OLEH :
Saat ini produktivitas berapa komoditas pertanian utama semakin sulit ditingkatkan,
kecuali dengan inovasi teknologi, antara lain dalam bentuk varietas unggul baru,
pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT), serta penanganan panen dan
pascapanen yang baik. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh menurunnya kesuburan tanah,
terutama di lahan sawah. Upaya mengatasi masalah tersebut dengan mengandalkan pupuk
anorganik tidak akan berhasil, bahkan bila dilakukan secara terus menerus dalam jangka
waktu lama tanpa disertai pemberian pupuk organik akan mengakibatkan defisiensi
mikronutrien, ketidakseimbangan sifat fisiko kimia tanah, dan ketidaklestarian produksi
tanaman. Di sisi lain, penggunaan pestisida kimia yang tidak selektif secara terus-menerus
untuk mempertahankan produktivitas tanaman dapat mengakibatkan beberapa jenis
organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi kebal, diikuti oleh musnahnya musuh
alami (parasitoid dan predator) dan serangga berguna lainnya.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk,
zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam
pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain
mengubah budaya yang sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik
membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat. Di sisi lain, petani telah
terbiasa mengandalkan pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl dll) dan pestisida sintetik sebagai
budaya bertani sejak 35 tahun terakhir ini. Apalagi penggunaan pestisida, fungisida pada
petani sudah merupakan hal yang sangat akrab dengan petani kita. Itulah yang digunakan
untuk mengendalikan serangan sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai
hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab
penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk
mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah, efektif dalam
mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Bahkan selama enam dekade ini,
pestisida telah dianggap sebagai penyelamat produksi tanaman selain kemajuan dalam
bidang pemuliaan tanaman.
Seperti diketahui, terdapat sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai
hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab
penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk
mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah, efektif dalam
mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Cara-cara lain dalam pengendalian OPT
selain pestisida sintetik, pestisida biologi dan pestisida botani antara lain yaitu cara
pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara fisik dan
mekanis, dan cara kultur teknis.
Pestisida dapat berasal dari bahan alami dan dapat dari bahan buatan. Di samping
itu, pestisida dapat merupakan bahan organik maupun anorganik. Secara umum
disebutkan bahwa pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau menolak penggunaan pupuk sintetis pestisida sintetis, dan senyawa
tumbuh sintetis. Pengembangan pertanian organik di Indonesia dapat menjadi suatu
alternatif pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia jangka panjang. Oleh
karena itu
penerapan pertanian organik dianggap sebagai salah satu dari pendekatan dalam
pembangunan pertanian berkelanjutan, karena dalam pengembangan pertanian organik
tidak terlepas dari program pembangunan pertanian secara keseluruhan. Namun dalam
sosialisasi dan penerapannya di lapanganan sering mengalami beberapa kendala. Agaknya
terlalu berisiko untuk mengarahkan petani menerapkan pertanian organik, kalau tidak
mampu memberikan jaminan dan bukti nyata terhadap peningkatan harga dan pendapatan
petani dengan korbanan besar yang harus mereka berikan dalam menerapkan usahatani
organik tersebut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk:
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang
menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat
tumbuh, maupun pestisida. Dan tahapan yang harus dilakukan dalam sistem pertanian organik
adalah sebagai berikut :
Kondisi Pengairan
Perhatikan aliran air pada lahan kita,biasanya aliran air dari sawah konvensional akan
mengandung kimia (karna masih menggunakan pupuk dan obat kimia),untuk mengatasinya kita
cari lahan yang menggunakan masukan air dari mata air terdekat,atau bisa mengambil dari
saluran air yang cukup besar.
2.2.2. Konsep
Dalam konsep PHT, pengendalian hama merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan
ekosistem pertanian dengan penekanan pada upaya memadukan secara optimal semua
teknologi pengendalian hama yang cocok dan mendorong berfungsinya proses pengendalian
alami yang mampu mempertahankan populasi hama pada tingkat keseimbangan yang rendah.
Tujuannya adalah: a) menurunkan status hama; b) menjamin keuntungan petani; c)
melestarikan kualitas lingkungan; dan d) menyelesaikan masalah hama secara berkelanjutan
(Pedigo and Higley 1992).
Untuk menerapkan hama seoptimal mungkin diperlukan pengetahuan mengenai
unsur dasar hama, yakni: a) ekosistem, khususnya komponen ekosistem yang berperanan
sebagai pengendali populasi hama secara alamiah; b) biologi dan ekologi berbagai jenis
organisme untuk menentukan peranan tiap jenis organisme tersebut dalam ekosistem; c) batas
toleransi tanaman terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama untuk
mengusahakan agar populasi hama dapat dipertahankan tetap berada di bawah batas tersebut;
dan d) teknik pemantauan populasi hama serta komponen fisik dan biologis yang menentukan
keberadaan dan mengatur kepadatan populasi hama. Keempat pengetahuan tersebut
dipadukan dalam suatu kesatuan yang serasi agar produktivitas tanaman dapat dioptimalkan
dan ekosistem dapat diusahakan stabil.
Berdasarkan konsep PHT tersebut jelas bahwa pengendalian hama dengan pestisida
yang diterapkan secara tunggal merupakan cara yang tidak efisien dan dapat mengakibatkan
ketidak seimbangan interaksi di antara komponen ekosistem. Oleh karena itu, perlu dicari
dasar penggunaan pestisida yang rasional, baik ditinjau dari segi ekonomi maupun ekologi.
Pengendalian hama dengan pestisida dibenarkan, apabila dari segi ekonomi, manfaat yang
diperoleh sekurang-kurangnya sama dengan biaya pengendalian hama dan dari segi ekologi,
apabila komponen ekosistem, baik fisik maupun biologis, tidak mampu menekan populasi
hama dan mempertahankannya pada tingkat keseimbangan yang rendah. Kedua dasar
penggunaan pestisida tersebut melahirkan gagasan tentang konsep ambang ekonomi (AE)
atau economic threshold, yakni tingkat populasi hama yang harus segera dikendalikan agar
tidak mencapai tingkat yang merugikan tanaman. Jadi, AE merupakan konsep yang
dikembangkan oleh para pakar sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian hama
dengan pestisida secara rasional. Untuk menentukan apakah populasi hama telah melampaui
AE, maka harus dilakukan pemantauan secara berkala terhadap populasi hama, populasi
musuh alami, kondisi pertanaman, dan iklim. Hal ini dimaksudkan agar populasi hama tidak
terlambat dikendalikan.
Dalam konsep PHT, pengendalian hama dilakukan dengan berbagai cara yang
dipadukan secara serasi untuk menurunkan populasi, kemudian mempertahankannya pada
tingkat yang dapat ditoleransi. Karena status hama ditentukan oleh OPT dan tanaman, maka
strategi pengendalian OPT ditekankan pada modifikasi salah satu atau keduanya, yakni
(Pedigo 1999):
1. Strategi tanpa pengendalian
Strategi ini diterapkan pada kondisi ekosistem pertanian yang masih stabil dan alami
dimana keseimbangan dan interaksi didalam ekosistem masih terjaga dengan baik. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan mengelola ekosistem sedemikian rupa sehingga
menguntungkan musuh alami dan mampu mengendalikan populasi hama. Upaya tersebut
dilakukan antara lain dengan mengatur pola tanam dan menggunakan pestisida secara
bijaksana berdasarkan kepadatan populasi hama. Dengan demikian akan selalu terjadi
keadaan populasi hama dibawah ambang ekonomi.
b. Pengaturan teknik bercocok tanam dimaksudkan agar pertumbuhan tanaman dan hasil
panen menjadi optimal. Pengaturan teknik bercocok tanam dapat pula digunakan
untuk menghambat perkembangan populasi hama, misalnya pengaturan jarak tanam,
penggenangan, dan sanitasi.
2.3.1 Pengertian
2.3.2 Konsep
1. Eksklusi
Eksklusi merupakan cara pencegahan inokulum untuk masuk atau menetap di suatu
wilayah atau lahan yang sebelumnya di tempat itu belum ada. Tujuannya agar penyebaran
patogen tidak terjadi di suatu negara, wilayah atau areal pertanaman. Yang termasuk dalam
ekslusi ini adalah perlakuan benih, inspeksi dan sertifikasi, karantina, serta eradikasi serangga
vektor. Peniadaan patogen tanaman merupakan tindakan pengendalian patogen penyakit
tanaman dengan cara mengurangi atau menghilangkan patogen dan pada umumnya, pengurangan
atau peniadaan inokulum awal adalah sangat efektif untuk pengelolaan patogen monosiklik.
Langkah langkah peniadaan dapat dilakukan dengan bermacam cara seperti : Pengendalian
seperti penggunaan rotasi tanaman, penghilangan inang alternatif, dan fumigasi tanah dapat
mengurangi inokulum awal. Pada patogen polisiklik, inokulum awal dapat berlipat setiap saat
selama musim pertumbuhan. Untuk itu, pengurangan inokulum awal biasanya harus
digabungkan dengan tipe lain cara pengendalian (seperti cara perlindungan kimia atau ketahanan
horizontal) yang juga mengurangi laju infeksi.
2. Eradikasi.
Eradikasi bertujuan untuk mengurangi, membersihkan dan memusnahkan inokulum yang
telah ada pada lahan atau tanaman yang menjadi sumber inokulum atau membuat inokulum
menjadi tidak aktif. Yang termasuk dalam cara-cara eradikasi adalah pengendalian hayati, rotasi
tanaman, pencabutan dan pemusnahan tanaman sakit, serta perlakuan tanah.
a. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati bertujuan untuk memusnahkan dan mengendalikan patogen dengan
memanfaatkan aktivitas mikroba lain. Yang termasuk dalam kegiatan pengendalian hayati adalah
pemberian mikroba antagonis dan perlakuan tertentu untuk meningkatkan aktivitas mikroba
tanah seperti pemberian bahan organik yang bertujuan agar mikroba antagonis menjadi tinggi
aktivitasnya. Yang dimaksud dengan mikroba antagonis adalah mikroba yang aktivitasnya
berdampak negatif terhadap kehidupan patogen. Mekanisme antagonisme dalam pengendalian
hayati yaitu : (a) parasitisme langsung atau lisis dan matinya patogen (b) kompetisi makanan
dengan patogen, (b) antibiosis, pengaruh langsung dari substansi antibiotik yang dikeluarkan
oleh antagonis terhadap patogen, dan (c) pengaruh tidak langsung dari substansi yang menguap
seperti etilen yang dikeluarkan karena aktivitas antagonis. Penerapan pengendalian hayati :
a. Introduksi Introduksi artinya memasukkan atau mengimpor musuh alami dari suatu daerah
atau negeri ke daerah lain sering kali cara ini disebut sebagai cara klasik. b. Augmentasi
Augmentasi merupakan teknik penambahan musuh alami secara periodik dengan tujuan untuk
meningkatkan jumlah dan pengaruh musuh alami c. Konservasi Konservasi merupakan usaha
untuk mempertahankan atau melestrarikan musuh lami yang telah ada di suatu daerah . Tekhnik
ini bertujuan untuk menghindarkan tindakan yang dapat menurunkan populasi musuh alami
contoh penggunaan pestisida.
b. Rotasi Tanaman
Bilamana tanaman yang sama ditanam terus menerus pada lahan yang sama untuk
beberapa musim tanam maka patogen tular tanah akan meningkat populasinya dan akan
menyebabkan penyakit yang serius pada pertanaman tersebut. Lahan tersebut akan menjadi
tempat yang terinfestasi berat oleh patogen karena ketersediaan tanaman inang yang terus
menerus. Apabila pada lahan ini kemudian ditanam dengan tanaman yang sangat tahan atau
tanaman yang imun terhadap patogen tersebut maka patogen tidak akan mendapatkan makanan
sehingga populasinya akan menurun secara tajam. Demikian pula, apabila kemudian pada lahan
ini ditanami tanaman bukan inang patogen, maka populasi patogen juga akan menurun. Beberapa
tanaman mengeluarkan eksudat yang mengandung senyawa tertentu yang dapat berpengaruh
negatif terhadap perkembangan populasi patogen tular tanah, disisi lain beberapa eksudat justru
membantu perkembangan organisme antagonis.
Rotasi tanaman merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengendalikan penyakit
tular tanah dan penyakit akar. Metode ini hanya efektif untuk patogen yang tidak dapat bertahan
lama dalam tanah, misalnya untuk patogen Fusarium dari spesies tertentu. Rotasi tanaman tidak
efektif bila dilakukan untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh patogen penghuni
tanah yang mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi dan dapat bertahan dalam tanah
selama bertahun tahun.
c. Pencabutan Dan Pemusnahan Tanaman Sakit
Adanya tanaman sakit merupakan sumber inokulum bagi tanaman lain atau tanaman
berikutnya ditempat itu. Roguing (pemangkasan bagian tanaman yang sakit), pencabutan
tanaman sakit, pemusnahan inang antara dan inang perantara, dan sanitasi (membersihkan sisa-
sisa tanaman sakit) merupakan aktivitas penting dalam eradikasi patogen.
d. Perlakuan Tanah
Tujuan dari perlakuan tanah ini adalah untuk membuat patogen menjadi inaktif atau
patogen menjadi mati. Yang termasuk dalam aktivitas perlakuan tanah adalah dengan
penggunaan energi panas (mulsa plastik, pembakaran sisa tanaman sakit, penjemuran tanah), dan
penggenangan (untuk membuat kondisi anaerob agar patogen tertentu menjadi mati), dan
pemberaan (lahan tidak ditanami).
e. Plant Growt-Promoting Rhizobacteria
Telah dikenal pula adanya jasad renik dalam rizosfer yang dapat digunakan untuk
pengendalian biologis, meskipun jasad ini tidak berpengaruh langsung pada pathogen lewat
tanah. Di Amerika Serikat jasad ini disebut sebagai Plant growt-promoting rhizobacteria (PGPR)
yang mempunyai aktivitas pengendalian biologis terhadap Phythium, meskipun in vitro jasad
tidak mempunyai daya antibiosis terhadap Phythium (Kloepper. 1990).
3. Resistensi
Tanaman tembakau yang terinfeksi blue mold (Peronospora tabacina) pada waktu masih
kecil (yang dapat berkembang terus melewati penyakit ini) ternyata menjadi tahan terhadap
penyakit tersebut (Tuzun dan Kuc, 1990). Bahkan sekarang sudah diketahui bahwa banyak
organisme-filoplan yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap satu atau beberapa
penyakit tertentu, tidak melalui proses antagonism (kompetisi, predasi, dan pembentukan
antibiotika). Tanaman kopi arabika yang disemprot dengan suspensi bakteri (Bacillus
thuringiensis, Xanthomonas campestris pv. manihotis) menjadi tahan terhadap penyakit karat
daun (Hemileia vastatrix) secara sistemik selama 5 minggu, sedang disemprot dengan khamir
(Saccharomyces cerevisiae) ketahanannya tidak sistemik berlangsung secara 4 minggu. Tanaman
yang menjadi tahan secara sistemik jika disemprot dengan uredospora H. vastatrix yang sudah di
autoklaf, atau dengan makromolekul yang melalui filter dari air cucian uredospora.
Dewasa ini masalah pengimbasan ketahanan, yang sering juga disebut sebagai . immunitas
merupakan bidang penelitian yang terbuka lebar. Menurut Tuzun dan Kuc (1990), ketahanan
dapat terjadi karena inokulasi dengan pathogen, bukan pathogen, metabolit mikroba, dan sisa-
sisa tumbuhan, termasuk ekstrak pupuk kandang. Satu pengimbas dapat membuat tanaman
menjadi tahan terhadap macam-macam pathogen. Pada ketimun, inokulasi daun pertama dengan
organisme pembuat nekrosis dapat melindungi tanaman terhadap 13 patogen, yang meliputi
jamur, bakteri, dan virus, bahkan serangga. Pada umumnya proteksi bertahan selama 4-6 minggu.
Ketahanan dapat diperoleh dengan perawatan dengan oksalat-oksalat, dikalium/ natrium fosfat,
dan trikalium/natrium fosfat.
Memang, untuk filoplan diharapkan bahwa mikrobia yang dapat mengimbas ketahanan akan
mempunyai arti yang lebih penting daripada yang bersifat antagonistic terhadap pathogen
melalui amtibiosis atau persaingan nutrient. Sehubungan dengan hal itu pemakaian fungisida
yang berspektrum luas harus dihadapi.
4. Proteksi
Proteksi yaitu usaha memberi perlindungan pada tanaman atau menghalangi terjadinya
kontak antara inang dengan pathogen.
a. Proteksi Silang
Pada penyakit virus pengendalian biologis dilakukan dengan proteksi silang (cross-
protection) atau premunisasi. Tanaman yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya
sedikit menderita kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang
dilemahkan (attenuated) dapat dibuat dengan pemanasan in vitro (misalnya pada Virus Mosaik
Tembakau, virus mosaik ketimun, dan virus mosaik semangka), pendinginan in vivo (Virus
Mosaik Kedelai), dan dengan asam nitrit (Virus bercak-cincin papaya). Proteksi silang ini sudah
banyak dilakukan dibanyak Negara, antara lain di Taiwan dan Jepang.
b. Pola Tanam
Dijepang diketahui bahwa labu air ( Lagenaria siceraria) yang ditanam bersama-sama
dengan bawang daun ( perai, Allium fistulosum) kurang mendapat gangguan penyakit layu
fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. lagenaria). Diduga disebabkan oleh berkembangnya bakteri
Pseudomonas gladioli pada akar bawang daun. Bawang daun juga telah dicoba untuk
mengendalikan penyakit layu fusarium pada tomat dan strowbery.
2.4.1 Pengertian
2.4.2 Konsep
3. Pengendalian secara kulturteknis (penggunaan jenis unggul terhadap gulma, pemilihan saat
tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam/heavy seeding, tanaman sela, rotasi tanaman dan
penggunaan mulsa). Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan
menggunakan praktek-praktek budidaya
4. Pengendalian secara hayati (pengadaan musuh alami, manipulasi musuh alami dan pengolahan
musuh alami yang ada disuatu daerah). Pengendalian hayati (biological control) adalah
penggunaan biota untuk melawan biota. Pengendalian hayati dalam arti luas mencakup setiap
usaha pengendalian organisme pengganggu dengan tindakan yang didasarkan ilmu hayat
(biologi). Berdasarkan hal ini maka penggunaan Legum Cover Crops (LCC) kadang-kadang juga
dimasukkan sebagai pengendalian hayati.
Pengendalian hayati pada gulma adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-
musuh alami baik hama (insekta), penyakit (patogen), jamur dan sebagainya guna menekan
pertumbuhan gulma. Hal ini biasa ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah
menyebar secara luas di suatu daerah. Pemberantasan gulma secara total bukanlah tujuan
pengendalian hayati karena dapat memusnahkan agen-agen hayati yang lain.
Dan secara keseluruhan pengendalian yang tepat dilakukan untuk pengendalian hama,
penyakit dan gulma atau yang disebut dengan organisme pengganggu tanaman pada system
pertaian organic adalah pengendalian hama terpadu. Yang dimaksud sebagai hama dalam hal ini
adalah hama (pest) dalam arti luas yang berarti hama atau omo (jawa), jadi mencakup hama,
penyakit, maupun gulma. Sejak tahun 1950-an orang mulai menyadari bahwa usaha untuk
memperoleh pertanaman yang bersih dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT), terlalu mahal
dan selalu menghadapi kegagalan. Serangga hama dan jamur manjadi resisten terhadap pestisida,
tanaman yang tahan menjadi rentan, serta terjadi epidemi hama dan penyakit pada pertanaman
monokultur. Selain itu juga diketahui bahwa usaha pengendalian suatu jasad pengganggu sering
mendorong berkembangnya jasad pengganggu yang lain, sehingga disadari bahwa bermacam-
macam jasad pengganggu yang menyerang pertanaman perlu dihadapi secara terpadu tanpa
memperhatikan apakah jasad pengganggu tersebut hama, penyakit, ataukah gulma. Prinsip-
prinsip pengendalian hama terpadu adalah :
1. Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal mungkin, dengan
mengurangi tindakan tindakan yang dapat mematikan musuh alami atau organism yang bukan
sasaran.
2. Pengolahan ekosistem dengan mengubah microhabitat sehingga tidak menguntungkan bagi
kehidupan organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui teknik budidaya yang intensif :
penanaman bibit dari varietas yang tahan hama dan penyakit, pergiliran tanaman untuk memutus
siklus hidup hama dan pathogen, sanitasi (kebersihan) lingkungan pengolahan tanah secara
intensif, pemberian air pengairan yang sehat, pemupukan yang berimbang menurut kebutuhan,
dan pengaturan jarak tanam.
3. Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan mmemperhatikan waktu, dosis, dan
efektivitas. Pestisida harus digunakan pada saat yang tepat, yakni pengendalian dengan cara lain
sudah tidak memungkinkan lagi. Dosis juga harus tepat, menurut kondisi setetmpat dan luas
areal yang terserang. Dengan demikian, efek letal pestisida tidak mempengruhi areal pertanaman
yang lain. Penggunaan pestisida juga harus efektif, yaitu memilih jenis pestisida yang
mempunyai daya racun tinggi dan hanya mematikan hama atau pathogen sasaran.
III. PENUTUP
I.1 Kesimpulan
Pertanian organik merupakan teknik budi daya pertanian yang mengandalkan bahan
alami, tanpa menggunakan bahan kimia sintetik. Bahan alami yang digunakan antara lain pupuk
hijau (green manure), kompos, agens pengendalian OPT secara hayati (parasitoid, predator,
patogen serangga, dan mikroba antagonis), dan pestisida nabati. Pertanian organik mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi, kandungan nutrisi tinggi dan
ramah lingkungan. Berdasarkan persyaratan tersebut, ada empat prinsip pertanian organik, yakni
prinsip kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. Academic Press. New York. 703 p.
Pedigo, L.P. and L.G. Higley. 1992. The economic injury level concept and environmental
quality. American Entomologist 38(1): 12-21.
Yogyakarta. 362 h.