Anda di halaman 1dari 12

Hukum Berhijab dan Berjilbab

Ida Kanti Lestari

Abstrak
Hijab dan jilbab adalah hal yang membentuk prillaku muslimah saat ini.
Dahulu, hijab tidak begitu menarik perhatian umat Islam, walau ia adalah salah
satu perintah syara' bagi muslim perempuan. Hijab dan jilbab sebagai hal yang
fenomenal mengundang pertanyaan, apakah ia merupakan kesadaran beragama
bagi kaum muslim perempuan, atau adalah trend baru berbusana, ataukah kedua-
duanya. Berkaitan dengan hal di atas, dibutuhkan sebuah pencerahan secara
akademik dengan menelusuri hukum hijab dan jilbab menurut hukum fikih.
Dengan cara ini kontroversi tentang hijab dan jilbab di tengah-tengah masyarakat
Indonesia dan di dunia Islam lainnya dapat dpahami dan dan selanjutnya disikapi
secara arif.

A. PENDAHULUAN
Islam sebagai panduan hidup memilki ajaran tentang pergaulan manusia
secara bermartabat. Diakui, pergaulan antara laki-laki dan perempuan berpotensi
menimbulkan fitnah yang pada gilirannya menurunkan kehormatan manusia.
Sebagai agama wahyu, Islam telah menetapkan atruran-aturan bergaul antara laki-
laki dan perempuan. Hijab dan Jilbab adalah dua piranti hukum dalam Islam yang
mengatur tata pergaulan manusia sepantasnya.
Hijab adalah aturan Islam tentang keharusan menjaga jarak antara laki-laki
dan perempuan dalam bergaul. Dapat juga diartikan, hijab adalah pembatas dalam
rumah yang berfungsi agar tamu tidak langsung ke bagian rumah yang lebih
dalam. Hampir dipastikan, desain rumah saat ini telah memilki sekat bagi ruang
khusus untuk menerima tamu yang datang, dan telah didesain pula ruang khusus
untuk aktifitas seluruh anggota keluarga (mahram). Aturan hijab dalam Islam
ditemukan dalam surat al-Ahzab (33) ayat 53.
Menurut Imam al-Jashshash, ayat ini turun berkenaan dengan adanya
prilaku tamu-tamu Rasulullah SAW dalam suatu perjamuan di rumahnya. Tamu-
tamu itu keluar masuk setelah mencicipi makanan, namun ada juga berlama-lama
bercakap-cakap dengan bebasnya. Perilaku ini berpotensi memandang isteri-isteri
Rasul SAW sehingga turunlah ayat hijab agar tamu lakilaki Rasulullah SAW dan
isteri-isterinya terhindar dari fitnah.1
Selain hijab, jilbab juga telah diterangkan oleh Allah SWT dalam Alquran
surat Al- Ahzab (33) ayat 59. Jilbab adalah aturan syara' khusus untuk kaum
perempuan berupa perintah menutup tubuhnya dengan pakaian dalam aktifitasnya
dengan orang-orang yang bukan mahramnya. Dengan demikian jilbab lebih
spesifik tentang busana perempuan yang dapat membentengi dirinya dari fitnah
dan resiko pergaulan yang tak diinginkan.
Hijab dan Jilbab adalah dua persoalan yang secara syar'i ditujukan kepada
kaum perempuan demi terwujudnya pergaulan yang terhormat, harmoni dan
aman. Kedua hal ini berbeda esensinya, namun sangat terkait antara keduanya.
Dapat dikatakan, hijbab lebih bersifat umum, sedangkan jilbab sifatnya spesifik.
Atau dengan kata lain, hijab adalah tujuan, sedangkan jilbab adalah sarana untuk
mewujudkan esensi hijab itu.
Esesni hijab itu sendiri adalah terhindarnya hubungan syahwati antara
laki-laki dan perempuan yang bersumber dari pandangan.
Dalam penerapannya, persoalan hijab dan jilbab ternyata mengundang
kontroversi di kalangan umat Islam. Ada di antaranya yang sangat ekstrim,
sehingga banyak terlihat kaum perempuan keluar rumah beraktifitas dengan
menutup tubuhnya secara keseluruhan. Ada juga di antara mereka berhijab dengan
menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya. Kedua cara
berhijab ini terkadang mengklaim diri masing-masing sebagai yang paling sesuai
syariat dan paling benar.
Orang-orang Islam sejati dipastikan menyatakan diri berhijab sesuai
dengan syariat, perintah Allah SWT dan Rasulnya SAW. Hemat penulis, persoalan

