Anda di halaman 1dari 144

Mencetak

Pemimpin
Politik
Dari Bawah
Sanksi Pelanggaran Pasal 72:
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual


kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Mencetak
Pemimpin
Politik
Dari Bawah

Muslimin Abdilla, Edy Musyadad, Muklis Irawan


Mencetak Pemimpin Politik Dari Bawah
Muslimin Abdilla, Edy Musyadad, Muklis Irawan

Penyunting: Edy Musyadad


Desain isi dan sampul: Oedink

Cetakan Pertama, Alharaka, Oktober 2010

ALHARAKA
Jl. Ki Hajar Dewantara I, No.9, Jombang, Jawa timur
Telp/fax: +62-321-863 937/+62-321-874 094
E-mail: ma@alha-raka.org/sec@alha-raka.org
www.alha-raka.org

Foto sampul depan: Kesenian lesung dalam deklarasi SRKB


Foto sampul belakang: Pelantikan Kades Kediri

Katalog Dalam Terbitan


Mencetak Pemimpin Politik Dari Bawah
Abdilla, Muslimin, dkk.
Jombang: AlHaraka, 2010
(xvi + 128 hlm; 14 x 21 cm)
ISBN 978-602-97816-1-8
v

Daftar Isi

Kata Pengantar ix

Bagian I Kepemimpinan Politik di Indonesia 1

1. Kaderisasi Kepemimpinan Nasional 2


A. Periode Pasca Kemerdekaan 2
B. Memasuki Periode Reformasi 5
2. Peran Partai dalam Kaderisasi Politik 10
A. Periode Pasca Kemerdekaan 10
B. Periode Orde Baru: Keterampilan
untuk Memimpin Dihabiskan 12
C. Periode Era Reformasi 14

Bagian II Dampak Kepemimpinan Elitis:


Kasus Kabupaten Kediri adalah
Masalah Indonesia 17

1. Kabupaten Kediri dalam Perkembangan


Ekonomi, Sosial dan Budaya 17
vi

A. Kondisi Sosial Budaya 20


B. Kondisi Ekonomi 22
2. Politik Kabupaten Kediri: Dari Pangeran Slamet
Poerbonegoro ke Dinasti Sutrisno 24
3. Kabupaten Kediri Semakin Surut di Era Reformasi 26
A. Ironi Proyek Mercusuar di Tengah
Kemiskinan Rakyat Kabupaten Kediri 27
B. Angka Kematian Ibu dan Anak Meningkat 34
C. Kondisi Ekonomi Rakyat Semakin Buruk 35
D. Banyak Sekolah Rusak 37
E. Jembatan yang Dibutuhkan Rakyat
Malah Tidak Dibangun 39
F. Petani: Konflik Tanah dan Sulitnya Sarana
Produksi Pertanian 40

Bagian III Pola Dan Strategi Dalam Membangun


Kepemimpinan Politik Dari Bawah 45

1. Rakyat Desa Mengorganisasi Diri 45


A. Rekrutmen Penggerak Kelompok dari Desa 45
B. Mendorong Berdirinya Organisasi 53
C. Paguyuban Dideklarasikan 57
D. Warga di Dusun Lain Terinspirasi 66
E. Kader Terbaik Kelompok Maju Menjadi
Calon Pimpinan Politik 68
2. Menyatukan Kepentingan dalam Organisasi Aliansi 78
A. Sejarah SRKB Dimulai dari TERAK 79
B. Pertemuan Antarkelompok Semakin Intensif 83
C. Deklarasi Pranggang Menjadi Titik Balik Organisasi 89
D. Musyawarah Besar 91
E. Pengajian Rakyat dan Deklarasi 92
vii

3. Pengalaman SRKB Terlibat dalam Perebuatan Kuasa 95


A. Tekanan Momentum Politik Terhadap SRKB 95
B. Restrukturisasi Terus Bergulir 97
C. Konsolidasi Dukungan Arus Bawah 102
D. Seminar dan Kampanye Hasil Survei 106
E. Sikap Politik: Konvensi dan
Rapat Umum III SRKB 108

Bagian IV Kepemimpinan Arus Bawah


Mulai Tumbuh 115

Daftar Pustaka 119


Indeks 123
ix

Kata Pengantar

Selama lebih dari satu dasawarsa, pengorganisasian


masyarakat untuk membangun kondisi sosial, budaya ekonomi
dan politik yang lebih adil di wilayah Jombang, Kediri, Mojokerto,
Tulungagung dan Nganjuk telah dilakukan oleh para penggerak
yang selama ini berkumpul dalam organisasi Perkumpulan
ALHARAKA. Selama rentang waktu tersebut, program yang telah
direncanakan secara matang dilaksanakan melalui kegiatan-
kegiatan untuk mendorong inisiatif-inisiatif yang selalu muncul
secara original dan cerdas dari kelompok-kelompok rakyat
pinggiran dalam memenuhi dan menyelesaikan berbagai
kebutuhan dan persoalan kongkrit. Program ini disusun sebagai
salah satu jalan bagi kita para penggerak untuk menjalankan
fungsi dan peran yang kita pilih secara sadar ditengah berbagai
fungsi dan peran dalam kehidupan bermasyarakat.
Slogan informal yang selalu kita suarakan secara lirih adalah
nggak muluk-muluk, sing penting nyata (tidak terlalu muluk
tetapi nyata). Slogan yang memiliki arti tidak perlulah terlalu
melangit dan cenderung elitis, asal memberikan manfaat
secara kongkrit atau bisa juga diartikan tidak perlu banyak
orang tahu apa yang kita kerjakan, yang penting perubahan
terjadi dalam kehidupan riil rakyat ini. Memang kedengaran
x Muslim AlHaraka

agak masochis, tetapi itulah pilihan yang sejak hampir satu


dasawarsa yang lalu kita canangkan. Hal itu jika kita tidak
ingin dijadikan sebagai kaum penolong bagi rakyat lain, yang
kemudian jika tidak terkendali akan jatuh ke dalam jurang
ketergantungan. Berdasarkan hal tersebut, maka kegiatan-
kegiatan yang didorong dan berasal dari inisiatif rakyat adalah
kegiatan-kegiatan kongkrit untuk menjawab masalah yang
dihadapi sehari-hari. Masalah yang sebenarnya sangat mudah
dipecahkan bagi rakyat yang terorganisir. Tetapi karena semua
mengahadapi masalah tersebut secara tercerai berai dan hanya
dilakukan secara individual, maka masalah tersebut kelihatan
sangat berat. Upaya ini sering dikatakan sebagai ikhtiar dalam
melakukan transformasi sosial.
Dari situ, maka apa yang kita selalu dorongkan dalam
menjalankan kegiatan untuk menyelesaikan persoalan adalah
dilakukan secara bersama-sama. Melalui kegiatan-kegiatan
yang dilakukan secara bersama-sama inilah, akses terhadap
sumberdaya: ekonomi, politik atau sosial-budaya bisa diraih,
juga sebagai cara dalam membangun kesadaran kritis bahwa,
seluruh problem sosial adalah sebagai hasil konstruksi sosial,
karena itu segala persoalan sosial bisa diselesaikan, apalagi
dengan jika dilakukan secara bersama-sama. Kegiatan bersama-
sama juga terbukti mampu menumbuhkan kebersamaan dan
solidaritas yang menjadi pijakan awal dalam membangun
organisasi. Kesemuanya berujung pada upaya membangun dan
memperkuat kuasa, yang selanjutnya perjuangan membangun
keadilan bisa dilakukan secara lebih luas dengan melibatkan
lebih banyak rakyat.
Dalam menjalankan upaya-upaya tersebut, bukan berarti
tidak ada masalah. Berbagai persoalan muncul silih berganti.
Namun persoalan pertama yang muncul justru berembus dari
dalam diri para penggeraknya. Apapun yang dipikirkan dan
dijalankan oleh para penggerak akan berembus menjadi pikiran
kelompok rakyat yang bekerja dengannya, begitu pula sebaliknya,
karena setiap orang saling bertarung dalam memperebutkan
ruang dan kepentingan sejak dalam pikiran. Ya..inilah yang
selama ini selalu kita katakan sebagai bias (prasangka) dalam diri
Kata Pengantar xi

kita: jika kita menganggap seseorang bodoh, maka konstruksi


mulai dibangun, dan orang yang kita anggap bodoh itu juga akan
mengatakan bahwa dirinya memang bodoh dan kita adalah orang
pinter. Dari sinilah ketidakadilan mulai terjadi, dan jika kita
memupuknya, maka apa yang kita lakukan tidak lagi melakukan
transformasi untuk membangun keadilan akan tetapi sudah
terpleset jatuh menjadi penindasan.
Dari segala upaya membangun keadilan tersebut, saat ini
kita turut urunan untuk membangun keadilan dalam bidang
politik. Menurut yang kita pahami, keadilan dalam bidang politik
akan terjadi jika rakyat memiliki kesempatan yang sama untuk
turut dalam menentukan kebijakan. Konsep ini, sepanjang
pengalaman yang kita lalui, tidak akan mudah dilakukan.
Pimpinan politik yang menganggap bahwa, jabatan pimpinan
politik adalah jabatan kekuasan semata tidak akan dengan serta
merta untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk turut
terlibat dalam pengambilan keputusan. Ada anggapan secara
formal, rakyat sudah diberi kesempatan untuk terlibat dalam
pembuatan kebijakan ketika mereka masuk ke bilik suara dalam
pemilu atau pilkada, setelah itu serahkan seluruh keputusan pada
pimpinan politik yang terpilih. Tidak ada lagi kran komunikasi
yang terbuka. Rakyat berjalan sendiri dan pimpinan politik
beserta pemerintahannya berjalan sendiri. Hal ini terjadi jika
pimpinan politik yang terpilih jauh dari rakyat dan tidak berasal
dari kader organisasi rakyat yang maju, tetapi dari orang yang
hanya mengandalkan modal besar atau mengandalkan ketenaran
belaka.
Untuk membuka kebuntuan kran tersebut, maka kita
berikhtiar melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun
kepemimpinan politik sebagai upaya membangun keadilan
dalam bidang politik. Ikhtiar itu kita lakukan di Kabupaten Kediri
dengan terlibat dalam Pilkada Kabupaten Kediri. Pertanyaannya
adalah mengapa di Kabupaten Kediri? Kita memang bekerja di
kabupaten dan kota (meskipun jangan dibayangkan kita bekerja
dengan seluruh rakyat di kabupaten/kota tersebut. Karena kita
bekerja di beberapa desa saja, meskipun dampak kebijakan yang
kita advokasi bisa lebih luas) yang kami sebutkan di awal tulisan
xii Muslim AlHaraka

ini, tetapi karena beberapa alasan sehingga ikhtiar ini pertama-


tama kita lakukan di Kabupaten Kediri.
Alasan tersebut antara lain: pertama, di Kabupaten Kediri
(disamping di Jombang) kita sudah mencoba melakukan
ikhtiar membangun kepemimpinan politik di tingkat desa dan
terlibat dalam proses pilkades. Proses dalam mengkader dan
menentukan calon, kampanye, dan pemenangan dilakukan
melalui proses pengorganisasian, sehingga pimpinan politik yang
terpilih memiliki perspektif keadilan yang tidak diragukan lagi.
Proses yang kita anggap sukses ini akan kita ikhtiarkan ditingkat
lebih atas lagi yaitu ditingkat kabupaten dengan terlibat dalam
pilkada. Kedua, forum aliansi yang didirikan di Kabupaten dan
Kota Kediri yang beranggotakan kelompok-kelompok rakyat
terorganisir yang selama ini melakukan kegiatan secara bersama-
sama sudah berjalan dengan baik. Ketiga, adanya momentum
politik Pemilihan Bupati (Pilbup) Kediri. Alasan yang ketiga ini,
mungkin, merupakan alasan yang paling kuat kenapa ikhtiar ini
tidak dilakukan di kabupaten lain.
Buku ini kami rasa sangat perlu untuk diterbitkan, sebagai
cerita pengalaman bagaimana rakyat kecil membangun
kepemimpinan politik dari bawah melalui jalan pengkaderan
yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, di tengah kondisi
politik yang masih dikuasai hanya oleh orang-orang penting
yang berlimpah modal dan mengenyampingkan kalangan miskin
yang berada di pinggir-pinggir arena pertarungan. Sehingga
demokrasi benar-benar berada dalam genggaman rakyat miskin,
yang menjadi penghuni terbesar di negeri ini.
Kami berharap buku yang sangat sederhana ini bisa
menyumbang khazanah pengetahuan politik, terutama dalam
bahasan kepemimpinan politik di Indonesia. Karena selama
ini, bahasan ini kurang mendapat perhatian, jika dibandingkan
dengan bahasan yang sama dalam bidang ekonomi. Kita akan
dengan mudah menemukan bahasan ini di perpustakaan-
perpustakaan atau di toko-toko buku dalam bidang ekonomi,
tetapi agak membutuhkan waktu untuk menemukan bahasan yang
sama dalam bidang politik. Namun yang lebih membanggakan
bagi kami, jika buku ini bisa menjadi bahan pelajaran dan menjadi
Kata Pengantar xiii

ladang inspirasi bagi rakyat pinggiran Indonesia (petani di desa-


desa, miskin kota dan perempuan) untuk merebut sumberdaya
politik yang masih jauh dari jangkaun mereka, sehingga kutukan
bahwa, rakyat kecil tidak bisa berpolitik dan menjadi pimpinan
politik bisa enyah dari kamus politik dominan.
Di dalam buku ini akan dibahas: pertama-tama tentang
kondisi kepemimpinan di Indonesia secara umum sejak jaman
kemerdekaan sampai era reformasi. Pembahasan ini dianggap
penting sebagai ajang untuk melihat kembali, meskipun mungkin
sebagian pembaca sudah sangat hafal, tentang kepemimpinan
politik, yang akan memberikan gambaran singkat tentang figur
dan model kepemimpinan yang dijalankan. Selanjutnya juga
dibicarakan secara khusus tentang pola kaderisasi kepemimpinan
politik di Indonesia secara umum, yang bisa dibuat untuk melihat
model kaderisasi kepemimpinan yang berjalan selama ini.
Bagian selanjutnya dipersempit masuk ke latar konteks
wilayah: kabupaten Kediri. Bagian ini membicarakan tentang
kondisi wilayah, kependudukan, kondisi sosial-budaya, ekonomi
dan politik di kabupaten Kediri. Dalam bagian ini juga dibicarakan
tentang berbagai persoalan yang terjadi di kabupaten Kediri,
terutama yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan
DPRD kabupaten Kediri.
Setelah membicarakan konteks lokalnya, bagian selanjutnya
masuk dalam bahasan inti: upaya menciptakan kepemimpinan
politik dari bawah. Upaya-upaya yang diangkat dalam bagian
ini meliputi upaya membangun kepemimpinan politik di tingkat
desa, dan upaya di tingkat kabupaten. Di tingkat desa, upaya
membangun kepemimpinan politik, pembicaraan di ambil dari
pengalaman salah satu kelompok (dari beberapa kelompok)
yang berupaya terlibat dalam perebutan kepemimpinan politik
di tingkat desa. Sedangkan di tingkat kabupaten, pembicaraan
diambil dari pengalaman Serikat Rakyat Kediri Berdaulat
(SRKB) menyiapkan untuk terlibat dalam proses pemilihan
bupati (pilbup) di kabupaten Kediri. SRKB yang beranggotakan
kelompok-kelompok yang beberapa telah menggenggam
pengalaman terlibat dalam proses pilkades. Karena itu, agar,
dalam istilah sekolahan, bisa naik kelas, maka selanjutnya
xiv Muslim AlHaraka

