Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

SINDROM KLINEFELTER

Oleh :

NOVIANA WAHYUNINGATI (1411025)

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PATRIA HUSADA BLITAR

2014

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mengikuti prinsip-prinsip keturunan, biasanya kita beranggapan bahwa keadaan


bahan genetik adalah konstan selama pengamatan. Anggapan inilah menyebabkan mudahnya
mengikuti berbagai hukum keturunan tanpa mengingat adanya kemungkinan terjadinya
perubahan selama suatu eksperimen berlangsung. Akan tetapi sesungguhnya akan dapat
terjadi perubahan pada bahan genetik (Suryo, 2008).
Pada umumya bila terjadi perubahan genetik, dikatakan ada mutasi. Untuk mudahnya,
dapat di bedakan mutasi yang sitologis tampak di dalam inti sel sebagai perubahan
kromosom, dan mutasi gen yang sitologis tidak tampak namun mempunyai pengaruh pada
fenotip suatu organisme. Berdasarkan perjanjian, istilah mutasi umumnya di gunakan untuk
perubahan gen, sedang perubahan kromosom yang dapat di amati di kenal sebagai variasi
kromosom atau abarrasi. Terjadinya variasi kromosom biasanya mengakibatkan abnormalitas
pada individu. Aberrasi kromosom di bedakan atas perubahan dalam jumlah kromosom dan
perubahan dalam struktur kromosom (Suryo, 2008).
Jenis kelamin (sex) suatu individu di tentukan oleh 2 faktor yaitu genetis dan lingkungan.
Keduanya bekerja sama. Jika salah satu abnormal, maka karakter kelamin juga menjadi
abnormal. Jika susunan genetis normal, tapi ada kelainan dalam kehormonan atau suasana
psikologis anak, karakter kelamin setelah dewasa akan mengalami kelainan pula. Begitu pula
jika susunan genetis abnormal, meskipun faktor lingkungan di jaga baik, karakter kelamin
individu akan abnormal pula. (Wildan Yatim,1991).
Sindrom Klinefelter adalah salah satu kelainan genetik yang paling umum. Kelainan ini
dapat terjadi dengan perbandingan antara 1 dalam 500 dan 1 dari 1.000 laki-laki. kelainan ini
diberi nama syndrome klinefelter dengan mengambil nama tokoh pertama kali yang
menemukan adanya gejala kelainan sindrome ini, yaitu Dr. Harry Klinefelter pada tahun
1942. Sindroma Klinefelter adalah pria dengan sifat kewanitaan, dengan efek genetik
47,XXY.

2
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui apa itu sindroma klinifelter.
Untuk mengetahui sejarah sindroma klinifelter.
Untuk mengetahui penyebab dari sindroma klinifelter.
Untuk mengetahui ciri-ciri dari sindroma klinifelter.
Untuk mengetahui cara mendiagnosa sindroma klinefelter.
Untuk mengetahui cara pencegahan sindroma klinefelter.
Untuk mengetahui cara pengobatan sindroma klinefelter.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh
kelebihan kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun
penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Penderita sindrom
klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan
ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek
pada perbesaran payudara), dll.
Sindrom klineferter adalah salah satu akibat dari kelainan jumlah kromosom (aneuploid).
Pada umumnya penderita klinefelter mempunyai satu kromosom X ekstra (47,XXY), sebagai
akibat dari non-disjunction pada saat gametogenesis baik itu pada spermatogenesis atau pada
oogenesis. Kelainan ini terjadi pada pria. Usia lanjut dapat memperbesar terjadinya kelainan
ini. Sindromklinefelter bukan penyakit yang diturunkan.

2.2 Sejarah
Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter dan
rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laik-laki yang
memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis mengecil, dan
ketidakmampuan memproduksi sperma. Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan
menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasian tersebut dikarenakan kromosom X
tambahan pada lelaki sehingga mereka memiliki kromosom XXY. Pada tahun 1970-an, para
ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter merupakan salah satu kelainan genetik yang
ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500 hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan
akan menderita sindrom ini.

2.3 Penyebab
Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis
(meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet)
pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks
untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom
tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya, sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada
anak. Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan terjadi
pada ibu. Sebagian besar penderita sindrom klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada
pula yang memiliki kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.

4
Pada kondisi normal manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44 kromosom tubuh
dan 2 kromosom seks. Kromosom seks ini akan menentukan apakah anda laki-laki atau
perempuan. Normalnya laki-laki memiliki kromosom seks berupa XY sedangkan wanita XX.
Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom yang mulanya berjumlah
46 menjadi 23. Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks, misalnya pada
pria XY berpisah menjadi X dan Y begitupun dengan wanita XX menjadi X dan X. Jika
terjadi pembuahan pria maupun wanita akan menyumbangkan satu kromosom seksnya
begitupun dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk individu baru dengan 46
kromosom.
Pada sindrom klinefelter terjadi gagal pisah pada pria dan atau wanita. Jika yang gagal
berpisah adalah kromosom seks dari pria maka gamet yang ia sumbangkan memiliki
kromosom seks XY yang nantinya akan menyatu dengan kromosom X dari wanita dalam
proses pembuahan sehingga yang terjadi adalah bentuk abnormal 47,XXY (bentuk ini adalah
bentuk yang umumnya terjadi pada sindrom klinefelter). Ataupun bila wanita
menyumbangkan XX dan pria menyumbangkan Y. Atau bentuk lain yang terjadi akibat pria
menyumbangkan XY dan wanita menyumbangkan XX sehingga yang terjadi adalah sindrom
klinefelter berbentuk 48,XXXY.
Selain dapat terjadi akibat gagal berpisah pada saat pembentukan gamet, sindrom
klinefelter juga dapat disebabkan oleh gagal berpisah pada tahap mitosis setelah terjadinya
pembuahan membentuk mosaik klinefelter 46,XY/47,XXY. Biasanya bentuk gejala klinis
pada bentuk mosaik ini lebih ringan daripada bentuk klasiknya tetapi hal ini tergantung dari
sebanyak apa mosaiknya.

2.4 Ciri-ciri
1. Mental
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan intelektual IQ
di bawah rata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter memiliki kepribadian yang
kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun aktivitas yang dilakukan dibawah level
rata-rata (hipoaktivitas). Pada sebagian penderita sindrom ini juga terjadi autisme. Hal ini
terjadi karena perkembangan tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain
yang dialami penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal,
serta keterlambatan kemampuan menulis. Sifat tangan kidal juga lebih banyak ditemui pada
penderita sindrom ini dibandingkan dengan manusia normal. Pada pasien dewasa,
kemampuan seksualnya lebih tidak aktif dibandingkan laki-laki normal.

5
2. Fisik
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri seksual
yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan aspermatogenesis
(kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan
sel selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada
di antara sel gonad dan dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini
juga mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi, peningkatan
level gonadotropin, dan ginekomastia. Penderita klinefelter akan mengalami ganguan
koordinasi gerak badan, seperti kesulitan mengatur keseimbangan, melompat, dan gerakan
motor tubuh yang melambat. Dilihat dari penampakan fisik luar, penderita klinefelter
memiliki otot yang kecil, namun mengalami perpanjangan kaki dan lengan.

2.5 Diagnosis
Gejala yang paling sering dilaporkan ginekomastia dan infertilitas. Sindrom klinefelter
dapat diketahui dengan cara melakukan pemeriksaan kariotipe (tes dilakukan cara
pengambilan jaringan dari darah, sumsum tulang belakang, cairan amnion, ataupun dari
plasenta. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap jumlah kromosom dan struktur dari
kromosom), Androgen receptor gene quantitative real-time PCR (AR-qPCR) termasuk
aberasi kromosom X, tes hormon dimana pada masa pertengahan pubertas testosteron
menurun sedangkan FSH dan LH meningkat, pemeriksaan rutin densitas tulang dimana
penderita klinefelter mempunyai resiko tinggi terhadap osteoporesisi dan osteopenia.

2.6 Pencegahan
Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan deteksi
sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom ini kadang-kadang dapat diturunkan dari
ayah penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-
kelahiran. Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan memiliki keturunan
karena adanya mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran sel normal dan sel
klinelfelter sehingga sel normal tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin
cepat dideteksi, penderita klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi
dan terapi psikologi sebelum memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus
dilakukan adalah uji kemampuan mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi
masalah motorik dan keterlambatan bicara. Terapi hormon testosteron pada usia 11-12 tahun

6
merupakan salah satu tindakan pencegahan keterbelakangan perkembangan karakteristik
seksual sekunder pada pria penderita klinefelter.

2.7 Pengobatan
Ginekomastia dapat diobati dengan pembedahan, masalah dalam berbicara dan
pembelajaran membaca dan menulis yang lambat dapat diatasi dengan pendidikan khusus,
masalah motorik dapat diatasi dengan terapi fisik, terapi androgen dengan menggantikan
testosteron yang kurang pada penderita klinefelter.
Terapi androgen adalah terapi yang umum dilakukan pada penderita klinefelter, dengan
terapi ini diharapkan akan menumbuhkan rambut tubuh dan rambut fasial, meningkatkan
kekuatan, meningkatkan gairah seksual, membentuk otot, memperbesar testis, meningkatkan
mood, diharapkan mampu mengatasi masalah antisosial, dan mengurangi kemungkinan
osteoporosis.

BAB III

7
METODOLOGI
3.1 Ruang Lingkup Pengamatan
1) Ruang Lingkup Keilmuan
Pengamatan meliputi bidang genetika.
2) Tempat Pengamatan
Kampus STIKes Patria Husada Blitar
3) Waktu Pengamatan
Hari/ Tanggal : Selasa 9, Desember 2014
Pukul : 14.00 16.00 WIB

3.2 Alat Dan Bahan Yang Digunakan


Alat
a) Gunting
b) Alat Tulis
c) Penggaris
d) Lembar Kerja
Bahan
a) Lem
b) Gambar Kromosom

3.3 Cara Kerja Dalam Pengamatan


1) Tahap pertama yaitu gambar kromosom digunting untuk memisahkan masing-
masing.
2) Tahap kedua, kromosom- kromosom tersebut dipasangkan berdasarkan ukuran, letak
sentromer, dan pola pitanya.
3) Tahap ketiga, pasangan kromosom tersebut ditempel pada lembar kerja yang
sebelumnya sudah diberi garis- garis untuk menempatkan gambar
kromosomberdasarkan urutan kelompok, mulai dari kromosom satu sampai seks
abnormalitas kromosom diidentifikasi.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang diakibatkan oleh
kelebihan kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, namun

8
penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Penderita sindrom
klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan mental, dan gangguan perkembangan
ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek
pada perbesaran payudara).
Sindroma Klinefelter adalah laki-laki yang menyerupai perempuan. Dalam tahun
1942 Klinefelter menemukan orang yang mempunyai fenotip pria tetapi memperlihatkan
tanda-tanda wanita seperti tumbuhnya payudara (Gynaecomastia), pertumbuhan rambut
kurang, lengan dan kaki ekstrim panjang sehingga seluruh tubuh tampak tinggi, suara tinggi
seperti wanita, testis kecil. Alat genitalia eksternal tampak normal, tetapi spermatozoa
biasanya tidak di bentuk.
Penderita ini sukar di tentukan waktu bayi dan anak, kecuali ada gejala mental
terbelakang. Setelah akil baligh mulai nampak perubahan.

4.2 Saran
Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan
laporan pengamatan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya, dan
pembaca pada umumnya. Saya ucapkan terimakasih bagi pihak yang telah mendukung dalam
pembuatan laporan pengamatan ini.

DAFTAR PUSTAKA
1) Suryo. 2008. Genetika Manusia. GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.
Yogyakarta.
2) Wildan Y., 1991. Genetika. Edisi IV, Cetak Ulang, Penerbit TARSITO. Bandung
3) http://liavanilla.wordpress.com/bios-stuff/beberapa-syndrome-akibat-kelainan-
genetis/

9
4) http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Klinefelter

10

Anda mungkin juga menyukai