Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SISTEM PERTANIAN ORGANIK

PENGENDALIAN OPT PADA PERTANIAN ORGANIK

OLEH :

1. SUCIRAHMATUL UMMI (1510211022)


2. SUCI APRIA DELI (1510211030)
3. RIA NOVITA SIMATUPANG (1510211059)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Saat ini produktivitas berapa komoditas pertanian utama semakin sulit ditingkatkan,
kecuali dengan inovasi teknologi, antara lain dalam bentuk varietas unggul baru,
pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT), serta penanganan panen dan
pascapanen yang baik. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh menurunnya kesuburan tanah,
terutama di lahan sawah. Upaya mengatasi masalah tersebut dengan mengandalkan pupuk
anorganik tidak akan berhasil, bahkan bila dilakukan secara terus menerus dalam jangka
waktu lama tanpa disertai pemberian pupuk organik akan mengakibatkan defisiensi
mikronutrien, ketidakseimbangan sifat fisiko kimia tanah, dan ketidaklestarian produksi
tanaman. Di sisi lain, penggunaan pestisida kimia yang tidak selektif secara terus-menerus
untuk mempertahankan produktivitas tanaman dapat mengakibatkan beberapa jenis
organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi kebal, diikuti oleh musnahnya musuh
alami (parasitoid dan predator) dan serangga berguna lainnya.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk,
zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam
pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain
mengubah budaya yang sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik
membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat. Di sisi lain, petani telah
terbiasa mengandalkan pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl dll) dan pestisida sintetik sebagai
budaya bertani sejak 35 tahun terakhir ini. Apalagi penggunaan pestisida, fungisida pada
petani sudah merupakan hal yang sangat akrab dengan petani kita. Itulah yang digunakan
untuk mengendalikan serangan sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai
hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab
penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk
mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah, efektif dalam
mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Bahkan selama enam dekade ini,
pestisida telah dianggap sebagai penyelamat produksi tanaman selain kemajuan dalam
bidang pemuliaan tanaman.

Pestisida yang beredar di pasaran Indonesia umumnya adalah pestisida sintetik.


Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistic dan terpadu, mengoptimalkan
kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan
pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan 2002).Sebenarnya,
petani kita di masa lampau sudah menerapkan sistem pertanian organik dengan cara
melakukan daur ulang limbah organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Namun dengan
diterapkannya kebijakan sistem pertanian kimiawa yang berkembang pesat sejak
dicanangkannya kebijakan sistem pertanian kimiawi yang berkembang yang berkembang
pesat sejak dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yang lebih
mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimiawi, walaupun untuk sementara
waktu dapat meningkatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka panjang
menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang akhirnya bermuara
kepada semakin luasnya lahan kritis dan marginal di Indonesia.Sistem pertanian organik
sebenarnya sudah sejak lama diterap kan di beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Korea
Selatan dan Amerika Serikat (Koshino, 1993).

Seperti diketahui, terdapat sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai
hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab
penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk
mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah, efektif dalam
mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Cara-cara lain dalam pengendalian OPT
selain pestisida sintetik, pestisida biologi dan pestisida botani antara lain yaitu cara
pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara fisik dan
mekanis, dan cara kultur teknis.

Pestisida dapat berasal dari bahan alami dan dapat dari bahan buatan. Di samping
itu, pestisida dapat merupakan bahan organik maupun anorganik. Secara umum
disebutkan bahwa pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau menolak penggunaan pupuk sintetis pestisida sintetis, dan senyawa
tumbuh sintetis. Pengembangan pertanian organik di Indonesia dapat menjadi suatu
alternatif pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia jangka panjang. Oleh
karena itu
penerapan pertanian organik dianggap sebagai salah satu dari pendekatan dalam
pembangunan pertanian berkelanjutan, karena dalam pengembangan pertanian organik
tidak terlepas dari program pembangunan pertanian secara keseluruhan. Namun dalam
sosialisasi dan penerapannya di lapanganan sering mengalami beberapa kendala. Agaknya
terlalu berisiko untuk mengarahkan petani menerapkan pertanian organik, kalau tidak
mampu memberikan jaminan dan bukti nyata terhadap peningkatan harga dan pendapatan
petani dengan korbanan besar yang harus mereka berikan dalam menerapkan usahatani
organik tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk:

a. Mengetahui cara pengendalian hama dalam pertanian organik

b. Mengetahui cara pengendalian penyakit dalam pertanian organik

c. Mengetahui cara pengendalian gulma dalam pertanian organik


II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pertanian Organik


Menurut Standar Nasional Indonesia, SNI 01-6792-2002, pertanian organik (organic
farming) adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan
kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pertanian organik merupakan teknik budi
daya pertanian yang mengandalkan bahan alami, tanpa menggunakan bahan kimia sintetik.
Bahan alami yang digunakan antara lain pupuk hijau (green manure), kompos, agens
pengendalian OPT secara hayati (parasitoid, predator, patogen serangga, dan mikroba antagonis),
dan pestisida nabati. Bahan kimia sintetik yang tidak digunakan antara lain pupuk anorganik,
pestisida kimia sintetik (insektisida, fungisida, dan herbisida), zat pengatur tumbuh (hormon),
antibiotik untuk ternak, bahan aditif, dan organisme yang dimodifikasi secara genetik
(genetically modified organism). Pertanian organik mensyaratkan jaminan bahwa produk
pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi
(nutritional attributes), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Berdasarkan
persyaratan tersebut, ada empat prinsip pertanian organik, yakni (IFOAM 2009):
1. Prinsip kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan,
manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan
bahwa kesehatan tiap individu dankomunitas tidak dapat dipisahkan dari kesehatan
ekosistem, tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung
kesehatan hewan dan manusia. Oleh sebab itu, penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan
bagi hewan, dan bahan aditif makanan yang dapat merugikan kesehatan harus dihindari.
2. Prinsip ekologi
Pertanian organik harus didasarkan atas sistem dan siklus ekologi kehidupan. Pada prinsip
ini, pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian,
pembangunan habitat, dan pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian.
3. Prinsip keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan yang terkait
dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Karena pertanian organik bertujuan
untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan maupun produk lainnya dengan
kualitas yang baik.
4. Prinsip perlidungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi
kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.
Keempat prinsip tersebut merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian
organik, dan menjadi visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global.

Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat
tumbuh, maupun pestisida. Dan tahapan yang harus dilakukan dalam sistem pertanian organik
adalah sebagai berikut :

Persiapan lahan pertanian


Untuk mendapatkan hasil pertanian organik maka yang pertama adalah persiapan lahan
pertanian terlebih dahulu dengan cara menyiapkan lahan agar terbebas dari residu-residu kimia
seperti pupuk atau obat-obatan sintetis,proses perpindahan dari sistem konvensional ke sistem
pertanian organik biasanya membutuhkan waktu 1-3 tahun. Dalam persiapan lahan pertanian kita
juga harus memperhatikan lingkungan disekitar lahan, Pencemaran zat kimia dari kebun tetangga
bisa merusak sistem pertanian organik yang telah dibangun. Zat-zat pencemar bisa berpindah ke
lahan organik kita karena dibawa oleh air dan udara.
Selain zat pencemar, pemakaian obat-obatan dari kebun tetangga bisa menyebabkan hama dan
penyakit lari ke lahan pertanian organik. Tentunya hama akan mencari lahan-lahan yang bebas
racun, dan sialnya kebun organik akan menjadi sasaran pelarian hama,didalam mengatasi
masalah tersebut kita bisa lakukan dengan perlindungan serta mengatasi hama dan penyakit
dengan pestisida organic

Kondisi Pengairan
Perhatikan aliran air pada lahan kita,biasanya aliran air dari sawah konvensional akan
mengandung kimia (karna masih menggunakan pupuk dan obat kimia),untuk mengatasinya kita
cari lahan yang menggunakan masukan air dari mata air terdekat,atau bisa mengambil dari
saluran air yang cukup besar.

Pemilihan Bibit Tanaman


Untuk menjadikan hasil dari pertanian organik maka benih yang akan digunakannya pun
harus berasal dari benih organik pula dan menurut petani organik bahwa benih dari hasil
rekayasa genetika tidak bisa digunakan untuk sistem pertanian organik murni.

Pemupukan dan penyuburan tanah


Pupuk yang digunakan dalam bertani organik adalah wajib menggunakan pupuk organik
(non kimia),banyak jenis pupuk organik yang dapat kita manfaatkan dalam bertani organik
misal,pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos dan variannya, serta pupuk hayati,
Selain pemupukan juga yang perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil bertani yang berlimpah
adalah penyuburan tanah terlebih dahulu.

Pengendalian Hama dan Penyakit


Pengendalian hama dalam pertanian organik sebaiknya menerapkan konsep pengendalian
hama terpadu. Hal-hal yang terlarang adalah menggunakan obat-obatan seperti pestisida,
fungisida, herbisida dan sejenisnya untuk membasmi hama,atau yang lebih mudah didalam
mengatasi berbagai hama dan penyakit bida anda atasi dengan pestisisda alami atau pestisida
organik

2.2 Sistem Pengendalian Hama dalam Pertanian Organik


2.2.1. Pengertian
Pengendalian hama terpadu didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir
tentang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada
pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang
berwawasan lingkungan berkelanjutan. Pada prinsipnya, konsep pengendalian hama terpadu
adalah pengendalian hama yang dilakukan dengan mengggunakan kekuatan unsur-unsur alami
yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang
merugikan. Pengendalian hama terpadu berpegang pada prinsi-prinsip sebagai berikut:

2.2.2. Konsep
Dalam konsep PHT, pengendalian hama merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan
ekosistem pertanian dengan penekanan pada upaya memadukan secara optimal semua
teknologi pengendalian hama yang cocok dan mendorong berfungsinya proses pengendalian
alami yang mampu mempertahankan populasi hama pada tingkat keseimbangan yang rendah.
Tujuannya adalah: a) menurunkan status hama; b) menjamin keuntungan petani; c)
melestarikan kualitas lingkungan; dan d) menyelesaikan masalah hama secara berkelanjutan
(Pedigo and Higley 1992).
Untuk menerapkan hama seoptimal mungkin diperlukan pengetahuan mengenai
unsur dasar hama, yakni: a) ekosistem, khususnya komponen ekosistem yang berperanan
sebagai pengendali populasi hama secara alamiah; b) biologi dan ekologi berbagai jenis
organisme untuk menentukan peranan tiap jenis organisme tersebut dalam ekosistem; c) batas
toleransi tanaman terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama untuk
mengusahakan agar populasi hama dapat dipertahankan tetap berada di bawah batas tersebut;
dan d) teknik pemantauan populasi hama serta komponen fisik dan biologis yang menentukan
keberadaan dan mengatur kepadatan populasi hama. Keempat pengetahuan tersebut
dipadukan dalam suatu kesatuan yang serasi agar produktivitas tanaman dapat dioptimalkan
dan ekosistem dapat diusahakan stabil.
Berdasarkan konsep PHT tersebut jelas bahwa pengendalian hama dengan pestisida
yang diterapkan secara tunggal merupakan cara yang tidak efisien dan dapat mengakibatkan
ketidak seimbangan interaksi di antara komponen ekosistem. Oleh karena itu, perlu dicari
dasar penggunaan pestisida yang rasional, baik ditinjau dari segi ekonomi maupun ekologi.
Pengendalian hama dengan pestisida dibenarkan, apabila dari segi ekonomi, manfaat yang
diperoleh sekurang-kurangnya sama dengan biaya pengendalian hama dan dari segi ekologi,
apabila komponen ekosistem, baik fisik maupun biologis, tidak mampu menekan populasi
hama dan mempertahankannya pada tingkat keseimbangan yang rendah. Kedua dasar
penggunaan pestisida tersebut melahirkan gagasan tentang konsep ambang ekonomi (AE)
atau economic threshold, yakni tingkat populasi hama yang harus segera dikendalikan agar
tidak mencapai tingkat yang merugikan tanaman. Jadi, AE merupakan konsep yang
dikembangkan oleh para pakar sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian hama
dengan pestisida secara rasional. Untuk menentukan apakah populasi hama telah melampaui
AE, maka harus dilakukan pemantauan secara berkala terhadap populasi hama, populasi
musuh alami, kondisi pertanaman, dan iklim. Hal ini dimaksudkan agar populasi hama tidak
terlambat dikendalikan.
Dalam konsep PHT, pengendalian hama dilakukan dengan berbagai cara yang
dipadukan secara serasi untuk menurunkan populasi, kemudian mempertahankannya pada
tingkat yang dapat ditoleransi. Karena status hama ditentukan oleh OPT dan tanaman, maka
strategi pengendalian OPT ditekankan pada modifikasi salah satu atau keduanya, yakni
(Pedigo 1999):
1. Strategi tanpa pengendalian
Strategi ini diterapkan pada kondisi ekosistem pertanian yang masih stabil dan alami
dimana keseimbangan dan interaksi didalam ekosistem masih terjaga dengan baik. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan mengelola ekosistem sedemikian rupa sehingga
menguntungkan musuh alami dan mampu mengendalikan populasi hama. Upaya tersebut
dilakukan antara lain dengan mengatur pola tanam dan menggunakan pestisida secara
bijaksana berdasarkan kepadatan populasi hama. Dengan demikian akan selalu terjadi
keadaan populasi hama dibawah ambang ekonomi.

2. Strategi menurunkan populasi hama


Strategi ini diterapkan untuk dua situasi. Pertama, bila berdasarkan pengalaman, populasi
hama akan melampaui AE, maka untuk tujuan preventif, sebelum tanam harus dilakukan
upaya mengubah lingkungan menjadi tidak disukai hama. Kedua, bila dalam kondisi
normal, populasi hama akan berada di atas AE sepanjang musim, maka untuk tujuan
kuratif harus disiapkan tindakan pengendalian. Contoh tindakan preventif, antara lain:
a. Pengaturan pola tanam untuk menciptakan lingkungan yang kurang menguntungkan
bagi hama untuk bertahan hidup, tumbuh, dan bereproduksi. Pengaturan pola tanam
meliputi pergiliran tanaman, waktu tanam, dan tanam serentak. Pergiliran tanaman
dimaksudkan untuk memutus rantai pakan hama. Pengaturan waktu tanam
dimaksudkan untuk menghindarkan masa kritis tanaman dari serangan hama.
Pengaturan tanam serentak dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih generasi
OPT.

b. Pengaturan teknik bercocok tanam dimaksudkan agar pertumbuhan tanaman dan hasil
panen menjadi optimal. Pengaturan teknik bercocok tanam dapat pula digunakan
untuk menghambat perkembangan populasi hama, misalnya pengaturan jarak tanam,
penggenangan, dan sanitasi.

3. Strategi mengurangi kerentanan tanaman


Penggunaan varietas tahan tidak mengurangi populasi hama secara langsung, tetapi
tanaman dapat menolak atau mentoleransi hama. Strategi ini biayanya murah dan mudah
dilakukan petani dan aman bagi lingkungan. Strategi ini dapat disertai dengan
meningkatkan vigor tanaman melalui pengaturan pengairan dan pemupukan Ada tiga
mekanisme ketahanan tanaman terhadap hama, yakni antixenosis, antibiosis, dan toleran.
Antixenosis adalah sifat tanaman yang tidak disukai serangga karena adanya senyawa
kimia yang bersifat racun atau adanya struktur dan morfologi tanaman yang dapat
menghalangi proses makan atau peletakan telur. Antibiosis adalah sifat tanaman yang
dapat mengeluarkan senyawa beracun bagi serangga yang mengonsumsinya, sehingga
akan mengganggu pertumbuhan, menurunkan keperidian, atau memperlambat kematangan
seksual serangga. Contoh, kandungan gosipol untuk ketahanan terhadap penggerek
tongkol jagung (Heliothis), Toleran adalah sifat tanaman yang mampu menyembuhkan
diri (recovery) dari luka atau mampu tumbuh lebih cepat setelah terjadinya serangan
hama. Contoh, tanaman jagung yang memiliki volume perakaran luas tahan terhadap
kumbang akar jagung Diabrotica virgifera.
4. Strategi kombinasi
Strategi yang mengombinasikan upaya penurunan populasi hama dan kerentanan tanaman
menguntungkan karena jika satu teknik gagal, teknik lainnya dapat membantu
mengendalikan hama. Selain itu, efektivitas suatu teknik pengendalian dapat ditingkatkan
jika digunakan secara bersama-sama dengan teknik pengendalian lainnya. Ada beberapa
teknik pengendalian yang dapat digunakan secara terpadu untuk menurunkan status hama,
yakni:
a. Pengendalian dengan teknik budi daya, misalnya menggilir tanaman padi dengan
jagung atau kedelai; menanam kedelai dan jagung secara berselang-seling pada petak
berbeda; menanam padi varietas toleran terhadap serangan hama; dan menanam
tanaman perangkap hama.
b. Pengendalian hayati, misalnya mengonservasi parasitoid dan predator; dan
memperbanyak dan melepas agens hayati (virus, bakteri, cendawan, dan nematoda
patogen serangga).
c. Pengendalian mekanis dan fisik, misalnya mengumpulkan dan membinasakan
kelompok telur dan ulat; dan menggenangi lahan untuk mematikanulat yang berada di
tanah.
d. Pengendalian dengan pestisida nabati, misalnya dari tanaman mimba (Azadirachta
indica) yang mengandung bahan aktif azadirachtin apabila populasi hama telah
melampaui AE. Pestisida kimia dapat digunakan sebagai pilihan terakhir apabila tidak
tersedia bahan pengendali OPT yang bersifat alami.

2.3 Pengendalian Penyakit pada Sistem Pertanian Organik

2.3.1 Pengertian

Pengendalian penyakit tumbuhan dilakukan untuk melindungi tanaman atau mengurangi


tingkat kerusakan tanaman. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang
pada dasarnya adalah pengelolaan segitiga penyakit, yaitu menekan populasi patogen serendah-
rendahnya, membuat tanaman tahan terhadap serangan patogen, serta mengusahakan lingkungan
agar menguntungkan tanaman tetapi tidak menguntungkan kehidupan patogen.

Cara pengendalian umumnya bertujuan untuk menyelamatkan populasi dibandingkan


menyelamatkan sedikit individu tanaman. Umumnya, kerusakan atau kehilangan hasil dari satu
atau beberapa tanaman saja dari sekian populasi tanaman di suatu lahan dianggap bukan
masalah. Dengan demikian, pengendalian umumnya dilakukan pada populasi tanaman pada
suatu areal, walaupun pada kasus tertentu pengendalian dapat juga dilakukan hanya pada satu
atau beberapa individu tanaman (terutama pohon, tanaman hias, dan kadang-kadang tanaman
yang terinfeksi virus).
Pengendalian penyakit tanaman merupakan sesuatu yang rumit disebabkan banyaknya
jenis patogen. Untuk satu jenis tanaman budidaya saja seringkali petani harus menghadapi
beragam jamur, bakteri, virus, dan nematoda yang menyebabkan penyakit pada tanaman
tersebut. Situasi ini menjadi bertambah sulit bagi pengusaha pertanian organik. Mengingat
mereka harus menghasilkan sayuran atau buah-buahan yang bebas dari aplikasi fungisida sintetis
konvensional. Agar tetap dapat berkompetisi di pasar yang semakin dinamis dan kompetitif yang
menghendaki petani menyediakan biomassa berkualitas tinggi, bebas penyakit tanaman, dan
aman bagi kesehatan manusia. Sistem pertanian organik mengharuskan petani mengembangkan
strategi pengendalian penyakit dengan pendekatan ekologi (berbasis kelestarian alam).
Kegiatan pengendalian penyakit pada tanaman berdasarkan prinsip
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dimulai dari masa pra-tanam sampai
panen, bahkan rekomendasi pengendalian pada beberapa jenis tanaman
juga menyangkut pascapanen. Dalam pelaksanaan pengendalian pada setiap
fase tumbuh tanaman, dimulai dari analisa ekosistem, pengamatan penyakit
dan pengambilan keputusan apakah akan dilakukan tindakan pengendalian
atau tidak.

2.3.2 Konsep

Konsep pengendalian penyakit tanaman meliputi :


1) Prinsip pengendalian yaitu pedoman atau pegangan dari suatu tindakan pengendalian.
2) Strategi pengendalian merupakan perencanaan atau managemen pelaksanaan dari usaha
pengendalian.
3) Taktik Pengendalian yaitu ilmu pengetahuan khusus yang digunakan untuk tujuan
praktek pengendalian.
4) Aplikasi Pengendalian yaitu prosedur pengendalian yang dapat dilaksanakan di lapangan.

Pengendalian penyakit tanaman pada prinsipnya digolongkan menjadi :


1) Eksklusi yaitu usaha mencegah masuknya penyakit ke daerah baru.
2) Eradikasi yaitu menurunkan, menginaktifkan atau membasmi pathogen.
3) Proteksi yaitu usaha memberi perlindungan pada tanaman atau menghalangi terjadinya
kontak antara inang dengan pathogen.
4) Resistensi yaitu usaha untuk mengurangi perusakan penyakit melalui inang dengan
membuat ketahanan pada inang tersebut.

Sistem pertanian organik mengharuskan petani mengembangkan strategi pengendalian


penyakit dengan pendekatan ekologi (berbasis kelestarian alam). Sebagai contoh, pemanfaatan
mikroorganisme yang terdapat dalam kompos dan berperan dalam pertumbuhan tanaman
sekaligus memiliki karakter antagonis terhadap patogen. Aplikasi pengendalian penyakit berbasis
lingkungan yang lain adalah penerapan rotasi tanaman yang dapat memperkaya
keanekaragaman mikroorganisme yang menguntungkan dan memotong siklus hidup patogen.
Selain itu strategi pengendalian penyakit pada pertanian organik sebisa mungkin diintegrasikan
dengan pengendalian hama dan gulma. Sehingga terjadi kesatuan langkah dalam pengendalian
organisme pengganggu tanaman yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. Pada banyak contoh
mekanisme pengendalian ini belum diketahui dengan pasti, bahkan mungkin suatu usaha
pengendalian biologis dapat bermanfaat melalui beberapa mekanisme.

1. Eksklusi
Eksklusi merupakan cara pencegahan inokulum untuk masuk atau menetap di suatu
wilayah atau lahan yang sebelumnya di tempat itu belum ada. Tujuannya agar penyebaran
patogen tidak terjadi di suatu negara, wilayah atau areal pertanaman. Yang termasuk dalam
ekslusi ini adalah perlakuan benih, inspeksi dan sertifikasi, karantina, serta eradikasi serangga
vektor. Peniadaan patogen tanaman merupakan tindakan pengendalian patogen penyakit
tanaman dengan cara mengurangi atau menghilangkan patogen dan pada umumnya, pengurangan
atau peniadaan inokulum awal adalah sangat efektif untuk pengelolaan patogen monosiklik.
Langkah langkah peniadaan dapat dilakukan dengan bermacam cara seperti : Pengendalian
seperti penggunaan rotasi tanaman, penghilangan inang alternatif, dan fumigasi tanah dapat
mengurangi inokulum awal. Pada patogen polisiklik, inokulum awal dapat berlipat setiap saat
selama musim pertumbuhan. Untuk itu, pengurangan inokulum awal biasanya harus
digabungkan dengan tipe lain cara pengendalian (seperti cara perlindungan kimia atau ketahanan
horizontal) yang juga mengurangi laju infeksi.
2. Eradikasi.
Eradikasi bertujuan untuk mengurangi, membersihkan dan memusnahkan inokulum yang
telah ada pada lahan atau tanaman yang menjadi sumber inokulum atau membuat inokulum
menjadi tidak aktif. Yang termasuk dalam cara-cara eradikasi adalah pengendalian hayati, rotasi
tanaman, pencabutan dan pemusnahan tanaman sakit, serta perlakuan tanah.
a. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati bertujuan untuk memusnahkan dan mengendalikan patogen dengan
memanfaatkan aktivitas mikroba lain. Yang termasuk dalam kegiatan pengendalian hayati adalah
pemberian mikroba antagonis dan perlakuan tertentu untuk meningkatkan aktivitas mikroba
tanah seperti pemberian bahan organik yang bertujuan agar mikroba antagonis menjadi tinggi
aktivitasnya. Yang dimaksud dengan mikroba antagonis adalah mikroba yang aktivitasnya
berdampak negatif terhadap kehidupan patogen. Mekanisme antagonisme dalam pengendalian
hayati yaitu : (a) parasitisme langsung atau lisis dan matinya patogen (b) kompetisi makanan
dengan patogen, (b) antibiosis, pengaruh langsung dari substansi antibiotik yang dikeluarkan
oleh antagonis terhadap patogen, dan (c) pengaruh tidak langsung dari substansi yang menguap
seperti etilen yang dikeluarkan karena aktivitas antagonis. Penerapan pengendalian hayati :
a. Introduksi Introduksi artinya memasukkan atau mengimpor musuh alami dari suatu daerah
atau negeri ke daerah lain sering kali cara ini disebut sebagai cara klasik. b. Augmentasi
Augmentasi merupakan teknik penambahan musuh alami secara periodik dengan tujuan untuk
meningkatkan jumlah dan pengaruh musuh alami c. Konservasi Konservasi merupakan usaha
untuk mempertahankan atau melestrarikan musuh lami yang telah ada di suatu daerah . Tekhnik
ini bertujuan untuk menghindarkan tindakan yang dapat menurunkan populasi musuh alami
contoh penggunaan pestisida.

b. Rotasi Tanaman
Bilamana tanaman yang sama ditanam terus menerus pada lahan yang sama untuk
beberapa musim tanam maka patogen tular tanah akan meningkat populasinya dan akan
menyebabkan penyakit yang serius pada pertanaman tersebut. Lahan tersebut akan menjadi
tempat yang terinfestasi berat oleh patogen karena ketersediaan tanaman inang yang terus
menerus. Apabila pada lahan ini kemudian ditanam dengan tanaman yang sangat tahan atau
tanaman yang imun terhadap patogen tersebut maka patogen tidak akan mendapatkan makanan
sehingga populasinya akan menurun secara tajam. Demikian pula, apabila kemudian pada lahan
ini ditanami tanaman bukan inang patogen, maka populasi patogen juga akan menurun. Beberapa
tanaman mengeluarkan eksudat yang mengandung senyawa tertentu yang dapat berpengaruh
negatif terhadap perkembangan populasi patogen tular tanah, disisi lain beberapa eksudat justru
membantu perkembangan organisme antagonis.
Rotasi tanaman merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengendalikan penyakit
tular tanah dan penyakit akar. Metode ini hanya efektif untuk patogen yang tidak dapat bertahan
lama dalam tanah, misalnya untuk patogen Fusarium dari spesies tertentu. Rotasi tanaman tidak
efektif bila dilakukan untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh patogen penghuni
tanah yang mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi dan dapat bertahan dalam tanah
selama bertahun tahun.
c. Pencabutan Dan Pemusnahan Tanaman Sakit
Adanya tanaman sakit merupakan sumber inokulum bagi tanaman lain atau tanaman
berikutnya ditempat itu. Roguing (pemangkasan bagian tanaman yang sakit), pencabutan
tanaman sakit, pemusnahan inang antara dan inang perantara, dan sanitasi (membersihkan sisa-
sisa tanaman sakit) merupakan aktivitas penting dalam eradikasi patogen.
d. Perlakuan Tanah
Tujuan dari perlakuan tanah ini adalah untuk membuat patogen menjadi inaktif atau
patogen menjadi mati. Yang termasuk dalam aktivitas perlakuan tanah adalah dengan
penggunaan energi panas (mulsa plastik, pembakaran sisa tanaman sakit, penjemuran tanah), dan
penggenangan (untuk membuat kondisi anaerob agar patogen tertentu menjadi mati), dan
pemberaan (lahan tidak ditanami).
e. Plant Growt-Promoting Rhizobacteria
Telah dikenal pula adanya jasad renik dalam rizosfer yang dapat digunakan untuk
pengendalian biologis, meskipun jasad ini tidak berpengaruh langsung pada pathogen lewat
tanah. Di Amerika Serikat jasad ini disebut sebagai Plant growt-promoting rhizobacteria (PGPR)
yang mempunyai aktivitas pengendalian biologis terhadap Phythium, meskipun in vitro jasad
tidak mempunyai daya antibiosis terhadap Phythium (Kloepper. 1990).

3. Resistensi
Tanaman tembakau yang terinfeksi blue mold (Peronospora tabacina) pada waktu masih
kecil (yang dapat berkembang terus melewati penyakit ini) ternyata menjadi tahan terhadap
penyakit tersebut (Tuzun dan Kuc, 1990). Bahkan sekarang sudah diketahui bahwa banyak
organisme-filoplan yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap satu atau beberapa
penyakit tertentu, tidak melalui proses antagonism (kompetisi, predasi, dan pembentukan
antibiotika). Tanaman kopi arabika yang disemprot dengan suspensi bakteri (Bacillus
thuringiensis, Xanthomonas campestris pv. manihotis) menjadi tahan terhadap penyakit karat
daun (Hemileia vastatrix) secara sistemik selama 5 minggu, sedang disemprot dengan khamir
(Saccharomyces cerevisiae) ketahanannya tidak sistemik berlangsung secara 4 minggu. Tanaman
yang menjadi tahan secara sistemik jika disemprot dengan uredospora H. vastatrix yang sudah di
autoklaf, atau dengan makromolekul yang melalui filter dari air cucian uredospora.
Dewasa ini masalah pengimbasan ketahanan, yang sering juga disebut sebagai . immunitas
merupakan bidang penelitian yang terbuka lebar. Menurut Tuzun dan Kuc (1990), ketahanan
dapat terjadi karena inokulasi dengan pathogen, bukan pathogen, metabolit mikroba, dan sisa-
sisa tumbuhan, termasuk ekstrak pupuk kandang. Satu pengimbas dapat membuat tanaman
menjadi tahan terhadap macam-macam pathogen. Pada ketimun, inokulasi daun pertama dengan
organisme pembuat nekrosis dapat melindungi tanaman terhadap 13 patogen, yang meliputi
jamur, bakteri, dan virus, bahkan serangga. Pada umumnya proteksi bertahan selama 4-6 minggu.
Ketahanan dapat diperoleh dengan perawatan dengan oksalat-oksalat, dikalium/ natrium fosfat,
dan trikalium/natrium fosfat.
Memang, untuk filoplan diharapkan bahwa mikrobia yang dapat mengimbas ketahanan akan
mempunyai arti yang lebih penting daripada yang bersifat antagonistic terhadap pathogen
melalui amtibiosis atau persaingan nutrient. Sehubungan dengan hal itu pemakaian fungisida
yang berspektrum luas harus dihadapi.

4. Proteksi
Proteksi yaitu usaha memberi perlindungan pada tanaman atau menghalangi terjadinya
kontak antara inang dengan pathogen.
a. Proteksi Silang
Pada penyakit virus pengendalian biologis dilakukan dengan proteksi silang (cross-
protection) atau premunisasi. Tanaman yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya
sedikit menderita kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang
dilemahkan (attenuated) dapat dibuat dengan pemanasan in vitro (misalnya pada Virus Mosaik
Tembakau, virus mosaik ketimun, dan virus mosaik semangka), pendinginan in vivo (Virus
Mosaik Kedelai), dan dengan asam nitrit (Virus bercak-cincin papaya). Proteksi silang ini sudah
banyak dilakukan dibanyak Negara, antara lain di Taiwan dan Jepang.

b. Pola Tanam
Dijepang diketahui bahwa labu air ( Lagenaria siceraria) yang ditanam bersama-sama
dengan bawang daun ( perai, Allium fistulosum) kurang mendapat gangguan penyakit layu
fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. lagenaria). Diduga disebabkan oleh berkembangnya bakteri
Pseudomonas gladioli pada akar bawang daun. Bawang daun juga telah dicoba untuk
mengendalikan penyakit layu fusarium pada tomat dan strowbery.

5. Pengendalian Penyakit Pasca Panen


Perawatan buah dengan organisme tertentu terbukti dapat mengurangi penyakit simpanan
pada buah. Isolate tertentu Pseudomonas syringae pv. Lachrymans dapat mengendalikan
Penicillium expansum, Acremonium breve dapat mengendalikan Botrytis cinerea, dan Bacillius
subtilis mengandung Monilia fructigena. Untuk perawatan bakteri ini dapat dibantu dengan
fungisida tertentu, misalnya B. subtilis dicampur dengan dicloran untuk mengendalikan busuk
rhizopus.

Langkah-langkah pengendalian atau pengelolaan penyakit tanaman dapat dilakukan


dengan cara yaitu identifikasi penyakit, batasan tentang unit agroekosistem yang dikelola
penyakitnya, strategi pengelolaan, penentuan ambang ekonomi dan monitoring dan peramalan
penyakit. Ada beberapa teknik atau cara pengendalian penyakit tanaman pada pertanian oganik
diantaranya yaitu pengendalian penyakit tanaman secara biologis, peraturan, dan pengendalian
hama terpadu. Pengendalian penyakit tanaman secara terpadu merupakan sebuah system
pengendalian hama dan penyakit yang mengunakan gabungan pengendalian fisik, pengendalian
mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi dan
pengendalian hama atau penyakit lainnya.
2.4 Pengendalian Gulma dalam Sistem Pertanian Organik

2.4.1 Pengertian

Pengertian dari pengendalian gulma (control) harus dibedakan dengan pemberantasan


(eradication). Pengendalian gulma (weed control) dapat didefinisikan sebagai proses membatasi
infestasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan
efisien.
Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk membunuh seluruh gulma,
melainkan cukup menekan pertumbuhan dan atau mengurangi populasinya sampai pada tingkat
dimana penurunan produksi yang terjadi tidak berarti atau keuntungan yang diperoleh dari
penekanan gulma sedapat mungkin seimbang dengan usaha ataupun biaya yang dikeluarkan.
Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat
populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak melampaui ambang ekonomik
(economic threshold) secara biologis, sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi
gulma sampai nol. Sedangkan pemberantasan merupakan usaha mematikan seluruh gulma yang
ada baik yang sedang tumbuh maupun alat-alat reproduksinya dengan menggunakan metode
biologis, sehingga populasi gulma sedapat mungkin ditekan sampai nol. Pemberantasan gulma
mungkin baik bila dilakukan pada areal yang sempit dan tidak miring, sebab pada areal yang luas
cara ini merupakan sesuatu yang mahal dan pada tanah miring kemungkinan besar menimbulkan
erosi. Eradikasi pada umumnya hanya dilakukan terhadap gulma-gulma yang sangat merugikan
dan pada tempat-tempat tertentu.

2.4.2 Konsep

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing


tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi
sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara
berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman pokok. Pengendalian gulma harus
memperhatikan teknik pelaksanannya di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor
ekonomis) dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya.
Terdapat beberapa metode/cara pengendalian gulma yang dapat dipraktekkan di lapangan.
Sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma sangat penting mengetahui cara-cara
pengendalian guna memilih cara yang paling tepat untuk suatu jenis tanaman budidaya dan
gulma yang tumbuh disuatu daerah.

Teknik pengendalian dalam pertanian organik yang tersedia adalah :

1. Pengendalian dengan upaya preventif (pembuatan peraturan/perundangan, karantina, sanitasi


dan peniadaan sumber invasi). Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian akibat
invasi gulma adalah pencegahan (preventif). Pencegahan dimaksud untuk mengurangi
pertumbuhan gulma agar usaha pengendalian sedapat mungkin dikurangi atau ditiadakan.
Pencegahan sebenarnya merupakan langkah yang paling tepat karena kerugian yang
sesungguhnya pada tanaman budidaya belum terjadi. Pencegahan biasanya lebih murah, namun
demikian tidak selalu lebih mudah. Pengetahuan tentang cara-cara penyebaran gulma sangat
penting jika hendak melakukan dengan tepat.

2. Pengendalian secara mekanis/fisik (pengerjaan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan,


penggenangan dan pembakaran). Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan
pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut mati atau
pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian mekanis hanya mengandalkan kekuatan fisik
atau mekanik. Dalam praktek dilakukan secara tradisional dengan tangan, dengan alat sederhana
sampai penggunaan alat berat yang lebih modern.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih peralatan untuk digunakan dalam
pengendalian gulma adalah sistem perakaran, umur tanaman, kedalaman dan penyebaran sistem
perakaran, umur dan luas infestasi, tipe tanah, topografi, serta kondisi cuaca/iklim.

3. Pengendalian secara kulturteknis (penggunaan jenis unggul terhadap gulma, pemilihan saat
tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam/heavy seeding, tanaman sela, rotasi tanaman dan
penggunaan mulsa). Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan
menggunakan praktek-praktek budidaya

4. Pengendalian secara hayati (pengadaan musuh alami, manipulasi musuh alami dan pengolahan
musuh alami yang ada disuatu daerah). Pengendalian hayati (biological control) adalah
penggunaan biota untuk melawan biota. Pengendalian hayati dalam arti luas mencakup setiap
usaha pengendalian organisme pengganggu dengan tindakan yang didasarkan ilmu hayat
(biologi). Berdasarkan hal ini maka penggunaan Legum Cover Crops (LCC) kadang-kadang juga
dimasukkan sebagai pengendalian hayati.
Pengendalian hayati pada gulma adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-
musuh alami baik hama (insekta), penyakit (patogen), jamur dan sebagainya guna menekan
pertumbuhan gulma. Hal ini biasa ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah
menyebar secara luas di suatu daerah. Pemberantasan gulma secara total bukanlah tujuan
pengendalian hayati karena dapat memusnahkan agen-agen hayati yang lain.

5. Pengendalian dengan upaya memanfaatkannya (untuk berbagai keperluan seperti sayur,


bumbu, bahan obat, penyegar, bahan kertas/karton, biogas pupuk, bahan kerajinan dan makanan
ternak).

Dan secara keseluruhan pengendalian yang tepat dilakukan untuk pengendalian hama,
penyakit dan gulma atau yang disebut dengan organisme pengganggu tanaman pada system
pertaian organic adalah pengendalian hama terpadu. Yang dimaksud sebagai hama dalam hal ini
adalah hama (pest) dalam arti luas yang berarti hama atau omo (jawa), jadi mencakup hama,
penyakit, maupun gulma. Sejak tahun 1950-an orang mulai menyadari bahwa usaha untuk
memperoleh pertanaman yang bersih dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT), terlalu mahal
dan selalu menghadapi kegagalan. Serangga hama dan jamur manjadi resisten terhadap pestisida,
tanaman yang tahan menjadi rentan, serta terjadi epidemi hama dan penyakit pada pertanaman
monokultur. Selain itu juga diketahui bahwa usaha pengendalian suatu jasad pengganggu sering
mendorong berkembangnya jasad pengganggu yang lain, sehingga disadari bahwa bermacam-
macam jasad pengganggu yang menyerang pertanaman perlu dihadapi secara terpadu tanpa
memperhatikan apakah jasad pengganggu tersebut hama, penyakit, ataukah gulma. Prinsip-
prinsip pengendalian hama terpadu adalah :
1. Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal mungkin, dengan
mengurangi tindakan tindakan yang dapat mematikan musuh alami atau organism yang bukan
sasaran.
2. Pengolahan ekosistem dengan mengubah microhabitat sehingga tidak menguntungkan bagi
kehidupan organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui teknik budidaya yang intensif :
penanaman bibit dari varietas yang tahan hama dan penyakit, pergiliran tanaman untuk memutus
siklus hidup hama dan pathogen, sanitasi (kebersihan) lingkungan pengolahan tanah secara
intensif, pemberian air pengairan yang sehat, pemupukan yang berimbang menurut kebutuhan,
dan pengaturan jarak tanam.
3. Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan mmemperhatikan waktu, dosis, dan
efektivitas. Pestisida harus digunakan pada saat yang tepat, yakni pengendalian dengan cara lain
sudah tidak memungkinkan lagi. Dosis juga harus tepat, menurut kondisi setetmpat dan luas
areal yang terserang. Dengan demikian, efek letal pestisida tidak mempengruhi areal pertanaman
yang lain. Penggunaan pestisida juga harus efektif, yaitu memilih jenis pestisida yang
mempunyai daya racun tinggi dan hanya mematikan hama atau pathogen sasaran.
III. PENUTUP

I.1 Kesimpulan

Pertanian organik merupakan teknik budi daya pertanian yang mengandalkan bahan
alami, tanpa menggunakan bahan kimia sintetik. Bahan alami yang digunakan antara lain pupuk
hijau (green manure), kompos, agens pengendalian OPT secara hayati (parasitoid, predator,
patogen serangga, dan mikroba antagonis), dan pestisida nabati. Pertanian organik mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi, kandungan nutrisi tinggi dan
ramah lingkungan. Berdasarkan persyaratan tersebut, ada empat prinsip pertanian organik, yakni
prinsip kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. Academic Press. New York. 703 p.

Baskoro Winarno. 1992. Pengantar Praktis Pengendalian Hama Terpadu. Fakultas


Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 16 h.

IFOAM. 2009. The principles of organic agriculture. http://www.ifoam.org/

Pedigo, L.P. and L.G. Higley. 1992. The economic injury level concept and environmental
quality. American Entomologist 38(1): 12-21.

Pedigo, L.P. 1999. Entomology and pest management.3rd ed.

Triharso. 1993. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gajahmada University Press.

Yogyakarta. 362 h.

Anda mungkin juga menyukai