Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Posyandu merupakan bentuk peran serta masyarakat di bidang kesehatan

yang dikelola oleh kader dengan sasaran seluruh anggota masyarakat. Posyandu

mempunyai tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan ibu, bayi balita dan

pasangan usia subur. Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang

melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari

masyarakat dan oleh masyarakat yang telah mendapatkan pendidikan dan

pelatihan dari pukesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Semula posyandu

memperoleh pelayanan KB dan kesehatan dalam pengembanganya, posyandu

dapat dibina menjadi suatu forum komunikasi dan pelayanan di masyarakat.

(Runjati, 2010) Program posyandu dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat,

maka diharapkan masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan,

memanfaatkan dan mengembangkan posyandu sebaik-baiknya (Budioro.B,2002

dalam siswanto.2010). Di Indonesia pada tahun 2010 kunjungan balita ke

posyandu masih 50% dan kondisi ini salah satunya dipengaruhi oleh cara

pandang orang tua yang merasa anaknya tidak perlu lagi dibawa ke posyandu

seiring dengan pertambahan umur, selain itu minimnya kepercayaan para orang

tua terhadap kinerja kader posyandu (Antara.2010). Menurut data kunjungan

balita pada bulan Maret 2012 Provinsi Sulawesi Selatan 2.527.360 (21,900%)
2

dari jumlah balita 2.408.037(Kemenkes RI 2012). Dari dataDinas Kesehatan

Kabupaten toraja utara pada tahun 2012 terdapat jumlah kunjungan balita

berjumlah 35.691 (79,97%) dari jumlah balita 45.198 dan puskesmas

Tallunglipu kecamatan Tallunglipu jumlah kunjungan balita ke posyandu 812

(74,63%) dari jumlah balita 1088 (Dinkes, 2012). Sedangkan menurut hasil

survey dari peneliti catatan hasil penimbangan D/S di posyandu yang di

damping oleh puskesmas Tallunglipu pada november 2013 sebesar 67,8% dan

dari posyandu melati kelurahan tantanan kecamatan Tallunglipu jumlah

kunjungan balita ke posyandu sebesar 18,75% dari jumlah balita 48 keseluruhan

balita yang ada di posyandu melati kelurahan Tantanan sehingga peneliti

mengambil lokasi posyandu melati kelurahan Tantanan kecamatan Tallunglupi

untuk dijadikan penelitian. Keberhasilan posyandu tak lepas dari kerja keras

kader yang dengan sukarela

Mengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihan

dan pembinaan keterampilan memadai bagi kader menyebabkan kurangnya

pemahaman tugas kader, lemahnya informasi serta koordinasi antara petugas

dalam kegiatan posyandu dapat mengakibatkan kurangnya tingkat kehadiran

balita ke posyandu. Kelangsungan posyandu tergantung dari partisipasi

masyarakat itu sendiri. Rendahnya peran serta masyarakat untuk datang ke

posyandu disebabkan adanya beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain, umur

balita, jumlah anak, jarak dari rumah ke posyandu terlalu jauh, kurangnya

menarik sarana prasarana di posyandu, dan kurangnya pengetahuan ibu tentang


3

pentingnya berkunjung ke posyandu.(Ismawati, 2010) dan dari hasil wawancara

ibuibu balita ada juga yang menganggap kunjungan ke 3 posyandu hanya

untuk mendapatkan makanan tambahan, mengajak anaknya bermain dan ibu

balita bisa berkumpul dengan mengetahui status kesehatan dan pemahaman serta

pengetahuan tentang tumbuh kembang anak bisa ditingkatkan. Adapun jika ibu

tersebut jarang membawa balitanya ke posyandu maka ibu tidak dapat

mengetahui status kesehatan serta tumbuh kembang balitanya. Unsur utama

dalam pelayanan posyandu adalah kader. Kader posyandu selama ini lebih

sering menjadi pelaksana saja, bukan pengelola posyandu. Pengelola posyandu

artinya bukan hanya melaksanakan kegiatan posyandu saja, tetapi juga

merencanakan kegiatan dan mengaturnya. Kader posyandu sebaiknya mampu

menjadi pengelola posyandu, karena merekalah yang paling memahami kondisi

kebutuhan masyarakat di wilayahnya, dan keaktifan kader di posyandu sangat

menentukan kualitas dari fungsi dan kinerja posyandu.(Waluyo.2010) Faktor

yang lain yang mempengaruhi perilaku seseorang kader dalam pelaksanaan

posyandu, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dari sosial

budaya, dukungan tokoh masyarakat, peran petugas kesehatan, pengaruh

keluarga, dan kebijakan pemerintah, Sedangkan faktor internal meliputi

pendidikan, sikap, motivasi, dan pekerjaan. Disisi lain faktor pekerjaan yang

paling mendominasi ketidakefektifan kader posyandu.(Rumpiati.2011) Peran

kader saat ini hanya menimbang bayi jika balita datang ke posyandu dan

memberi PMT (pemberian makanan tambahan), dan selain itu cara kader
4

memberi informasi jika saat ini waktunya penimbangan balita itu bukan secara

door to door atau 4 kunjungan ke rumah-rumah ibu balita, akan tetapi dipanggil

dari spiker gereja atau tempat ibadah lain saja. Upaya yang perlu dilakukan

dalam rangka meningkatkan peran kader posyandu yaitu dengan cara

diadakanya pelatihan kader posyandu. Penyelenggaraan pelatihan kader dapat

dilakukan oleh masyarakat itu sendiri yang berkoordinasi dengan petugas

kesehatan dan melibatkan sektor lain di bawah bimbingan puskesmas,

sedangkan metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran

yang diharapkan, setelah melakukan pelatihan kader rencana tindak lanjutnya

dengan melakukan evaluasi serta aplikasi atau penerapan hasil pelatihan di

masyarakat. Sedangkan untuk meningkatkan sikap serta ketrampilan yang

dilatihkan harus disesuaikan dengan tugas kader dalam meningkatkan program

kesehatan di desa kader. Pelatihan yang dimaksudkan itu adalah kemampuan

kader dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan.(Yulifah dan

Yuswanto, 2009) Berdasarkan uraian di atas maka perlu diteliti bagaimana

kader posyandu dalam meningkatkan kunjungan balita ke posyandu sehingga

peneliti mengambil judul Peran kader posyandu dalam meningkatkan

kunjungan balita ke posyandu.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang peran dan

fungsi posyandu terhadap motivasi kunjungan posyandu di wilayah kerja


5

Puskesmas Tallunglipu cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui di wilayah

kerja Puskesmas Tallunglipu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ditemukan, dapat dirumuskan

masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan

masyarakat tentang peran dan fungsi posyandu terhadap motivasi kunjungan

posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap peran kader

posyandu dalam meningkatkan kunjungan balita di setiap posyandu yang

ada di kecamatan Tallunglipu Kabupaten Toraja utara.

Tujuan Khusus

a. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan kader posyandu dalam

meningkatkan kunjungan balita di setiap posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Tallunglipu
b. Diketahuinya hubungan sikap kader posyandu dalam meningkatkan

kunjungan balita di setiap posyandu di wilayah kerja Puskesmas

Tallunglipu

D. Manfaat Penelitian
6

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu tentang peran dan

fungsi posyandu terhadap motivasi kunjungan posyandu

Manfaat praktis :

a. Bagi profesi keperawatan

Sebagai bahan rujukan bagi pengembangan keperawatan komunitas

maupun individu dan sebagai referensi bagi penelitian lain tentang peran

dan fungsi posyandu terhadap motivasi kunjungan posyandu

b. Bagi institusi kampus

Merupakan salah satu sumber kepustakaan baru yang dapat

memperkaya khasanah keilmuan mengenai peran dan fungsi posyandu

terhadap motivasi kunjungan posyandu


7

c. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi Puskesmas

Tallunglipu dan Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara dalam

merumuskan kebijakan tentang peran dan fungsi posyandu terhadap

motivasi kunjungan posyandu

Bagi peneliti

1) Merupakan pengalaman berharga dalam menerapkan ilmu yang

telah diperoleh di bangku kuliah

Menambah pengetahuan tentang peran dan fungsi posyandu

terhadap motivasi kunjungan posyandu


8

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tinjauan Umum tentang Posyandu

1. Pengertian Posyandu

Posyandu merupakan forum komunikasi, ahli tehnologi dan

pelayanan kesehatan masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat

yang mempunyai nilai strategis utuk pengembangan sumber daya manusia

sejak dini (Efendy, 1998).

Posyandu

B. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah kumpulan informasi yang dipahami, diperoleh

dari proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu

sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun

lingkungannya (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).


9

Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang sebab dari pengetahuan dan

penelitian ternyata prilakunya yang disadari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2012).

2. Tingkat Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk kedalam tingkatan ini adalah mengingat kembali

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat

pengetahuan tingkat rendah.

b. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan cara

benar tentang objek yang diketahui yang dapat diimplementasikan

materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau pada kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis
10

Analisis atau kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu

objek kedalam komponen komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasitersebut dan masih ada kaitannya satu sama yang lain.

e. Sintesis

Sintesis menunjukkan pada suatu komponen untuk menetapkan atau

menghubungkan bagian bagian dalam bentuk keseluruh yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan austifikasi atau

penilaian berdasarkan suatu kriteria kriteria yang ada(Notoatmodjo,

2012).

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, seperti :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima dan

mendapatkan infromasi sehingga pengetahuan semakin meningkat.

b. Informasi/media massa
11

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non

formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga

menghasilkan perubahan atau peningktaan pengetahuan.


12

c. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui pelaran

apakah yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi seseorang juga

akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk

kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi akan mempengaruhi

pengetahuan.

d. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke

dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut (Notoatmodjo,

2012).

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

di masa lalu.

f. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola

pikir seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin

membaik.
13

4. Cara Mengukur Pengetahuan/Kriteria

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas

(Notoatmodjo, 2012).

5. Proses Pengetahuan

Penelitian tentang pengetahuan yang dilakukan oleh Rogers (1974)

yang mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari pengetahuan, dan

sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi

urutan proses :

a. Adoption, yakni penerapan prilaku sesuai dengan pengetahuan

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Awareness (kesadaran) yakni kesadaran terhadap stimulus (objek)

c. Evaluation (evaluasi) perpindahan terhadap baik tidaknya stimulus bagi

dirinya.

d. Interest (daya tarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.

e. Trial, yakni mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang di kehendaki

oleh stimulus.

6. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

Penelitian Rogers (1994) dalam Notoatmodjo (2012).membuktikan

bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih
14

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran.

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu apa

arti dan manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau bagi organisasi.

Pengetahuan akan berdampak besar terhadap perilaku CTPS pada diri

seseorang. Pengetahuan yang baik tentang CTPS akan menyebabkan

seseorang melakukan CTPS secara sadar dan akan bertahan dalam jangka

waktu yang lama.

C. Tinjauan Umum tentang Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap (attitude) adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus

atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan

sebagainya). Campbell (1950) mendefenisikan sangat sederhana, yakni :An

individuals attitude is syndrome of response consistency with regard to

object. Sikap adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons

stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2012).

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum

merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan

predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.


15

2. Komponen Sikap

Menurut Allport (1954), sikap terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu :

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave), artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka

(tindakan)

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,

pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Contoh : seorang ibu mendengar (tahu) penyakit demam berdarah

(penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, dan sebagainya).

Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya

keluarganya, terutama anaknya tidak terkena penyakit demam berdarah.

Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga

ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3 M agar

anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu
16

(berniat melakukan 3 M) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam

berdarah (Notoatmodjo, 2012).

3. Tingkatan Sikap

Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitasnya, yakni :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek)

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang

lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang

lain merespons

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil

sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil

risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain

(Notoatmodjo, 2012).
17

4. Fungsi Sikap

Menurut Katz (1964) sikap mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat

Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orangmemandang sejauh

mana obyek sikap dapat digunakan sebagaisarana atau alat dalam rangka

mencapai tujuan. Bila obyek sikapdapat membantu seseorang dalam

mencapai tujuannya, maka orangakan bersifat positif terhadap obyek

tersebut. Demikian sebaliknyabila obyek sikap menghambat pencapaian

tujuan, maka orang akanbersikap negatif terhadap obyek sikap yang

bersangkutan.

b. Fungsi pertahanan ego

Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi

untukmempertahankan ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh

seseorangpada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan

dirinya atauegonya.

c. Fungsi ekspresi nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagiindividu untuk

mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Denganmengekspresikan

diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapatmenunjukkan kepada

dirinya. Dengan individu mengambil sikaptertentu akan

menggambarkan keadaan sistem nilai yang ada padaindividu yang

bersangkutan.
18

d. Fungsi pengetahuan

Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti

denganpengalaman-pengalamannya. Ini berarti bila seseorang

mempunyaisikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan

tentangpengetahuan orang terhadap obyek sikap yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2012).

5. Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap :

a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability) dan

dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan

individu dalam hubungan dengan objek

b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu

sehingga dapat dipelajari

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek

sikap

d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada

sekumpulan/banyak objek

e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar

f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan

dengan pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).


19

6. Cara Mengukur Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengukuran sikap secara langsung

Pada umumnya digunakan tes psikologi

b. Pengukuran sikap secara tidak langsung

Bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk

dikomunikasikan secara lisan (verbal) (Notoatmodjo, 2012).

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

a. Faktor intern

Perasaan atau emosi memegang peranan penting di dalam sikap karena

seseorang akan bertindak pada mulanya sudah memiliki suatu rencana di

dalam dirinya baik rencananya dilaksanakan atau tidak namun di dalam

hatinya sudah memiliki kehendak untuk bersikap, untuk menentukan

berhasil atau tidaknya suatu tujuan.

b. Faktor ekstern

1) Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap

2) Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap

3) Sifat orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut

4) Media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan sikap

5) Situasi pada saat sikap terbentuk (Notoatmodjo, 2012).


20

8. Hubungan Sikap dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

Sikap menggambarkan suka dan tidak suka terhadap obyek.

Sikapsering diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain

yangpaling dekat. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak

selaluterwujud dalam tindakan nyata. Teori tindakan beralasan (theory

ofreasoned action) oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein (Azwar S,2011)

mengemukakan bahwa sikap mempengaruhi perilakulewat suatu

pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan sertadampaknya terbatas

hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidakbanyak ditentukan oleh sikap

umum tetapi sikap yang positif terhadapsesuatu. Kedua, perilaku

dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapijuga oleh norma-norma subyektif

(subjektive norms). Ketiga, sikapterhadap suatu perilaku bersama norma-

norma subyektif membentuksuatu intensi atau niat untuk berperilaku

tertentu.

Sikap yang positif terhadap perilaku CTPS akan berdampak pada

terbentuknya perilaku untuk melaksanakan CTPS. Sedangkan sikap yang

negatif akan berdampak pada perilaku yang menolak untuk melaksanakan

CTPS (Azwar S,2011).


21

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka KonsepPenelitian

Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel bebas Variabel terikat

Tingkat Pengetahuan

Perilaku CTPS
Sikap
Sebelum Menyusui

Ekonomi

Keterangan :

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

30
22

B. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis nol (H0) :

a. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku cuci

tangan pakai sabun sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas

Tallunglipu

b. Ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku cuci tangan pakai sabun

sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu

2. Hipotesis alternatif (Ha)

a. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku

cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas

Tallunglipu

b. Tidak ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku cuci tangan pakai

sabun sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu


23

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan

pendekatan cross sectional study. Desain ini merupakan penelitian yang

dilakukan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada suatu saat (Notoatmodjo, 2012). Penelitian bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu dengan perilaku CTPS

sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 s/d Maret 2015di wilayah

kerja Puskesmas TallunglipuKabupaten Toraja Utara.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini

adalah semua ibu menyusui yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Tallunglipu.

32
24

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Sampel pada penelitian ini adalah semua ibu menyusui yang datang

berkunjung di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu pada saat

penelitian berlangsungsesuai dengan kriteria inklusi. Sampel yang diteliti

sebanyak 35 orang.

3. Teknik sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive samplingdimana sampel

penelitian adalah mereka yang memenuhi kriteria inklusi.

a. Kriteria inklusi :

1) Ibu yang menyusui

2) Hadir pada saat penelitian berlangsung

3) Ibu yang bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi :

1) Tidak menyusui

2) Tidak hadir pada saat penelitian berlangsung

3) Tidak bersedia menjadi responden


25

D. Alur Penelitian

Pengambilan Data Awal

Identifikasi Populasi

Semua ibu menyusui yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu

Identifikasi Sampel

Sebagian ibu yang terpilih menjadi sampel penelitian

Teknik Sampling

Total sampling

Variabel

Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Metode Pengumpulan Data

Kuesioner

Analisis Data

Program SPSS

= 0,05 hipotesis diterima

Penyajian Hasil

Gambar 4.1

Alur Penelitian
26

E. Metode Penelitian

Data primer diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari pencatatan Posyandu,Puskesmas,dan

Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara.

F. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Defenisi Alat
No Variabel Kriteria Skala
Operasional Ukur
1. Perilaku Kegiatan mencuci CTPS:Jika
CTPS tangan dengan mencuci tangan
sabun dan air dengan sabun
mengalir yang dan air
bersih sebelum mengalir
menyusui. sebelum
Kuesioner
menyusui
dengan
Tidak CTPS : Ordinal
skala
Jika tidak
Likert
mencuci tangan
dengan sabun
dan air
mengalir
sebelum
menyusui
2. Tingkat Pengetahuan ibu
Pengetahuan tentang CTPS
sebelum menyusui Baik : Jika skor
yang diukur >5 Kuesioner
dengan 10
dengan
(sepuluh) Ordinal
skala
pertanyaan dan
Guttman
diberi skor 1 untuk
setiap jawaban Kurang
yang benar. : Jika skor < 5
27

3. Sikap Tanggapan ibu


terhadap perilaku
CTPS sebelum
Positif : Jika
menyusui yang
skor > 5 Kuesioner
diukur dengan 10
(sepuluh) dengan
Ordinal
pertanyaan dengan skala
nilai skor 1 untuk Guttman
setiap sikap yang Buruk : Jika
mendukung. skor< 5

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

a. Editing

Meneliti kembali kelengkapan dan relevansi jawaban pada kuesioner

b. Koding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan

c. Tabulating

Data yang telah diperoleh dimasukkan dalam tabel tabulasi data sesuai

dengan variabel yang diteliti

2. Analisis Data

a. Analisa univariat

Analisis univariat dilakukan pada semua variabel yang berasal dari hasil

penelitian. Hasilnya berupa distribusi dan presentase dari setiap variabel

yang akan diteliti.


28

b. Analisa bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang bersangkutan

(variabel bebas dan variabel terikat).

3. Analisis data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS

dengan batas kemaknaan = 0,05.

4. Penyajian data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan disertai dengan narasi.

H. Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjek antara lain

menjamin kerahasiaan identitas, hak privasi dan martabat responden. Penelitian

dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari STIKES Tana Toraja dan

persetujuan dari tempat penelitian.

Sebelum membagikan kuesioner, peneliti terlebih dahulu menjelaskan

maksud dan tujuan penelitian dengan menekankan prinsip etika penelitian yang

meliputi :

1. Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan

informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki

kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi

dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan

prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti

mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri


29

dari: (1) penjelasan manfaat penelitian; (2) penjelasan kemungkinan risiko dan

ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan; (3) penjelasan manfaat yang akan

didapatkan; (4) persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan subyek berkaitan dengan prosedur penelitian; (5) persetujuan subyek

dapat mengundurkan diri kapan saja; dan (6) jaminan anonimitas dan

kerahasiaan. Namun kadangkala, formulir persetujuan subyek tidak cukup

memberikan proteksi bagi subyek itu sendiri terutama untuk penelitian-

penelitian klinik karena terdapat perbedaan pengetahuan dan otoritas antara

peneliti dengan subyek. Kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan adanya

prosedur penelitian.

2. Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat

terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi.

Sedangkan, tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh

orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu

tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi

mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner

dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas

subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification

number) sebagai pengganti identitas responden.

3. Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi

prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,


30

berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,

keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius subyek

penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip

keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki

bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah

keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara anggota kelompok

masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian

membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan,

kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam

prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan

hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama,

maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

4. Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek

penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek

(nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan

cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian

untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun kematian subyek

penelitian (https://akupunktursolo.files.wordpress.com, diakses 13 Desember

2014)
31

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Tallunglipu pada Desember 2014 s/d Maret 2015dengan menggunakan kuesioner

penelitian. Sebanyak 35 responden menjadi sampel penelitian dengan hasil

penelitian sebagai berikut :

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Tallunglipu merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang

ada di Kabupaten Toraja Utara dan terdiri atas tujuh kelurahan/lembang.

Kecamatan Tallunglipu memiliki satu Puskesmas, yaitu Puskesmas

Tallunglipu yang terletak di Kelurahan Tallunglipu. Luas Kecamatan

Tallunglipu adalah 9,42 km2 yang terdiri atas :

a. Kelurahan Tampo Tallunglipu

b. Kelurahan Tagari Tallunglipu

c. Kelurahan Rante Paku Tallunglipu

d. Kelurahan Tallunglipu Matallo

e. Kelurahan Tallunglipu

f. Kelurahan Tantanan Tallunglipu

g. Lembang Buntu Tallunglipu

40
32

Tabel 5.1
Distribusi Penduduk di Kecamatan Tallunglipu
Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

LEMBANG / PEREM-
NO LAKI- LAKI JUMLAH
KELURAHAN PUAN
1 Tampo Tallunglipu 1.803 1.824 3.627
2 Tagari Tallunglipu 2.219 2.204 4.423
3 Rante Paku Tallunglipu 1.005 956 1.961
4 Tallunglipu Matallo 2.266 2.158 4.424
5 Tallunglipu 1.157 1.076 2.233
6 Tantanan Tallunglipu 458 481 939
7 Buntu Tallunglipu 529 501 1.030
Jumlah 9.437 9.200 18.637
Sumber : Puskesmas Tallunglipu, 2015

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

penduduk Kecamatan Tallunglipu berjumlah 18.637jiwa dengan jumlah

penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Adapun mata

pencaharian utama penduduk adalah sebagai petani.

2. Analisis Univariat

a. Kelompok Umur

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

Kelompok Umur n %
< 20 tahun 3 8,6
20 29 tahun 13 37,1
30 39 tahun 11 31,4
40 49 tahun 6 17,1
> 49 tahun 2 5,7
Total 35 100,0
Sumber : Data primer, 2015
33

Berdasarkan tabel 5.2, maka dapat disimpulkan bahwa responden

pada penelitian ini sebagian besar berumur 20 29 tahun yakni

sebanyak 13 orang (37,1%). Kelompok umur 30 39 tahun sebanyak

11 orang (31,4%), kelompok umur 40 49 tahun sebanyak 6 orang

(17,1%). Kelompok umur < 20 tahun sebanyak 3 orang (8,6%) dan

kelompok uur > 49 tahun sebanyak 2 orang (5,7%).

b. Pendidikan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

Pendidikan n %
Tidak tamat SD 3 8,6
SD 4 11,4
SMP 4 11,4
SMA 12 34,3
Diploma 4 11,4
Sarjana 8 22,9
Total 35 100,0
Sumber : Data primer, 2015

Berdasarkan data pada tabel 5.3 maka dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden berpendidikan SMA, yakni sebanyak 12 orang

(34,3%). Namun masih ditemukan 3 responden (8,6%) yang tidak tamat

SD.
34

c. Pekerjaan

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

Pekerjaan n %
Ibu rumah tangga 21 60,0
PNS 5 14,3
Swasta 6 17,1
Wiraswasta 1 2,9
Petani 2 5,7
Total 35 100,0
Sumber : Data primer, 2015

Berdasarkan data pada tabel 5.4dapat diketahui bahwa sebanyak

21 responden (60,0%) berprofesi hanya sebagai ibu rumah tangga.

Responden yang berprofesi sebagai pegawai swasta sebanyak 6 orang

(17,1%), PNS sebanyak 5 orang (14,3%), petani sebanyak 2 orang

(5,7%) dan wiraswasta sebanyak 1 orang (2,9%).

d. Jumlah Anak

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anak
di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

Jumlah Anak n %
1 anak 7 20,0
2 anak 14 40,0
3 anak 4 11,4
4 anak 8 22,9
5 anak 2 5,7
Total 35 100,0
Sumber : Data primer, 2015
35

Berdasarkan tabel 5.5, sebanyak 14 responden (40,0%) memiliki

jumlah anak 2 orang. Sebanyak 8 responden (22,9%) memiliki jumlah

anak 4 dan sebanyak 7 responden memiliki jumlah anak 1. Sedangkan

responden dengan jumlah anak 5 sebanyak 2 responden (5,7%).

e. Perilaku CTPS

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku CTPSdi Wilayah Kerja
Puskesmas Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

Perilaku CTPS n %
Ya 20 57,1
Tidak 15 42,9
Total 35 100,0
Sumber : Data primer, 2015

Berdasarkan data pada tabel 5.6, maka dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden (57,1%) melakukan CTPS sebelum menyusui

dan sebanyak 15 orang (42,9%) yang tidak pernah melakukan CTPS

sebelum menyusui.

f. Pengetahuan

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang CTPS
di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara
Tahun 2015

Pengetahuan n %
Baik 26 74,3
Kurang 9 25,7
Total 35 100,0
Sumber : Data primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa pengetahuan

responden tentang CTPS sebelum menyusui pada umumnya sudah baik.


36

Hal ini ditunjukkan oleh data bahwa 26 responden (74,3%) memiliki

pengetahuan yang baik tentang CTPS. Sedangkan responden dengan

pengetahuan kurang hanya sebanyak 9 orang (25,7%).

g. Sikap

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap terhadap CTPS
di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

Sikap n %
Positif 29 82,9
Negatif 6 17,1
Total 35 100,0
Sumber : Data primer, 2015

Berdasarkan data pada tabel 5.8, maka dapat diketahui bahwa

sebagian besar ibu memiliki sikap yang positif terhadap perilaku CTPS.

Sebanyak 29 responden (82,9%) memiliki sikap positif dan hanya 6

orang (17,1%) yang memiliki sikap negatif.

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Antara TingkatPengetahuan Ibu dengan Perilaku Cuci


Tangan Pakai Sabun Sebelum Menyusui

Tabel 5.9
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai
Sabun Sebelum Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten
Toraja Utara Tahun 2015

Perilaku CTPS
Tingkat
Ya Tidak Jumlah p value
Pengetahuan
n % n %
Baik 20 76,9 6 23,1 26
Kurang 0 0,0 9 100,0 9 0,000
Total 20 57,1 15 42,9 35
Sumber : Data primer, 2015
37

Data pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 26 responden

dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang CTPS, sebanyak 20

orang (76,9%) melakukan CTPS sebelum menyusui dan hanya 6 orang

(23,1%) yang tidak melakukan CTPS sebelum menyusui. Sedangkan

dari 9 responden dengan pengetahuan kurang tentang CTPS, tidak ada

satu pun yang melakukan CTPS sebelum menyusui. Hasil uji Chi

Square memberikan nilai p sebesar 0,000 terhadap analisis hubungan

antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku CTPS sebelum

menyusui. Dengan = 0,05 maka dapat diketahui bahwa nilai p <

sehingga hipotesis penelitian diterima. Hal ini berarti bahwa ada

hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku cuci tangan

pakai sabun sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu

Kabupaten Toraja Utara tahun 2015.

b. Hubungan Antara Sikap Ibu dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai

Sabun Sebelum Menyusui

Tabel 5.10
Hubungan Antara Tingkat Sikap Ibu dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
Sebelum Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Tallunglipu
Kabupaten Toraja Utara Tahun 2015

Perilaku CTPS
Sikap Ya Tidak Jumlah p value
n % n %
Positif 20 69,0 9 31,0 29
Negatif 0 0,0 6 100,0 6 0,003
Total 20 57,1 15 42,9 35
Sumber : Data primer, 2015
38

Berdasarkan data pada tabel 5.10, maka dapat diketahui bahwa

dari 29 responden dengan sikap positif terhadap CTPS, sebanyak 20

orang (69,0%) melakukan perilaku CTPS dan hanya 9 orang (31,0%)

yang tidak melakukan perilaku CTPS sebelum menyusui. Sedangkan

dari 6 orang responden dengan sikap negatif terhadap CTPS, semuanya

(100,0%) tidak melakukan perilaku CTPS sebelum menyusui.

Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan Program SPSS versi 20

terhadap sikap ibu dengan perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum

menyusui didapatkan nilai p sebesar 0,003 sehingga nilai p < (0,05).

Hal ini berarti hipotesis penelitian diterima sehingga dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku cuci tangan pakai

sabun sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu

Kabupaten Toraja Utara tahun 2015.

B. Pembahasan

1. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Sebelu Menyusui

Mencuci tangan pakai sabun terbukti efektif dalam membunuh

kuman yang menempel di tangan. Gerakan nasional cuci tangan pakai sabun

dilakukan sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk pengendalian

risiko penyakit yang berhubungan dengan lingkungan seperti diare dan

kecacingan. Mencuci tangan bukan hanya sekedar mencuci tangan tetapi


39

harus menggunakan sabun dan dilakukan di bawah air yang mengalir karena

sabun bisa mengurangi atau melemahkan kuman yang ada di tangan.

Tidak mencuci tangan memakai sabun dapat menginfeksi diri sendiri

karena kuman berpindah dengan menyentuh mata, hidung, atau mulut. Dan

kita dapat juga menyebarkan kuman ke orang lain dengan menyentuh

mereka atau dengan menyentuh permukaan yang mereka sentuh juga seperti

handel pintu. Penyakit infeksi umunya menyebar melalui kontak tangan ke

tangan termasuk demam biasa (common cold), flu dan beberapa kelainan

sistem pencernaan seperti diare. Kebersihan tangan yang kurang juga

menyebabkan penyakit terkait makanan seperti infeksi Salmonella dan E.

coli. Beberapa mengalami gejala yang mengganggu seperti mual, muntah,

diare.

Kegiatan menyusui anak adalah cara terbaik untuk memberikan

nutrisi, kekebalan tubuh, serta menjalin hubungan antara ibu dan anak.

Namun tanpa disadari, menyusui anak dapat memberikan penyakit infeksi

kepada anak karena ibu tidak mencuci tangan memakai sabun sebelum

menyusui. Anak menjadi rentan untuk terkena penyakit seperti diare, ISPA,

flu karena perilaku ibu yang tidak memperhatikan kebersihan tangan

sebelum menyusui.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (57,1%)

melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui dan

sebanyak 15 responden (42,9%) yang tidak melakukan cuci tangan pakai


40

sabun sebelum menyusui. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ibu

yang tidak melakukan cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui yang

dapat berdampak buruk pada kesehatan anak yang disusui. Anak akan rentan

terkena penyakit infeksi seperti diare, ISPA, dan flu yang ditularkan melalui

tangan ibu.

2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan akan berdampak pada

perilaku maupun sikap seseorang namun bukan merupakan satu-satunya

faktor yang mempengaruhi pengetahuan sehingga pengetahuan yang baik

tidak selamanya akan terwujud dalam perilaku yang positif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 26 responden (74,3%)

memiliki pengetahuan yang baik tentang cuci tangan pakai sabun dan hanya

9 responden (25,7%) yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang cuci

tangan pakai sabun. Hasil ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden

yang sebagian besar berpendidikan minimal SMA/sederajat serta akses

informasi/media massa yang baik.

3. Sikap

Sikap merupakan respon atau reaksi tertutup terhadap stimulus atau

objek dan belum terwujud dalam bentuk tindakan. Sikap sering diperoleh

dari pengalaman sendiri maupun orang lain yang paling dekat. Sikap
41

berpengaruh terhadap perilaku lewat suatu pengambilan keputusan yang

teliti dan beralasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden (82,9%)

memiliki sikap yang positif terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun dan

hanya 6 responden (17,1%) yang memiliki sikap negatif terhadap perilaku

cuci tangan pakai sabun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden secara sadar menyadari pentingnya perilaku cuci tangan pakai

sabun sebelum menyusui.

4. Hubungan Antara TingkatPengetahuan Ibu dengan Perilaku Cuci

Tangan Pakai Sabun Sebelum Menyusui

Pengetahuan tentang kebersihan diri dan hidup sehat sangat

dibutuhkan oleh setiap individu dalam mempertahankan kebiasaan hidup

yang sesuai dengan kesehatan yang optimal. Dari pengalaman, praktik yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari praktik yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76,9% dari 26 responden

dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang CTPSmelakukan CTPS

sebelum menyusui dan hanya 23,1% yang tidak melakukan CTPS sebelum

menyusui. Sedangkan dari 9 responden dengan pengetahuan kurang tentang

CTPS, tidak ada satu pun yang melakukan CTPS sebelum menyusui. Tingkat

pengetahuan yang baik disebabkan oleh faktor pendidikan serta informasi

yang bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat baik melalui tenaga
42

kesehatan maupun melalui media massa sedangkan pengetahuan yang

kurang disebabkan oleh tingkat pendidikan responden yang rendah

(<SMA/sederajat) sehingga berdampak pada kurangnya analisa dan

wawasan tentang cuci tangan pakai sabun. Hasil uji statistik memberikan

nilai p = 0,000 terhadap analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

dengan perilaku CTPS sebelum menyusui. Dengan = 0,05 maka dapat

diketahui bahwa nilai p < sehingga hipotesis penelitian diterima. Hal ini

berarti bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku

cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas

Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara tahun 2015.

Pengetahuan ibu tentang cuci tangan pakai sabun akan sangat

berpengaruh terhadap terwujudnya perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum

menyusui. Pengetahuan ibu sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat

tinggal yang memungkinkan ibu dapat mengakses informasi baik dari orang

di sekeliling maupun dari media cetak dan elektronik. Lingkungan yang

menyediakan informasi akan berdampak pada tingginya pengetahuan ibu

tentang cuci tangan pakai sabun. Sedangkan lingkungan yang terpencil dan

minim informasi akan menyebabkan kurangnya pengetahuan ibu. Guna

meningkatkan pengetahuan ibu tentang cuci tangan pakai sabun, khususnya

sebelum menyusui maka pemberian informasi merupakan suatu hal yang

wajib dilakukan baik oleh tenaga kesehatan maupun organisasi masyarakat


43

dan keagamaan. Pemberian informasi dapat dilakukan melalui berbagai

media, sesuai dengan kondisi daerah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zuraidah (2013) yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku

mencuci tangan dengan benar. Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan oleh

penelitian Fajar dkk (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara pengetahuan masyarakat dengan perilaku CTPS.

5. Hubungan Antara Sikap Ibu dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

Sebelum Menyusui

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap bukan dibawa sejak lahir

melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam

hubungannya dengan objeknya. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap

dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat

keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada

orang lain (Notoadmodjo, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 29 responden dengan sikap

positif terhadap CTPS, terdapat 69,0% yang melakukan perilaku CTPS

sebelum menyusui dan hanya 31,0% yang tidak melakukan perilaku CTPS

sebelum menyusui. Sedangkan dari 6 orang responden dengan sikap negatif

terhadap CTPS, semuanya (100,0%) tidak melakukan perilaku CTPS

sebelum menyusui. Ditemukannya 20 orang responden dengan sikap positif


44

dan melakukan CTPS sebelum menyusui disebabkan oleh tingkat wawasan

responden yang luas tentang CTPS sebelum menyusui yang diperoleh

melalui tenaga kesehatan, media massa, maupun lingkungan sekitar

(tetangga/teman kerja). Ditemukannya 9 responden dengan sikap positif

namun tidak melakukan CTPS sebelum menyusui karena kurangnya

dukungan lingkungan dimana semua responden tersebut berprofesi hanya

sebagai ibu rumah tangga yang berdampak pada kurangnya wawasan tentang

CTPS sebelum menyusui. Hasil uji Chi Square memberikan nilai p = 0,003

sehingga nilai p < (0,05) terhadap hubungan antara sikap ibu dengan

perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui. Hal ini berarti bahwa

ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku cuci tangan pakai sabun

sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu Kabupaten

Toraja Utara tahun 2015.

Sikap ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak

yang disusui. Jika ibu memiliki sikap yang positif tentang cuci tangan pakai

sabun, maka akan terwujud dalam perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum

menyusui dan begitupun sebaliknya sikap negatif akan terwujud dalam

perilaku yang tidak cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui. Namun

sikap sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pengalaman pribadi,

pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media

massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, maupun faktor emosional.

Mengingat banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap sikap ibu, maka


45

berbagai cara dapat dilakukan dalam mengubah sikap ibu menjadi positif

terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun sebelum menyusui.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fajar, dkk (2011) yang

menyatakan ada hubungan antara sikap masyarakat terhadap perilaku CTPS.

6. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan pada penelitian ini adalah :

a. Kurangnya partisipasi para ibu dalam penelitian karena masih adanya

sebagian ibu yang tidak menyusui anaknya

b. Sebagian ibu yang bekerja tidak hadir pada saat kegiatan Posyandu tetapi

diwakili oleh orang tua atau mertua sehingga tidak bisa terlibat pada

penelitian
46

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data, maka kesimpulan pada penelitian

ini adalah :

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku cuci tangan

pakai sabun sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallungliputahun

2015 (p = 0,000)

2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku cuci tangan pakai sabun

sebelum menyusui di wilayah kerja Puskesmas Tallunglipu tahun 2015 (p =

0,003)

B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah :

1. Pihak Puskesmas perlu melakukan penyuluhan tentang CTPS sebelum

menyusui secara berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan ibu

menyusui

2. Agar informasi tentang CTPS diberikan melalui berbagai media baik media

cetak maupun media elektronik untuk memasyarakatkan CTPS, khususnya

sebelum menyusui

55
47

3. Perlu adanya keterlibatan pihak lain seperti PKK ataupun organisasi agama

dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya CTPS

sebelum menyusui

4. Kampanye CTPS yang diikuti dengan praktik cara CTPS perlu dilaksanakan

di semua tingkatan masyarakat, baik anak-anak, remaja, dan dewasa untuk

membudayakan CTPS dalam masyarakat


48

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin, 2011,Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Depkes RI, 2004,Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1193/Menkes/SK/X/2004 Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010,
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

__________, 2006, Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) Lokal Tahun 2006, Jakarta : Departemen Kesehatan RI

__________,2010, 10 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Rumah Tangga, Jakarta :


Departemen Kesehatan RI

Dinkes Toraja Utara, 2013, Profil Kesehatan Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012,
Rantepao : Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara.

Dinkes Toraja Utara, 2014, Profil Kesehatan Kabupaten Toraja Utara Tahun 2013,
Rantepao : Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara.

Fajar, Nur Alam dkk, 2011, Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku
Cuci Tangan Pakai Sabun pada Masyarakat di Desa Senuro Timur, Jurnal
Pembangunan Manusia Vol. 5 No. 1 Tahun 2011

Kemenkes, 2012, Rumah Tangga Ber-perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

__________,2013, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012, Jakarta : Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

__________,2014, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, Jakarta : Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Notoatmodjo, Soekidjo, 2012, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT. Rineka


Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :


PT. Rineka Cipta

Pardede, Lucia V., 2008, Breastfeeding and Food Security, Jakarta : WABA Activity
Sheet 10
49

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif

Puskesmas Tallunglipu, 2014, Profil Kesehatan Puskesmas Tallunglipu Tahun 2013,


Tallunglipu : Puskesmas Tallunglipu

Utami, Widya, 2010, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Cuci


Tangan Pakai Sabun pada Masyarakat di Desa Cikoneng Kecamatan Ganeas
Kabupaten Sumedang Tahun 2010, Jakarta : Universitas Indonesia

WHO, 2005, WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, Genewa : World
Health Organization

Zuraidah, Yeni Elviani, 2013, Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku
Mencuci Tangan dengan Sabun pada Siswa Kelas V SDIT An-Nida Kota
Lubuklinggau Tahun 2013, Palembang : Politeknik Kesehatan Palembang

https://akupunktursolo.files.wordpress.com/2013/03/etika-penelitian.docx, diakses 13
Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai