Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
disusun oleh
1.2 Tujuan
Percobaan kinetika reaksi orde-2 ini memiliki tujuan yaitu menentukan konstanta
laju reaksi orde dua dari reaksi saponifikasi etil asetat.
BAB 2. LANDASAN TEORI
Spesi a dan b merupakan koefisien dalam persamaan setara. Laju reaksi seperti ini
dinyatakan sebagai:
laju reaksi= k [A]m[B]n
(2)
Suku [A], [B] menyatakan molaritas reaktan. Eksponen yang diperlukan, m dan n biasanya
berupa angka bulat (positif), meskipun dalam beberapa kasus dapat berupa nol, pecahan,
atau negatif. Eksponen harus ditentukan secara percobaan dan biasanya tidak berkaitan
dengan koefisien stoikiometrik. Istilah orde dikaitkan dengan dengan eksponen dalam
hukum laju dan digunakan dalam beberapa cara yaitu ebagai berikut:
1. Apabila m=1, reaksi tersebut dikatakan sebagai reaksi orde pertama untuk A, dan
apabila n=2, reaksi tersebut dikatakan sebagai reaksi orde pertama untuk B.
2. Orde reaksi keseluruhan adalah jumlah semua eksponen, yaitu m+n.
3. Konstatnta k menghubungkan laju reaksi dengan konsentrasi reaktan dan dinamakan
sebagai konstanta laju.
Nilai k bergantung pada reaksi spesifik, keberadaan katalis, dan suhu. Semakin besar nilai
k, maka reaksinya juga semakin cepat. Orde reaksi menentukan bentuk umum hukum laju.
Berdasarkan hukum laju suatu reaksi, dapat menghitung laju reaksi untuk konentrasi
reaktan yang diketahui dan menurunkan persamaan yang menyatakan konsentrasi reaktan
sebagai fungsi waktu (Pertuci, dkk, 2010).
Suatu reaksi yang hanya melibatkan satu reaktan, hukum laju dapat ditentukan
dengan mengukur laju awal reaksi sebagai fungsi konsentrasi reaktan, contohnya apabila
laju menjadi dua kali lipat bila konsentrasi reaktan dilipatduakan, maka reaksinya adalah
orde pertama dalam reaktan tersebut. Laju yang menjadi empat kali lipat bila konsentrasi
dilipatduakan , maka reaksinya adalah orde kedua dalam reaktan tersebut. Reakksi yang
melibatkan lebih dari satu reaktan, maka dapat ditentukan hukum laju dengan mengukur
ketergantungan laju reaksi terhadap konsentrasi masing-masing reaktan, satu persatu.
Konsentrasi dibuat sama kecuali satu reaktan dan dicatat laju reaksi sebagai fungsi dari
konsentrasi reaktan tersebut. Setiap perubahan laju seharusnya disebabkan hanya oleh
perubahan pada zat tersebut. Berdasarkan ketergantungan yang diamati, maka dapat
diketahui orde dalam reaktan tersebut. Prosedur yang sama juga berlaku untuk reaktan
berikutnya.
Reaksi orde kedua ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi salah satu
reaktan yang dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-
masing dipangkatkan satu. Jenis yang paling sederhana melibatkan hanya satu molekul
reaktan :
A produk
(3)
(Chang, 2004).
Reaksi-reaksi orde kedua dapat ditentukan dengan hukum kalkulus, yaitu sebagai berikut:
A produk
(5)
A
(6)
0
Hasil integrasinya adalah:
1 1
=kt+
[ A ]t [ A] 0 (7)
(Chang, 2004).
Konduktometri adalah suatu metoda analisi yang berdasarkan kepada pengukuran
daya hantar listrik yang dihasilkan oleh sepasang elektroda inert yang mempunyai luas
penampang (A) dan jarak tertentu (d). Daya hantar listrik tersebut merupakan fungsi
konsentrasi dari larutan elektrolit yang di ukur. Prinsip kerja dari konduktometri ini adalah
sel hantaran dicelupkan kedalam larutan ion positif dan negative yang ada dalam larutan
menuju sel hantaran menghasilkan sinyal listrik berupa hambatan listrik larutan. Hambatan
listrik dikonversikan oleh alat menjadi hantaran listrik larutan. Konduktometri Daya hantar
listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion di dalam larutan ion yang mudah
bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar. Daya hantar listrik (G) merupakan
kebalikan dari tahanan (R), sehingga daya hantar listrik mempunyai satuan ohm-1 . Bila
arus listrik dialirkan dalam suatu larutan mempunyai dua elektroda, maka daya hantar
listrik (G) berbanding lurus dengan luas permukaan elektroda (A) dan berbanding terbalik
dengan jarak kedua elektroda.
G = l/R = k (A / l)
(8)
Spesi k adalah daya hantar jenis dalam satuan ohm -1 cm -1 (Khopkar, 1990).
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak
yang akan dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebgai sabun. Asam lemak yang
digunakan yaiut asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda
antara atom-atom carbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi
dengan unsur lain. Basa alkali yang digunaka yaitu basa-basa yang menghasilka garam
basa lemah seprti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya. Sabun dibuat dari proses
saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty
acid yang terdiri dari rantai hidrocarbon panjang (C12 sampai C18) yang berikatan
membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena
menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester
dengan alkali (NaOH atau KOH). Range atom C di atas mempengaruhi sifat-sifat sabun
seperti kelarutan , proses emulsi , dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun
aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau
lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak merupakan campuran
ester yang dibuat daari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat, dan
asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asamm palmitat,
sedangkan minyak seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat
(Fessenden, 1982).
Percobaan dilakukan dengan cara membuat konsentrasi awal ion hidroksida diatur
sama dengan konsentrasi etil asetat. Karena kedua konsentrasi awal adalah sama dan rasio
mol OH- : CH3COOC2H5 adalah 1 : 1, maka pada setiap waktu t, konsentrasi etil asetat
d cA 2
= k cA (10)
dt
Konsentrasi etil asetat (atau OH-) sisa pada beberapa waktu dapat ditentukan dengan
integrasi:
cA t
dc A
co c A2
k 0 dt (11)
atau
1 1
=k t+
cA co (12)
( y = mx + b )
(13)
dimana,
c0 = konsentrasi awal etil asetat
1
Jadi, menurut persamaan (2.13), plot cA versus waktu seharusnya menghasilkan garis
lurus. Konstanta laju k dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung slope grafik
(Tim Penyusun, 2017).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.2 Bahan
Etil asetat (CH3COOC2H5)
Akuades
NaOH
NaCl
3.2 Skema Kerja
Etil Asetat
dipipet sebanyak 10 mL
diencerkan ke dalam labu ukur 50 mL
dipipet sebanyak 10 mL NaOH 0,1 M
diencerkan ke dalam labu ukur 50 Ml
dilakukan reaksi saponifikasi dengan cara mencampur etil asetat dengan
NaOH yang telah dibuat sebelumnya
diaduk menggunakan batang pengaduk
dicelupkan batang konduktometer dan dicatat data konduktansi yang muncul
pada layar komputer
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Uji Konduktifitas Reaksi Saponifikasi I
No. t (s) Lo(S/cm) L(S/cm) (Lo-L)/t (S/cm.s) k
4.2 Pembahasan
Percobaan keempat membahas mengenai kinetika reasi orde dua. Kinetika reaksi
merupakan ilmu kimia yang membahasa mengenai kecepatan reaksi terhadap waktu dan
temperatur tertentu. Komponen yang berperan dalam penjelasan laju reaksi adalah reaktan.
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai pengurangan konsentrasi reaktan terhadap waktu.
Laju reaksi dapat diamati berdasarkan pengurangan reaktan karena bereaksi membentuk
suatu produk berdasarkan waktu tertentu. Ketergantungan laju pada konsentrasi
menghasilkan suatu orde reaksi. Reaksi orde dua merupakan reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan yang dipangkatkan dua atau pada
konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan satu. Persamaan
konsentrasi reaktan dan laju reaksi dihubungkan dengan suatu konstanta yang disebut
sebagai konstanta laju reaksi. Reaksi orde dua dalam percobaan ini dibuktikan dengan
kelinearan grafik Grafik L vs (Lo-L)/t.
Percobaan ini memiliki tujuan yaitu menunjukan bahwa reaksi yang terjadi
merupakan reaksi orde dua dan menentukan tetapan laju reaksi. Penetapan konstanta laju
reaksi dilakukan dengan cara mengukur konduktivitas reaksi saponifikasi antara etil asetat
dengan NaOH selama 1200 sekon dengan interval 100 sekon menggunakan
konduktometer. Pengukuran konduktivitas reaksi saponifikasi etil asetat dengan NaOH
dilakukan sebanyak 2 kali (duplo). Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui keakuratan
percobaan dengan cara membandingkan nilai konstanta laju pertama dan kedua pada reaksi
saponifikasi dengan jenis dan kuantitas reaktan yang sama yang dilakukan pada waktu
yang sama pula. Penentuan tetapan laju reaksi dilakukan dengan cara membuat grafik L vs
LoL 1
. Berdasarkan grafik, maka didapatkan nilai slope sebagai , dengan
t C0 k
memasukkan nilai konsentrasi etil asetat awal yang telah diketahui sehingga didapatkan
nilai k (konstanta laju reaksi).
Konduktometer yang akan digunakan untuk menguji reaksi saponifikasi antara
NaOH dan etil asetat dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan menggunakan bahan
yang diketahui nilai konduktivitasnya berdasarkan literatur. Hal ini bertujuan agar alat
menunjukkan kebenaran nilai yang sesungguhnya, sehingga keakuratan nilai yang
dihasilkan tidak menyimpang jauh dari ambang batas yang ditentukan. Larutan yang
digunakan untuk kalibrasi konduktometer yaitu larutan NaCl 100 ppm dan NaCl 500 ppm.
Larutan ini digunakan untuk kalibrasi sebab memiliki nilai konduktivitas yang tidak
mudah mengalami perubahan pada suhu kamar. Nilai konduktivitas NaCl menurut literatur
sebesar 210 S/cm untuk larutan NaCl 100 ppm dan 1020 S/cm untuk larutan NaCl 500
ppm.
Kegiatan pertama yaitu melakukan pengenceran NaOH 0,1 M dan etil asetat 0,1 M
masing-masing menjadi konsentrasi 0,02 M sebanyak 50 mL. Pengenceran untuk NaOH
dan etil asetat masing-masing dilakukan sebanyak dua kali, sehingga didapatkan empat
reaktan yang akan direaksikan menjadi dua kali percobaan. Tujuan pengenceran NaOH
dan etil asetat adalah agar kedua larutan tersebut dapat berinteraksi dengan air sehingga
mengalami ionisasi. Larutan NaOH akan terionisasi dalam air menjadi ion Na + dan Cl-,
sedangkan larutan etil asetat akan terionisasi dalam air menjadi ion CH 3COO- dan ion
C2H5+. Ion-ion ini dapat memberikan konstribusi terhadap respon positif ketika diuji
menggunakan konduktometer. Ion-ion ini juga dapat menunjukkan nilai daya hantar yang
dimiliki oleh larutan. Konduktometer ini dapat digunakan dengan cara mencelupkan
bagian batang (konduktor) ke dalam larutan yang akan diuji daya hantarnya. Prinsip kerja
dari konduktometer yaitu bagian konduktor akan menerima rangsang dari ion-ion yang
menyentuh permukaan konduktor. Hasil pengukuran akan diproses dan akan dihasilkan
output berupa angka pada layar komputer. Angka ini merupakan nilai dari daya hantar atau
konduktivitasnya. Hambatan listrik yang dihasilkan dikonversikan menjadi hantaran listrik
larutan dalam satuan S/cm.
Kegiatan selanjutnya yaitu reaksi saponifikasi yang dilakukan dengan cara
mencampurkan masing-masing NaOH 0,02 M dan etil asetat 0,02 M sebanyak 50 mL.
Kedua konsentrasi awal reaktan adalah sama dan rasio mol OH - : CH3COOC2H5 adalah
1 : 1, sehingga pada setiap waktu t, konsentrasi etil asetat sama seperti ion hidroksida. Saat
pencampuran dilakukan pengadukan menggunakan batang pengaduk. Hal ini bertujuan
untuk mempercepat gerakan partikel masing-masing komponen NaOH dan etil asetat
sehingga memacu terjadinya tumbukan dan reaksinya berjalan dengan lebih sempurna.
Adapun persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:
O
O
OH
H3C
H3C O CH3 (aq) + NaOH(aq) O Na (aq) + H3C (aq)
Saat setelah pengadukan segera diuji menggunakan konduktometer. Hal ini bertujuan agar
hasil uji yang didapatkan menunjukkan nilai yang akurat karena ion-ion masing-masing
komopnen NaOH dan etil asetat akan berkurang seiring waktu akibat berekasi membentuk
produk, sehingga nilai konduktivitas semakin lama akan semakin menurun.
Hasil pengukuran konduktivitas untuk reaksi saponifikasi I selama 1200 sekon
dengan interval 100 sekon yang dinyatakan sebagai L secara berturut-turut yaitu 2332
S/cm, 2225 S/cm, 2128 S/cm, 2051 S/cm, 1889 S/cm, 1928 S/cm, 1882 S/cm,
1839 S/cm, 1807 S/cm, 1773 S/cm, 1744 S/cm, 1714 S/cm. Nilai L 0 sebesar 2498
S/cm. Nilai konduktivitas semakin lama semakin menurun. Hal tersebut disebabkan
bahwa ion-ion reaktan yang sebelumnya melimpah akan berkurang karena membentuk
produk CH3COONa dan etanol. Reaktan NaOH menyumbang peranan besar dalam uji
konduktivitas, hal ini disebabkan NaOH adalah elektrolit yang lebih kuat dibandingkan
etil asetat dan akan terionisasi sempurna dalam air. Sehingga ion-ion dari NaOH
berkontribusi besar dalam menunjukkan nilai konduktivitas dalam reaksi saponifikasi. Ion
OH- dan Na+ akan berkurang seiring bertambahnya waktu karena bereaksi dengan ion-ion
dari etil asetat membentuk produk, sehingga nilai konduktivitas yang ditunjukkkan
semakin lama akan semakin menurun karena reaktan semakin berkurang.
Kurva L vs (Lo-L)/t
2500
f(x) = 642.42x + 1315.28
2000 R = 0.99
1500
Percobaan 1
L
1000 Linear (Percobaan 1)
500
0
0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
(Lo-L1)/t
1
L)/t. Gradien dinyatakan sebagai , dengan memasukkan nilai konsentrasi etil asetat
C0 k
awal yang telah diketahui maka didapatkan nilai k (Konstanta laju reaksi). Nilai k yang
didapatkan berdasarkan grafik tersebut yaitu sebesar 0,0156.
Hasil pengukuran konduktivitas untuk reaksi saponifikasi II selama 1200 sekon
dengan interval 100 sekon yang dinyatakan sebagai L secara berturut-turut yaitu 2331
S/cm, 2225 S/cm, 2134 S/cm, 2058 S/cm, 1999 S/cm, 1939 S/cm, 1889 S/cm,
1849 S/cm, 1805 S/cm, 1762 S/cm, 1731 S/cm dan 1703 S/cm. Nilai L 0 sebesar
2449 S/cm. Hal tersebut disebabkan bahwa ion-ion reaktan yang sebelumnya melimpah
akan berkurang karema membentuk produk CH3COONa dan etanol.
Kurva L vs (Lo-L)/t
2500
500
0
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3
(Lo-L1)/t
1
L)/t. Gradien dinyatakan sebagai , dengan memasukkan nilai konsentrasi etil asetat
C0 k
awal yang telah diketahui maka didapatkan nilai k (Konstanta laju reaksi). Nilai k yang
didapatkan berdasarkan grafik tersebut yaitu sebesar 0,0094.
1
Persamaan garis linear dari persamaan L= ( L oL ) + L diturunkan
C0 k
1 1
berdasarkan persamaan garis linear dari hukum laju orde 2 yaitu =kt+ . Uji laju
Ct C0
reaksi orde dua dilakukan dengan membuat grafik L versus (Lo-L)/t. Laju reaksi yang
memiliki orde dua akan menunjukkan grafik dengan garis yang linear. Berdasarkan grafik
yang dihasilkan pada masing-masing reaksi saponifikasi 1 dan 2, keduanya menghasilkan
grafik L vs (Lo-L)/t yang linear dengan R2 mendekati 1. Sehingga reaksi saponifikasi
NaOH dengan etil asetat merupakan laju reaksi berorde dua.
Nilai k (percobaan 1) sebesar 0,0156 dan k (percobaan 2) sebesar 0,0094, apabila
dibandingkan memiliki selisih yang relatif besar yakni sebesar 0,0062 atau hampir
mencapai 70% dari k2 (konstanta laju percobaan 2). Fenomena ini dapat dijelaskan dari
perbedaan nilai L0 masing-masing percobaan, dimana L0 percobaan 1 sebesar 2498 S/cm
dan L0 percobaan 2 sebesar 2449 S/cm. Nilai L0 percobaan 1 lebih besar nilai L0 dari
percobaan 2. Hal ini disebabkan, saat setelah NaOH dan etil asetat dicampurkan dan
diaduk tidak segera diuji konduktivitasnya, sehingga reaktan telah relatif banyak berkurang
membentuk produk sebelum dilakukan uji konduktivitas dan mengasilkan nilai L 0 yang
lebih kecil daripada L0 pada percobaan 1.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan grafik yang dihasilkan pada masing-masing reaksi saponifikasi 1 dan
2, konstanta laju reaksi (k) ditentukan berdasarkan grafik L versus (Lo-L)/t. Gradien
1
dinyatakan sebagai , dengan memasukkan nilai konsnentrasi etil asetat awal yang
C0 k
telah diketahui maka didapatkan nilai k (Konstanta laju reaksi). Nilai konstanta laju reaksi
orde-2 reaksi saponifikasi etil asetat yang dihasilkan pada percobaan pertama (uji 1) yaitu
0,0156, sedangkan nilai k pada percobaan kedua sebesar 0,0094.
5.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, saran yang bisa diberikan yaitu
sebaiknya praktikan memahami betul prosedur percobaan agar tidak terjadi kesalahan
dalam melakukan percobaan. Praktikan seharusnya lebih cepat dalam menguji
konduktivitas reaksi saponifikasi saat setelah dilakukan pencampuran dan pengadukan
sehingga menghasilkan nilai konduktvitas yang akurat dalam dua kali pengulangan.
Daftar Pustaka
Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Sodium Hidroxide [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsid= 9924998. [diakses 4 April 2017].
Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep-Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Petrucci, H.Ralp, dkk. 2010. Prinsip-Prinsip Dasar : Kimia Dasar Jilid 1 Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga.
Tim Penyusun. 2017. Petunjuk Praktikum Kesetimbangan. Jember: Universitas Jember.
LAMPIRAN
1. Pengenceran
a. Etil Asetat
M1 x V1 = M2 x V2
0,1 M x 10 mL = M2 x 50 mL
M2 = 0,02 M
b. NaOH
M1 x V1 = M2 x V2
0,1 M x 10 mL = M2 x 50 mL
M2 = 0,02 M
Lo = 2498 S
L = 2332S
t = 100 s
LoL (24982332 ) S
= =1,66 S / s
t 100 s
L = 2225S
t = 200 s
LoL (24982225 ) S
= =1,365 S / s
t 200 s
L = 2128S
t = 300 s
LoL (24982128 ) S
= =1,233 S / s
t 300 s
L = 2051S
t = 400 s
LoL (24982051 ) S
= =1,12 S / s
t 400 s
L = 1989S
t = 500 s
LoL (24981989 ) S
= =1,02 S / s
t 500 s
L = 1928S
t = 600 s
LoL (24981928 ) S
= =0,95 S / s
t 600 s
L = 1882S
t = 700 s
LoL (24981882 ) S
= =0,88 S / s
t 700 s
L = 1839S
t = 800 s
LoL (24981839 ) S
= =0,82 S /s
t 800 s
L = 1807S
t = 900 s
LoL (24981807 ) S
= =0,77 S /s
t 900 s
L = 1773 S
t = 1000 s
LoL (24981773 ) S
= =0,725 S / s
t 1000 s
L = 1744S
t = 1100 s
LoL (24981744 ) S
= =0,685 S /s
t 1100 s
L = 1714S
t = 1200 s
LoL (24981714 ) S
= =0,65 S /s
t 1200 s
Kurva L vs (Lo-L)/t
2500
f(x) = 642.42x + 1315.28
2000 R = 0.99
1500
Percobaan 1
L
1000 Linear (Percobaan 1)
500
0
0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
(Lo-L1)/t
y = 642,42x + 1315,3
R = 0.9879
C0 = 0.1M
1
=m
C0 k
1
=642,42
C0 k
1
=k
C 0 (642,42)
1
=k
0,1(642,42)
1
=k , k =0,0156
64,24
Lo = 2449 S
L = 2331S
t = 100 s
LoL (24492331 ) S
= =1,18 S / s
t 100 s
L = 2225 S
t = 200 s
LoL (24492225 ) S
= =1,12 S / s
t 200 s
L = 2134 S
t = 300 s
LoL (24492134 ) S
= =1,05 S / s
t 300 s
L = 2058 S
t = 400 s
LoL (24492058 ) S
= =0,98 S / s
t 400 s
L = 1999 S
t = 500 s
LoL (24491999 ) S
= =0,9 S / s
t 500 s
L = 1939 S
t = 600 s
LoL (24491939 ) S
= =0,85 S / s
t 600 s
L = 1889 S
t = 700 s
LoL (24491889 ) S
= =0,8 S / s
t 700 s
L = 1849 S
t = 800 s
LoL (24491849 ) S
= =0,75 S / s
t 800 s
L = 1805 S
t = 900 s
LoL (24491805 ) S
= =0,71 S /s
t 900 s
L = 1762 S
t = 1000 s
LoL (24491762 ) S
= =0,69 S / s
t 1000 s
L = 1731 S
t = 1100 s
LoL (24491731 ) S
= =0,65 S / s
t 1100 s
L = 1703 S
t = 1200 s
LoL (24491703 ) S
= =0,62 S /s
t 1200 s
Kurva L vs (Lo-L)/t
2500
500
0
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3
(Lo-L1)/t
y = 1067,1x + 1036,2
R = 0.9937
C0 = 0.1M
1
=m
C0 k
1
=1067,1
C0 k
1
=k
C 0 (1067,1)
1
=k
0,1 x (1067,1)
1
=k , k=0,0094
106,71