang

sempurna)
Bentuk lembaga jaminannya adalah: Gadai, Fiducia, Hipotek

Jaminan Benda Tidak Bergerak:

Penyerahannya dilakukan secara yuridis yang bermasuk memperalihkan

hak tersebut yang dibuat dengan akte otentik dan didaftarkan.


Mengenal daluwarsa
Untuk kedudukan berkuasanya tidak berlaku azas yang tercantum pada

Pasal 1977 BW.


Bentuk lembaga jaminannya adalah: Hak Tanggungan, Credietverband.

5) Menurut Kewenangan Menguasainya

Menurut kewenangan menguasainya jaminan terbagi 2 (dua), yaitu:

Jaminan yang menguasai bendanya dan Jaminan yang tanpa menguasai bendanya.

Jaminan yang menguasai bendanya:

Obyek jaminannya dikuasai oleh kreditur


Memiliki Hak Preferensi (hak didahulukan) dalam pemenuhan piutang
Memiliki Hak Droit de Suite (hak yang senantiasa mengikuit bendanya)
Contohnya : Gadai, Hak Retensi

Jaminan yang tanpa menguasai bendanya:

Obyek jaminannya dikuasai dan dapat dimanfaatkan / dinikmati oleh

debitur
Tidak memiliki Hak Droit de Suite (hak yang senantiasa mengikuit

bendanya)
Contohnya : Hipotik, Fidusia

2.9. Hak Tanggungan


15

Hak Tanggungan pada hakikatnya merupakan hak jaminan atas tanah. Hak

ini akan dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam

UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.

Kemudian siapa yang bisa dikatakan sebagai pemengang hak tanggungan

atau subjek hak tanggungan ialah Pemberi Hak Tanggungan dan Pemegang Hak

Tanggungan. Yang dimaksud sebagai Pemberi hak tanggungan ialah orang atau

badan hukum yang mempuyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Sedangkan yang

pemegang Hak tanggungan adalah orang atau badan hukum yang berkedudukan

sebagai pihak yang berpiutang.

Klasifikasi Objek dari Hak Tanggungan dapat dilihat dari berbagai sudut

tergantung pada perkembangan lebih lanjut dari peraturan perundangundangan

yang mengatur mengenai hak tanggungan. Jika ditinjau dari yang ditunjuk oleh

UUPA (Pasal 4 ayat 1 UUHT) maka yang bisa menjadi objek hak tanggungan

hanyalah Hak Milik (Pasal 25 UUPA), Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA), Hak

Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA).Kemudian apabila ditinjau dari Yang ditunjuk

oleh UUHT (Pasal 4 ayat 2), dapat ditambahkan satu lagi macam hak tanggungan

ialah Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib

didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Sedangkan pada tahapan

akhir perkembangan hak tanggungan sebagaimana Yang ditunjuk oleh UU No. 16

tahun 1985 tentang Rumah Susun (Pasal 27 UUHT) menyatakan bahwa adapula

tambahan objek hak tanggungan ialah Rumah Susun yang berdiri di atas tanah

Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara serta

Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) yang bangunannya didirikan di
16

atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh

Negara.

Hak Tanggungan memiliki ciri-ciri yang dapat dibedakan dengan berbagai

hak lainnya ialah sebagai berikut:

Membuat kedudukan seorang kreditor menjadi diutamakan dibandingkan

kreditornya (droit de preference);


Mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada

(droit de suite);
Dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum pada

pihak-pihak yang berkepentingan ketika memenuhi asas spesialitas dan

asas publisitas;
Menyederhanakan pelaksanaannya eksekusi.

Hak Tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dipungkiri yakni

Tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), berarti Hak Tanggungan membebani

secara utuh obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian

utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban Hak

Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyeknya

untuk sisa utang yang belum dilunasi.


Hak Tanggungan hanya merupakan ikutan (accessoir) dari perjanjian

pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang

piutang. Keberadaan, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan

sendirinya tergantung pada utang yang dijamin pelunasannya tersebut.

2.10. Gadai
17

Gadai diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 1150 sampai dengan Pasal

1160 KUH Perdata. Pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH perdata adalah

sebagai berikut:

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu

barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang

lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu

untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada

orang-orang berpiutang lainnya; dengan mengecualikan biaya untuk melelang

barang tersebt dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah

barang itu digadaikan, biaya-biaya tersebut harus didahulukan.

2.11. Fidusia

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan

tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang jaminan fidusia mengatur tentang sifat-sifat dari jaminan

fidusia yang akan dijelaskan di bawah ini.

Sedangkan jaminan fidusia adalah hak-hak jaminan atas benda bergerak,

baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak,

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada

dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai acuan bagi pelunasan utang tertentu

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap

kreditor lainnya.

Ketentuan jaminan fidusia ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, dan berikut sifat-sifat dari jaminan fidusia
18

yang diatur dalam ketentuan undang-undang: Jaminan fidusia bersifat accesoir,

yang berarti bahwa jaminan fidusia bukan hak yang berdiri sendiri melainkan

kelahiran dan keberadaannya atau hapusnya tergantung dari perjanjian pokok

fidusia itu sendiri; Jaminan fidusia bersifat droit de suite, yang berarti bahwa

penerima jaminan fidusia/kreditur mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi

objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, dengan artian

bahwa dalam keadaan debitur lalai maka kreditur sebagai pemegang jaminan

fidusia tidak kehilangan haknya untuk mengeksekusi objek fidusia walaupun

objek tersebut telah dijual dan dikuasai oleh pihak lain; Jaminan fidusia

memberikan hak preferent, yang berarti bahwa kreditor sebagai penerima fidusia

memiliki hak yang didahulukan untuk mendapatkan pelunasan utang dari hasil

eksekusi benda jaminan fidusia tersebut dalam hal debitur cedera janji atau lalai

membayar utang;

Jaminan fidusia untuk menjamin utang yang telah ada atau akan ada, yang

berarti bahwa utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus memenuhi

syarat sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Fidusia, yakni:

Utang yang telah ada, adalah besarnya utang yang ditentukan dalam

perjanjian kredit; Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah

diperjanjikan dalam jumlah tertentu; Utang yang pada saat eksekusi, dapat

ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban

memenuhi suatu prestasi. Jaminan fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang,

yang berarti bahwa benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada

beberapa kreditur yang secara bersama-sama memberikan kredit kepada seorang

debitur dalam satu perjanjian kredit, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8
19

Undang-undang fidusia; Jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial, yang

berarti bahwa kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak untuk

mengeksekusi benda jaminan bila debitur cidera janji. Dan eksekusi tersebut dapat

dilakukan atas kekuasaan sendiri atau tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap.

2.12. Keadaan Memaksa (Overmacht)

Overmacht artinya keadaan memaksa. Dalam suatu perikatan jika Debitur

dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi prestasinya,

Debitur tidak dapat dipersalahkan/ di luar kesalahan Debitur. Dengan perkataan

lain Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya karena overmacht bukan karena

kesalahannya akan tetapi karena keadaan memaksa, maka Debitur tidak dapat

dipertanggung gugatkan kepadanya. Dengan demikian Kreditur tidak dapat

menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh Kreditur dalam

wanprestasi.

Pasal 1244 KUH Perdata menyebutkan: Jika ada alasan untuk itu si

berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga, apabila ia tidak

dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat

dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduka, pun

tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya, karenanya itu pun jika itikad buruk

tidaklah ada pada pihaknya.

Pasal 1245 KUH Perdata: Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus

digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak

disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang


20

diwajibkan, atau lantaran hal yang sama telah melakukan perbuatan yang

terlarang.

Berdasarkan pasal-pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa keadaan

memaksa adalah keadaan dimana Debitur terhalang dalam memenuhi prestasinya

karena suatu keadaan yang tak terduga lebih dahulu dan tidak dapat

dipertanggungkan kepadanya, debitur dibebaskan untuk membayar ganti rugi dan

bunga.

Akibat keadaan memaksa:

1) Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi.


2) Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai.
3) Resiko tidak beralih kepada debitur. Unsurunsur Keadaan memaksa:
4) Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;
5) Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;
6) Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu

dibuatnya perjanjian.

Sifat Keadaan memaksa:

Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Keadaan memaksa absolut:

Suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi

prestasinya kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir

bandang, dan adanya lahar. Contoh:si A ingin membayar utangnya pada si

B, namun tibatiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran utang,

terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak dapat membayar

utangnya pada B.

2) Keadaan memaksa yang relatif:

Suatu keadaan yang menyebabkan debitor masih mungkin untuk

melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus


21

dilakukan dengan memberikan korban yang besar, yang tidak

seimbang, atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan

manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.

Contoh: seorang penyanyi telah mengikatkan dirinya untuk menyanyi di

suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia menerima

kabar bahwa anaknya meninggal dunia.

2.13. Klausula-Klausula Penting Dalam Perjanjian Kredit

Asas kebebasan berkontrak yang berlaku dalam Hukum Perjanjian

mengisyaratkan para pihak untuk dapat memperjanjikan hal-hal apa saja yang

menurut mereka diperlukan sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan Pasal

1339 KUH Perdata. Alasan inilah yang membuat materi perjanjian kredit tidak

memiliki formulasi yang standar. Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah

tentu mengandung risiko.

Risiko yang dimaksud adalah ketidakmampuan debitur untuk membayar

angsuran atau melunasi kreditnya karena sesuatu hal yang tidak dikehendaki.

Maka, bank diwajibkan untuk mempunyai keyakinan akan kemampuan dan

kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya. Isi dari perjanjian kredit sangat

bervariasi, namun lazimnya terdapat klausula-klausula yang dianggap penting

untuk sebuah perjanjian kredit. Klausula-klausula yang dianggap penting dalam

suatu perjanjian kredit, antara lain:

1) Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause) yang

menyangkut pembayaran provisi, premi asuransi kredit dengan tujuan

untuk memperkecil risiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun


22

debitur dan asuransi barang jaminan, penyerahan barang jaminan beserta

dokumennya.
2) Klausula mengenai maksimum kredit (amount clause) yang merupakan

obyek dari perjanjian kredit dan menjadi batas kewajiban kreditur dalam

menyediakan dana selama tenggang waktu perjanjian. Klausula ini juga

terkait dengan penetapan nilai agunan yang diserahkan berikut dengan

besarnya provisi atau commitment fee.


3) Klausula mengenai jangka waktu kredit yang merupakan tenggang waktu

antara pemberian atau pencairan kredit oleh bank dengan pelunasan kredit

oleh debitur. Lazimnya, pelunasan kredit dilakukan dengan cara angsuran

sesuai kemampuan debitur. Berdasarkan jangka waktu ini pula, bank

memiliki hak tagih dan dapat melakukan teguran-teguran kepada debitur

dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya.


4) Klausula mengenai bunga pinjaman (interest clause) yang merupakan

penghasilan bank yang baik secara langsung maupun tidak langsung

diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit

tersebut. Berdasarkan Pasal 1765 dan 1767 KUH Perdata, penetapan

bunga di atas 6 % per tahun dapat dilakukan asalkan diperjanjikan secara

tertulis.
5) Klausula mengenai barang agunan kredit yang mengatur bahwa debitur

tidak dapat melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara

sepihak, tetapi harus berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam perjanjian

kredit, jaminan utang dapat berupa: Hak Tanggungan atas Tanah, hipotik,

fidusia, gadai, corporate garansi, personal garansi, pengalihan tagihan

(receivable assignment) dan sebagainya.


6) Klausula asuransi (insurance clause) yang bertujuan untuk mengalihkan

risiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas
23

kreditnya sendiri. Pada hakekatnya, penutupan asuransi ini bertujuan untuk

menjaga kepentingan bank dalam hal debitur tidak dapat membayar

kembali utangnya atau disebut kredit macet. Namun, ketika terjadi sesuatu

atas barang agunan atau kreditnya, bank bukan sebagai pihak dalam

perjanjian asuransi tersebut sehingga bank tidak memiliki kedudukan yang

kuat. Untuk mencegah hal tersebut, biasanya bank melakukan 2 cara.

Pertama, dengan menambahkan klausula pemberian kuasa dari nasabah

debitur kepada bank untuk menagih dan menerima pembayaran dari

maskapai asuransi. Perjanjian pemberian kuasa ini dianggap tidak

terpisahkan dengan perjanjian kredit dengan mengesampingkan sebab-

sebab berakhirnya pemberian kuasa menurut Pasal 1813 KUH Perdata.

Walaupun demikian, klausula ini dianggap memiliki kelemahan karena

pemberian kuasa tersebut tidak akan menghilangkan hak debitur untuk

menagih sendiri gantirugi dari maskapai asuransi. Cara kedua disebut

sebagai bankers clause yang dicantumkan pada perjanjian asuransi (polis

asuransi) bahwa debitur tersebut mengadakan perjanjian untuk

kepentingan bank sesuai yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata.

Dengan demikian, debitur tersebut tidak dapat menuntut haknya ketika

bank telah menyatakan kehendaknya untuk mempergunakan hak tersebut.


7) Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (negative clause)

yang pada utamanya bertujuan untuk melindungi kepentingan bank, baik

secara yuridis maupun secara ekonomis, antara lain larangan untuk

meminta kredit dari pihak lain tanpa seizin bank atau larangan mengubah

bentuk perusahaan atau membubarkan perusahaan tanpa seizin bank.


24

8) Trigger clause (opeisbaar clause) berupa klausula yang mengatur hak bank

untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu

perjanjian kredit belum berakhir.


9) Klausula mengenai denda (penalty clause) yang dimaksudkan untuk

mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pemungutan, baik mengenai

besarnya maupun mengenai kondisinya.


10) Expense clause yang mengatur mengenai beban biaya atau ongkos-ongkos

yang timbul sebagai akibat pemberian kredit dan biasanya dibebankan

kepada nasabah debitur, meliputi antara lain biaya pengikatan jaminan,

pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang dan penagihan

kredit.
11) Klausula mengenai ketaatan pada ketentuan bank untuk menjaga

kemungkinan adanya hal-hal yang belum diperjanjikan secara khusus,

akan tetapi masih dipandang perlu sehingga dianggap telah diperjanjikan

secara umum, misalnya tempat dan waktu pencairan serta penyetoran

kredit.
12) Dispute settlement (alternative dispute resolution) yang merupakan

klausula mengenai metode penyelesaian sengketa yang timbul antara

kredit dan debitur sebagai akibat dari perjanjian kredit tersebut


25

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. Kronologis Permasalahan

Berdasarkan informasi dari tribunnews.com pada tanggal 25 Juni 2014

perihal Hakim Periksa Pelapor Kredit Macet 75M bahwa Johansyah, kuasa

Subtitusi Bank Indonesia (BI) Banda Aceh yang melaporkan kasus kredit macet

pada Bank Aceh Cabang Lhokseumawe Rp 75,1 miliar ke Polda Aceh diperiksa

sebagai saksi dalam sidang kasus tersebut di Pengadilan Negeri (PN)

Lhokseumawe, Selasa (24/6). Majelis hakim kemarin juga memeriksa dua saksi

lain yang merupakan karyawan Bank Aceh.

Kasus itu menyeret Ishaq Abdullah, mantan Kabag Legal Bank Aceh

Cabang Lhokseumawe sebagai terdakwa. Terdakwa hadir ke ruang sidang

didampingi pengacaranya M Nur dan Maimun Idris SH. Johansyah menyebutkan,

pihaknya melakukan penyelidikan terkait kasus kredit macet itu setelah

mengetahui Non Performance Loan (NPL) atau kredit bermasalah berdasarkan

laporan Bank Aceh. Lalu, kita langsung memeriksa ke lapangan. Karena, kalau

NPL tinggi, maka kondisi bank itu sedang buruk, katanya.

Selain itu, berdasarkan informasi dari portalsatu.com tanggal 22 Juli 2016

perihal Mantan Kabag Kredit Bank Aceh Lhokseumawe Dieksekusi ke LP

menyebutkan Jaksa mengeksekusi Asnawi Abdullah, mantan Kepala Bagian

Kredit Bank Aceh Cabang Lhokseumawe ke LP Lhokseumawe, Jumat, 22 Juli

2016, sekitar pukul 12.00 WIB.


26

Asnawi merupakan terpidana perkara perbankan. Ia menyerahkan diri ke

Kejaksaan Negeri Lhokseumawe untuk dieksekusi sesuai putusan kasasi

Mahkamah Agung.

Terpidana dengan sukarela menyerahkan dirinya untuk dieksekusi tadi,

kata Kajari Lhokseumawe Mukhlis, S.H., melalui Kasi Pidana Umum Isnawati,

S.H.

Isnawati menjelaskan, Asnawi terjerat perkara perbankan pada penghujung

tahun 2013 silam. Secara umum ada kredit-kredit yang diajukan ke BPD Aceh

(sekarang Bank Aceh) diduga ada penyimpangan. Ada jaminan tidak sesuai

dengan besaran kredit. Misalnya, dipinjam (kredit) 1 miliar, agunan tidak

mencapai 1 miliar. Itu melanggar ketentuan, ujarnya.

Menurut Isnawati, pencairan kredit itu juga tidak memenuhi persyaratan

lainya. Ada yang di-mark-up jaminannya yang seharusnya nilai agunannya Rp50

juta dibuat Rp100 juta. Juga ada berkas-berkas yang dibuat fiktif, kata dia.

Ia menyebutkan, kasus itu terjadi pada 23 Desember 2013. Mulanya kasus

tersebut ditangani Kejaksaan Tinggi Aceh. Penyidikan di Kejati. Pada 23 Januari

2014, kasusnya dilimpahkan ke Kejari Lhokseumawe sebab locus atau tempat

perkaranya di Lhokseumawe (Bank Aceh Cabang Lhokseumawe), ujar Isnawati.

Isnawati menambahkan, Asnawi dihukuman lima tahun penjara, denda Rp. 10

miliar, subsidair enam bulan kurungan.

3.2. Putusan Mahkamah Agung

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor 78/Pid.B/2014/PN-Lsm

menyatakan Pengadilan Negeri Lhokseumawe yang mengadili perkara pidana


27

dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan

sebagai berikut dalam perkara Terdakwa Asnawi Abdullah Bin Abdullah

Setelah mendengar keterangan Saksi-saksi, Ahli dan Terdakwa

serta memperhatikan bukti surat dan barang bukti yang diajukan di persidangan;

Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh

Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:

1) Menyatakan terdakwa ASNAWI ABDULLAH BIN (Alm) ABDULLAH

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Perbankan melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah di ubah dengan UU No.

10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang Undang Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1)

Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP;


2) Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa ASNAWI ABDULLAH

BIN (Alm) ABDULLAH dengan pidana penjara selama 08 (delapan)

tahun dengan perintah agar terdakwa segera ditahan dan denda

Rp.20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah) subsidiair 3 (tiga) bulan

kurungan;
3) Menyatakan barang bukti berupa :
a. 1 (satu) rangkap hasil Investigasi Tim Mapping PT. Bank Aceh

pada 26 (dua puluh enam) debitur dan 16 (enam belas) debitur

(legalisir);
4) Menghukum pula terdakwa ASNAWI ABDULLAH BIN (Alm)

ABDULLAH untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu

rupiah)
28

Setelah mendengar pembelaan Terdakwa dan atau Penasihat Hukum

Terdakwa yang pada pokoknya sebagai berikut:

1) Dakwaan Jaksa terlalu kabur dimana dari 42 dakwaan Jaksa banyak


2) Terdakwa tidak terlibat, bahkan tidak mengetahui sama sekali;
3) Dakwaan Jaksa dengan mengaitkan Pasal 55 adalah sangat keliru dimana

dalam komite kredit berdasarkan keterangan ahli hanya dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan kewenangannya masing-masing;


4) Bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan Terdakwa tidak terbukti

melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Sehingga Penasihat Hukum memohon kepada Majelis Hakim untuk

membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan;

Setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum terhadap pembelaan

Terdakwa dan atau Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya sebagai

berikut:

1) Menolak semua nota pembelaan yang diajukan oleh Penasihat Hukum

Terdakwa;
2) Menyatakan terdakwa ASNAWI ABDULLAH BIN (Alm) ABDULLAH

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Perbankan melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah di ubah dengan UU No.

10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang Undang Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1)

Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP;


3) Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa ASNAWI ABDULLAH

BIN (Alm) ABDULLAH dengan pidana penjara selama 08 (delapan)

tahun dengan perintah agar terdakwa segera ditahan dan denda


29

Rp.20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah) subsidiair 3 (tiga) bulan

kurungan;
4) Menyatakan barang bukti berupa;
1 (satu) rangkap hasil Investigasi Tim Mapping PT. Bank Aceh pada 26

(dua puluh enam) debitur dan 16 (enam belas) debitur (legalisir);

Dengan memperhatikan, Pasal 191 ayat (1) Undang-undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan

lain yang bersangkutan;

MENGADILI:

1) Menyatakan Terdakwa Asnawi Abdullah Bin Abdullah tersebut diatas,

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan dakwaan

kedua;
2) Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan Penuntut

Umum;
3) Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat

serta martabatnya;
4) Menetapkan barang bukti berupa:
1 (satu) rangkap hasil Investigasi Tim Mapping PT. Bank Aceh pada

26 (dua puluh enam) debitur dan 16 (enam belas) debitur (legalisir);

Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk digunakan dalam perkara

lain atas nama Ishaq Abdullah Bin Abdullah;

5) Membebankan biaya perkara kepada negara.


30

BAB IV

ANALISIS KASUS

4.1. Subjek Hukum

Dari Putusan Mahkamah Agung nomor 78/Pid.B/2014/PN-Lsm

didapatkan subjek yang terlibat dalam perkara tersebut adalah:

Asnawi Abdullah Bin Abdullah, mantan Kepala Kredit Bank BPD Aceh

selaku pihak Kreditur;


IBRAHIM ILYAS - CV. Surya Indo Pratama, Hj. NURJAIN - PT. Bina

Putra Sanjaya, ANDRIANSYAH - UD. Putra Aceh Jaya Bersama, M.

YUSUF BAHAR - UD. Aceh Jaya Motor, NURUL AKBARI - CV. Arizki

Rental Mobil, NURUL AKBARI - Arizki Caf, SYAHKUBAT

ABDULLAH - Tuah Raja Abadi, TANGGY CV. Aneuk Aceh Group,

TANGGY Koperasi Industri Beureughang, HUSAINI - Mini Market

Nisam, SAID IBRRAHIM - Azizi Perkasa, SAIFUL BASRI - PT. Pasir

Putih Jaya, YUSRIZAL AB - CV. Harry Putra, SYARIFUDDIN YUSUF -

CV. Indonad Engico, RUSDIANSYAH - PT. Dara Baroe, ROSMAWATI -

PT Pakar Nusa Buana, ROSMAWATI - PT Pakar Nusa Buana, ADITA

FADLI - CV. Syarkah, MAWARDI ALI - CV. Ijarah, ZUL MUKHLIS -

CV. Beuligat Jaya, T. MULYADI - CV. Globalindo, MAGHFIRA UMRI

RADHI - CV. Fitrul Mandiri, SAIFANNUR - CV. Tahiro Satoh, HENDRA

- CV. Kasta Raya Utama, IVAN NOVARIA - CV. Raja Jeumpa,

WIWIK HANDAYANI - Toko Alsa Motor, MUNAWIR - UD. Kumita

Baru, ARIF FAISAL - Sinar Indah, ISMAIL - Toko Obat Peunawa, H.

THALEB - UD Berkah Jaya Motor, . ZAINUDDIN HUSIN - PT. Meurah


31

Jaya Abadi, FITRIA - CV. Arsyita Karya, IVO ASWITA - PT. Peutari

Tanisa, . IQBAL ANDRIANSYAH PUTRA - CV. Meukar Sahabat,

TAUFIK - CV. Double A, SANDEDY IBRAHIM, Koperasi Mugee Sabee

Sejahtera, KANA RISKHY, CV. Harapan Ternak, T. MAULIZAR - PT.

Nanggroe Investama, AMIRUDDIN - PT. Karya Jaya Birwalidain,

ABUBAKAR SULAIMAN - Koperasi Batee Meuasah dan NURDIN

ISMAIL - PT Lido Graha Hotel selaku pihak debitur.

4.2. Objek Hukum

Berikut objek hukum yang diangkat dalam putusan Mahkamah Agung di

atas sebagai berikut:

1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. IBRAHIM ILYAS - CV. Surya Indo

Pratama, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdri. Hj. NURJAIN - PT. Bina Putra

Sanjaya, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. ANDRIANSYAH - UD. Putra Aceh

Jaya Bersama, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. M. YUSUF BAHAR - UD. Aceh Jaya

Motor, Plafon sebesar Rp. 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta

rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdri. NURUL AKBARI - CV. Arizki

Rental Mobil, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdri. NURUL AKBARI - Arizki Caf,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. SYAHKUBAT ABDULLAH -
Tuah Raja Abadi, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar

rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. TANGGY CV. Aneuk Aceh Group
Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);
32

1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. TANGGY Koperasi Industri

Beureughang, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. RAZALI - UD Sinar Baru, Plafon

sebesar Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. HUSAINI - Mini Market Nisam,

Plafon sebesar Rp. 1.200.000.000,- (satu milyar dua ratus juta rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. SAID IBRRAHIM - Azizi Perkasa,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. SAIFUL BASRI - PT. Pasir Putih

Jaya, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. YUSRIZAL AB - CV. Harry Putra,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. SYARIFUDDIN YUSUF - CV.

Indonad Engico, Plafon sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima

ratus juta rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. RUSDIANSYAH - PT. Dara Baroe,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdri. ROSMAWATI - PT Pakar Nusa

Buana, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdri. ROSMAWATI - PT Pakar Nusa

Buana Plafon sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. ADITA FADLI - CV. Syarkah, Plafon

sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. MAWARDI ALI - CV. Ijarah, Plafon

sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. ZUL MUKHLIS - CV. Beuligat Jaya,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. T. MULYADI - CV. Globalindo,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


33

1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. MAGHFIRA UMRI RADHI - CV.

Fitrul Mandiri, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. SAIFANNUR - CV. Tahiro Satoh,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. HENDRA - CV. Kasta Raya

Utama, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. IVAN NOVARIA - CV. Raja

Jeumpa, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdri. WIWIK HANDAYANI - Toko Alsa

Motor, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. MUNAWIR - UD. Kumita Baru,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. ARIF FAISAL - Sinar Indah,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. ISMAIL - Toko Obat Peunawa, Plafon

sebesar Rp. 1.850.000.000,- (satu milyar delapan ratus lima puluh juta

rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. HAMDANI H. THALEB - UD

Berkah Jaya Motor, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,-;


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. ZAINUDDIN HUSIN - PT. Meurah
Jaya Abadi, Plafon sebesar Rp. 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus

juta rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. FITRIA - CV. Arsyita Karya,

Plafon sebesar Rp1.900.000.000,- (satu milyar sembilan ratus juta

rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. IVO ASWITA - PT. Peutari Tanisa,

Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. IQBAL ANDRIANSYAH PUTRA

CV. Meukar Sahabat, Plafon sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar

rupiah);
34

1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. TAUFIK - CV. Double A, Plafon

sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. SANDEDY IBRAHIM, Koperasi

Mugee Sabee Sejahtera, Plafon sebesar Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah);


1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. KANA RISKHY, CV. Harapan

Ternak, Plafon sebesar Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta

rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. T. MAULIZAR - PT. Nanggroe

Investama, Plafon sebesar Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta

rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. AMIRUDDIN - PT. Karya Jaya

Birwalidain, Plafon sebesar Rp. 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus

juta rupiah);
1 (satu) Berkas dokumen kredit sdr. ABUBAKAR SULAIMAN - Koperasi

Batee Meuasah, Plafon sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);


1 satu) Berkas dokumen kredit sdr. NURDIN ISMAIL - PT Lido Graha

Hotel, Plafon sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);


35

Anda mungkin juga menyukai