Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Hipertensi meningkatkan resiko dari peyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung
koroner, gagal jantung kongestif, stroke iskemik dan perdarahan, gagal ginjal, dan penyakit arteri
perifer. Hipertensi sering berhubungan dengan resiko penyakit kardiovaskular yang lain, dan
resiko itu akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya faktor resiko yang lain.
Meskipun terapi antihipertensi sudah terbukti dapat menurunkan resiko dari penyakit
kardiovaskular dan penyakit ginjal, namun masih sangat banyak populasi dengan hipertensi yang
tidak mendapatkan terapi atau mendapat terapi yang tidak adekuat.
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi
primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan
penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi
sekunder dan sangat tergantung dimana angka tersebut diteliti. Hampir semua hipertensi
sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi
ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebutt sebagai
penyakit jantung hipertensi). Selain itu hipertensi juga dapat menyebabkan stroke, gagal ginjal,
atau gangguan retina mata.
Krisis Hipertensi adalah keadaan yang sangat berbahaya, karena terjadi kenaikan tekanan
darah yang tinggi dan cepat dalam waktu singkat. Biasanya tekanan diastolik lebih atau sama
dengan 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam, disertai dengan gangguan fungsi jantung,
ginjal dan otak serta retinopati tingkat III IV menurut Keith-Wagner (KW).
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu waktu bisa jatuh kedalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis
Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang
ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi
sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk

1
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi hipertensi, terutama pada
usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi
lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi,
seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami tentang penyakit krisis hipertensi sehingga dapat mengatasi kasus krisis hipertensi
dengan tepat dan cepat serta mampu mengedukasikan kepada pasien bagaimana mencegah
terjadinya krisis hipertensi.
1.2.2 Tujuan khusus
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan :
1 Untuk mengetahui salah satu tugas dibagian penyakit dalam
2 Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Krisis Hipertensi dan Hipertensi Hearth
Disease ( definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesa, gejala dan tanda ,
diagnosa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosa banding, penatalaksanaan
dan pengobatan )

3 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai diagnosis dan tata laksana Krisis Hipertensi dan
Hipertensi Hearth Disease
2. Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Penyakit Dalam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi Hearth Disease

2
2.1.1 Definisi Hipertensi Hearth Disease

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantungdan/atau


kenaikan pertahanan perifer.
Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jikatekanan darah sistolik
yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik
yang lebih besar atau sama dengan 90mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang
120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan
dan dirata-rata.

2.1.2 Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum terjadi. Data
dari National Health and Nutrition Examination (NHANES) menunjukkan bahwa 50 juta atau
bahkan lebih penduduk Amerika mengalami tekanan darah tinggi. Angka kejadian
hipertensi di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1 juta
kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO, 2003 dan Chobanian et.al,
2004).
Dalam suatu data statistika di Amerika serikat pada populasi penderita dengan
risiko hipertensi dan penyakit jantung koroner, lebih banyak dialami oleh pria dari pada
wanita saat masih muda tetapi pada umur 45 sampai 54 tahun, prevalensi hipertensi
menjadi lebih meningkat pada wanita. Secara keseluruhan pada penderita wanita
prevalensi hipertensi akan meningkat seiring denganmeningkatnya usia, hanya sekitar 3%
sampai 4 % wanita pada umur 35 tahunyang menderita hipertensi, sementara >75%
wanita menderita hipertensi padaumur 75 tahun.
Di Indonesia, belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi hipertensi.Dari
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi diIndonesia adalah
8,3%. Sedangkan dari survei faktor risiko penyakitkardiovaskular (PKV) oleh proyek
WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90
masing-masing pada priaadalah 12,1% dan pada wanita angka prevalensinya 12,2% pada
tahun 2000.Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar
antara15%-20%.

3
2.1.3 Etiologi Hipertensi
Stres atau perasaan tertekan.
Kegemukan (Obesitas).
Kebiasaan merokok.
Kurang berolahraga.
Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
Konsumsi yang berlebihan atas garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.
Kurang mengonsumsi makanan yang berserat dan diet yang tidak seimbang.

2.1.4 Klasifikasi Hipertensi


Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan
batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas
optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam
klasifikasi tekanan darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak
digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan
bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk
terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke dengan demikian baik
dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga
tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih parah.
Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan
untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting mencegah peningkatan
tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah penurunan berat badan,
diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi
minum alcohol.

4
Klasifikasi Tekanan darah (mmHg)
Hipertensi Sistole Diastole
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre Hipertensi 120 139 mmHg 80 89 mmHg
Hipertensi
Stadium 1 140 159 mmHg 90 99 mmHg
Sadium 2 >160 mmHg > 100 mmHg
Table 1. klasifikasi hipertensi

Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau
idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya.
Paling sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi
primer
Patofisiologi hipertensi primer
Beberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi :
o Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik
o Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
o Retensi Na dan air oleh ginjal
o Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel
pada ginjal dan pembuluh darah
o Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi
endotel

Sebab sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun
sebagian besar disebabkan oleh ketidak normalan tertentu pada arteri.Yakni mereka
memiliki resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada
arteri arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau arterioles), hal
ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetic, obesitas, kurang olahraga, asupan
garam berlebih, bertambahnya usia, dll. Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain:
Factor Genetika (Riwayat keluarga)

5
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun
dalam suatu keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki
kemungkinan dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada
anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal.
Ras
Orang orang yang hidup di masyarakat barat mengalami
hipertensi secara merata yang lebih tinggi dari pada orang berkulit
putih. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka
mengolah garam secara berbeda.
Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya
pada masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre
menopause cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis
kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum
menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh
hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan
wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung

Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi
dari pada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula
dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh
perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan
rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih berhubungan
dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikiskuat
Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini
mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap
tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer
pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk

6
mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah
sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam
penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru,
kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri.
Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung
untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari
tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan
bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot
ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap
kg penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari
bobot total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara
signifikan.
Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah
bertambahdan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga
memperkuat efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika,
ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu
banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-orang
yang memakan hanya sedikit garam.
Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah
meningkat. Hal ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang
kecil dalam paru paru dan disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya
dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak
bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang
sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa
jantung untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih
tinggi.
Konsumsi alcohol

7
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara
keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi
tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras
memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari pada yang
meminum dengan jumlah yang sedikit.

Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat
suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini
sudahdiketahui penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang
dinamakan hipertensi sekunder. Umumnya penyebab Hipertensi sekunder
dapat disembuhkan dengan pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat
terhindar dari pengobatan seumur hidup yang sering kali tidak nyaman dan
membutuhkan biaya yang mahal.
Patofisiologi hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik
yang meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output,
contohnyaadalah renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical
tumor,feokromositoma dan obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan
dapatdisembuhkan sebelum terjadi perubahan struktural yang menetap,
tekanan darahdapat kembali normal.

Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah
yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan
targetorgan.
The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis hipertensi ini menjadi 2
golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat) dan Hipertensi urgensi
(mendesak).

8
Kedua hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang tinggi yaitu 180
mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan target organ pada hipertensi.
Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya tekanan
darah, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan tekanan darah yang sangat
pada seorang penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi
kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan
ginjal. Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda.

Hipertensi emergensi (darurat)


Ditandai dengan tekanan darah Diastolik > 120 mmHg, disertai
kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan
timbulnya sequele atau kematian. Tekanan darah harus diturunkan sampai
batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di
ruangan Intensive Care Unit atau (ICU).
Penanggulangan hipertensi emergensi :
Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat
antihipertensi parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah
menurunkan tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi menurunkan tekanan
arteri rerata (MAP) sebanyak 25 % dalam kurun waktu kurang dari 1 jam.
Apabila tekanan darah sudah stabil tekanan darah dapat diturunkan sampai
160 mmHg atau 100-110 mmHg dalam waktu 2 6 jam kemudian.
Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan darah sasaran
(<140 mmHg atau < 130 mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal
kronik) setelah 24 48 jam.

Hipertensi urgensi (mendesak)

9
Hipertensi mendesak ditandai dengan tekanan darah diastolik >120
mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran.
Tekanan darah harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas
yang aman memerlukan terapi oral hipertensi. Penderita dengan hipertensi
urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita
ditempatkan diruangan yang tenang tidak terang dan tekanan darah diukur
kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat meningkat,
maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat obat oral
antihipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup
memuaskan.
Penanggulangan hipertensi urgensi :
Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak dilakukan
dengan menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau
meningkatkan dosis antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan
menyebabkan penurunan tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan
darah yang sangat cepat menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau
130/80 mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik)
harus dihindari. Hal ini disebabkan auto regulasi aliran darah pada penderita
hipertensi kronik terjadi pada tekanan yang lebih tinggi pada orang dengan
tekanan darah normal, sehingga penurunan tekanan darah yang sangat cepat
dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident, infark miokard dan
gagal ginjal akut.

2.1.5 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu Peningkatan tekanan darah yang


dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Mekanisme hipertensi tidak dapat
dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis
antara faktor genetik, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai
perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan
darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan saraf simpatis,

10
meningkatnya aktifitas renin angiotensin alosteron, perubahan membransel,
hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan beberapa faktor yang terlibatdalam
mekanisme hipertensi. Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi
oleh system renin angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti
hipertensi bekerja dengan mempengaruhi sistem tersebut.

Renin angiotensin aldosteron adalah sistem endogen komplek yang berkaitan


dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin
aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur
keseimbangan cairan,natrium dan kalium. Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada
aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi
tekanan darah.

gambar 1. Renin angiotensin aldosterone system

2.1.6 Diagnosa Hipertensi

11
Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi
mempunyai beberapa tujuan :
Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi
Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular
Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang menyertainya
Mencari kemungkinan penyebabnya
Diagnosis hipertensi menggunakan tiga metode klasik yaitu:
Pencatatan riwayat penyakit (anamnesis)
Pemeriksaan fisik (sphygomanometer)
Pemeriksaan laboraturium (data darah, urin, kreatinin serum, kolesterol)
Kesulitan utama selama proses diagnosis ialah menentukan sejauh mana pemeriksaan
harus dilakukan. Dimana pemeriksaan secara dangkal saja tidak cukup dapat diterima
karena hipertensi merupakan penyakit seumur hidup dan terapi yang dipilih dapat
memberikan implikasi yang serius untuk pasien.

2.1.7 Prosedur dan Kriteria Diagnosis


Cara pemeriksaan tekanan darah, yaitu :
Anamnesis
- Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang,
sewaktu bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami
ketegangan.
- Keluhan sistem kardiovaskular (berdebar, dada terasa berat atau
sesak terutama sewaktu melakukan aktivitas isomerik)
- Keluhan sistem serebrovaskular (susah berkonsentrasi, susah tidur,migrain,
mudah tersinggung, dll)
- Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan
- Lamanya mengidap hipertensi. Obat-obat antihipertensi yang telahdipakai,
hasil kerjanya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkan
- Pemakaian obat-obat lain yang diperkirakan dapat mempermudahterjadinya
atau mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid,analgesik, anti

12
inflamasi, obat flu yang mengandung pseudoefedrinatau kafein, dll),
Pemakaian obat kontrasepsi, analeptik,dll
- Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan keduaovarium atau
menopause
- Riwayat keluarga untuk hipertensi
- Faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular atau kebiasaan buruk (merokok,
diabetes melitus, berat badan, makanan, stress, psikososial, makanan asin dan
berlemak)
Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tekanan darah pada 2 3 kali kunjungan berhubung variabilitas
tekanan darah. Posisi terlentang, duduk atau berdiridilengan kanan dan kiri
- Perabaan denyut nadi diarteri karotis dan femoralis
- Adanya pembesaran jantung, irama gallop
- Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal
- Denyut nadi diekstremitas, adanya paresis atau paralisis

13
Gambar 2. Alur pendekatan diagnostic pada pasien hipertensi
Penilaian organ target dan faktor-faktor resiko
- Funduskopi, untuk mencari adanya retinopati keith wagner i-v
- Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri,abnormalitas
atrium kiri, iskemia atau infark miokard
- Foto thoraks, untuk melihat adanya pembesaran jantung dengankonfigurasi
hipertensi bendungan atau edema paru
- Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatin serum, asam urat, gula darah, profil
lipid K+ dan Na+ serum

14
2.1.8 Manifestasi Klinis Hipertensi
Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun,
dan berupa :
Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

2.1.9 Dampak Hipertensi


Hipertensi yang diabaikan atau tidak diobati dapat menyebabkan berbagaimacam
gangguan kardiovaskular, serebrovaskular dan renal. Hipertensi dapat merupakan
penyebab tunggal atau hanya merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan
tersebut. Tingkat kerusakan organ umumnya berhubungan dengan nilai tekanan darah,
meskipun tidak selalu demikian. Ada kalanya nilai tekanan darah yang tinggi tidak
disertai dengan kerusakan organ sasaran, dan begitupula sebaliknya.
Terdapat kerusakan organ pada kenaikan nilai tekanan darah yang sedang. Hipertensi
dianggap faktor resiko yang paling penting karena hipertensi adalah faktor yang
menyebabkan serangan jantung, gagal jantung, stroke dan kerusakan ginjal.

2.1.10 Kerusakan Pada Target Organ


Selanjutnya, bila hipertensi tidak ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin,
hipertensi akan mengakibatkan kerusakan organ dalam tubuh terjadi, diantaranya adalah:
Jantung
Hipertensi dapat berkomplikasi kepada jantung. Baik secara tak langsung
melalui peningkatan perubahan atherosklerotis, maupun secara langsung melalui
efek yang berkaitan dengan tekanan darah. Hipertensi dapat mengakibatkan CVD
(Cardio Vascular Disease) dan meningkatan resiko kejadian iskemik, semisal angina

15
dan MI. Selain itu, sebagai mekanisme kompensasi dari jantung dalam merespon
naiknya tahanan pembuluh darah karena meningkatnya tekanan darah, hipertensi
dapat memperparah LVH (Left Ventricular Hypertrophy). LVH sendiri merupakan
perubahan miokardial (selular), bukan perubahan arterial. Ini patut diwaspadai
karena LVH tergolong faktor resiko berbahaya akan terjadinya CAD (Coronary
Acute Disease), HF (Heart Failure), dan arrhythmias. Sebagaimana diketahui, HF
merupakan dampak negatif hipertensi terbesar untuk jantung. Lebih jauh, HF
dapat menurunkan kemampuan kontraksi (disfungsi sistolik) atau
ketidakmampuan untuk mengisi darah (disfungsi diastolik). Hipertensi yang
tidak terkontrol merupakan salah satu pemicu HF.
Otak
Terjadinya transcient ischamicattacks, stroke iskemik, infark serebral, dan
perdarahan otak. Peningkatan tekanan darah sistolik yang berkepanjangan dapat
menyebabkan hypertensi veenchephalopathy. Uji klinis membuktikan, terapi
hipertensi dapat menurunkan resiko stroke kambuhan maupun stroke yang baru
dialami pertama kali.
Ginjal
GFR (Glomerulus Filtration Rate/Laju Filtrasi Glomerulus) digunakan untuk
mengetahui fungsi ginjal. GFR menurun seiring bertambahnya usia,
namun penurunan itu dapat dipercepat oleh hipertensi. Hipertensi berhubungan
dengan nephrosclerosis, yang mana menyebabkan peningkatan tekanan intra
glomerular.
Mata
Hipertensi dapat menyebabkan retinopati yang berkomplikasi pada
kebutaan. Keparahannya diklasifikasikan menjadi empat, yakni:
- Tingkat 1 : Ditandai dengan menebalnya diameter arteri, yang menyebabkan
vasokonstriksi
- Tingkat 2 : Ditandai dengan nicking pada arterio venous (AV), yang
menyebabkan atherosclerosis
- Tingkat 3 : Terjadi jika hipertensi tidak kunjung diobati yangdapat
menyebabkan cotton wool exudates dan flame hemorrhage

16
- Tingkat4 : Muncul sebagai akibat dari kasus yang semakin parah, yang
ditandai dengan papill edema.
2.1.11 Komplikasi
Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini
tidak disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi sebagai berikut:
Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan
transient iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan
stroke iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi
dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan
(haemorrhage), yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat
tinggi. Penderita hipertensi yang berusia lanjut cenderung menderita stroke
dan pada beberapa episode menderita iskemia serebral yang mengakibatkan
hilangnya fungsi intelektual secara progresif dan dementia. Studi populasi
menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg menurunkan
resiko terjadinya strok.
Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko
terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian
mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan
antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan
adanya factor factor resiko lain yang dapat menyebabkan penyakit jantung
koroner. Meskipun demikian, suatu percobaan klinis yang melibatkan sejumlah
besar subyek penelitian (menggunakan -Blocer dan tiazid) menyatakan bahwa
terapi hipertensi yang adequate dapat menurunkan resiko terjadinya
infark miokard sebesar 20%.

Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif
menyatakan bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali
lebih besar untuk menderita gagal jantung dari pada penderita tanpa riwayat

17
hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun
tidak dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat
menunda terjadinya gagal jantung selama beberapa decade.
Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi
terhadap peningkatan afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan
darah yang tinggi. Pada akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen,
dan hal ini bersamaan dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang
sering dijumpai pada penderita hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya
iskemik miokard. Penderita hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri
memiliki peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia (fibrilasi atrial dan aritmia
ventrikular) dan penyakit atherosklerosis vaskular (penyakit koroner dan penyakit
arteri perifer).
Penyakit vaskular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit
vaskular perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang
diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi
atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat
seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke.
Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata yang
disebut retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral
retinalfalmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan
papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-
kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol
arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti
nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent
karenarusaknya retina.
Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi.
Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi

18
ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri ginjal
kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis
yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat.

2.1.12 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan pengobatan hipertensi harus secara holistik dengan tujuan


menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan menurunkan tekanan
darah seoptimal mungkin sambil mengontrol factor factor resiko kardiovaskular
lainnya, memilih obat yang rasional sesuai dengan indikasi dan mempunyai efek samping
yang kecil, untuk ini dianjurkan pemberian obat kombinasi, dan harus disesuaikan
dengan kemampuan penderita. Berdasarkan pertimbangan manfaat dan kerugian ini maka
JNC VII-2004 menggunakan rekomendasi berikut untuk memulai pengobatan hipertensi
pada orang dewasa.

Tujuan Pengobatan Hipertensi


Tujuan terapi obat anti hipertensi adalah:
Mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal akibatkomplikasi
Tekanan darah yang diharapkan setelah terapi adalah <140/90 mmHgtanpa
adanya komplikasi, hal ini berhubungan dengan penurunanrisiko komplikasi CVD
(Coronary Vascular Disease)
Pasien hipertensi dengan komplikasi diabetes mellitus dan penyakitrenal, tekanan
darah yang diharapkan dapat dicapai setelah terapi yaitu<130/80 mmHg

Prinsip penggunaan obat antihipertensi


Menurut Shankie (2001) tanpa mempertimbangkan jenis obat antihipertensi yang
digunakan, ada beberapa prinsip yang mendasari penggunaan obat antihipertensi, yaitu:
Mulailah dengan dosis terkecil untuk menghindari reaksi yang tidak dikehendaki.
Bila terdapat respon tekanan darah yang baik dan obatditoleransi dengan baik,
dosis dapat ditingkatkan secara bertahapsampai tekanan darah sasaran tercapai

19
(<140 mmHg atau <130 mmHg pada penderita diabetes atau penyakit ginjal
kronik)
Gunakan kombinasi obat untuk memaksimalkan respon tekanan darahdan
meminimalkan reaksi yang tidak dikehendaki
Gantilah dengan kelas obat yang berbeda bila dosis awal dari obattidak
memberikan efek yang berarti atau ada masalah efek sampingobat
Gunakan formulasi yang minimal memberikan kontrol tekanan darahselama 24
jam. Hal ini penting untuk menjaga kepatuhan pasien danuntuk memastikan
tekanan darah terkontrol pada pagi hari ketika terjadi peningkatan tekanan darah.

Jenis Terapi Obat Anti Hipertensi


Terapi Tunggal
Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi
dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan
darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan
darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk tekanan darah
sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk tekanan darah
diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan tekanan darah
sasaran<140/90 mmHg.
Menurut Gardner (2007) setengah penderita tekanan darah tinggi tahap I
dan II dapat mengendalikan tekanan darah mereka dengan satu obat saja. Jika satu
obat tidak efektif, maka dapat ditingkatkan dosisnya jika tidak ada
efek sampingnya. Alternatif lainnya adalah mencoba obat yang berbeda dan
menambahkan satu obat lagi pada obat yang telah diminum (kombinasi).
Terapi Kombinasi
Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat obat
yang dapat meningkatkan efektivitas masing masing obat atau mengurangi
efek samping masing-masing obat. Memulai terapi dengan kombinasi dua obat
direkomendasikan untuk penderita hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi
yang nilai tekanan darah sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal ( 20

20
mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 10 mmHg untuk tekanan darah
diastolik).
Terapi kombinasi juga merupakan pilihan bagi pasien yang nilai tekanan
darah sasarannya sulit dicapai (penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik) atau
pada pasien dengan banyak indikasi pemaksaan yang membutuhkan beberapa
antihipertensi yang berbeda.
Dalam ALLHAT (Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment in
Prevent Heart Attack Trial) disebutkan 60% penderita hipertensi mencapai tekanan
darah terkontrol pada tekanan darah < 140/90 mmHg dengan penggunaan dua
atau lebih antihipertensi, dan hanya 30% yang tekanan darahnya terkontrol
dengan satu obat antihipertensi. JNC-7 merekomendasikan penggunaan tiga atau
lebih obat antihipertensi untuk mencapai target terapi tekanan darah yang
diinginkan.

Tabel 2. Kombinasi Obat Anti hipertensi yang Sering Digunakan

Kombinasi obat antihipertensi Keuntungan


ACE Inhibitor Kalsium Antagonis - Menurunkan tekanan intra glomuler
- Memperbaiki permeabilitas glomuler
- Menghambat terjadinya hipertrofi
glomuler
- Mengurangi proteinuria
- Mengurangi hipermetabolisme ginjal
- Mengurangi akumulasi kalsium
intraseluler
- Dianjurkan pada nefropati hipertensi
dan hipertensi dengan nefripati diabetic
ACE Inhibitor Diuretik - Meningkatkan natriuresis
- Memperbaiki toleransi glukosa dan
kadar asam urat
- Mempertahankan kadar kalium plasma
- Mempercepat regresi LVH

21
- Meningkatkan kecepatan ACEI
ACE Inhibitor Beta bloker - Baik untuk hipertensi usia muda
dengan peningkatan system RAA dan
simpatis
- Baik pula untuk hipertensi dan pasca
infark akut dengan tujuan:
Menurunkan resiko takhiaritmia
Mengurangi progresivitas dilatasi
ventrikel
Memperbaiki toleransi latihan
Beta bloker Diuretik - Menurunkan peningkatan system RAA
karena diuretic
- Beta bloker mempunyai efek anti-
aldosteron ringan
- Baik untuk isolated systolic
hypertension, stroke, dan infark
miokard
Beta bloker Kalsium antagonis - Menurunkan curah jantung dan
tahanan perifer
- Memperbaiki integritas endotel
- Normalisasi peningkatan system RAA
karena kalsium antagonis
- Sangat baik meregresi LVH
- Normalisasi resistensi insulin dan
gangguan profil lipid karena beta
bloker
- Baik untuk hipertensi dengan angina
pectoris
- Baik untuk hipertensi dan takhiaritmia

Table 3. Perbedaan pemberian obat tunggal dan obat kombinasi

Perawatan obat tunggal Perawatan kombinasi

22
- Diperlukan dosis obat yang lebih - Dosis rendah untuk masing
tinggi masing obat sudah cukup
- Kurang efektif - Lebih efektif
- Efek samping lebih banyak - Efek samping sedikit

Tinjauan tengtang obat antihipertensi


Pada prinsipnya, pengobatan hipertensi dilakukan secara bertahap. Kelompok
obat antihipertensi yang saat ini digunakan sebagai pilihan terapi hipertensi, yaitu :
Diuretik
Semua kelas diuretik menyebabkan peningkatan eksresi natrium oleh
ginjal (natriuresis) dimana efek ini bertanggung jawab terhadap aktivitas
antihipetensi dari diuretik. Diuretik tiazid memiliki efek natriuresis sedang dan
merupakan diuretik yang paling banyak digunakan dalam pengobatan hipertensi.
Loop diuretic memiliki efek natriuresis besar dan hanya digunakan bila
diuretik thiazid tidak efektif atau dikontraindikasikan untuk penderita.
Potassium sparingdiuretic memiliki efek natriuresis yang rendah, dan
umumnya digunakan dalam bentuk kombinasi dengan diuretik thiazid atau loop
diuretik mengurangi ekskresikalium atau untuk mencegah hipokalemia. Suatu
meta-analysis dari 42 percobaan klinis pada tahun 2003 membuktikan bahwa
diuretik dosis rendah merupakan antihipertensi pilihan pertama yang paling
efektif untuk mencegah mortalitas kardiovaskular.
Diuretik thiazid
- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: hidrochlortiazid,
bendroflumethiazide, chlortalidone, metolazone, indapamide, dan
xipamide.
- Indikasi
Diuretik thiazid merupakan pilihan pertama untuk terapi hipertensi.
Thiazid dapat digunakan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan
antihipertensi lain. Kombinasi dengan ACEI atau -bloker merupakan
kombinasi yang umum digunakan.

23
- Mekanisme kerja
Pada penggunaan jangka pendek, diuretik thiazid menurunkan
volume darah yang berdampak pada penurunan cardiac output. Pada
penggunaan jangka panjang, diuretik thiazid juga menurunkan tahanan
perifer, yang tampaknya berperan dalam efek antihipertensi jangka
panjang dari obat ini.
- Perhatian
Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan diuretik tiazid.
Hipokalemia berbahaya pada pasien PJK dan yang sedang menerima obat
cardiac glycosides. Sering kali untuk mengatasi efek hipokalemia
penggunaannya dikombinasi dengan potasium sparing diuretik atau
suplement potassium.
Loop diuretik
- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: Furosemide, Torasemide, dan
Bumetanide.
- Indikasi
Loop diuretik digunakan pada pasien pulmonary oedema akibat
gangguan pada ventrikel kiri, pada pasien CHF (Chronic Heart Failure),
dan juga pasien diuretic resistant oedema.
- Mekanisme kerja
Loop diuretik terutama bekerja pada bagian menaik dari loop of
Henle dengan menghambat reabsorbsi elektrolit sehingga meningkatkan
ekskresi natrium.
- Perhatian
Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan furosemid.
Hipokalemia berbahaya pada pasien PJK berat dan yang sedang menerima
obat cardiac glycosides. Resiko hipokalemia dapat meningkat pada
penggunaan furosemid dosis tinggi apalagi bila diberikan dalam bentuk
sediaan injeksi. Sering kali untuk mengatasi efek hipokalemia

24
penggunaannya dikombinasi dengan potassium sparing diuretik atau
suplement potassium.
Potassium Sparing Diuretik
- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: Amiloride HCl, dan
Triamterene
- Indikasi
Potassium sparing diuretik digunakan sebagai tambahan pada
terapi dengan diuretik thiazid dan loop diuretik untuk mencegah terjadinya
hipokalemia.
- Mekanisme kerja
Potassium sparing diuretik terutama bekerja pada tubulus distal
ginjal untuk meningkatkan ekskresi natrium dan menurunkan ekskresi
kalium.
- Perhatian
Potasium sparing diuretik dapat meyebabkan terjadinya
hiperkalemia terutama pada pasien yang dengan riwayat gangguan ginjal
kronis atau diabetes dan pasien yang sedang menggunakan ACE inhibitor,
ARB, NSAID atau potassium supplement.
Aldosterone Antagonist
- Contoh obat
Termasuk golongan Potassium sparing diuretik. Yang tergolong
didalamnya ialah: Eplerenone, dan Spironolactone
- Indikasi
Aldosteron antagonis diindikasikan untuk oedema, pada dosis
rendah memiliki efek kerja pada penderita gagal jantung dan juga
digunakan pada penderita primary hyperaldosteronism. Pemberian jangka
lama aldosteron antagonis umumnya direkomendasikan pada penderita
post STEMI tanpa gangguan fungsi ginjal yang berat atau hiperkalemia
LEVF (Left Ventricle Ejection Fraction) pada penderita gagal jantung dan
diabetes. Spironolacton adalah antagonis aldosteron yang paling banyak

25
digunakan. Suatu penelitian Radomized Aldactone Evaluation Study (RALES)
menunjukkan, terjadi 30% penurunan angka kematian dengan
menggunakan spironolacton pada penderita gagal jantung sedang sampai
berat.

- Mekanisme kerja
Aldosterone antagonist bekerja pada bagian distal tubulus renal
sebagai antagonis kompetitif dari aldosteron.
- Perhatian
Untuk jenis obat spironolacton harus dihindari pada gangguan
fungsi ginjal dan hati-hati bila dikombinasikan dengan ACE
inhibitor/ARB, akan menyebabkan hiperkalemia.
-Bloker
- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: Doxazosin, Prazosin, Terazosin,
dan Indoramin
- Indikasi
-bloker merupakan antihipertensi alternatif pilihan pertama
apabiladiuretik atau -bloker dikontraindikasikan atau tidak ditoleransi
dengan baik. -bloker terutama diindikasikan untuk penderita benign prostatic
hyperplasia. - bloker tidak berpengaruh terhadap profil lipid dan glukosa
sehingga berguna pada penderita dengan dislipidemia atau intoleransi
glukosa.
- Mekanisme kerja
-bloker menyebabkan vasodilatasi dan menghambat aksi
noradrenalin pada post sinaptic adrenoseptor 1 baik pada arteriol maupun
vena, dimana hal ini mengakibatkan penurunan tahanan perifer dan tekanan
darah.
- Perhatian

26
Jarang digunakan sebagai pilihan utama karena mempunyai efek
samping yang sering menganggu yaitu hipotensi postural, palpitasi dan sakit
kepala.
-blocker
- Contoh obat
Terbagi menjadi 2 sub class yaitu:
o -bloker cardioselektif (selektif reseptor -1) yaitu atenolol,
acebutolol, metoprolol, bisoprolol, betaxolol, celiprolol dan
o -bloker non-cardioselektif (reseptor -1 Dan -2) yaitu carvedilol,
propanolol dan pindolol
- Indikasi
Beta bloker pertama kali direkomendasikan oleh JNC-7 sebagai terapi
first line alternatif dari diuretik. Pilihan terapi pada semua bentuk iskemik
heart disease kecuali pada angina varian vasospastic prinzmetal. Beta
bloker merupakan pilihan terapi pada angina, baik angina stabil maupun
angina tidak stabil, dapat menurunkan resiko mortalitas pada fase akut infark
miokard dan setelah periode infark dan juga pilihan terapi untuk kondisi
lainnya seperti hipertensi, arrhythmias serius dan cardiomyopathy. Pada
peningkatan titrasidosis secara hati-hati diketahui memiliki efek mengurangi
resiko mortalitas pada pasien gagal jantung. Pada dosis kecil -bloker
cardioselektif dapat digunakan pada pasien bronkospasme atau chronic lung
disease.
Pada angina dan hipertensi penggunaan -bloker cardioselektif lebih
efektif dibandingkan dengan noncardioselektif, sedangkan -bloker
noncardioselektif memiliki efek antiarrhytmics yang lebih baik dibandingkan
dengan cardioselektif. Bisoprolol merupakan agent 1 yangselektif, tidak
memiliki ISA ( Intrinsik Sympathomimetic Activity) dan bekerja lama, dipakai
secara luas dan berhasil dalam studi besar pada populasi gagal jantung
dimana terjadi penurunan yang besar yang tidak hanya pada mortalitas namun
juga sudden cardiac death. -bloker direkomendasikan untuk penderita
hipertensi dengan infark miokard karena obat ini mempunyai keuntungan

27
sebagai anti hipertensi, antiiskemia, anti aritmia dan mampu mengurangi
remodelling ventrikel.
Dosis awal dari beta bloker umumnya kecil dan pelan-pelan dinaikkan
sampai dosis target (berdasarkan trial klinis yang besar), peningkatan ini
tergantung pada individual. Kontraindikasi harus diawasi, seperti asma
sbronkial, severe bronkial disease, bradikardia simptomatik dan hipotensi.
- Mekanisme kerja
Secara umum -bloker menghambat aksi noradrenalin pada
reseptor adrenergik -1 di jantung dan jaringan lain sehingga menyebabkan
penurunan cardiac output melalui penurunan denyut jantung dan
kontraktilitas. -bloker juga menghambat sekresi renin dari sel-sel juxta
glomerular ginjal yang mengakibatkan penurunan pembentukan angiotensin
II dan rilis aldosteron.
- Perhatian
Penghentian mendadak terapi beta blocker menyebabkan gejala putus
obat (With drawl) yang dapat memperburuk PJK. Dapat dilakukan tindakan
preventif dengan pengurangan bertahap dosis beta blocker sebelum terapi
dihentikan. Penggunaan beta blocker bersamaan dengan verapamil
menyebabkan risiko hipotensi dan asystole yang dapat meningkatkan risiko
gagal jantung pada penderita penyakit jantung koroner.
ACE inhibitor ( ACEI )
- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: Captopril, Cilazapril, Enalapril
maleat, Lisinopril, Perindopril erbumine, dan Ramipril.
- Indikasi
ACE inhibitor merupakan antihipertensi alternatif pilihan pertama
apabila diuretik atau -bloker dikontraindikasi atau tidak ditoleransi dengan
baik. ACEI terutama direkomendasikan pada penderita gagal jantung,
disfungsi ventrikel kiridan EF <40%, hipertensi disertai dengan diabetes tipe
2.

28
ACE inhibitor juga sangat bermanfaat bila diberikan terutama pada
infark luas, infark dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, infark dengan
edema paruakut dan infark miokard dengan hipertensi. Umumnya dipilih
jenis obat denganlama kerja pendek dan mempunyai gugus sulfhidril. Dalam
meminimalisir risiko hipotensi dan kerusakan pada ginjal, terapi ACE
inhibitor hendaknya dimulai dari dosis kecil dan kemudian dilanjutkan
dengan titrasi dosis sampai dosis target. Fungsi renal dan konsentrasi
potassium harus dievaluasi dalam 1-2 minggu setelah dimulai pemberian
secara perodik, terutama setelah dosis ditingkatkan.

- Mekanisme kerja
ACE inhibitor menghambat Angiotensin Converting Enzym sehingga
menyebabkan vasodilatasi, penurunan resistensi perifer dan penurunan
kadar hormon aldosteron.
- Perhatian
Pada penggunaan ACE inhibitor yang harus diperhatikan yaitu
meningkatnya kadar K+ dalam tubuh (hiperkalemia) bila digunakan
bersamaan dengan potasium sparing diuretik, oleh karena itu selama
penggunaan perlu dilakukan monitoring kadar K+ dalam tubuh. Pada
penggunaan kombinasi pertama kali dengan diuretik efek hipotensi dapat
muncul dengan tiba tiba sehingga diuretik perlu dihentikan satu hari saat
menggunakan ACE inhibitor.
ACE inhibitor juga dapat meningkatkan serum kreatinin, sehingga
pada pasien dengan risiko renal impairment selama penggunaan harus hati
hati dan dilakukan monitoring serum kreatinin.

Angiotensin Receptor Bloker (ARB)


- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: candesartan cilexetil,
losartan potassium, irbesartan, olmesartan medoxomil, valsartan, dan
telmisartan.
29
- Indikasi
Angiotensin II Receptor Antagonist merupakan alternatif pilihan
antihipertensi untuk penderita yang tidak mentoleransi ACEI karena efek
samping yang berupa batuk kering dan angioedema. ARB dapat diberikan pada
penderita STEMI yang intoleren terhadap ACEI, dimana penderita tersebut
secara klinis dan radiologis menunjukkan kondisi gagal jantung atau fraksi
ejeksi < 0.40 untuk itu biasanya direkomendasikan penggunaan valsartan dan
candesartan.
- Mekanisme kerja
ARB merupakan antagonis kompetitif dari angiotensin II pada
reseptor AT1, yang menyebabkan penurunan resistensi perifer tanpa adanya
reflek peningkatan denyut jantung dan menurunkan kadar aldosteron. ARB
tidak menimbulkan efek bradikinin yang menyebabkan munculnya efek
samping batuk seperti pada penggunaan ACEI.
- Perhatian
Monitoring konsentrasi plasma potasium terutama pada pasien lansia
dan pasien dengan renal impairment , karena efek hiperkalemianya.
Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium dibagi menjadi dua subclass yaitu dihydropyridine dan
non dihydropyridine. Dihydropyridine mempengaruhi baroreseptor dengan reflex
takikardia karena efeknya yang kuat dalam mengakibatkan vasodilatasi perifer.
Dihydropyridine tidak mempengaruhi konduksi nodal atrioventrikular dan
tidak efektif pada supraventrikular tachyarrhytmias, Sedangkan non
dihydropyridine menyebabkan penurunan heart rate dan memperlambat konduksi
nodalatrioventrikular, sama dengan golongan beta bloker obat ini dapat digunakan
pada supraventrikular tachyarrhytmias.
Dihydropyridine
- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: Amlodipine, Nifedipine dan
Felodipine.
- Indikasi

30
Jika angina stabil dan tekanan darah tidak dapat dikontol dengan
beta bloker atau jika terjadi kontraindikasi dengan beta bloker maka dapat
menggunakan golongan calcium channel bloker. Calcium channel bloker
dapat mengurangi total resisten perifer dan resistensi koroner sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Sering kali beta bloker dan calcium
channel bloker dikombinasikan.
- Mekanisme aksi
CCB bekerja dengan mengintervensi pemindahan ion kalsium
melalui kanal kalsium di membran sel, dimana bertanggung jawab
menjaga plaeau phase potensi aksi. Depolarisasi jaringan lebih bergantung
kepada influks kalsium ketimbang natrium, terutama pada otot polos
vaskular, sel-sel myokardial, dan sel-sel yang terdapat dalam nodus
nodus sinoatrial dan atrioventrikular. Blokade pada kanal kalsium
mengakibatkan vasodilatasi koroner dan perifer, aksi inotropik negatif,
mereduksi denyut jantung, dan memperlambat konduksi ventricular.
- Perhatian
Nifedipine short acting tidak direkomendasikan pada penderita
angina atau untuk terapi jangka panjang pada penderita hipertensi, karena
efeknya yang dapat menyebabkan hipotensi dan reflek
takikardia. Nifedipine memiliki efek inotropik negatif sehingga tidak
disarankan pada pasien gagal jantung dengan efek mereduksi kerja dari
ventrikel kiri. Penghentian mendadak terapi calcium channel blocker
menyebabkangejala putus obat (With drawl) yang dapat memperburuk
angina.
non Dihydropyridine
- Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: diltiazem dan verapamil
- Indikasi
Sama dengan antagonis kalsium dihydropyridine.
- Mekanisme aksi
Sama dengan antagonis kalsium dihydropyridine.

31
- Perhatian
Verapamil tidak boleh diberikan bersamaan dengan beta bloker
karena efek kronotropik dan inotropik negatif nya yang kuat, sehingga
harus diberikan dengan hati-hati pada penderita gagal jantung atau yang
sedang diterapi dengan beta bloker. Penghentian mendadak terapi calcium
channel blocker menyebabkan gejala putus obat (with drawl) yang dapat
memperburuk angina.
2.1.13 Pencegahan Hipertensi
Mengurangi dalam hal mengkonsumsi garam.Bila kita menginginkan terhindar
dari penyakit hipertensi ini alangkah baiknya kita sedari awal mengkonsumsi
garam, karena konsumsi garam yang berlebihan akan meningkatkan faktor resiko
hipertensi itu sendiri.
Melakukan rutinitas dalam berolahraga. Olahraga ini efektif sekali dalam hal
mencegah berbagi macam penyakit, termasuk penyakit hipertensi ini. Olahraga
akan meningkatkan kesehatan dan juga daya tahan tubuh. Bila telah menderita
penyakit hipertensi maka olahraga yang disarankan adalah olahraga yang ringan
selama 30 menit dan seminggu paling tidak 3 kali. Olahraga ringan seperti halnya
bersepeda dan juga berjalan kaki.
Rajin dalam mengkonsumsi makanan dan juga buah-buahan yang kaya akan serat
seperti halnya melon, tomat dan juga sayuran hijau.
Menghindari dari konsumsi alkohol.
Mengendalikan kadar kolesterol jahat dalam tubuh dan juga menghindari
kegemukan atau obesitas.
Tidak merokok dan bagi para perokok maka pencegahan hipertensi ini dengan
menghentikan merokok itu sendiri.
Menghindari dan mengendalikan diabetes bila mempunyai penyakit DM tersebut.

2.2 Krisis Hipertensi


2.2.1 Definisi

32
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target.
Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan
obat anti hipertensi.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :


1 Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.
2 Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
3 Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 130
mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan
intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita
dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita
yang sebelumnya mempunyai TD normal.
2 Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit
kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila
TD diturunkan.

2.2.2 Epidemiologi
Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, tapi gawat darurat pada hipertensi jarang
terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan (maintenance
drug therapy). Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT
sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana
tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang merupakan
suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40
60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi
lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT,

33
seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.

2.2.3 Etiologi

Pada umumnya krisis hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Penyebab
yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan hipertensi sebelumnya. Krisis hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan kardiak output atau peningkatan tekanan perifer. Namun
ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi yaitu:

1 Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi.

2 Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat.

3 Stress lingkungan

4 Hilangnya eksistensi jaringan dan atrerosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.

2.2.4 Klasifikasi

1 Emergency Hypertension (Hipertensi Darurat): Tekanan darah yang sangat tinggi


dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan
segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi.
Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat
tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan
>220/140.
2 Urgency Hypertension (Hipertensi Mendesak) :Tekanan darah yang tinggi tapi
belum disertai kerusakan organ. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan

34
jam atau hari untuk mencegah kerusakan target organ. Sama seperti Hipertensi
darurat, tidak ada patokan mutlak, namun sebagai patokan tekanan darah yang
lebih dari 180/110 sudah dapat dikatakan tekanan darah urgency.

Tabel 4. : Hipertensi Emergensi ( darurat )


TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut
perdarahan intra cranial, atau perdarahan subarakhnoid.
hipertensi encefalopati
diseksi aorta akut
oedema paru akut
Eklampsia
Feokhromositoma
insufisiensi ginjal akut
infark miokard akut, angina unstabelsindroma, kelebihan kathekolamin yang lain :
sindrome withdrawal obat anti hipertensi
cedera kepala hebat
perdarahan setelah operasi pembuluh darah
interaksi obat

Tabel 5 : hipertensi urgensi ( mendadak )


Hipertensi berat dengan tekanan diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa
kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel
hipertensi post operasi
hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif
hipertensi maligna
tromboemboli serebri
rebound hypertension setelah pengobatan dengan anti hipertensi
penderita pasca transplantasi ginjal
luka bakar yang luas.

35
2.2.5 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua
peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :

1. Peran langsung dari peningkatan TD

2. Peran mediator endokrin dan parakrin

Peran peningkatan Tekanan Darah akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat
maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler
sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi
secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut
terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus
disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle)
dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya
tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress
peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah
menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan
hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD
ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama,
akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya
pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan
melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan
endhotelial. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial,
menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi
ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada
lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus
ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah
dan meluas.

36
Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
memegang peran penting dalampatofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin
dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga
volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan
terjadinyapeningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila
TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia
danakan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga
terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.

2.2.6 Gejala klinis


Table 5. gejala klinis

Tekanan darah Tekanan darah tinggi Urgensi Emergency


> 180/110 >180/110 >220-140
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala berat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan, sering sesak napas. nokturia, disarteria,
asimptomatik. kelemahan umum sampai
dengan penurunan
kesadaran.
Pemeriksaan Tidak dijumpai Ada kerusakan organ Encefalopati, edema
keruskan organ target, target, penyakit pulmonum, insufisiensi
tidak ada penyakit kardivascular yang ginjal, cerebrovascular
kardiovascular secara stabil accident, iskemik cardiac
klinis.
Terapi Observasi 1-3 jam, Observasi 3-6 jam, Pemeriksaan laabor dasar,
tentukan pengobatan turunkan tekana darah infus, pengawasan tekanan
awal, tingkatkan dosis dengan obat oral, darah, mulai pengobatan

37
yang sesuai. berika terapi awaldi ruang emergency.
penyesuaian.
Perencanaan Rencanakan Rencanakan Segera rawat di ICU, obati
pengawasan <72 jam, pengawasan < 24 jam. mencapai target tekanan
jika tidak ada indikasi darah, investigasi penyakit
dapat rawat jalan. lain.

Terjadi peningkatan tekanan darah yang hebat, biasanya diastolik lebih dari 130 mmHg disertai
spasme arteriolar, arteriolitis, nekrosis atau kerusakan target orga. Gambaran klinis yang timbul
berupa:

1. Ensefalopati hipertensif.
Kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai
berikut.

Kenaikan tekanan arteri

Kerusakan membran endothelia breakdown Vasodilation

Peningkatan permeabelitas blood brain barrier peningkatan peredaran darah lokal

Edema serebri

38
Ensefalopati hipertensif

Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada hipertensi
adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada normotensi adalah 150 mmHg.
Sedangkan pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan mengetahui batas tersebut maka
penurunan tekanan darah secara drastis harus dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari
segi patologi anatomi dijumpai adanya edema, bercak perdarahan maupun infark kecil dan
nekrosis arterioler.

2. Hipertensi maligna
Dijumpai adanya nekrotisasi sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi terutama di otak
dan ginjal. Gejala klinis dapat berupa peningkatan tekanan diastolik yang hebat, serta kelainan
retina, ginja, dan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endothelial sehingga
menimbulkan robeknya retina maupun obliterasi ( cotton wool exudate, perdarahan dan papil
edema ). Pada ginjal ditandai dengan proteinuria, hematuria, azotenia sampai dengan gagal
ginjal.
3. Perdarahan intra serebral
Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang disebabkan terjadinya
perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut menjadi aneurisma oleh sebab lain misalnya
arterosklerosis. Mekanisme lain dapat terjadi oleh karena nekrosis pembuluh darah otak,
trombosis multipel atau spasme pembuluh darah sebagai reaksi meningkatnya tekanan darah
secara tiba-tiba. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat mendadak disertai penurunan
kesadaran. Dengan pemeriksaan CT scan dapat diketahui dengan pasti lokasi dan luas
jaringan otak yang terkena.
4. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom disekitar tuniaka media yang lambat laun
mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya terjadi pada kelainan di tunika
media seperti penyakit marfan, arterosklerosis, kuarktasio aorta. Gejala klinis biasanya berupa
nyeri dada yang menyerupai angina pektoris atau infark miokard dengan penjalaran ke

39
punggung, perut, samapai tungkai bawah serta adanya tanda-tanda insufisiensi aorta.
Pemeriksaan radiologis foto thoraks dijumpai adanya pelebaran mediastinum.
5. Payah jantung kiri akut
mekanisme terjadinya berupa :
a peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi sehingga terjadi
kenaikan afterload diventrikel kiri.
b Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri.
c Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi sehingga menimbulkan
pertambahan preload.
d Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner dapat berakibat
payah jantung kongestif.

Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak nafas yang
hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang-kadang batuk berdarah, ronki
basah dikedua paru. Foto toraks menunjukkan adanya hipervaskularisasi pembuluh darah paru
sampai dengan gambaran edema paru. Pada kasus berat ditemukan kardiomegali terutama
pembesaran ventrikel kiri, dari EKG ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan LV strain.

6. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat-tempat lain yang banyak mengeluarkan
katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion simpatik di abdomen atau dada.
Gejala klinis berupa sakit kepala hebat, palpitasi, tremor, banyak berkeringat, gelisah yang
timbul mendadak dan diperngaruhi oleh stress, emosi maupun trauma. Diagnosis pasti
ditemukan dengan pemeriksaan kadar katekolamin atau metaboliknya diurin, serta penguuran
kadar Vanilil Mandelic Acid (VMA) dari urin.
7. Eklamsia
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema tungkai, hipertensi
berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih sering dijumpai pada primipara muda.
Patogenesis belum jelas, hipotesis kearah terjadinya pelepasan renin dari uterus dan
meningkatnya sensitifitas terhadap angiotensin.

2.2.7 Faktor predisposisi

Krisis hipertensi dapat terjadi pada hipertensi primer atau hipertensi sekunder. Faktor
predisposisi terjadinya krisis hipertensi yaitu:

1 Hipertensi yang tidak terkontrol

40
2 Hipetensi yang tidak terobati. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO inhibitor,
dekongestan, kokain.
3 Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis esensial (tersering)
4 Hipertensi renovaskular
5 Glomerulonefritis akut.
6 Eklampsia
7 Feokromositoma
8 Sindroma putus obat antihipertensi
9 Trauma kepala berat
10 Tumor yang mengeksresikan urine

2.2.8 Diagnosis
Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi Urgency tidak
berbeda dengan penyakit lainnya :
a. Anamnesa
Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata,
riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat
penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.
b. pemeriksaan fisik:
1) Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi
perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih
dengannadi femoral, radial femoral pulse leg
2) Mata: Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat,
p e n y e m p i t a n yang hebat arteriol.
3) Jantung: Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantungS3 dan S4
serta adanya murmur.
4) Paru: perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF.
5) Status neurologic: pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya
defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologisdan patologis.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta, dan
kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain ; pemeriksaan elektrolit,

41
BUN, glukosa darah, kreatinin, dan urinalisis. Pemeriksaan lainnya antara lain foto
rontgen toraks, EKG dan CT Scan.

Gambar 3. Alur pendekatan diagnostic pada pasien hipertensi

2.2.9 Penatalaksaan

Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu
berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah
sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan
tujuan pengobatan.

42
Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target
akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan
prinsip ini maka obat anti hipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan
darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan menurunkan tekanan
arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg
dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan
menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit.
Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan
miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20 % dan khusus pada stroke
iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg.

Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti
Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus diikuti
program terapi Hipertensi jangka panjang. Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau
parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.

Tabel : Obat yang biasa digunakan pada keadaan hipertensi emergensi

Obat Dosis Onset Lama Indikasi khusus


kerja
Diuretik furomide 20-40mg dalam 1- 5-15 menit 2-3 jam Biasanya diperlukan
2min, ulangi dan obat jenis lain untuk
tingkatkan dosis pada mencapai target
insufisiensi ginjal. tekanan darah.
Vasodilators 0.2510.00g/mnt/dlm segera 1-2 mnt Kebanyakan pada
Nitropruside infus IV hipertensi emergency ;
( nipride, hati-hati pada keadaan
nitropress ). peningkatan tekanan
intracranial atau
azotemia.
Iskemia koroner
Nitroglycerin
(Nitro-bid IV) 5-100g/mnt dalam

43
Fenoldopam infuse intravena. 2-5 mnt 5-10 mnt Insufisiensi ginjal,
( corlopam ) tanpa komplikasi
0.1-0.6 g/mnt/min
dalam infus intravena 4-5 mnt 10-15 mnt
Nicardipine Kebanyakan hipertensi
(cardiprin i.v) emergency ; hati-hati
dengan payah jantung
5-15mg/h.i.v 5-10 mnt 1-4 jam akut.

Hydralazine Eklamsia; hati-hati


(apresoline) dengan peningkatan
tekanan intracranial.
Enalaprilat 10-20mg i.v 10-20 mnt 3-8 jam
(vasotec iv) 10-20mg i.m 20-30 mnt Payah jantung kiri
akut
1.25-5.00mg setiap 6
jam. 15 mnt 6 jam
Adrenergik
inhibitors
Phentolamine 5-15mg i.v 1-2 mnt 3-10 mnt Ekses ketokolamin
Esmolol 200-500g
(brevibloc) /kg/mntuntuk 4 mnt, 1-2 mnt 10-20mnt Diseksi aorta pasca
kemudian 50-300 operasi.
g/kg/mnt i.v
Labetolol 20-80 mg i.v bolus 5-10 mnt 3-6 jam Kebanyakan ipertensi
(Normodinyne, setiap 10 mnt. emergency kecuali
trandate) 2mg /min infus i.v payah jantung akut.

44
Tabel : Obat yang biasa digunakan pada hipertensi urgensi

Obat Kelas Dosis Onset Lama kerja (jam)


Captopril Angiotensin- 6.5-50.0mg 15 mnt 4-6
(capoten) converting enzym
inhib.
Clonidine Central -agonist 0.2 mg awal, 0.2-2.0 h 6-8
(catapres ) kemudian 0.1
mg/h, naikkan
sampai total 0.8
mg
Furosemode Diuretik 20-40 mg 0.5-1.0 h 6-8
(lasix)
Labetalol dan blocker 100-200 mg 0.5-2.0 h 8-12
(normodyne,
trandate)
Nifedipine Calsium channel 5-10 mg 5-15 min 3-5
(procardia, blocker
adalat)
Propanolol -blocker 20-40 mg 15-30 min 3-6
(inderal)

2.2.10 Diferensial diagnosa

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :
1 Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
2 Ansietas dengan hipertensi labil.
3 Oedema paru dengan payah jantung kiri.

2.2.11 Komplikasi
a Komplikasi Hipertensi Urgensi

45
Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba, tetapi tidak ada
kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat diturunkan dengan aman dalam
waktu beberapa jam dengan obat anti-hipertensi.
b Komplikasi Hipertensi Emergensi
Hipertensi Emergensi terjadi ketika terjadi kerusakan organ akibat dari tekanan darah
sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi. Ketika hal tersebut terjadi, tekanan
darah harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ. Kerusakan
organ berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi:
1 Perubahan status mental seperti kebingungan atau koma (ensefalopati).
2 Perdarahan ke dalam otak (stroke).
3 Gagal jantung
4 Nyeri dada (angina)
5 Serangan jantung
6 Oedem paru
7 Aneurisme
8 eklampsia (terjadi selama kehamilan).

2.2.12 Prognosa
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20%
dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%), cerebro
vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miocard (1%),
diseksi aorta (1%). Prognosa menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan
penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal. Whitworth
melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan
survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan
IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya
didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik
dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %

2.2.13. Pencegahan

46
1. Disiplin minum obat anti hipertensi sebelum terjadi krisis hipertensi.
2. Berperan aktif dalam menjaga gaya hidup (berhenti merokok, berolahraga).
3. Penurunan berat badan pada penderita hipertensi yang gemuk melalui perubahan pola
makan dan olah raga.
4. Pembatasan intake garam hingga 4 6 gram per hari, makanan yang mengandung soda
kue, bumbu penyedap dan pengawet makanan.
5. Meningkatkan komsumsi lemak tak jenuh dan mengurangi konsumsi lemak jenuh (daging
sapi, kerbau, kambing, babi, susu, keju, dan kelapa).
6. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi (jeroan, kuning telur, cumi-cumi,
kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin)
7. Meningkatkan intake makanan yang berserat tinggi seperti buah-buahan (jambu biji,
belimbing, jambu bol, kedondong, jeruk, pisang, nangka masak, markisa, dan lain-lain),
sayuran (daun bawang, kecipir muda, jamur segar, bawang putih, daun dan kulit melinjo,
dan lain-lain), ikan, agar-agar, dan rumput laut)
8. Menghentikan kebiasaan merokok
9. Olah raga teratur
10. Hindari ketegangan mental dan stres

BAB III
LAPORAN KASUS

47
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Usia : 63 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Panyakalan
No MR : 138219
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal masuk : 20 November 2016

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : kepala terasa pusing sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kepala terasa pusing sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pusing yang dirasakan
pasien seolah-olah lingkungan yang berputar. Lalu pasien pergi berobat ke bidan dan
didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg dan diberikan obat penurun tensi namun pasien
tidak mengetahui nama obatnya. Sesampai dirumah sekitar pukul 16.00 wib pasien
meminum obat tersebut namun tidak mengurangi rasa pusing yang dirasakan oleh pasien.
Pasien merasakan kuduk terasa berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengeluhkan adanya rasa mual sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit namun
tidak sampai adanya muntah
Sesak nafas tidak ada
Penglihatan kabur tidak ada
Lemah anggota gerak dan bicara pelo tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat dengan penyakit yang sama disangkal
Riwayat asam urat ada sejak 1 tahunyang lalu dan pasien rutin minum obat asam urat dari
puskesmas namun pasien tidak mengetahui nama obatnya.

48
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit stroke disangkal
Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat Keluarga :
Riwayat dengan penyakit yang sama disangkal
Riwayat asam urat disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit stroke disangkal
Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat Psikososial :
Pasien seorang perempuan yang bekerja menjual gorengan dan memiliki kebiasaan tidur
pada pukul 23.00 wib dan bangun pukul 03.00 wib. Pasien mengkonsumsi kopi sejak
30 tahun yang lalu dan bias menghabiskan kira-kira 3 gelas dalam seharinya. Pasien juga
memiliki kebiasaan makan makanan yang asin.

3.3 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : composmentis cooperatif

Vital sign:

Tekanan darah : 120/70 mmhg

Nadi : 84 x/menit, reguler

Pernapasan : 22 x/menit

49
Suhu : 36,2 0C

Status generalisata:

Kulit : ikterik (+), sianosis (-)


Kepala : normochepale, sedikit beruban dan tidak mudah dicabut
Wajah : edema (-)
Mata :Konjungtiva Anemis (-),
Sklera Ikterik (-)

Telinga: Dalam batas normal


Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran (KGB)
submandibula ,sepanjang M.sternocleidomastoideus,

Supra/infraclavikula kiri dan kanan.

Thorak

Paru-paru :
- Inspeksi :Simetris kiri dan kanan
- Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi : Bunyi pernapasan bronkial, ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :
- Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus kordis teraba di RIC V 1 jari di linea mid clavicularis
sinistra

- Perkusi
- Batas jantung kiri : RIC V 1 jari di linea mid clavicularis
sinistra
- Batas jantung kanan : RIC IV linea sternalis dextra

50
- Batas jantung atas : RIC II linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : irama murni , regular, M1>M2, P1<A2, bising jantung (-)

Abdomen :
- Inspeksi : perut buncit, asites (-), venektasi (-), massa (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas superior
Inspeksi : edema (-), Sianosis (-)
Palpasi : Perabaan hangat
Tes sensibilitas : sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
Refleksfisiologis
Refleksfisiologis

Kanan kiri

Refleks biseps ++ ++

Refleks triseps ++ ++

Refleks brachioradialis ++ ++

Refleks patologis

Kanan Kiri

Refleks Hoffman-Tromer - -

51
Ekstremitas inferior
Inspeksi : edema(+)
Palpasi : perabaan hangat
Tes sensibilitas: sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)

Refleks fisiologis

Kanan Kiri

Refleks Patella ++ ++

Reflkes Achilles ++ ++

Refleks patologis

Kanan Kiri

Refleks Babinski - -

Refleks Gordon - -

Refleksoppeinheim - -

Reflekschaddoks - -

3.4 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan lab 20 November 2016
Hb : 15,2 g/dl
Ht : 44,5 %
Leukosit : 7700/mm3
Trombosit : 283.000/mm3
ureum : 19,2 mg/dl
kreatinin : 0.92 mg%
GDR : 99 mg%
3.5 Diagnosis kerja

Krisis Hipertensi + Hipertensi Hearth Disease

52
3.6 Diagnosa Banding

Hipertensi emergency
Oedema paru dengan payah jantung kiri
Anxietas dengan hipertensi stabil

3.7 Penatalaksanaan
- Non Farmakologis

Bed rest
ML RG
- Farmakologi
IVFD RL 12 jam/kolf
ISDN 5 mg ( SL )
Betahistin 3 X 6 mg
Domperidon 3 X 10 mg
Furosemide 2 X 1 (iv)
Candesartan 1 X 8 mg
Amlodipine 1 X 10 mg

3.8 Pemeriksaan Anjuran


- EKG
- Rontgen foto thorak
- MRI
- CT Scan
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

3.10 Follow Up

53
Hari/ subject Object assesment Plan dan anjuran
tanggal
Senin/ 21 Sakit kepala (+) KU : Sakit sedang Hipertensi
Novembe Sakit perut (+) Kesadaran : Composmentis Urgensi
r 2016 Pusing (+) cooperative
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/i , regular
Nafas : 19 x/i
Suhu : 35,1 C
Selasa/ 22 Pusing sudah KU : Sakit sedang Krisis
november mulai menurun Kesadaran : Composmentis Hipertensi +
2016 cooperative HHD
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/i , regular
Nafas : 22 x/i
Suhu : 36 C

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

54
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Krisis
hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi emergensi dan urgensi. Krisis hipertensi
biasanya selalu memiliki hubungan dengan kelainan aktivitas simpatik, meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (SVR) atau meningkat keduanya. Tapi penyebab paling umum dari krisis
hipertensi adalah meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Pasien dengan krisis
hipertensi cenderung memiliki ketidakstabilan haemodinamik.

Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu
berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah
sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan
tujuan pengobatan. Manajemen pada pasien krisis hipertensi dengan pemberian obat anti
hipertensi. Obat Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai dengan tipe dari
krisis hipertensi. Manajemen asuhan keperawatan pasien hipertensi akan menurunkan angka
kesakitan dan kematian.

55

Anda mungkin juga menyukai