Anda di halaman 1dari 22

PENGERTIAN APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan


tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun Anggaran
(1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban
APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.

DASAR HUKUM APBN

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi


dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu
pengaturan mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-
undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945
Amendemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).

Bunyi pasal 23:

ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
ayat (2): Rancangan undang-undang Anggaran pendapatan dan belanja
negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
ayat (3): Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden,
Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun
yang lalu.

Secara garis besar struktur APBN adalah :

Pendapatan Negara dan Hibah,


Belanja Negara,

Keseimbangan Primer,

Surplus/Defisit Anggaran,
Pembiayaan.

Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account.


Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN.
Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai
berikut :

Pendapatan Negara
Pendapatan negara 2004 s.d 2015

Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara


lain:

indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro


ekonomi;
kebijakan pendapatan negara;

kebijakan pembangunan ekonomi;

perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;


kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi


oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai
tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta
kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran
pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan
jumlah wajib pajak dan lainnya.

Penerimaan Perpajakan

Pendapatan Pajak Dalam Negeri


1. pendapatan pajak penghasilan (PPh)
2. pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah

3. pendapatan pajak bumi dan bangunan

4. pendapatan cukai

5. pendapatan pajak lainnya

Pendapatan Pajak Internasional

1. pendapatan bea masuk

2. pendapatan bea keluar

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan sumber daya alam


1. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi
(SDA migas)

2. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas


bumi (SDA nonmigas)

Pendapatan bagian laba BUMN

1. pendapatan laba BUMN perbankan

2. pendapatan laba BUMN non perbankan


PNBP lainnya

1. pendapatan dari pengelolaan BMN

2. pendapatan jasa

3. pendapatan bunga

4. pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana


korupsi

5. pendapatan pendidikan

6. pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi

7. pendapatan iuran dan denda

pendapatan BLU

1. pendapatan jasa layanan umum

2. pendapatan hibah badan layanan umum

3. pendapatan hasil kerja sama BLU

4. pendapatan BLU lainnya

Belanja Negara
Subsidi 2004 s.d 2015

Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

asumsi dasar makro ekonomi;


kebutuhan penyelenggaraan negara;

kebijakan pembangunan;

resiko (bencana alam, dampak kirisi global)

kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP,


nilai tukar, serta target volume BBM bersubsidi.
Belanja Pemerintah Pusat

Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :

1. fungsi pelayanan umum


2. fungsi pertahanan

3. fungsi ketertiban dan keamanan

4. fungsi ekonomi

5. fungsi lingkungan hidup

6. fungsi perumahan dan fasilitas umum

7. fungsi kesehatan

8. fungsi pariwisata

9. fungsi agama

10. fungsi pendidikan

11. fungsi perlindungan sosial

Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah

1. belanja pegawai
2. belanja barang

3. belanja modal

4. pembayaran bunga utang

5. subsidi

6. belanja hibah

7. bantuan sosial

8. belanja lain-lain

Transfer ke Daerah
Rincian Anggaran transfer ke daerah adalah :

Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil

2. Dana Alokasi Umum

3. Dana Alokasi Khusus

4. Dana Otonomi Khusus

Dana Otonomi Khusus

Dana Penyesuaian

Pembiayaan

Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

asumsi dasar makro ekonomi;


kebijakan pembiayaan;

kondisi dan kebijakan lainnya.

Pembiayaan Dalam Negeri

Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :

Pembiayaan perbankan dalam negeri


Pembiayaan nonperbankan dalam negeri

1. Hasil pengelolaan aset

2. Surat berharga negara neto

3. Pinjaman dalam negeri neto

4. Dana investasi pemerintah

5. Kewajiban penjaminan

Pembiayaan Luar Negeri


Pembiayaan Luar Negeri meliputi :

1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan


Pinjaman Proyek
2. Penerusan pinjaman

3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh


Tempo dan Moratorium.

Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN

Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran


komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah :

pertumbuhan ekonomi,
nominal produk Anggaranestik bruto,

inflasi y-o-y,

rata-rata tingkat bunga SPN 3 bulan,

nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,

harga minyak (USD/barel),

produksi/lifting minyak (MBPD),

lifting gas (MBOEPD),

Indikator lainnya :

jumlah penduduk
pendapatan perkapita

tingkat kemiskinan

tingkat pengangguran

Siklus APBN

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian


kegiatan dalam proses pengAnggaran yang dimulai pada saat Anggaran
negara mulai disusun sampai dengan perhitungan Anggaran disahkan
dengan undang-undang[1]. Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus APBN di
Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima)
dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua
penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif),
dan tahap kelima pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan lainnya
dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus APBN
adalah sebagai berikut:

Perencanaan dan pengAnggaran APBN

Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum Anggaran tersebut


dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun
2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan pengAnggaran.
Tahap perencanaan dimulai dari:

penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional


Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun
rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan Anggaran

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi


pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan
mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan
serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi

Tahap pengAnggaran dimulai dari:

penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu


indikatif;
penetapan pagu indikatif penetapan pagu Anggaran K/L;

penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);

penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan


rancangan undang-undang tentang APBN;

penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU


tentang APBN kepada DPR.

Penetapan/Persetujuan APBN

Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar


bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan
Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang APBN serta
penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR,
Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN ini
diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai
lampiran UU APBN dimaksud.

Pelaksanaan APBN

Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan
pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada
tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun Anggaran
2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember
2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian
APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan.
DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah para
pengelola Anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran,
dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam
kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.

Pelaporan dan Pencatatan APBN

Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan


tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan
pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan
atas laporan keuangan.

Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN

Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan


pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan
berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Contoh, jika APBN
dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara


keseluruhan selama satu tahun Anggaran, Presiden menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun Anggaran berakhir.

Fungsi APBN

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan


pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian,
dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,


distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan
pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun Anggaran
harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun Anggaran
berikutnya.

Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa Anggaran negara menjadi


dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau
pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa Anggaran negara
dapat menjadi peAnggaranan bagi negara untuk merencanakan
kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah
direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-
rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah
direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek
pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah
dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut
agar bisa berjalan dengan lancar.

Fungsi pengawasan, berarti Anggaran negara harus menjadi


peAnggaranan untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan
tertentu itu dibenarkan atau tidak.

Fungsi alokasi, berarti bahwa Anggaran negara harus diarahkan


untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya
serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan Anggaran negara harus


memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa Anggaran pemerintah


menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.

Prinsip penyusunan APBN

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:

Intensifikasi penerimaan Anggaran dalam jumlah dan kecepatan


penyetoran.
Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.

Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN


adalah:

Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.


Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri


dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
STUDY KASUS

Kronologis Kasus Penyelewengan Anggaran APBN Menteri Energi dan


Sumber Daya Mineral (ESDM)

Kasus dugaan meminta suap dengan paksa disangkakan kepada mantan


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, terus didalami oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada 3 September 2014, KPK menetapkan
Jero Wacik sebagai tersangka. Jero diduga melakukan tindak pidana
korupsi terkait dengan pengadaan proyek dan Dana Operasional Menteri
(ANGGARAN) di Kementerian ESDM pada tahun 2011-2013.

Pasalnya, menurut Juru Bicara Kementerian ESDM, Saleh Abdurahman


menjelaskan ANGGARAN yang besarnya tiap bulan mencapai Rp 120
juta.Dengan ANGGARAN tersebut, dalam setahun ada jatah Rp 1,440
miliar untuk berbagai kegiatan Jero. Penggunaan uang sebesar itu,
menurut Saleh, mutlak ada di tangan menteri. ANGGARAN dibagikan ke
seluruh kementerian, untuk menteri. Beliau yang tahu untuk apa dana
itu, ujarnya. Meski tidak tahu secara pasti bagaimana Jero mengelola
uang tersebut, dia menegaskan bahwa Anggaran boleh digunakan untuk
segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan menteri.

Analisis Kasus Anggaran ESDM

Dana Operasional Menteri adalah dana yang disediakan untuk menunjang


kegiatan operasional yangberkaitan dengan representasi, pelayanan,
keamanan, dan biaya kemudahan dan kegiatan lain guna melancarkan
pelaksanaan tugas Menteri/Pejabat setingkat Menteri sehari-hari.

Anggaran digunakan berdasarkan kebijakan/Pejabat setingkat Menteri


dengan pertimbangan asas manfaat, efisiensi, dan tidak untuk keperluan
pribadi yang tidak berkaitan dengan kebutuhan dinas atau jabatan.
Cairnya Anggaran, didasari oleh adanya usulan SPM melalui Kuasa
Pengguna Anggaran (KAP). Selain itu, pada akhir periode Anggaran juga
membutuhkan laporan pertanggungjawaban atas dana yang telah
digunakan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2006 tentang
Dana Operasional Menteri/Pejabat Setingkat Menteri).

Besarnya Anggaran setiap bulan adalah sekitar 120 juta. Tapi, ternyata
jumlah dana ini tidak cukup untuk Jero Wacik dalam melakukan kegiatan
opersionalnya sebagai menteri. Hal itu menyebabkan Jero Wacik untuk
melakukan tindakan korupsi. Bagaimanapun, tindakan korupsi yang
dilakukan Jero Wacik adalah tindakan pidana dan harus mendapatkan
sanksi. Dan akibatnya, Anggaran Belanja Pemerintah Negara mengalami
kebengkakan dan menyebabkan kerugian negara. Pasanya, uang hasil
korupsi tersebut senilai 9,9 milyar.

Penyelewengan dan korupsi Anggaran yang terjadi mengidentifikasikan


bahwa Anggaran belum bisa berperan sebagaimana fungsinya. Dimana
salah satu fungsi Anggaran adalah sebagai regulator, yaitu Anggaran
membatasi banyaknya pengeluaran atau belanja yang digunakan oleh
negara. Hal ini berarti, dalam sistem Anggaran yang tepat, tidak akan
muncul dana-dana yang tidak sesuai dengan dana yang telah dianggarkan
sebelumnya.

KEBIJAKAN FISKAL

PENGERTIAN KEBIJAKAN FISKAL

Beberapa pandangan kebijakan fiskal menurut pandangan ahli ;


a. Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat
perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya
dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi. (Sadono Sukirno, 2003)
b. Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah
uantuk mengelolah/ mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih
baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah- ubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. (Prathama Rahardja Mandala Manurung,
pengantar ilmu ekonomi )
c. Kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah mengatasi defisit
anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah
APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih
kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi stabilitas
ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan ekonomi,
tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran. (Tulus TH
Tambunan, 2006 )
d. Kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran pemerintah atau
perpajakkan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan
permintaan agregat. Indikator yang biasa dipakai adalah budget defisit
yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran
transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak. (Norpin, Ph. D. 1987 )
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan
(berupa pajak) pemerintah. Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat
yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah
suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian
menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan
alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.

1.TUJUAN DARI KEBIJAKAN FISKAL


Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan
ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
1. untuk meningkat laju investasi
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi
disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat
dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi
tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan
investasi berencana di sektor public, namun pada kenyataannya
dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem yaitu
dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan
terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara
tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup,
baik swasta maupun pemerintah. Oleh karena itu kebijakan fiskal
memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio
tabungan inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan,
memacu, mendorong dan menghambat laju investasi.
2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara
sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan
cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya
memacu laju pembentukkan modal. Nantinya invesatasi optimal secara
sosial bermanfaat dalam pembentukkan pasar yang lebih luas,
peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal
pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja
untuk mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta
melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari
pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun,
langkah ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian
jumlah penduduk.
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidakstabilan
internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan
stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal.
Dalam rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada
masa boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat
menyedot rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar.
Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan
barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli
tambahan.
5. Untuk menanggulangi inflasi
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya
adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi
dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot
sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses
inflasi.
6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan
nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat
dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat
tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran
program pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor
perekonomian.

FUNGSI UTAMA KEBIJAKAN FISKAL


1. Fungsi Alokasi, yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang
tersedia dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan
masyarakat berupa Public goods seperti jalan, jembatan, pendidikan dan
tempat ibadah dapat terpenuhi secara layak dan dapat dinikmati oleh
seluruhn masyarakat.
2. Fungsi Distribusi, yaitu fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian
pendapatan nasional dapat lebih merata untuk semua kalangan dan
tingkat kehidupan.
3. Fungsi Stabilisasi, agar terpeliharanya keseimbangan ekonomi terutama
berupa kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga-harga umum yang
relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai.
( Soediyono,R,1992,h.89 )

BENTUK BENTUK KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:

1. Kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atas barang dan


jasa.
Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam
pendapatan nasional yang dilambangkan dengan huruf G. Pembelian
atas barang dan jasa pemerintah ini mencakup pemerintah daerah, dan
pusat. Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya,
jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran,
dan gaji guru sekolah.

2. Kebijakan yang menyangkut perpajakan


Pajak merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan
yang berasal dari migas. Baik perusahaan maupun rumah tangga
mempunyai kewajiban melakukan pembayaran pajak atas beberapa
bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan. Pajak yang dibayarkan
digunakan semata-mata untuk pembangunan negara tersebut. Kebijakan
pemerintah atas perpajakan mengalami pembaharuan dari waktu ke
waktu, hal ini disebut tax reform (pembaharuan pajak). Tax reform yang
dilakukan pemerintah mengikuti adanya perubahan di dalam masyarakat,
seperti meningkatnya pendapatan.

3. Kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer.


Pembayaran transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan
keamanan sosial, dan tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer
merupakan bagian belanja pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran
tansfer tidak masuk dalam komponen G di dalam perhitungan pendapatan
nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan merupakan pembelian
sesuatu barang yang baru diproduksi dan pembayaran tersebut bukan
karena jual beli barang dan jasa. Pembayaran transfer mempengaruhi
pendapatan rumah tangga, namun tidak mencerminkan produksi
perekonomian. Karena PDB dimaksudkan untuk mengukur pendapatan
dari produksi barang dan jasa serta pengeluaran atas produksi barang dan
jasa, pembayaran transfer tidak dihitung sebagai bagian dari belanja
pemerintah.

Salah satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan
fiskal dapat dan hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat
keluaran dan peluang kerja. Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua
hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:

1) Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau


menaikkan pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari
penurunan.

2) Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau


memangkas pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.

Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya
beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan
jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli
masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Kebijakan fiskal mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun jangka


pendek. Kebijakan fiskal mempengaruhi tabungan, investasi, dan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang , sedangkan dalam jangka
pendek mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan
jasa.

STUDY KASUS :

KUMPULAN KASUS SEBAGAI CATATAN KEBIJAKAN FISKAL AWAL TAHUN 2016

Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang baru saja berlalu diperkirakan


hanya mencapai 4,7 persen. Pengeluaran pemerintah yang diharapkan
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ternyata hanya tumbuh 3,9
persen selama tiga kuartal pertama 2015 dengan kontribusi terhadap PDB
sebesar 8,5 persen. Memasuki awal tahun 2016 ini, CORE Indonesia
memberikan sejumlah catatan penting terkait dengan kebijakan fiskal
yang dijalankan selama tahun 2015 lalu yang patut diambil sebagai
pelajaran untuk tahun 2016, termasuk Undang-Undang APBN 2016 yang
telah disahkan oleh DPR.

Pertama, target penerimaan pajak tahun 2015 terlalu optimis untuk


kondisi dimana pertumbuhan ekonomi sedang melambat. Konsekuensinya,
shortfall menjadi sangat tinggi, hingga diprediksi di atas 20 persen. Jika
target yang over optimistic kembali dipatok di tahun 2016 tanpa dibarengi
upaya luar biasa dalam meningkatkan penerimaan, maka pertumbuhan
ekonomi 2016 yang diprediksi lebih tinggi dari tahun ini berpotensi
tertahan.

Kedua, defisit anggaran yang melebar semakin menambah beban utang


pemerintah.

Ketiga, kemampuan ekspansi belanja pemerintah semakin tinggi terutama


pada tahun 2016.

Keempat, alokasi APBN 2016 juga memiliki potensi dampak yang relatif
lebih besar bagi perekonomian karena difokuskan untuk membiayai
program-program prioritas serta dimaksimalkan perannya sebagai counter
cyclical perekonomian yang masih tumbuh di bawah potensinya.

Kelima, percepatan penyerapan anggaran diproyeksikan juga diperkirakan


akan lebih baik dibandingkan tahun 2015.

Keenam, kualitas penyerapan anggaran daerah menjadi sangat urgen


dalam mempengaruhi daya dorong belanja pemerintah terhadap ekonomi.
Jika tidak dikontrol dengan ketat, maka anggaran tersebut tidak akan
terserap dengan optimal.

UTANG LUAR NEGERI

PENGERTIAN UTANG LUAR NEGERI

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total
utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara
tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah,
perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang
diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga
keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.

Jenis Pinjaman Luar Negeri

Pinjaman Lunak

adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official Development


Assistance Loan atau Concessional Loan, yang berasal dari suatu
negara atau lembaga. multilateral, yang ditujukan untuk
pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial
bagi negara penerima dan memiliki komponen hibah (grant
element) sekurang-kurangnya 35% (tigapuluh lima per seratus).

Fasilitas Kredit Ekspor


adalah pinjaman komersial yang diberikan oleh lembaga keuangan
atau lembaga non keuangan di negara pengekspor yang dijamin
oleh lembaga penjamin kredit ekspor.

Pinjaman Komersial
pinjaman luar negeri Pemerintah yang diperoleh dengan persyaratan
yang berlaku di pasar dan tanpa adanya penjaminan dari lembaga
penjamin kredit ekspor

Pinjaman Campuran
kombinasi antara dua unsur atau lebih yang terdiri dari hibah,
pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, dan pinjaman komersial

sar.

STUDY KASUS

Perjanjian Kredit Antara Republic of Indonesia Melalui Menteri


Keuangan (Sebagai Peminjam) Dan fortis bank Cabang Singapura
(Sebagai Pemberi Pinjaman )

Pada Tanggal 30 Januari 2006, Rabal International Pte Ltd


(selanjutnya disebut Penyedia) dan Dephankam RI (selanjutnya
disebut Pembeli) telah menandatangani perjanjian pengadaan
(selanjutnya disebut Perjanjian Pengadaan), dengan mana
Penyedia telah bersedia untuk menyediakan peralatan pendukung
komunikasi elektronik. Harga Perjanjian Pengadaan adalah sebesar
USD 2,999,693.22 (dua juta Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan ribu enam ratus Sembilan puluh tiga dollar Amerika dan
dua puluh dua sen)
Untuk Membiayai 85% (delapan puluh lima perseratus) dari harga
perjanjian pengadaan tersebut, Lender telah setuju untuk
memberikan fasilitas kredit kepada Borrower, yang besaran
kreditnya dalam perjanjian ini (selanjutnya disebut "Buyer Credit")
adalah maksimal sebesar USD 2,549,739.24 (dua juta lima ratus
empat puluh Sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh Sembilan dollar
Amerika dan dua puluh empat sen)

Para Pihak menginginkan dalam perjanjian ini ketentuan dan syarat-


syarat yang seharusnya mengatur pembiayaan tersebut, didasarkan
pada pengesahan oleh dan antara pembeli dan penyedia yang
disebut dalam perjanjian pengadaan yang mengatur penjualan dan
pengiriman dari oi the subject goodsimd services.

KESIMPULAN
Dari kasus tersebut maka ini tergolong dalam pinjaman komersial,
dimana pinjaman luar negeri Pemerintah yang diperoleh dengan
persyaratan yang berlaku di pa

Anda mungkin juga menyukai