1 Al-Jallali, Ahkam Alquran, Juz 3, (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr,


1993), h. 542
hijab dan jilbab perlu ditelusuri penjelasannya karena ia dapat terkait dengan
budaya etika dan estetika berbusana dan pendapat ulama sebagai budaya dalam
bentuk penalaran. Dengan cara ini penulis berkeyakinan, tulisan ini sedikit
banyaknya dapat mendekatkan dua kelompok muslim, yang eksklusif dan
inklusif.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Hijab
Secara etimologi jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang berarti
menghimpun atau membawa. Beberapa definisi jilbab menurut pandangan
beberapa ulama diantaranya: 2
a. Al-BaqoI menerangkan bahwa jilbab adalah baju yang longgar atau
kerudung penutup kepala wanita, atau semua pakaian yang menutupi
wanita, semua definisi tersebut dapat mncakup makna jilbab, apabila yang
dimaksud jilbab adalah baju, maka perintah mengulurkan adalah
menutupi tangan dan kaki. Kalau yang dimaksud adalah kerudung maka
perintahnya adalah menutup wajah dan leher kalu yang dimaksud adalah
pakaian yang menutupi baju, perintah itu adalah membuatnya longgar
hingga menutupi semua badan dan pakaian.
b. Ibnu Asyur memahami jilbab sebagai pakaian yang lebih kecil dari jubah
tetapilebih besar dari kerudung
c. ThabathabaI memahami jilbab sebagai pakaian yang menutupi badan atau
kerudung yang mnutupi kepala dan wajah wanita
Dalam surat Al-Ahzab (33) ayat 53, Allah SWT berfirman:



Terjemahnya:
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri
Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. (QS. Al-Ahzab: 59)

2 M. Quraish Syihab Tafsir al Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002). h.


72
Anas ra meriwayatkan bahwa ia dan Nabi SAW melihat dua orang laki-laki
bercakap-cakap di sekitar rumahnya, lalu beliau pergi. Ketika itu ada dua orang
laki laki melihat kepergian Rasul SAW dari rumahnya, dan keduanya bergegas
menyusulinya dan menyampaikan bahwa keduanya telah pergi. Ketika itu Nabi
SAW kembali ke rumahnya dan ia membuat tabir penutup antara aku dengannya,
dan dengan itu turunlah ayat hijab.3
Imam al-Jallali menerangkan bahwa ayat tersebut di atas mengandung
larangan memandang isteri-isteri Rasul SAW. Dengannya, para tamu diharuskan
berkomunikasi dari belakang tabir, karena yang demikian itu menimbulkan
jaminan lebih dekat dengan kesucian di antara mereka. Pandangan antara laki-laki
dan perempuan adalah sebab yang dapat menimbulkan syahwat seks di antara
mereka.4
Perintah hijab di atas dipahami sebagai langkah antisipatif dari resiko yang
mungkin menimpa isteri-isteri Rasul SAW. Dalam al-Qur'an, kehormatan
isteriisteri Rasul SAW sangat dijaga oleh Allah SWT. Berkaitan dengan hal ini,
tatacara isteri Nabi menerima tamu, beraktifitas dan bersosialisasi telah diatur
sedemikian rupa. Misalnya, isteri Nabi SAW telah diposisikan oleh Allah SWT
sebagai ibu orangorang mukmin, dan karenanya berlaku hukum larangan
mengawini para janda Rasul SAW. Begitu juga, isteri-isteri Nabi SAW
diperintahkan lebih banyak di rumah dan tidak melakukan tabarruj jahiliyah
(menggoda laki-laki dengan gerakan tubuh dan ucapan).
Sebebab turunnya ayat hijab di atas dapat dikatakan bersifat khusus,
yaitutatakrama bertamu di rumah Rasul SAW di mana isteri-isterinya dapat
menerima tamu. Kendati demikian, sebab khusus ini, oleh sebagian ulama
diperluas jangkauan esensinya kepada seluruh umat Islam. Pandang memandang
bukan hanya terjadi dengan isteri-isteri nabi, tetapi juga bagi umatnya,
sebagaimana ditekankan oleh Allah SWT dalam surat an-Nur ayat 30-31 agar

3 Ibid., h.79

4 Ibid., h. 543
orang mukmin laki-laki dan perempuan membatasi pendangannya terhadap lawan
jenisnya.
Menurut Quraish Shihab, Hijab yang diartikan sebagai pakaian yang
menutupi seluruh tubuh wanita adalah makna baru dalam perkembangan bahasa
dan belum dikenal pada masa turunnya Al-Qur'an.Menurutnya pula, arti hijab
semacam ini adalah tidak lain dari sebuah pemahaman, dan wanita yang tampil
dengan menutupi pakaian seluruh tubuhnya, tidak terkecuali muka dan kedua
tangannya disebut mutahjjibah.5
2. Hukum Mengenakan Jilbab
Seorang perempuan cerdik dan sholihah Ummu Abdillah Al-Wadiiyah
berkata: Sungguh, musuh-musuh Islam telah mengetahui bahwa keluarnya kaum
perempuan dgn mempertontonkan aurat adalah sebuah gerbang diantara gerbang-
gerbang menuju kejelekan dan kehancuran. Dan dengan hancurnya mereka maka
hancurlah masyarakat. Oleh karena itulah mereka sangat bersemangat mengajak
kaum perempuan supaya rela menanggalkan jilbab dan rasa malunya6
Beliau juga mengatakan: Sesungguhnya persoalan tabarruj
(mempertontonkan aurat) bukan masalah ringan karena hal itu tergolong
perbuatan dosa besar.
Allah taala berfirman,

5 M.Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah Pandangan


Ulama Masa lalu & Cendekiawan Kontemporer, (cet. 1, Jakarta:
Lentera Hati, 2004), h. 60

6 http://pengumpulhikmah.blogspot.com/2015/09/hukum-
mengenakan-jilbab-dan-cadar.html diakses pada tanggal 25
Desember 2016.


Terjemahnya:
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
utk menutup auratmu dan pakaian indah utk perhiasan. dan pakaian takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-
tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al-Araaf:
26)









Terjemahnya:
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tak di ganggu.dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 59)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi berkata: Ayat yang disebut
dengan ayat hijab ini memuat perintah Allah kepada Nabi-Saw agar menyuruh
kaum perempuan secara umum dengan mendahulukan istri dan anak-anak
perempuan beliau karena mereka menempati posisi yang lebih penting daripada
perempuan yang lainnya, dan juga karena sudah semestinya orang yang menyuruh
orang lain untuk mengerjakan suatu (kebaikan) mengawalinya dgn keluarganya
sendiri sebelum menyuruh orang lain. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah
taala (yang artinya), Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan
keluarga kalian dari api neraka. 7
Abu Malik berkata: Ketahuilah wahai saudariku muslimah, bahwa para
ulama telah sepakat wajibnya kaum perempuan menutup seluruh bagian

7 Ibid.,
tubuhnya,dan sesungguhnya terjadinya perbedaan pendapat yang beranggapan
hanyalah dalam hal menutup wajah dan dua telapak tangan.
Ummu Abdillah Al-Wadiiyah berkata: Ada segolongan orang yang
mengatakan bahwa hijab (jilbab) adalah dikhususkan untuk para isteri Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, sebab Allah berfirman (yang artinya): Wahai para
isteri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan lain, jika kalian bertakwa. Maka
janganlah kalian melembutkan suara karena akan membangkitkan syahwat orang
yang di dalam hatinya tersimpan penyakit. Katakanlah perkataan yang baik-baik
saja. (QS. Al-Ahzab: 32)
Maka jawabannya adalah: Sesungguhnya kaum perempuan dari umat ini
diharuskan untuk mengikuti isteri-isteri Nabi shallallahu alaihi wa ala aalihi wa
sallam. Syaikh Asy-Syinqithi mengatakan di dalam Adhwaul Bayan (6/584)
tatkala menjelaskan firman Allah: Apabila kalian meminta sesuatu kepada
mereka (isteri Nabi) maka mintalah dari balik hijab, yang demikian itu akan lebih
membersihkan hati kalian dan hati mereka (QS. Al-Ahzab: 53)
Alasan hukum yang disebutkan Allah dalam menetapkan ketentuan ini
yaitu mewajibkan penggunaan hijab karena hal itu lebih membersihkan hati kaum
lelaki dan perempuan dari godaan nafsu di dalam firman-Nya, yang demikian itu
lebih membersihkan hati mereka dan hati kalian. merupakan suatu indikasi yang
sangat jelas yang menunjukkan maksud bahwa mengenakan jilbab bisa menjaga
kebersihan hati.
Dengan begitu tak akan ada seorangpun diantara seluruh umat Islam ini
yang berani mengatakan bahwa selain isteri-isteri Nabi shallallahu alaihi wa ala
aalihi wa sallam tak membutuhkan kebersihan hati
Dengan keterangan yang sudah disebutkan ini maka anda mengetahui
bahwa ayat yang mulia ini menjadi dalil yang sangat jelas yang menunjukkan
bahwa wajibnya berhijab adalah hukum umum yang berlaku bagi seluruh kaum
perempuan, tak khusus berlaku bagi para isteri Nabi shallallahu alaihi wa ala
aalihi wa sallam saja, meskipun lafal asalnya memang khusus untuk mereka.
Di dalam kamus dijelaskan bahwa jilbab adalah gamis (baju kurung
panjang, sejenis jubah) yaitu baju yang bisa menutup seluruh tubuh dan juga
mencakup kerudung serta kain yang melapisi di luar baju seperti halnya kain
selimut atau mantel.8
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi berkata: Yang dimaksud jilbab
adalah pakaian yang berada di luar lapisan baju yaitu berupa kain semacam
selimut, kerudung, selendang dan semacamnya.
Ibnu Katsir menjelaskan: Jilbab adalah selendang yang dipakai di luar
kerudung. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Masud, Abu Ubaidah (di dlm
Maktabah Syamilah tertulis Ubaidah, saya kira ini adalah kekeliruan, -pent),
Qatadah, Hasan Al Bashri, Said bin Jubair, Ibrahim An-Nakhai, Atha Al
Khurasani dan para ulama yang lain. Jilbab itu berfungsi sebagaimana pakaian
yang biasa dikenakan pada masa kini (di masa beliau, pent). Sedangkan Al Jauhari
berpendapat bahwa jilbab adalah kain sejenis selimut.9

3. Hukum Hijab di Indonesia


Pada awalnya, jilbab dimaksudkan sebagai simbol wanita baik-baik, yang
harus mereka kenakan agar tidak mendapat gangguan dari laki-laki. Al-Jalili di
dalam kitab tafsirnya menjelaskan, ayat tentang jilbab di atas adalah simbol
wanita merdeka. Lebih lanjut ia menerangkan berkenaan dengan jilbab tersebut
bahwa perempuan sahaya tidak diperintahkan memakai jilbab, dan karena itu
Umar memukul perempuan sahaya yang berjilbab, dan menyuruh mereka
membukanya agar tidak menyamai perempuan merdeka ketika itu.10
Diriwayatkan oleh Ummu Salamah, adalah perempuan-perempuan
Madinah ketika keluar rumah, mereka seperti ada burung gagak di atas kepalanya
lantaran memakaipakaian warna hitam.11 Dari penjelasan tentang makna jilbab,
ternyata ditemukan perbedaan para ahli bahasa, ahli tafsir dan ahli fikih.

8 Ibid.,

9 Ibid.,

10 Ibid., h. 64

11 Ibid., h 102
Masyarakat muslim Indonesia, terutama kaum perempuannya memaknai jilbab itu
sebagai kerudung yang menutupi kepala leher dan dada.
Adapun pakaian yang dipadukan dengan jilbab disebut dengan busana
muslimah. Busana muslimah itu tak lain adalah pakaian yang longgar menutupi
seluruh tubuh. Pengertian ini sejalan dengan pendapat ahli yang mengatakan
bahwa jilbab adalah pakaian yang menutup badan, tangan dan kaki. Dengan
demikian, busana muslimah itu adalah pakaian modis yang panjang dan longgar
(long dress), sehingga ia dibedakan dengan pakaian casual wanita lainnya yang
tidak menutup seluruh auratnya. Pakaian yang disebut terakhir ini tidak dapat
disebut busana muslimah. Jilbab dalam pengertian kerudung penutup kepala, leher
dan dada sebagaimana yang umum dipahami oleh masyarakat muslim Indonesia
adalah sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nur (24) ayat 31:


Terjemahnya:
Dan hendaklah menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS. An-Nur: 31)

Ayat di atas dengan jelas memakai kata "khimar" yang berati kerudung.
Kerudung yang dimaksud ini harus memenuhi syarat yaitu dapat menutupi kepala
higga dada perempuan. Dengan demikian dipahami bahwa rambut perempuan
adalah aurat yang harus ditutupi kain. Dengan jilbab, kerudung itu bukan hanya
menutupi bagian rambut/ kepala saja, melainkan juga leher dan dada, sehingga
dipastikan ia harus memenuhi ukuran standar sesuai dengan fungsinya itu, dan
harus dengan cara tertentu. Kerudung yang hanya menutupi sebagian kepala
sehingga rambut kelihatan sebagian, dan hanya menutupi bagian leher saja, tidak
dengan dada, maka yang demikian pemakainya tidak dapat disebut berjilbab
sesuai dengan perintah syara'.
Di Indonesia, perempuan muslim ada yang berkerudung dan ada yang
berjilbab. Hanya saja jilbab itu diperluas maknanya sehingga mucul istilah jilbab
gaul yang menutupi bagian kepala dan leher saja, tidak dengan dada. Pada hal
bagian dada perempuan itu ada perhiasan khilqy (keindahan melekat) yang harus
ditutupi untuk menghindari fitnah. Bentuk dan tatacara berjilbab perempuan
muslim di Indonesia beragam.
Setidaknya ada dua bentuk cara berbusana yang dipandang Islami dan
sesuai syariat adalah dengan menutup seluruh tubuh pakaian disertai cadar
(mutahjjibah), dan tidak disertai dengan cadar. Bentuk yang disebut terakhir ini
adalah memakai kerudung yang memenuhi perintah syara' namun dengan kedua
tangan dan wajah terbuka. Kedua cara berbusana bagi perempuan tersebut lahir
sebagai apresiasi bagaimana seharusnya wanita menutup auratnya. Baik perintah
berhijab dalam arti awalnya dan pengembangannya, begitu juga perintah berjilbab
dalam arti awalnya dan pengembangannya semuanya beresensi aurat perempuan.
Dalam pada itu, salah satu pembahasan panjang di kalangan ulama dari masa ke
masa adalah batas aurat perempuan itu yang pada gilirannya melahirkan tatacara
berbusana bagi muslim perempuan.
Bagi yang berpendapat bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat,
maka mestilah ia berhijab dengan total (jilbab dengan cadar). Namun bagi yang
berpendapat bahwa berhijab yang tidak disertai dengan cadar maka mereka
sebebasnya saja memaknai perintah hijab yang kemudian mereka istilahkan
dengan hijab ataupun jilbab gaul yang mengikuti tren zaman sekarang. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya iman dan pemahaman mereka terhadap Islam,
padahal di dalam al-Quran bahwasanya hijab ataupun jilbab itu harus menutupi
seluruh tubuh, dan pakaian tersebut tidak boleh ketat haruslah longgar, untuk
Dalilnya adalah QS. An-Nuur : 31 serta QS. Al-Ahzab : 59. Sebagian ulama
memfatwakan bahwa diperbolehkan membuka wajah dan kedua telapak tangan,
hanya saja menutupnya adalah sunnah dan bukan sesuatu yang wajib.
C. PENUTUP
Pada dasarnya hukum jilbab ataupun hijab adalah kewajiban bagi setiap
muslimah yang mengaku dirinya telah memeluk agama Islam, namun kadang kala
mereka tidak menghiraukan kewajiban tersebut dikarenakan kurangnya iman
dalam diri mereka dan kurangnya pemahaman mereka terhadap agama Islam.
Oleh karena itu perlunya memberikan pemahaman akan kewajiban behijab
ataupun berjilbab ini, sehingga para kaum muslimah semuanya dapat
melaksanakan kewajiban ini.
Berhijab/ berjilbab gaul tidak ada dalam ajaran Islam akan tetapi
kebanyakan dari kalangan muslimah pada zaman sekarang ini sudah telah banyak
mengikuti hal tersebut sehingga tujuan berhijab/ berjilbab yang tadinya menutup
aurat menjadi pembalut aurat dikarekan berhijab/ berjilbab gaul memperlihatkan
lekukan tubuh, dan kain yang tipis. Hal tersebut menjadikan hilangnya esensi dari
hijab/ jilbab itu sendiri yang tujuan utama menutup aurat dan menjada diri dari
hal-hal yang berbau maksiat.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jallali. 1993. Ahkam Alquran, Juz 3, Beirut-Libanon: Dar al-Fikr.

http://pengumpulhikmah.blogspot.com/2015/09/hukum-mengenakan-jilbab-dan-
cadar.html diakses pada tanggal 25 Desember 2016.

Shihab, M.Quraish. 2004. Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah Pandangan Ulama


Masa lalu & Cendekiawan Kontemporer, cet. 1, Jakarta: Lentera Hati.

Syihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al Misbah, Jakarta : Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai