Anda di halaman 1dari 24

Nama peserta :

dr. Annisa Alkarima


Nama wahana: Rumah Sakit dr. Soegiri Lamongan
Topik: SDH
Tanggal (kasus): 23 Desember 2016
Nama Pasien: Sdr A No. RM: 69.14.XX
Tanggal presentasi: Nama pendamping:
1. dr. Maya H
2. dr. Ifadatul Waro
Tempat presentasi:
Obyektif presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
KU: Penurunan Kesadaran

RPS : (Aloanamnesis) pasien rujukan dari RSM sumberejo dengan suspek cereberal maligna,
menurut keluarga pasien, pasien sulit diajak komunikasi sejak 3 hari SMRS, sejak saat itu juga
pasien cenderung tidur terus, pasien lemas dan tidak mau makan, sebelelumnya pasien mengeluh
nyerin kepala terus-menerus sejak 7 hari yang lalu, mual+, muntah+ keluar isi cairan dan
makanan. Demam disangkal, kelumpuhan satu sisi disangkal keluarga, bicara pelo disangkal,
riwayat trauma benturan dikepala sebelumnya disangkal keluarga, pasien di rawat di RSM
sumberejo selama satu malam

Tujuan: Penegakan diagnosis denan pemeriksaan penunjang dan mengobati pasien dengan
SDH
Bahan bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit
pustaka
Cara membahas: Diskusi Presentasi Email Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: Sdr A Nomor RM: 69.14.XX
Nama klinik: Telp: - Terdaftar sejak: 27 Januari
2017
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ gambaran klinis:
SDH
2. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Hipertensi dan DM
disangkal
3. Riwayat keluarga:
tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien
4. Riwayat pekerjaan: -
5. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
-
6. Lain-lain:
Pemeriksaan fisik
Kesadaran : GCS 225
Keadaan umum : buruk
Tanda vital : TD : 147/109 mmHg
N : 86 x/m
RR : 22 x/m
S : 36,50C
Mata : A-I-C-D-
Thoraks :
Cor dalam batas normal
Pulmo , inspeksi = simetris kanan dan kiri
Palpasi = vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi = sonor kanan dan kiri
Auskultasi = suara napas vesikuler +/+ , rh -/- wh -/-
Abdomen : inspeksi = normal
Auskultasi = BU (+) normal
Palpasi, terdapat nyeri tekan
Ekstremitas : dalam batas normal, AHKM
Pemeriksaan status neurologis :
Meningeal Sign : kaku kuduk-, kernig-, Brudzinski 1,2-
Nervus Cranialis
N II : Pupil anisokor 2/1mm refleks cahaya -/-
N III, IV, VI : sde
N VII :
N XII : sde
Refleks Fisiologis
BPR +3/+3 TPR 3/+3
APR +3/+3 KPR +3/+3
Refleks Patologis
Trommer -/- Hoffman -/-
Chaddock -/- Babinski -/-
Motorik : sde/sde
sde/sde
Sensorik: sde

Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
Funfsi Hepar
SGOT --> Hasil : 33 [ L 37 - P 31 ]
SGPT --> Hasil : 25 [ L 41 - P 31 ]
Serum Elektrolit
Kalium Serum --> Hasil : 4.3 [ 3.6-5.5 ]
Natrium Serum --> Hasil : 135 [ 135-155 ]
Clorida Serum --> Hasil : 104 [ 70 -108 ]
Fungsi Ginjal
Urea --> Hasil : 41 [ 10-50 ]
Serum Creatinin --> Hasil : 0.6 [ P 0.7 - 1.2
L. 0.8 - 1.5 ]
Darah Lengkap
Lekosit --> Hasil : 11.1 [ 4.0 - 11.0 ]
Neutropil --> Hasil : 79.7 [ 49.0 - 67.0 ]
.Limposit --> Hasil : 13.1 [ 25.0 - 33.0 ]
Monosit --> Hasil : 4.5 [ 3.0 - 7.0 ]
Eosinopil --> Hasil : 4.9 [ 1.0 - 2.0 ]
Basofil --> Hasil : 1.4 [ 0.0 - 1.0 ] P 35 - 47 ]
MCV --> Hasil : 86.60 [ 87.00 - 100 ]
MCH --> Hasil : 29.20 [ 28.00 - 36.00 ]
MCHC --> Hasil : 32.60 [ 31.00 - 37.00 ]
RDW --> Hasil : 12 [ 10 - 16.5 ]
Trombosit --> Hasil : 380 [ 150 - 450 ]
MPV --> Hasil : 4 [ 5 - 10 ]
.Laju Endap Darah 1 --> Hasil : 35 [ 0 - 1 ]
.Laju Endap Darah 2 --> Hasil : 64 [ 1 - 7 ]
GDA 110
APTT--> Hasil 23.30
PT--> Hasil 11.80
HbsAg Negatif
Metode 1--> Hasil : Non Reaktif

Thorax PA
Hasil Pemeriksaan : Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tak nampak fibroinfiltrat
Kedua sinus phrenicocostalis tajam, tulang dan soft tissue tak nampak kelainan
Kesimpulan :Foto Thorax tak nampak kelainan

CT SCAN Kepala :
Hasil pembelajaran:
1. Subyektif :
(Aloanamnesis) pasien rujukan dari RSM sumberejo dengan suspek cereberal maligna, menurut
keluarga pasien, pasien sulit diajak komunikasi sejak 3 hari SMRS, sejak saat itu juga pasien
cenderung tidur terus, pasien lemas dan tidak mau makan, sebelelumnya pasien mengeluh nyerin
kepala terus-menerus sejak 7 hari yang lalu, mual+, muntah+ keluar isi cairan dan makanan.
Demam disangkal, kelumpuhan satu sisi disangkal keluarga, bicara pelo disangkal, riwayat
trauma benturan dikepala sebelumnya disangkal keluarga, pasien di rawat di RSM sumberejo
selama satu malam
Pembahasan :
Subdural hematoma merupakan perdarahan yang terletak di subdural space. Dapat meluas di
bagian hemisphere, menimbulkan kompresi serebri. Perdarahan dapat berasal dari rupture dari
bidging vein, rupture granulosio Pacchioni, perluasan perdarahan dari fossa piamater dan bisa
juga dari perdarahan kontusi serebri.
I INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Subdural hematoma bisa terjadi pada semua tahap umur, namun yang tersering ialah pada
pasien yang berumur 60-80 tahun. Hal ini karena mobilitas otak di dalam tengkorak meningkat
akibat artrofi senile dan memudahkan lagi terjadinya rupture vein jika terjadinya traumatic akut.
Subdural hematoma lebih sering terjadi berbanding epidural hematoma dan disertai cedera
kepala kontusio berbanding fraktur tulang tengkorak.7Subdural hematoma kronik ada pada 1-2
per 100,000 orang pertahun (Fogelholm et al. 1975)

II ETIOLOGI
Etiologi subdural hematom ialah:
a) Trauma
b) Non-traumatic: (Markwalder 1981)
Arteri-vascular malformasi
Hemoragik diathesis
Neoplasma (meningioma, meningeal carcinomatosis)
Spontan intracranial hipotensi15
Rupture granulasio Pacchini
Kontusio cerebri1
Faktor risiko:
Hipertensi
Obat-obatan(anti-koagulan)
Atheroma
Usia lanjut
III ANATOMI DAN FISIOLOGI
a LAPISAN DAN MENINGES
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rosak, tidak dapat diperbaiki
lagi (irreversible). Cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan berat pada seseorang.
Gambar 1: Gambaran lapisan-lapisan yang melindungi kepala

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat yang
bebas dapat menyerap daya kekuatan trauma. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan
lemak dan lapisan membrane dalam yang mengandungi pembuluh-pembuluh darah besar. Bila
robek, pembuluh-pembuluh ini sukar berkonstriksi dan menyebabkan kehilangan darah yang
menimbulkan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik
yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi
dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak.4
Cairan serebrospinal diproduksi di pleksus koroid dari lateral, 3 rd dan ventrikel ke-4 dari
otak dan daun melalui tiga foramina di atap ventrikel 3. Ini masuk ke dalam ruang subarachnoid
antara arachnoid dan pia dan berfungsi untuk melindungi otak dan tulang belakang kabel.17
Meninges ialah salah satu pelindung yang melapisi otak. Ketiga lapisan meninges adalah
dura mater, araknoid dan pia mater. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan strukturnya
berbeda dari struktur lainnya.4
Dura adalah membrane luar yang liat, semi translucent dan tidak elastic. Fungsinya
untuk:
1 Melindungi otak
2 Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri atas dura mater dan lapisan endothelial saja-
tanpa jaringan vascular)
3 Membentuk periosteum tabula interna.
Dura mater melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak. Jika dura robek dan tidak
diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara akan timbul berbagai masalah.4 Dura
mempunyai suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea
media yang bercabang dari arteria vetebralis dan karotis interna. Pembuluh anterior dan etmoid
juga merupakan cabang dari arteria karotis interna dan menyuplai fosa anterior. Arteria meningea
posterior yaiu cabang dari arteria oksipitalis, membekalkan darah ke fossa posterior.4
Ruang subdural merupakan ruangan yang potensial. Perdarahan antara dura dan
arakhnoid dapat menyebar dengan bebas dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri dan
tentorium. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan
penyokong dan mudah sekali robek. Arachnoid adalah membrane halus, fibrosa dan elastic yang
tidak menempel pada dura.4 Pia mater mengikuti kontur otak, mencelupkan ke dalam sulci.17
b ARTERI INTRACRANIAL
Arteri carotid interna membekalkan darah ke daerah sirkulasi serebral anterior. Arteri
vertebral dan basilar membekalkan di daerah sirkulasi posterior. Arteri carotid externa paling
banyak membekalkan darah di daerah ekstrakranial dan struktur leher (kecuali pada daerah orbit)
dan penting untuk pembekalan darah di meningea. Banyak pertemuaan anastomoses di antara
arteri karotis externa dengan sirkulasi anterior dan posterior.8
Gambar 2: Perjalanan A. meningea media
Para arteri meningeal medial ke atas melewati foramen spinosum. Dalam tengkorak
melewati lateral dan kemudian naik pada tulang temporal skuamosa di dalam alur, dengan vena
yang sesuai. Cabang anterior melewati ke atas dan mundur menuju titik dan cabang posterior
melewati mundur. Ini memasok dura mater dan tulang-tulang tempurung kepala. Setelah cedera
kepala mungkin berdarah untuk menghasilkan subdural perdarahan, gejala yang mungkin
tertunda selama beberapa waktu setelah cedera.17
Percabangan di daerah posterior termasuk arteri occipital. Arteri ini membekalkan otot,
scalp dan dura mater melalui percabangan arteri petromastoid. Arteri mengingeal media (97.24)
ke atas melewati arteri temporal superficial melalui foramen spinosum dan membentuk angular.
Kemudian percabangan posterior ke arah lambda melewati tulang temporal squamous. Arteri
meningeal media membekalkan dura mater dan daerah dalam tengkorak serta ateri oftalmikus.
Arteri temporal superficial merupakan pembekal utama scalp. Kemudiannya bercabang di daerah
proksimal, arteri fasial transversal ke zygomatik arc, percabangan di atas cranium.8

IV PATOFISIOLOGI
Perdarahan terjadi di antara dura mater dan araknoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat
robeknya vena jambatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Perdarahan yang besar akan
menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan yang tidak terlalu
besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula.
Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung,
memberikan gejala-gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang beransur
meningkat. Gejala-gejala ini ialah nyeri kepala progresif, tajam penglihatan mundur akibat
edema papil yang terjadi, tanda-tanda deficit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala-gejala
ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.
Subdural akut dan ekstradural hematoma paling sering terjadi pada post-traumatik.
Sangat jarang ditemukan subdural hematoma akibat rupture serebral aneurisme dari arteri
communicating posterior. Subdural hematoma juga bisa terjadi apabila rupture fistula
arteriovenous dural. Kronik subdural hematoma sering ditemukan bilateral dan orang tua yang
alkoholic disertai artrofi otak, pasien dengan pengobatan antikoagulan atau hidrosefalus shunt.
Mekanisma terjadinya subdural hematom apabila terjadinya trauma minor berulang-ulang di
antara vena kortikal sehingga bocor.
Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Dalam 7
sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan
adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi
kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan
perdarahan lebih lanjut dengan merobek membrane atau pembuluh darah di sekelilingnya,
menambah ukuran dan tekanan hematoma.
Hematom subdural akut secara klinis dibagi menjadi tiga kelompok, dua kelompok
pertama berhubungan dengan kontusi dan laserasi, baik akibat dari beban benturan atau beban
akselerasi yang kadang juga disebut sebagai hematom subdural komplikata. Kelompok ketiga
merupakan cedera primer akibat disrupsi pembuluh-pembuluh darah di permukaan khususnya
vena-vena jembatan yang disebabkan oleh guncangan semata dan bukan beban bentura.
Hematom subdural juga kadang-kadang bisa dikaitkan dengan kerusakan hemisterik atau
bihemisterik seperti cedera aksonal difusa, kerna mempunyai mekanisme yang sama.

STADIUM-STADIUM DALAM PERJALANAN ALAMIAH HEMATOMA SUBDURAL


NONLETHAL
STAD PENJELASAN
IUM
STAD Darah berwarna gelap tersebar luas di permukaan otak di bawah dura
IUM I
STAD Bekuan darah menjadi lebih hitam, tebal dan gelatinosa (2-4 hari)
IUM
II
STAD Bekuan pecah dan setelah 2 minggu akan berwarna dan berkonsistensi seperti minyak
IUM pelumas mesin
III
STAD Terjadi organisasi yang dimulai dari pembentukan membrane luar yang tebal dan
IUM keras berasal dari dura, dan membrane dalam yang tipis dan araknoid. Cairannya
IV menjadi xantokromik.
STAD Organisasi sudah lengkap, bekuan dapat mengalami kalsifikasi atau bahkan osifikasi
IUM atau dapat diserap
V
V DIAGNOSIS
A GAMBARAN KLINIS
Hematoma subdural dipilih menjadi tipe-tipe yang berbeda dalam simtomalogi dan
prognosis: akut, subakut dan kronik.

1 HEMATOMA SUBDURAL AKUT


Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologic penting dan serius dalam 24 jam
sampai 48 jam setelah cedera. Seringkali berkaitan dengan trauma otak berat, hematoma ini juga
mempunyai mortalitas yang tinggi. Gangguan neurologic progresif disebabkan oleh tekanan pada
jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan
tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan
hilangnya penguasaan atas denyut nadi dan tekanan darah.

2 HEMATOMA SUBDURAL SUBAKUT


Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam
waktu lebih dari 48 jam tapi kurang dari dua minggu setelah cedera (Schwartz, 1989). Seperti
hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan
subdural.
Anamnesis klinis yang khas dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya
trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status
neurologic yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan
tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan
dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma,
penderita dapat mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respons terhadap
rangsang bicara maupun nyeri. Seperti hematoma subdural akut, pergesaran isi intracranial dan
peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan
herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologic dari kompresi batang otak.

3 HEMATOMA SUBDURAL KRONIK


Hematoma subdural kronik, trauma otak yang menjadi penyebab sangat ringan sehingga
terlupakan. Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan
beberapa tahun setelah cederah pertama.
Tanda dan gejala pada hematoma subdural kronis biasanya tidak spesifik, tidak
terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh proses penyakit lain. Beberapa penderita mengeluh sakit
kepala. Tanda dan gejala paling khas adalah perubahan progresif dalam tingkat kesadaran
termasuk apati, letargi dan berkurangnya perhatian, dan menurunnya kemampuan untuk
mempergunakan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Hemianopsia, hemiparesis dan kelainan
pupil ditemukan kurang dari 50% kasus. Bila terdapat afasia, pada umumnya tipe anomik yaitu
afasia lancar dengan pengulangan dan pengertian (Cohen et al., 1983)4

B PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1 PEMERIKSAAN SKEN KOMPUTER TOMOGRAFI OTAK (CT-SCAN)
Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih (gold standard) untuk
kasus cedera kepala dan prosedur ini tidak bersifat invasive, juga memiliki kehandalan yang
tinggi. Dari pemeriksaan ini dapat diperoleh infrmasi yang lebih jelas tentang lokasi dan adanya
perdarahan intracranial, edema, kontusi, udara, benda asing intracranial serta pergeseran struktur
di dalam rongga tengkorak.
Ada pendapat yang menyatakan, pemeriksaan CT-scan selepas kejadian akan memberikan
keputusan yang negative. Namun, insidens menunjukkan sangat rendah yaitu <0.02%. Oleh
kerana itu indikasi CT-scan pada pemeriksaan triage dapat dipercayai 100%.
CT scan kepala dapat dibuat dalam dua window level, yaitu: window jaringan (window
normal) untuk melihat hematoma intra dan ekstrakranial; window tulang untuk melihat fraktur
neurocranium maaupun viscerocranium. Densitas lesi dapat dibagi atas high density atau
hiperdens, isodensiti dan low density atau hipodense. Densitas normal otak ialah 18 30 H.
Perbedaan gambaran sken computer tomografi antara lesi akut, subakut dan kronis agak
sulit. Kebanyakan hematom berkembang segera setelah cedera, tetapi ada juga yang baru timbul
kemudian sampai satu minggu.
Pada hematoma subdural akut tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit)
dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan hematoma epidural. Batas medial
hematom bergerigi. Adanya hematoma di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga
menunjukaN adanya hematoma subdural. Ukuran densitas hiperdens ialah kira-kira 50 60 H.
Berbeda pada pasien yang mengalami anemia berat atau kehilangan darah massive (hyperakut
subdural hematoma) akan mengalami isodens atau hipodens.

Gambar 3: Gambaran crescent shape yang


hiperdens dan bilateral

Gambaran CT Scan untuk hematom subdural kronik ialah kompleks perlekatan,


transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam-macam perubahan, oleh karena itu tidak
ada pola tertentu. Tampak juga area hipodens, isodens atau sedikit hiperdens, berbentuk
bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi prinsipnya, gambaran hematoma subdural
akut adalah hiperdens. Semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga menjadi isodense,
bahkan akhirnya menjadi hipodens.

Gambar 4: Gambaran subdural hematoma


setelah 3 minggu. Gumpalan darah telah
terserap dan density rendah.10

Gambar 5: CT Scan potongan axial pada


hematoma subdural akut disertai kompresi
ventrikel lateral kiri.7
Gambar 6: gambaran subdural hematoma
isodens pada pemeriksaan Ct-scan kontras

Ada 4 macam tampilan CT-scan untuk Hematoma subdural kronik, yaitu:


1 Tipe I Hipodens kronik subdural Hematoma
2 Tipe II Kronik subdural hematoma densitas inhomogen
3 Tipe III Isodens kronik subdural hematoma (2 4 minggu)
4 Tipe IV Slightly hiperdens kronik subdural hematoma

Gambar 7: Subdural hematoma pada Ct


scan potongan axial dengan gambaran
hiperdens di daerah frontoparietal sinistra.
Ventrikel kiri terdorong sehingga ventrikel
kanan dilatasi.7

Densitas hematoma subdural meningkat kerna adanya clot retraksi. Densitas semakin
menurun kerana berlakunya degradasi protein di dalam hematoma. Jika terjadinya perdarah
ulang pada saat hematoma mulai berevolusi akan terlihat gambaran dengan densitas yang
berbeda. Efek hematokrit akan tergambar pada perdarahan ulang atau pasies dengan gangguan
pembekuan darah.5
Jika hematoma subdural terletak di daerah vertex, pada potongan axial tidak akan dapat
tergambar, oleh itu diperlukan potongan coronal untuk gambaran yang jelas.
Gambar 8: Kronik subdural hematom pada
gambaran CT scan dengan potongan
coronal7

Penemuan spesifik yang dapat ditemukan pada hematoma subdural kronik ialah
pemindahan parenkim otak jaoh dari tulang cranium dan batas convex menjadi rata bahkan
konkave. Bilateral hematoma bisa menyebabkan kompresi medial pada kedua-dua ventrikel
hingga tergambar ventrikel yang menyempit atau berbentuk garisan(rabbits ear sign). Gejala-
gejala lain yang dapat membantu mendiagnosa ialah hilangnya gambaran sulci, terjadinya
midline shift, deformitas anatomy ventrikel dan obliterasi sistern basal. Semua gejala ini dapat
menegakkan diagnose jika lokasinya di seperolateralli.14
2 PEMERIKSAAN MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)
Pemeriksaan MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun
kerusakan otak yang kronis. Dalam hal ini MRI T2 mampu menunjukkan gambaran yang lebih
jelas terutama lesi hipodens pada CT Scan atau lesi yang sulit dibedakan densitasnya dengan
korteks.2
Gambaran hematoma subdural pada MRI tergantung pada status biokemikal
hemoglobinnya, yang berbeda-beda mengikut usia hematoma. Hematoma subdural akut isointens
pada T1W1 berbanding otak dan hipointens pada T2W1. MRI membantu pada fase subakut,
dimana hematoma tampak isodens atau hipodens di gambaran CT scan. Kewujudan
methemoglobin di hematoma subdural memberikan signal intensity yang tinggi. Signal tinggi
dapat dibedakan secara jelas pada pengumpulan cairan non-hemoragik.5
Hematoma akut memberikan gambaran TR yang gelap kerana efek suseptibel. Pada awal
fase subakut gambaran perifer yang terang dengan sentral yang hipointens kerna adanya
terbentuknya extracellular methemoglobin di bagian perifer. Pada fase lanjut subakut pembekuan
akan terjadi secara menyeluruh hiperintens. Apabila darah mula diserap kembali secara perlahan-
lahan, signal intensitas akan berkurang pada T1 menjadi hipointens atau isointens berbanding
white matter tapi lebih intens dari cairan cerebrospinal kerna kandungan protein. 5 Pada fase
kronik, MRI dapat mengklasifikasikan kepada lima tipe yaitu; low, high, mixed intensity,
isointensity dan layered.

Gambar 10: Gambaran subdural


hematoma bilateral

Gambar 9: gambaran MRI (T1-weighted)


subdural hematoma pada hemisfera kiri10

MRI dapat memberikan gambaran lentiform atau gambaran biconvex jika diambil dari
potongan coronal, berbanding gambaran crescent-shaped appearance pada potongan axial CT
Scan. Gambaran MRI yang multiplanar dapat membantu identifikasi convex yang kecil dan
vertex hematom yang mungkin tidak dapat terdeteksi pada CT Scan potongan axial atau coronal.5
Untuk membedakan hematoma subdural dan hygroma subdural, pemeriksaan proton-
density weighted sequences atau FLAIR diperlukan. Hematoma subdural dapat dibedakan
dengan CSF-like substansi melalui signal proton T1- dan T2 sequence. Namun dalam gambaran
FLAIR, hematoma akan tergambar lebih jelas tinggi intensnya dari cairan serebrospinal.9

Gambar 11: Gambaran hematoma subdural


kronik pada pemeriksaan MRI (FLAIR)
yang hiperintense

3 DIFFUSION-WEIGHTED IMAGING (DWI)


DWI memberikan gambaran hematoma subdural dengan intensitas yang berbeda
tergantung usi hematoma. Kelebihan penggunaan DWI ialah kemampuannya untuk deteksi
mendasari atau terkait lesi parenchymal.6
Gambar 12: Gambaran perdarahan subdural 2 minggu setelah onset a) T1-weighted b) T2-weighted c) dan d)
hiperintense DWI e) hipointens lesi f) gambaran coronal hiperintens6
4 ANGIOGRAFI
Pada kasus pos-traumatik hematoma subdural sangat jarang digunakan angiografi untuk
mendapatkan diagnostic. Tetapi angiografi dapat membantu menegakkan diagnosis jika etiologi
terjadinya hematoma subdural akibat gangguan pada vessel di serebral seperti rupture dinding
vena, postrauma aneurisme, arterio-venous malformation atau fistula. Pemeriksaan ini dapat
membedakan koleksi darah yang mildly hiperdens dengan tulang-tulang adjacent yang
hiperdensity.

VI DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
1
EPIDURAL HEMATOM7

Hematom epidural yang kadang sulit dibedakan dari subdural, mempunyai ciri gambaran khas
berupa bentuk bikonveks atau lentikuler (ada perlekatan yang erat antara dura dengan tabula
interna sehingga hematom menjadi terbatas). Hematom subdural cenderung lebih difus
berbanding dengan hematom epidural dan mempunyai tampilan batas dalam yang konkav sesuai
dengan permukaan otak.
EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
HEMATOM
INSIDEN 1-4% kasus trauma; 10-20% semua kasus
10% kasus trauma fatal trauma;
30% kasus trauma fatal
ETIOLOGI 85-95% disertai fraktur; Vena kortikal di pon
70-80% laserasi Arteri meningeal media/sinus robek
dural venous
SITE Diantara tulang cranial dan dura mater; Diantara dura mater
Melintasi dura mater tapi tidak sutura cranialnya; dan arachnoid mater;
95% supratentorial Melintasi sutura cranial
5% subtentorial tapi tidak dura mater;
5% bilateral 95% supratentorial
5% bilateral
PENEMUAN Bentuk biconvex; Akut: 60% hiperdens;
CT Pendorongan white-gray matter pada daerah yang 40% campuran
terganggu; (hiper-/hipodens)
66% hiperdens; Subakut: isodens
33% campuran (hiper-/hipodens) Chronic: hipodense
Crescent shape;

Gambar 13: CT Scan menunjukkan epidural hematoma (anak panah putih), subdural hematoma (anak panah hitam),
intracerebral hematoma (anak panah putih kecil) dan subarachnoid hemorage (anak panah hitam kecil).
Jika gejala-gejala hilangnya gambaran sulci, terjadinya midline shift, deformitas anatomy
ventrikel dan obliterasi sistern basal di lokasi yang lebih anterior dan medial, intensity yang
hiperdens, diselaputi kapsul yang tebal serta berkemungkinan bentuk bikonvek mengelirukan
dengan ekstradural hematoma. Untuk membedakannya, pemeriksaan MRI diperlukan.14
2 NEOPLASMA
Intracranial neoplasma dan hematoma subdural kronik amat sukar dibedakan tanpa
bantuan neuroimaging. Menifestasi klinis untuk neoplasma seperti nyeri kepala, gangguan status
mental berubah dan tanda neurologic fokal sama dengan hematoma subdural. Untuk
membedakannya pemeriksaan CT-scan atau MRI diperlukan.16

Gambar 14: gambaran neoplasma pada


pemeriksaan Ct scan yang hiperdense.

3 EKSTRADURAL HEMATOMA
Extradural hematoma ini dipandang sebagai cembung gandayang high-density daerah segera
yg terletak di bawah ke kubah. Paling sering di daerah frontoparietal, tetapi mungkin terjadi di
fossa posterior. Kadang-kadang daerah kurang padat muncul, mungkin karena darah tidak
membeku, dan jika mereka harus kambuh setelah operasi bentuk klasik mungkin akan hilang.
Ventrikel lateral yang khas mengungsi ke sisi kontralateral, dan biasanya ada beberapa
pembengkakan pada belahan otak yang terkena, meskipun edema yang jelas mungkin tidak
terlihat.

Gambar 15: Ekstradural hematoma akut


pada CT Scan gambaran biconvex pada
frontoparietal kanan.7
4 SUBDURAL HYGROMA
Higroma subdural adalah kumpulan cairan serebrospinal tidak berdarah yang terletak di ruang
subdural, mirip dengan hematoma. Dengan pemeriksaan CT-scan, subdural hematoma kronis
dapat dibedakan dari hygroma subdural. Namun, intensitas dinding hygromas tidak
meningkatkan. MRI menunjukkan bahwa hygromas memiliki intensitas sinyal yang sangat mirip
dengan CSF pada semua urutan, termasuk pemulihan inversi atenuasi cairan (FLAIR) gambar.
Secara kasar seperlima dari semua pasien dengan hygroma subdural menunjukkan lesi traumatis
di otak.

VII PENATALAKSANAAN
A OPERATIF
Kebanyakan teknis yang digunakan pada penanganan hematoma subdural ialah sistem
drainage. Antara yang paling sering dilaksanakan ialah advokat twist drill craniostomy, burr hole
surgery atau craniotomy. Carmel et al. melaporkan pada operasi twist drill craniostomy,
sebanyak 86% dengan prognosis baik. Namun banyak sumber menyatakan pilihan surgery yang
optimal ialah burr-hole trepanation surgery dengan sistem drainage tertutup. Sebanyak 80%
prognosisnya baik.
Operasi craniotomy juga masih dianggap sebagai terapi principal. Craniotomy temporal
kecil di mana lapisan dura dibiarkan terbuka.
Hematoma subdural akut
kerna aneurisme
intracranial ruptur

deteriosasi kesadaran terganggu kondisi neurologi


(tanda-tanda herniasi) stabil

CT+CTA+DS
CT + CTA
A

Hematoma
cardiopulmonary cardiopulmonary
evakuasi
stabil tidak stabil
dan klipping

evakuasi- angiografi coiling, evakuasi


intraoperatif yang hematoma yang
hematoma segera tertangguh tertangguh

B FARMAKOTERAPI

Terapi konservatif yang diberikan tergantung kepada pasien dengan gejala neurologic
seperti nyeri kepala tanpa gejala lain, gejala fokal neurologic atau gangguan memori. Pemberian
yang diberikan ialah steroid atau mannitol. Pemberian ubat farmakoterapi sangat jarang kerna
biasanya pasien akan membaik setelah dioperasi. Dexamethason 16mg/hari dapat diberikan pada
pasien tanpa midline shift selama dua minggu.
Hematoma kecil akan mengalami resolusi secara spontan bila dibiarkan mengikut alamiah.
Pada penderita dengan hematoma kecil tanpa tanda-tanda neurologic, maka tindakan pengobatan
yang terbaik mungkin hanyalah melakukan pemantauan ketat.

VIII PROGNOSIS
Mortaliti pada subdural hematoma dapat mencecah 30%. Faktor yang mempengaruhi ialah
Glagow Coma Scale <7, umur >80 tahun, durasi yang akut dan kraniotomi. Gejala neurologic
dan midline shift tidak mempengaruhi kadar mortality. Gambaran isodensiti pada CT scan
dianggap sebagai prognosis yang baik dan gambaran hipodensiti faktor prognosis buruk.
Assestment:
SDH Subakut Non Traumatik

Penatalaksanaan di IGD
Inf Asering 1500 cc/24 jam
Manitol 200ccmaintenance 6x100cc
Inj Santagesik 3x1 gr iv
Inj Acran 2x50 mg iv
Inj Mersitropil 4x3gr iv
Inj loading Kutoin 400mgmaintenance 3x100mg iv
Inj Terfacef 2 gr pe op
Pro op

Pendamping Pendamping

(dr. Maya H) (dr. Ifadatul Waro)

LAPORAN PORTOFOLIO BEDAH


Disusun Oleh:
dr. Annisa Alkarima

Pendamping:
dr. Maya H
dr. Ifadatul Waro

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT Dr. SOEGIRI LAMONGAN
JAWA TIMUR
2017

Anda mungkin juga menyukai