Anda di halaman 1dari 18

PHARMACY, Vol.12 No.

01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

EVALUASI PENERAPAN DOKUMENTASI PATIENT MEDICATION RECORD (PMR)


DI APOTEK WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS

EVALUATION OF IMPLEMANTATION OF PATIENT MEDICATION RECORD (PMR)


DOCUMENTATION IN PHARMACY AT BANYUMAS DISTRICT

Anjar Mahardian Kusuma, Rihan Basyiruddin Ahmad, Githa Fungie Galistiani

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto


Jalan Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202, 53182, Telp. (0281) 636751
Email: anjarmahardian@ump.ac.id (Anjar Mahardian Kusuma)

ABSTRAK

Pengobatan sendiri atau swamedikasi menjadi pilihan masyarakat untuk mengatasi


masalah kesehatannya yang bersifat sederhana dan umum di derita, dengan alasan lebih
murah dan praktis. Pelayanan swamedikasi ini tentu akan menjadi baik apabila apoteker
hadir di apotek serta melakukan catatan pengobatan pasien (PMR / Patient. Metode
penelitian menggunakan pasien simulasi dan interview bersifat sukarela dengan jenis
penelitian deskriptif observasional dan rancangan penelitian cross sectional. Hasil
Penelitian terhadap 58 apoteker di apotek Wilayah Kabupaten Banyumas yang bersedia
untuk di interview ada 36, dan 2 apotek masuk kategori ekslusi. Berdasarkan perpektif
pasien simulasi apoteker yang membuat PMR ada 7, sedangkan berdasarkan perspektif
apoteker yang selalu membuat PMR ada 10. Faktor pendukung dalam penerapan PMR
berdasarkan hasil interview dengan apoteker adalah dari sumber daya keuangan dan
sarana dan prasarana dengan pendapat bahwa dalam pengadaan lembar PMR tidak
membutuhkan dana besar dan tidak membutuhkan ruangan khusus untuk menyimpan
lembar PMR. Faktor penghambat dalam penerapan PMR adalah sumber daya manusia
dan pasien. Hal ini dikarenakan sebagian besar apotek di Banyumas hanya memiliki 1
apoteker sehingga apoteker memiliki kendala dalam waktu. Sedangkan dari pasien
dikarenakan pasien yang berkunjung ke apotek merupakan keluarga atau wali sehingga
menyulitkan apoteker untuk menggali informasi, dan masalah waktu pasien yang datang
dengan terburu-buru.

Kata kunci: catatan pengobatan pasien, patient medication record, apotek,


swamedikasi.

ABSTRACT

Self-medication becomes the choice of people to solve the common and simple health
suffered because of the low expensive and easy use. This kind of medication will be even
better if the pharmacist is present at pharmacy and records the patient medications. The
subject of this research was the simulation patients, and the inteview was done
voluntarily. The type of this research was observational descriptive with cross-sectional
design. Result show for this research involved 58 pharmacist in Banyumas Regency were

76
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

36 voluntary pharmacists to be interview, and 2 pharmacies were exlusions. Based on


the patients perspective, there were 7 pharmacists doing the documentation of PMR.
Meanwhile, based on the pharmacist perspevtive, there were 10 pharmacists doing the
documentation of PMR. The supporting factors in the implementation of documentation
of PMR referring to the interview with pharmacists were the financial resources and
facilities. It was said that the provision of PMR sheets did not take a large amount of
expense and did not need a special room to keep the PMR documents. The obstacle
faced in implementation of documentation of PMR came from the human resources and
the patients. It was caused by the fact that most of pharmacies in Banyumas only had
one pharmacist so that mostly it was difficult to manage the time. The other problem
coming from the patient was that mostly it was not the patient who bought the
medicine, but the relative or other family members, and most patients came in a hurry so
that the pharmacy found it difficult to get the information further.

Key words: PMR, patient medication record, pharmacy, self-medication.

77
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

Pendahuluan setiap pelayanan kefarmasian terutama


Pengobatan sendiri atau pelayanan swamedikasi yang
swamedikasi menjadi pilihan masyarakat dilaksanakan di apotek seharusnya
untuk mengatasi masalah kesehatannya dilengkapi dengan dokumentasi berupa
yang bersifat sederhana dan umum catatan pengobatan pasien (Patient
diderita, dengan alasan murah dan lebih Medication Record) untuk mendukung
praktis (BPOM, 2004). Apoteker terlaksananya pelayanan kefarmasian
hendaknya memberikan informasi yang berorientasi kepada pasien.
penting tentang dosis, cara pakai, kontra
indikasi, efek samping dan lain-lain yang Metode Penelitian
perlu diperhatikan oleh pasien (Menkes, Alat dan Bahan
1990). Jenis penelitian yang digunakan
Pelayanan swamedikasi ini tentu pada penelitian ini adalah deskriptif
akan menjadi baik apabila apoteker observasional. Rancangan penelitian
hadir di apotek serta melakukan catatan yang digunakan pada penelitian ini
pengobatan pasien. Hasil penelitian di adalah cross sectional. Populasi diambil
wilayah Banyumas menunjukkan bahwa dari data PC IAI Kabupaten Banyumas
34 apoteker melakukan catatan tahun 2014 dengan jumlah 137 apotek.
pengobatan pasien swamedikasi dan 32 Pada penelitian ini sampel adalah
apoteker melakukan pengarsipan apoteker baik yang telah mendapatkan
catatan pengobatan pasien untuk pelatihan pembuatan PMR maupun yang
swamedikasi tersebut (Amalia, 2012). belum di apotek Banyumas. Adapun
Padahal pada peraturan pemerintah no. untuk menentukan jumlah sampel yang
51 (PP No. 51) tahun 2009 menerangkan diteliti menggunakan rumus:
bahwa Pekerjaan Kefarmasian dilakukan
berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan, dan
Keterangan:
perlindungan serta keselamatan pasien n = jumlah sampel minimal
atau masyarakat yang berkaitan dengan n = jumlah populasi (137)
d = delta atau presisi absolut (ketepatan
Sediaan Farmasi yang memenuhi standar yang diinginkan) 10% (Nugrahaeni,
dan persyaratan keamanan, mutu, dan 2012).

kemanfaatan. Oleh karena itu, dalam

78
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

Dari rumus di atas maka diperoleh (Riyanto, 2011). Dalam penelitian ini
jumlah sampel mininal adalah sebesar: kriteria inklusi adalah:
1. Apoteker di wilayah Kabupaten
Banyumas yang melakukan
pelayanan kefarmasian di apotek
Sampel minimal yang harus
termasuk pelayanan swamedikasi.
diambil dari populasi adalah sebesar 58
2. Apoteker yang melakukan
apotek. Sebelum pengambilan sampel,
pelayanan kefarmasian di apotek
peneliti membagi kelompok apotek
saat penelitian berlangsung.
menjadi 4 bagian berdasarkan PC IAI
3. Satu apotek diwakili oleh seorang
Kabupaten Banyumas. Adapun jumlah
apoteker secara accidental.
apotek untuk masing-masing wilayah
4. Apoteker bersedia untuk di
yaitu wilayah Timur sebanyak 39 apotek,
wawancara dengan mengisi
wilayah Utara sebanyak 32 apotek,
informed consent.
wilayah Barat sebanyak 31 apotek, dan
b. Kriteria ekslusi
wilayah Selatan sebanyak 35 apotek (PC
Kriteria ekslusi adalah kriteria
IAI Banyums, 2013).
dari subjek penelitian yang tidak boleh
ada, dan jika subjek mempunyai
kriteria ekslusi maka subjek
dikeluarkan dari penelitian (Riyanto,
2011). Dalam penelitian ini kriteria
ekslusi adalah:
1. Apoteker di apotek klinik yang tidak
Sampel apotek diambil secara
melayani swamedikasi.
simple random sampling. Sampel pada
2. Responden sudah mengetahui
penelitian ditetapkan dengan kriteria
penelitian yang sedang berlangsung
inklusi dan ekslusi sebagai berikut:
yang diperankan oleh pasien
a. Kriteria inklusi
simulasi.
Kriteria inklusi adalah
3. Apotek yang telah dikunjungi
karakteristik umum subjek penelitian
sebanyak 3 kali tetapi peneliti/
pada populasi target dan sumber
pasien simulasi tidak dapat bertemu

79
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

dengan apoteker, atau apoteker simulasi dengan apoteker dibuat


tidak bersedia untuk interview. transkrip dialog sesaat setelah
Waktu dan Tempat Penelitian kunjungan. Apoteker yang
Penelitian dilakukan pada membuat PMR berdasarkan
bulan Desember 2014 - Mei 2015 di kesaksian dari pasien simulasi
apotek wilayah Kabupaten Banyumas. diperkuat dengan hasil transkrip
Cara Penelitian dialog.
1. Tahap persiapan b. Interview
Peneliti mengajukan izin kepada Proses interview dilakukan
organisasi profesi PC IAI Kabupaten setelah kunjungan pasien simulasi
Banyumas dan mengajukan perizinan selesai. Peneliti mengunjungi
kepada komite etik Universitas apotek yang menjadi sampel dan
Jendral Soedirman Purwokerto. bertemu dengan apoteker. Peneliti
Peneliti melakukan pelatihan sebelumnya menjelaskan
terhadap 3 pasien simulasi dengan penelitian yang akan dilakukan dan
memerankan sebagai penderita meminta persetujuan terhadap
dispepsia dibantu oleh praktisi apoteker melalui pengisian inform
apoteker dan teater perisai UMP. consent. Untuk tahap ini bersifat
Setelah pelatihan peneliti melakukan sukarela.
validasi terhadap 3 pasien simulasi Analisis Hasil
untuk 3 apotek di luar sampel. Analisis univariat digunakan
2. Tahap pelaksanaan untuk mendeskripsikan karakteristik
a. Pasien simulasi responden yang menghasilkan distribusi
Pasien simulasi mengunjungi frekuensi dan persentase (Notoatmodjo,
apotek dengan membawa alat 2010). Analisis univariat dalam penelitian
rekam. Apabila dalam ini adalah pelayanan swamedikasi
kunjungannya pasien simulasi 3 dengan pendokumentasian berupa PMR.
kali tidak dapat bertemu dengan
apoteker maka apotek tersebut Hasil dan Pembahasan
masuk kategori ekslusi dan diganti A. Hasil validasi
dengan apotek lain di luar sampel. Validasi dilakukan dengan
Hasil rekaman antara pasien pengambilan diluar sampel responden

80
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

yang berjumlah 3 apotek untuk 3 interview dilakukan oleh peneliti


pasien simulasi. Hasil dari pelatihan langsung dengan mengunjungi
pasien simulasi sesuai dengan apotek. Dari hasil interview peneliti
harapan bahwa kualitas alat rekam dapat mengidentifikasi status
yang digunakan seragam dan dapat apoteker, yaitu apoteker yang
didengar cukup jelas, serta informasi berstatus sebagai APA untuk wilayah
yang diberikan kepada apoteker oleh selatan ada 5, wilayah barat ada 7,
pasien simulasi sesuai berdasarkan wilayah timur ada 9 dan wilayah utara
pelatihan yang telah dilakukan. ada 6. Sedangkan untuk apoteker
B. Karakteristik responden yang berstatus sebagai apoteker
Selama berjalannya penelitian, pendamping untuk wilayah selatan
terdapat 13 apotek masuk kriteria ada 3, dan wilayah utara ada 6.
eksklusi karena pasien simulasi yang Berdasarkan pengalaman kerja
akan melakukan swamedikasi tidak yang diperoleh dari hasil interview
bertemu apoteker, kriteria tersebut terhadap 36 apoteker untuk apoteker
adalah apoteker tidak hadir setelah yang memiliki pengalaman kerja
pasien simulasi mengunjungi apotek kurang dari 1 tahun ada 1 apoteker, 1-
sebanyak 3 kali di waktu yang 5 tahun ada 21 apoteker, 6-10 tahun
berbeda, dan beberapa apotek tutup ada 13 apoteker, dan lebih dari 10
dikarenakan faktor lain dengan alasan tahun ada 1 apoteker.
yang tidak diketahui. Kemudian C. Evaluasi penerapan dokumentasi
PMR Wilayah Kabupaten Banyumas
peneliti melakukan pengocokan yang
Berdasarkan perspektif pasien
kedua sejumlah 13 apotek untuk simulasi
mengganti apotek yang tereksklusi,
Dari hasil kunjungan yang
sehingga total responden yang masuk
dilakukan oleh pasien simulasi,
kriteria inklusi adalah 58 apoteker di
apoteker yang melakukan penerapan
apotek wilayah Kabupaten Banyumas.
dokumentasi PMR di setiap wilayah
Untuk proses interview dari 58
kabupaten Banyumas dapat dilihat
apoteker yang bersedia ada 36, proses
pada Tabel 1.

81
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

Tabel 1. Penerapan PMR di Wilayah Kabupaten Banyumas


No Wilayah N Apoteker yang melakukan PMR
1 Purwokerto Timur 16 3 (18,75%)
2 Purwokerto Utara 14 2 (14,28%)
3 Purwokerto Barat 13 0 (0%)
4 Purwokerto Selatan 15 2 (13,3%)
Total 58 7 (12,06%)

Untuk mengidentifikasikan disampaikan oleh pasien simulasi.


bahwa apoteker membuat PMR Penggalian informasi yang dilakukan
berdasarkan kesaksian pasien simulasi oleh apoteker sesuai dengan Menkes
yang melihat apoteker mencatat (2004) yang mengatakan bahwa setiap
langsung hasil dari penggalian melakukan pelayanan swamedikasi
informasi dan didukung berdasarkan apoteker harus mendengarkan
hasil rekaman dalam bentuk transkrip keluhan penyakit pasien yang akan
dialog. Adapun hasil dari transkrip melakukan swamedikasi serta
dialog antara pasien simulasi dengan melakukan penggalian informasi dari
apoteker yang membuat PMR mereka pasien. Hal ini juga dapat membantu
menggali informasi mengenai apoteker dalam membuat
identitas pasien yang meliputi nama, dokumentasi PMR berdasarkan
alamat, usia, dan nomor telepon informasi dari pasien sehingga
pasien. Selain itu apoteker menggali apoteker dapat memilihkan obat
pula mengenai riwayat alergi pasien sesuai dengan kerasionalan dan
terhadap obat, gejala lain yang kemampuan ekonomi pasien.
dirasakan pasien, lama gejala yang Untuk memperoleh informasi
muncul, kebiasaan hidup pasien terkait penerapan dokumentasi PMR
sehari-hari seperti kebiasaan swamedikasi oleh apoteker, maka
merokok, meminum kopi, dan peneliti melakukan interview
keteraturan makan pasien, dan mengenai:
setelah penggalian itu selesai 1. Pertanyaan identifikasi terhadap 36
apoteker melakukan konfirmasi ulang apoteker yang melakukan
mengenai informasi terkait yang telah pelayanan swamedikasi.

82
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

Tabel 2. Apoteker yang melakukan pelayanan swamedikasi


Wilayah N (36) Melakukan Tidak Melakukan
Purwokerto Utara 12 12 (100%) 0 (0%)
Purwokerto Timur 9 9 (100%) 0 (0%)
Purwokerto Selatan 8 8 (100%) 0 (0%)
Purwokerto Barat 7 7 (100%) 0 (0%)

Berdasarkan hasil interview memerlukan obat non resep untuk


semua apoteker melakukan penyakit ringan dengan memilihkan
swamedikasi. Permenkes no 35 obat bebas dan bebas terbatas yang
tahun 2014 mengatakan apoteker sesuai untuk menjamin kesembuhan
yang melakukan praktik di apotek dan keamanan pasien.
melakukan pelayaan obat non 2. Pertanyaan untuk mengetahui PMR
resep atau pelayanan swamedikasi, bagian dari SPO pelayanan
dimana apoteker memberikan swamedikasi.
edukasi kepada pasien yang

Tabel 3. PMR bagian dari SPO swamedikasi berdasarkan 36 apoteker


Wilayah N (36) Melakukan Tidak Melakukan
Purwokerto Utara 12 7 (58,33%) 4 (33,33%)
Purwokerto Timur 9 8 (88,89%) 1 (11,11%)
Purwokerto Selatan 8 8 (100%) 0 (0%)
Purwokerto Barat 7 6 (85,71%) 1 (14,28%)

Apoteker yang membuat PMR terlatih untuk masing-masing


menjadi bagian dari SPO tugasnya, sehingga ketika ada pasien
swamedikasi ada 29 (80,55%) dari datang untuk swamedikasi akan
total 36 apoteker, sedangkan yang langsung didokumentasikan,
belum melakukan atau menerapkan apoteker lainnya menyatakan bahwa
ada 6 (16,67%). Ada satu apotek SPO antara apoteker yang bekerja di
yang mengatakan bahwa untuk SPO apotek berbeda sesuai dengan tugas
berlaku untuk semua apoteker dan dan tanggung jawab, serta ada
asisten apoteker, semuanya sudah beberapa apoteker untuk SPO belum

83
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

dibuat secara tertulis. Hal ini Dari hasil Interview apoteker


mengakibatkan terjadi perbedaan yang menerapkan PMR dengan
antara apoteker yang tidak membuat kriteria semua pasien ada 11
SPO pelayanan swamedikasi dengan apoteker (30,55%). Sebaiknya
apoteker yang membuat SPO kriteria dalam membuat PMR adalah
pelayanan swamedikasi. Pada semua pasien, namun apoteker
penelitian yang dilakukan Hastuti mempunyai pertimbangan lain
(2013) untuk apoteker yang bahwa pembuatan PMR yang
membuat SPO pembuatan PMR diutamakan adalah pasien yang
hanya 53,4%. Berarti pada penelitian menggunakan obat bebas terbatas
saat ini sudah ada perbaikan dalam atau obat wajib apotek yang
pembuatan SPO untuk PMR. membutuhkan perhatian khusus,
Dalam melakukan pekerjaan seperti terdapat efek samping, dan
kefarmasian yang baik, seorang interaksi obat terhadap makanan
apoteker harus berdasarkan Standar dan riwayat penyakit yang diderita
Prosedur Operasional (SPO) untuk pasien.
masing-masing jenis kegiatan yang D. Aspek pendukung dan penghambat
dalam pembuatan PMR
secara berkala perlu dilakukan
peninjauan kembali untuk dapat 1. Sumber daya manusia
disesuaikan dan disempurnakan, Berdasarkan hasil interview dari
termasuk di dalamnya dalam segi sumber daya manusia 16
membuat PMR untuk swamedikasi (44,44%) apoteker mendukung
(CPFB, 2011) dan PP 51 tahun 2009 untuk melakukan dokumentasi
menyebutkan SPO harus dibuat PMR dengan alasan bahwa PMR
secara tertulis dan diperbarui secara menjadi bagian terpenting
terus menerus sesuai dengan dalam pengarsipan pelayanan
perkembangan ilmu pengetahuan swamedikasi yang bertujuan
dan teknologi di bidang farmasi untuk mempermudah dalam
sesuai dengan ketentuan peraturan mencari data pengobatan pasien
perundang-undangan. dan monitoring perkembangan
3. Kriteria pasien yang penyakit pasien. Dari segi jumlah
didokumentasikan oleh apoteker.
tenaga kerja apoteker untuk

84
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

apotek yang terletak di kota untuk di apotek sini ada


rata-rata sudah memiliki apoteker pendamping dan
apoteker pendamping sehingga masing-masing apoteker
tugas dan tanggungjawab tidak diwajibkan membuat PMR
terlalu terbebani kepada dengan ditandatangani oleh
apoteker pengelola apotek apoteker yang membuat, jadi
(APA). Dalam segi waktu untuk jika ada komplain dari pasien
apotek yang terletak di kita bisa mengetahui siapa
pedesaan rata-rata kunjungan apoteker yang melayani pasien
pasien tidak terlalu banyak tersebut, gitu mas, kemudian
sehingga dalam melakukan apoteker lain mengatakan
pendokumentasian tidak apotek disini masih belum
menjadi kendala. Peneliti ramai mas, jadi untuk membuat
mengutip jawaban dari apoteker PMR seperti itu belum ada
yang mendukung penerapan kendala waktu dan tenaga
PMR dari segi SDM seperti apoteker mas.

Tabel 4. Aspek pendukung dan penghambat dalam pembuatan PMR berdasarkan


hasil interview
Aspek Mendukung Menghambat Abstain
SDM 16 ( 44,44%) 20 (55,55%) 0 (0%)
SDK 35 (97,2%) 0 (0%) 1 (2,8%)
Organisasi di apotek 26 (72,22%) 8 (22,22%) 2 (5,55%)
Sarana & prasarana 29 (80,55%) 4 (11,11%) 3 (8,33%)
Pasien 11 (30,55%) 25 (69,44%) 0 (0%)
Peraturan perundangan 10 (27,77%) 19 (52,77%) 17 (47,22%)

Selain itu 20 (55,55%) apoteker untuk pasien yang melakukan


memiliki hambatan dalam swamedikasi. Ada beberapa
menerapkan PMR dengan alasan apoteker yang berpendapat
bahwa waktu dan tenaga bahwa masih kurangnya
apoteker kurang jika tugasnya kesadaran dan kemauan dalam
ditambah dengan pembuatan PMR. Peneliti juga
pendokumentasian berupa PMR mengutip jawaban apoteker

85
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

yang menyatakan memiliki apoteker penanggung jawab


hambatan dalam penerapan berhalangan hadir maka dapat
PMR dari segi SDM seperti digantikan dengan apoteker
....kalau di apotek sini ketika pendamping yang kompeten
ramai dan Saya jaga sendiri sehingga dapat memberikan
mengalami kesulitan mas jika manfaat kepada masyarakat
harus ditambah dengan (Amalia, 2012). Namun pada
membuat PMR. Untuk pelaksanaannya sebagian besar
meringankan kerja apoteker apoteker sebagai pemilik sarana
penanggung jawab peraturan apotek mengalami kendala
pemerintah nomor 51 dalam dalam hal biaya yang harus
pasal 20 dan 24 menyebutkan dikeluarkan untuk menggunakan
bahwa apoteker dapat dibantu jasa apoteker pendamping.
oleh apoteker pendamping dan 2. Sumber daya keuangan
atau tenaga teknis kefarmasian Dari segi sumber daya keuangan
serta apoteker dapat 35 (97,2%) apoteker menyatakan
mengangkat apoteker mendukung untuk pengadaan
pendamping yang memiliki Surat lembar PMR dengan alasan
Izin Praktek Apoteker (SIPA). bahwa pengadaan lembar PMR
Meskipun untuk pengadaan tidak membutuhkan banyak
tenaga kefarmasian tersebut biaya, dan sumber biaya
bukan suatu keharusan, tetapi pengadaan berasal dari pasien
memiliki manfaat antara lain yang melakukan swamedikasi,
untuk kepentingan kelancaran sedangkan 1 (2,8%) apoteker
pelayanan di apotek sehingga menyatakan abstain dikarenakan
apoteker dapat mengutamakan untuk masalah keuangan adalah
seluruh aktivitasnya ditunjukkan sepenuhnya urusan PSA. Peneliti
bagi kesejahteraan pasien mengutip jawaban dari apoteker
dengan profesionalisme harus yang mendukung dari segi
menjadi filosofi utama yang keuangan seperti ... disini
mendasari praktek pekerjaan pasien belum terlalu banyak dan
kefarmasian, kemudian apabila lembar PMR juga masih sedikit

86
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

terpakai, jadi belum ada kendala PMR. Peneliti mengutip dari hasil
dalam hal pengadaannya mas, ya interview dengan apoteker yang
fotocopi paling berapa lah mas menyatakan mendukung dari
tidak mengeluarkan banyak segi organisasi di apotek seperti
biaya, apalagi format PMR yang ...kebetulan Saya selain jadi
saya buat masih sederhana. APA disini saya juga sebagai PSA,
3. Organisasi apotek jadi mengenai pengadaan PMR
Apoteker yang menyatakan tidak ada masalah, malah bagus
mendukung dari segi organisasi menurut Saya,..., selain itu
di apotek adalah 26 (72,22%) untuk hambatan yang muncul
dikarenakan sebagian besar seperti ... PSA disini kebetulan
pemilik sarana apotek adalah tidak selalu di tempat, jadi untuk
milik apoteker yang bekerja segala sesuatu yang
pada apotek tersebut sehingga berhubungan dengan apotek
standar prosedur operasional dan keuangan menunggu
dapat dijalankan sesuai dengan keputusan pemilik Mas,....
kebutuhan apotek dan pola 4. Sarana dan prasarana apotek
pengobatan masyarakat Apoteker yang menyatakan
setempat. Untuk apotek yang mendukung untuk menunjang
merupakan milik penerapan dokumentasi PMR
apoteker/pemilik modal bukan berdasarkan sarana dan
penanggung jawab sepenuhnya prasarana ada 29 (80,55%), 4
dalam pelayanan swamedikasi (11,11%) apoteker menyatakan
termasuk dalam pembuatan terdapat hambatan dan 3
PMR dipercayakan kepada (8,33%) apoteker abstain. Dalam
apoteker penanggung jawab. pengamatan peneliti dan
Sedangkan 8 (22,22%) apoteker berdasarkan hasil interview
menyatakan hambatan yang apotek yang telah dikunjungi,
muncul dikarenakan PSA tidak semuanya memiliki lemari untuk
selalu ada ditempat sehingga menyimpan dokumen
menyebabkan lemahnya pengobatan pasien dan ruang
koordinasi untuk pembuatan untuk konsultasi karena dalam

87
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

pendirian sebuah apotek hal lagi menurut aturan yang


tersebut merupakan persyaratan berlaku dan perlu adanya
yang harus dipenuhi (Menkes, penyesuaian kembali serta
2004). Untuk ruang konsultasi, lemari yang dimiliki kurang
sebagian besar apotek hanya cukup ruang sehingga perlu
menyediakan meja yang sejajar adanya penambahan ruang
dengan lemari OTC yang rawan lemari untuk penyimpanan PMR.
akan gangguan suara baik
Untuk kelengkapan lembar PMR
karena kendaraan ataupun
yang dimilki oleh apoteker
pasien lain yang berkunjung
berdasarkan hasil interview
mengingat sebagian besar
terdapat 24 (66,7%) dari 36
apotek terletak di pinggir jalan
apoteker mendokumentasikan
raya sehingga lalu lintas
dalam lembar PMR, dan 2 (5,6%)
kendaraan cukup menggganggu
apoteker pendokumentasian
ketika pasien akan
PMR dengan buku, sedangkan
berswamedikasi yang berimbas
10 (27,77%) belum menerapkan
pada ketidaknyamanan pasien
dokumentasi PMR swamedikasi.
serta ruang yang dimiliki apotek
Hal ini berbeda dengan hasil
terbatas, hanya sebagian kecil
penelitian yang dilakukan oleh
apotek yang memiliki ruangan
Hastuti (2013) mengatakan
khusus untuk pasien yang akan
bahwa 75,9% apoteker
swamedikasi. Padahal menurut
menyediakan dokumen PMR.
Menkes (2004) yang dimaksud
Padahal menurut PP 51 tahun
ruangan khusus adalah ruangan
2009 menyebutkan bahwa
tertutup untuk konseling bagi
pekerjaan kefarmasian yang
pasien yang sebagai upaya
berkaitan dengan pelayanan
menjaga kerahasiaan dan privasi
farmasi pada fasilitas pelayanan
pasien. Selain itu hambatan
kefarmasian wajib dicatat oleh
berasal dari software
tenaga kefarmasian sesuai
managemen apotek yang salah
dengan tugas dan fungsi.
satunya terdapat elektronik PMR
5. Pasien
yang saat ini sudah tidak sesuai

88
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

Terdapat 11 (30,55%) apoteker tetapi juga dalam ketepatan


menyatakan pasien mendukung memberikan terapi. Dari segi
adanya PMR karena pasien waktu yang dimiliki pasien
sudah mengetahui manfaat dari mereka umumnya datang ke
PMR, seperti kutipan hasil apotek dengan terburu-buru.
interview dengan apoteker yang Padahal seorang apoteker harus
mengatakan ... rata-rata pasien mampu memberikan rasa
disini memiliki pendidikan nyaman kepada pasien dengan
menengah ke atas Mas, jadi cara memberikan perhatian
mereka sudah pada ngerti ketika khusus mengenai pengobatan
ditanya-tanya untuk didata oleh yang akan diberikan (Cipolle,
Saya, jadi tidak memberikan rasa 2004).
khawatir pada mereka,.... 6. Peraturan perundangan
Untuk hambatan terdapat 25 Dari hasil interview terhadap 36
(69,44%) yang dimiliki apoteker apoteker di wilayah Kabupaten
ketika akan menerapkan PMR Banyumas sebagian besar
karena pasien yang datang mengetahui undang-undang
merupakan wali atau sanak yang berlaku khususnya dalam
saudara sehingga ketika akan pembuatan PMR. Sepuluh
digali informasi sangat minim (27,77%) apoteker mengatakan
informasi yang didapat, seperti bahwa undang-undang yang
kutipan dari hasil interview berlaku saat ini sudah cukup baik
berikut ...Saya mengalami dan tidak terlalu berat dalam
kesulitan Mas saat menggali penerapannya, dan Ikatan
informasi ketika yang datang Apoteker Indonesia (IAI)
bukan pasiennya atau yang Banyumas memberikan reward
datang merupakan keluarganya berupa SKP untuk apoteker yang
sehingga saat Saya tanya-tanya melakukan pendokumentasian
tentang riwayat sakitnya banyak PMR dibuktikan dengan
yang bilang tidak tahu,... hal ini pelaporan dalam bentuk fisik,
bukan hanya menghambat serta apoteker diminta oleh
dalam melakukan dokumentasi dinas terkait untuk melampirkan

89
PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN 1693-3591

pelaporan pelayanan Provinsi, Pemerintah Daerah


kefarmasian termasuk Kabupaten/Kota sesuai dengan
pembuatan PMR, sedangkan 19 kewenangannya serta organisasi
(52,77%) apoteker mengatakan profesi membina dan mengawasi
belum ada pengawasan dari pekerjaan kefarmasian yang
pemerintah terhadap undang- bertujuan untuk
undang yang berlaku dan bahkan mempertahankan dan
belum ada yang sempat meningkatkan mutu pekerjaan
membaca undang-undang kefarmasian sesuai dengan
terbaru seperti kutipan hasil perkembangan ilmu
interview berikut ... wah Mas pengetahuan dan teknologi.
malah Saya belum baca undang- 7. Pelatihan pembuatan PMR
undang itu hehe, nanti deh Saya Sebanyak 9 apotek yang
pelajari dulu, kalau memang baik dievaluasi apotekernya telah
ya akan saya terapkan,.... mengikuti pelatihan pembuatan
Padahal PP 51 tahun 2009 pada PMR dengan waktu efektif 4 jam,
Bab 5 pasal 58 menyebutkan metode yang digunakan adalah
Menteri, Pemerintah Daerah ceramah dan diskusi.

Tabel 5. Pengaruh pelatihan singkat terhadap pelaksanaan pembuatan PMR dalam


pelayanan swamedikasi
Tidak membuat PMR Membuat PMR Jumlah P Value
Mengikuti pelatihan 7 2 9 0,380
Tidak mengikuti pelatihan 35 12 47

Berdasarkan data pada Tabel 5, pengawasan dalam pelaksaan


diketahui bahwa pelatihan pembuatan PMR.
singkat tidak mempengaruhi
apoteker dalam membuat
Kesimpulan dan Saran
catatan pengobatan (p>0,05).
Kesimpulan
Hal ini dikarenakan waktu
Berdasarkan penelitian yang
pelaksanaan yang terlalu singkat
telah dilakukan, maka diperoleh hasil
dan juga belum ditegakkannya
sebagai berikut:

90
PHARMACY, Vol.10 No. 01 Juli 2013 ISSN 1693-3591

1. Penerapan dokumentasi PMR waktu pasien yang datang dengan


swamedikasi berdasarkan perspektif terburu-buru.
pasien simulasi terdapat 7 apoteker, 4. Apoteker yang menjadikan PMR
berdasarkan perspektif apoteker sebagai SPO pelayanan swamedikasi
terdapat 10 apoteker. ada 29 (80,55%) dari 36 apoteker,
2. Berdasarkan hasil interview dengan sedangkan 7 (19,45%) dari 36
apoteker aspek pendukung terbesar apoteker belum membuat.
berasal dari sumber daya keuangan 5. Pelatihan singkat (< 8 jam) tidak
sebanyak 35 (97,2%) dari 36 dapat meningkatkan pelaksanaan
apoteker dan sarana dan prasarana pembuatan PMR di apotek,
sebanyak 29 (80,55%) dari 36 Saran
apoteker dengan pendapat bahwa 1. Apoteker harus melakukan
dalam pengadaan lembar PMR tidak peningkatan pelayanan berupa
membutuhkan dana besar dan tidak pendokumentasian PMR terutama
membutuhkan ruangan khusus untuk pasien swamedikasi sesuai
untuk menyimpan lembar PMR. dengan PP 51 tahun 2009.
3. Aspek penghambat berdasarkan 2. Organisasi profesi terkait (PC IAI
jawaban apoteker berasal dari Banyumas) perlu membuat lembar
sumber daya manusia sebanyak 20 PMR yang disepakati bersama
(55,55%) dari 36 apoteker dan yang sehingga dapat diterapkan pada
berasal dari pasien sebanyak 25 setiap apotek.
(69,44%) dari 36 apoteker. Hal ini 3. Perlu dilakukan penelitian lebih
dikarenakan sebagian besar apotek lanjut akan manfaat PMR
di Banyumas hanya memiliki 1 berdasarkan perspektif pasien dan
apoteker sehingga apoteker memiliki perbedaan penerapan PMR antara di
kendala dalam waktu. Sedangkan desa dan kota.
dari pasien dikarenakan pasien yang
berkunjung ke apotek merupakan
Pustaka
keluarga atau wali sehingga
Amalia, F., 2012. Evaluasi kelengkapan
menyulitkan apoteker untuk administrasi pelayanan
menggali informasi, dan masalah kefarmasian berdasarkan PP
No.51 tahun 2009 di apotek
Kabupaten Banyumas. Skripsi.

91
PHARMACY, Vol.10 No. 01 Juli 2013 ISSN 1693-3591

Fakultas Farmasi, Universitas tentang standar pelayanan


Muhammadiyah Purwokerto. kefarmasian di apotek. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pelayanan
American Pharmaceutical Association, Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2007. A practical guide to Departemen Kesehatan Republik
pharmaceutical care. 3rd Ed. Indonesia.
Washington DC: American
Pharmaceutical Association. Depkes RI. 2009. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51
Andre, Y., Machmud, R., Murni, A.W., Tahun 2009 tentang pekerjaan
2013. Hubungan pola makan kefarmasian. Jakarta:
dengan kejadian depresi pada Departemen Kesehatan Republik
penderita dispepsia fungsional Indonesia.
Jurnal Kesehatan Andalas,
2(2):73-75. Depkes RI. 2006. Petunjuk teknis
pelaksanaan standar pelayanan
Anonim. 2014. Daftar apotek di Wilayah kefarmasian di apotek (SK
Banyumas. Ikatan Apoteker Nomor
Indonesia Banyumas. 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
BPOM RI. 2008. Informatorium obat Kefarmasian dan Alat Kesehatan
nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Badan Pengawas Obat dan Indonesia.
Makanan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2008. Petunjuk teknis
BPOM RI. 2004. Pengobatan sendiri. pelaksanaan standar pelayanan
Volume 5. Edisi November. kefarmasian di apotek (SK
Jakarta: Badan Pengawasan Obat Nomor
dan Makanan Republik 1027/MENKES/SK/IX/2004).
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C.
2003. Pharmaceutical care Hastuti, S.P. 2013. Penerapan CPFB di
practice the clinicians guide. Apotek Kabupaten Banyumas.
New York: McGraw-Hill Medical Skripsi. Fakultas Farmasi,
Publishing Division. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Dahlan, M.S. 2010. Besar sampel dan
cara pengambilan sampel dalam Mashuda, A. (ed.). 2011. Pedoman cara
penelitian kedokteran dan pelayanan kefarmasian yang
kesehatan. Ed. 3. Jakarta: baik (CPFB)/good pharmacy
Salemba Medika. practice (GPP). Jakarta:
Kerjasama Direktorat Jenderal
Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Rl No. Kesehatan Kementerian
1027/MENKES/SK/IX/2004 Kesehatan Republik Indonesia
Tanggal 15 September 2004

92
PHARMACY, Vol.10 No. 01 Juli 2013 ISSN 1693-3591

dan Pengurus Pusat Ikatan


Apoteker Indenesia.

Permenkes No 35 tahun 2014. Standar


pelayanan kefarmasian di
apotek. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.

Rahayu, W.I. 2010. Pengaruh sarana


apotek dan pembagian tugas
apoteker pengelola apotek (APA)
dan pemilik sarana apotek (PSA)
terhadap pelayanan kefarmasian
di Apotek Kabupaten
Purbalingga. Skripsi. Fakultas
Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

Truster, I. 2012. An approach to


dyspepsia for the pharmacist. SA
pharmaceutical Journal, 79(8):9-
16.

93

Anda mungkin juga menyukai