berupaya terlibat dalam pilkada. Dari kelas desa meningkat ke


jenjang kelas kabupaten.
Selanjutanya, kami mengucapkan terima kasih, secara khusus
kepada Mas Ayi Bunyamin yang selama lebih dari satu dasawarsa
telah menemani kami (sejak kami masih menggunakan Yayasan
Madani sampai menjadi Perkumpulan ALHARAKA), di saat
kami secara organisasi belum banyak mengenal bagaimana
membangun organisasi yang baik, bagaimana menjalankan
organisasi sehingga bisa menjadi efektif dalam melakukan
pengorganisasian dan menjadi pemantik bangunan gerakan sosial
yang ada di wilayah Jawa Timur bagian barat sampai bagaimana
memperbaiki spiritualitas sosial kami. Penulisan buku ini juga
atas dorongan dia, setelah sekian tahun kami berusaha untuk
menuliskan pengalaman kami yang cukup kaya di lapangan
dalam melakukan pengorganisasian. Terimakasih juga kami
sampaikan kepada Mas Herryadi dari Yayasan Tifa yang memberi
inspirasi: saat ini banyak kita jumpai buku kepemimpinan
di toko-toko atau perpustakan, namun kepemimpinan dalam
ekonomi, tetapi sungguh menguras tenaga jika mencari buku
kepemimpinan dalam politik. Penerbitan buku ini juga atas
dukungan lembaga mas Herryadi tersebut.
Kami juga harus mengucapkan terima kasih kepada rekan-
rekan tercinta: Zaini (Cikrak), Lilik, Munasir Huda, Azis, Zainul,
Dul Muhaimin, Anam Black, Diana, Zaki dan seluruh teman-
teman pendukung terutama seluruh anggota ALHARAKA
yang terus konsisten bekerja mendorong dan menggerakan
rakyat untuk perubahan. Terima kasih juga disampikan kepada
rekan-rekan di SUAR Kediri, Surya Sejahtera Kediri, Punden
Nganjuk, Paricara Tulungagung, dan ICDHRE Jombang atas
kerjasamanya selama ini. Tanpa kontribusi dari mereka semua,
maka tidak mungkin proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan
dan penulisan ini berjalan dengan baik. Namun yang tak kalah
besarnya, ucapan terimaksih kami tujukan kepada seluruh
anggota Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB), yang terus
melakukan aktifitas di wilayah lereng Gunung Kelud di ujung
timur Kediri sampai di lereng Gunung Wilis di ujung barat Kediri,
yang tentunya akan membutuhkan tempat yang cukup banyak
Kata Pengantar xv

jika kami sebutkan satu persatu. Atas dukungan dan bantuannya


kami juga mengucapkan terimkasih kepada para penggerak
yang bekerja untuk Konsorsium Rakyat Jombang (KRJB),
Serikat Perjuangan Rakyat Mojokerto (SPRM), Serikat Rakyat
Anjuk Bersatu (SERAB) Nganjuk, dan kelompok-kelompok di
Tulungagung.
Sekali lagi, semoga secuil apa yang kami tulisakan ini mampu
menggambarkan samudra pengalaman dan dinamika yang
dialami oleh seluruh kelompok-kelompok rakyat yang saat ini
terus belajar dalam rangka membangun gerakan rakyat demi
perubahan yang lebih baik.

Direktur Perkumpulan Alharaka


1

Bagian I

Kepemimpinan Politik
di Indonesia

Negara Republik Indonesia telah didirikan dan diproklamirkan


sejak 65 tahun yang lalu. Usia yang sudah cukup dewasa jika
diasosiasikan dengan umur orang Indonesia rata-rata. Berbagai
peristiwa sejarah telah terjadi selama kurun waktu tersebut,
baik peristiwa politik, ekonomi, sosial serta budaya. Mulai dari
peristiwa yang membawa kemajuan bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara, sampai peristiwa-peristiwa yang membawa
kemunduran bahkan peristiwa tragis yang mengorbankan
kemanusiaan dan hampir-hampir atau sudah berada dalam bibir
jurang kejatuhan dan gagal menjadi organisasi yang memberikan
perlindungan kepada warganya.
Selama kurun waktu tersebut, pimpinan organisasi
pemerintahan Indonesia silih berganti, dari pimpinan
yang menggagas Indonesia merdeka, kemudian
beralih ke pimpinan yang hampir 100% mengedapankan
pendekatan militer dalam menjalankan roda pemerintahan.
Setelah masa reformasi, Indonesia berturut-turut dipimpin
oleh empat presiden yang semuanya memiliki latar
pengalaman politik yang berbeda.
Tulisan pembuka ini merupakan deskripsi awal tentang
kepemimpinan politik di Indonesia. Sebelum membicarakan
2 Muslim AlHaraka

secara panjang lebar bagaimana seharusnya pemimpin politik


direkrut, dikader dan dipilih, maka perlu ditelusuri, bagaimana
para pimpinan politik sejak jaman kemerdekaan dikader dan
mengalami pendidikan, terutama di tingkat nasional.

1. Kaderisasi Kepemimpinan Nasional

Secara periodik, Indonesia sejak merdeka tahun 1945 dapat


dibedakan ke dalam beberapa periode: periode kemerdekaan,
periode di bawah kekuatan otoriter, periode paska otoriter
atau masa reformasi. Pendekatan periode ini akan digunakan
untuk melihat secara singkat tentang kepemimpinan politik di
Indonesia dan peristiwa-peristiwa dan juga kebijakan-kebijakan
yang dibuat selama kurun kepemimpinan tersebut. Dalam tulisan
ini secara singkat dilihat bagaimana proses pengkaderan dan
pendidikan yang dialami oleh pemimpin politik di Indonesia.
Pendekatan periode ini dimulai sejak periode kemerdekaan.
Dalam periode kemerdekaan terjadi beberapa peristiwa
penting. Peristiwa tersebut antara lain: peristiwa proklamasi
kemerdekaan; terjadinya perang dan upaya diplomatik dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan; mengalami sistem
demokrasi parlementer; beralih mengikuti demokrasi terpimpin
dan; terjadinya peristiwa Gerakan 30 September, yang menjadi
awal terjadinya peristiwa kemanusiaan yang paling tragis dalam
sejarah Indonesia dimana terjadi pembunuhan masal tanpa ada
pengadilan. Peristiwa yang banyak melibatkan Amerika Serikat
ini1 juga digunakan oleh Soeharto untuk melakukan kudeta atas
kepemimpinan presiden Soekarno.2

A. Periode Pasca Kemerdekaan

Kemerdekaan Indonesia dilatarbelakangi dengan bergolaknya


Perang Dunia II. Dipertengahan tahun 1940-an, dua kota penting
Jepang dijatuhi bom atom pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945

1
John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Soe-
harto, ISSI dan Hasta Mitra, Jakarta, 2008 h. 252.
2
Ibid., h. 5.
Kepemimpinan Politik di Indonesia 3

yang mengakibatkan Jepang takluk dan menyatakan kalah


perang. Setelah mendengar siaran berita kekalahan Jepang atas
tentara Sekutu, kelompok pemuda progresif yang menjadi tokoh-
tokoh pergerakan mengadakan rapat. Dalam rapat tersebut
diputuskan agar proklamasi segera dilakukan dan menentukan
siapa yang pantas menjadi proklamator, selanjutnya otomatis
menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Wikana, salah
satu pemuda, mengusulkan nama Amir Sjarifuddin sebagai orang
yang paling pantas menjadi proklamator. Alasannya, karena
konsistensi Amir melawan fasisme Jepang dan figur dirinya yang
dapat diterima semua kelompok progresif saat itu.
Semua peserta rapat setuju dengan usulan tersebut.
Tetapi, setelah keputusan diambil, peserta rapat baru sadar
bahwa Amir ternyata pada saat itu sedang dipenjara oleh
Jepang. Khawatir rencana itu membahayakan keselamatan
Amir, lalu diusulkan agar Sjahrir yang menjadi proklamator.
Namun, Sjahrir menyarankan agar Soekarno dan Hatta yang
menjadi proklamator. Alasannya, karena keduanya dikenal
luas oleh kalangan rakyat.3 Akhirnya Soekarno yang kemudian
menyetujui negara kesatuan dan Hatta yang menginginkan
negara federal,4 secara simbolik mewakili kelompok-kelompok
pergerakan yang mempersiapkan kemerdekaan dan atas nama
bangsa Indonesia dipilih secara aklamasi dalam sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk membacakan
teks proklamasi dan selanjutnya otomatis menjadi presiden dan
wakil presiden.5
Penunjukkan Soekarno oleh kalangan pergerakan sebagai
orang yang membacakan teks proklamasi dan selanjutnya
ditunjuk sebagai presiden pertama tidak berangkat dari
sesuatu yang kosong. Penunjukkan ini berdasarkan rekam jejak
Soekarno dalam dunia pergerakan melawan imperialisme dan
kolonialisme.

3
Wilson, Amir Sjarifudin, Politikus Negawaran (1), dalam artikelnya di http://in-
doprogress.blogspot.com yang mengutip memoar buku Sumarsono.
4
http://countrystudies.us/indonesia/16.htm.
5
Afan Gaffar, Politik Indonesia, Transmisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2000, h. 53.
4 Muslim AlHaraka

Watak kepemimpinan Soekarno ditempa melalui jalan


pengkaderan yang cukup kuat melalui guru politik yang handal
dijamannya dengan materi pelajaran anti penindasan, anti
imperialisme dan kolonialisme. Materi dasar itu kemudian
dipoles melalui pengalaman pergerakan yang cukup panjang.
Pengalaman pergerakan inilah yang menjadikan Soekarno
sebagai pemimpin politik yang memiliki kekuatan yang mampu
menjadi inspirasi banyak orang untuk bergerak sesuai dengan
semangat yang dimilikinya serta banyak dikenal luas oleh rakyat
Indonesia.
Setelah Soekarno memimpin Indonesia selama 20-an tahun,
selanjutnya bangsa Indonesia berada dalam periode kekuasaan
otoritarian Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, seorang
tentara berpangkat Mayor Jenderal. Sejak lulus sekolah tingkat
pertama, Soeharto masuk dalam dunia militer. Dia menempuh
pendidikan militer dasar sampai tingkat sersan, kemudian masuk
dalam tentara PETA dan pernah menjadi polisi di Yogyakarta.6
Naiknya Soeharto menjadi presiden Indonesia tidak melalui
jalan yang konstitusional, tetapi melalui apa yang yang dinamakan
kudeta merangkak terhadap Soekarno. 7 Karena dilakukan
dengan perencanaan yang cukup panjang melalui pemanfaatan
berbagai momentum dengan menggunakan Angkatan Darat
sebagai organisasi tunggangan. Berangkat dari kudeta ini,
kekuasaan tirani kemudian dibangun.
Indonesia di bawah pemerintahan Soeharto adalah Indonesia
dalam masa yang sangat gelap. Rejim Orde Baru di bawah
Soeharto ditopang oleh tiga kekuatan utama: militer (maka
kemudian otoritarianisme Soeharto disebut sebagai otoritarian
yang militeristik), birokrasi dan Golongan Karya (partai untuk
mensahkan kekuasaan). Pada masa Soeharto ini, berjuta-juta
rakyat dipenjarakan tanpa melewati pengadilan, ratusan ribu
orang dibunuh dan dihilangkan. 8

6
O.G. Roeder, Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto, Gunung Agung, 1987, h. 144.
7
John Roosa, Loc.Cit_h. 280 Kudeta ini juga secara langsung ditopang oleh Amerika
Serikat yang tidak suka dengan politik Soekarno yang bebas aktif dan, karena itu
dianggap berhaluan kiri.
8
Jhon Roosa, loc. cit.
Kepemimpinan Politik di Indonesia 5

B. Memasuki Periode Reformasi

Setelah Soeharto enam kali terpilih menjadi presiden


melalui Pemilihan Umum yang diatur, akhirnya Soeharto harus
mengakhiri pemerintahannya setelah diruntuhkan oleh aksi
massa tahun 1998. Soeharto menyerahkan kekuasaannya secara
ilegal9 di istana negara kepada BJ Habibie sebagai wakilnya.
Indonesia yang berada dalam kondisi krisis dipimpin berturut-
turut oleh presiden BJ Habibie, KH. Abdurrahman Wahid, dan
Megawati Soekarnoputri. Era reformasi setelah tumbangnya
pemerintahan otoriter Soeharto dimulai di masa BJ Habibie.
BJ Habibie banyak disebut sebagai pelopor teknologi tinggi
di Indonesia. Dilihat dari riwayat belajarnya, Habibie adalah
seorang pemuda yang tekun dalam mata pelajaran. Satu tipe
pemuda yang memiliki konsentrasi dalam meraih prestasi belajar
di sekolah dan tidak suka menggeluti dunia pergerakan. Karena
itu, BJ Habibie merupakan presiden yang tidak memiliki riwayat
pengkaderan dalam dunia gerakan politik di Indonesia. Masa
mudanya dihabiskan di negeri yang jauh dari hingar bingar
pergolakan politik di Indonesia.
Di era Habibie terjadi tuntutan yang besar dari rakyat agar
penyelenggaraan pemilu dilakukan secara lebih demokratis.
Hal ini memaksa pemerintah Habibie untuk mengganti tiga
undang-undang tentang politik (tentang partai politik, pemilu
dan susunan/kedudukan MPR, DPR, dan DPRD) dengan undang-
undang yang baru. Tiga undang-undang paket tentang politik
inilah yang digunakan oleh Soeharto untuk menyederhanakan
partai politik dan hanya mengakui tiga partai politik (PPP, PDI
dan Golkar).10
Pada Sidang Umum MPR RI tanggal 20 Oktober 1999
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai presiden RI
ke IV. Terpilihnya Gus Dur merupakan hasil kompromi antara

9
Dikatakan ilegal karena penyerahan kekuasaan secara resmi harus dilakukan
didepan Sidang Umum MPR-RI, seperti ketika Soeharto diangkat dalam Sidang
Umum MPR-RI tahun 1997 sebagai Presiden RI.
10
Maswadi Rauf, Perkembangan UU Bidang Politik Pasca Amandemen UUD 1945,
Tulisan pembanding yang disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan
Hukum Nasioanl VIII di Denpasar, Bali, 2003.
6 Muslim AlHaraka

kelompok Islam dengan kelompok sekuler di parlemen. Dalam


sidang paripurna ada tiga calon: Yusril Ihza Mahendra (FPBB),
KH. Abdurrahman Wahid (FKB, Fraksi Reformasi dan FPP) dan
Megawati Soekarnoputri (FPDIP), kemudian di tengah jalan
Yusril mengundurkan diri sebagai langkah untuk memberikan
kesempatan kepada Gus Dur.11
Gus Dur menjalani pendidikannya di pesantren, kemudian
melanjutkan ke Al Azhar Kairo Mesir lalu pindah ke Irak. Setelah
pendidikan di Irak sudah selesai, Gus Dur pergi ke Leiden
Belanda untuk melanjutkan sekolah. Karena ijazah dari kampus
Irak tidak diakui di Leiden kemudian Gus Dur mengembara ke
Jerman dan Perancis, dan akhirnya kembali ke Indonesia tahun
1971.12 Sejak Muktamar NU di Situbondo tahun 1984, Gus Dur
terlibat aktif di Nahdlatul Ulama. Disini Gus Dur terpilih sebagai
Ketua Umum PBNU. Organisasi keagamaan ini mengalami
kemajuan yang luar biasa, terutama kalangan mudanya yang
menjadi berpikir progresif.
Kepemimpinan Gus Dur dipupuk sejak dia masih muda.
Proses kaderisasi yang dijalaninya berganti dari satu organisasi ke
organisasi lain. Proses yang panjang inilah yang mengakibatkan
Gus Dur memiliki komitmen yang kuat terhadap rakyat kecil,
rakyat marginal dan kelompok-kelompok minoritas yang juga
memiliki hak yang sama dengan lainnya.
Setelah 21 bulan menjadi presiden Republik Indonesia,
Presiden Abdurrahman Wahid dimakzulkan oleh MPR pada
tanggal 23 Juli 2001. Sidang Istimewa MPR RI semula akan
mengadili Gus Dur dalam kasus Brunei Gate dan Bulog Gate,
kemudian karena Gus Dur mengeluarkan dekrit yang salah satu
isinya adalah pembubaran parlemen dan pembekuan Golkar,
akhirnya Sidang Istimewa MPR RI berubah agendanya menjadi
pemakzulan Gus Dur sebagai presiden RI.13 Setelah Gus Dur

11
Risalah Sidang ke-13 Sidang Umum MPR-RI. Dalam risalah sidang ini bisa dili-
hat bagaimana dinamika yang terjadi dalam sidang antara kelompok Islam dan
Sekuler.
12
Cerita ini diambil dari www.warungbebas.com.
13
Berkaitan dengan kondisi yang terjadi dalam Sidang Istimewa MPR RI dalam
rangka meminta pertanggungjawaban Presiden dan pemberhentian Presiden
karena dianggap melanggar haluan negara (pendapat dari Golkar) dapat dibaca di
Risalah Rapat Paripurna Ke-3 Sidang Istimewa MPR RI Tahun 2001.
Kepemimpinan Politik di Indonesia 7

diberhentikan, pada Sidang Istimewa MPR RI tahun 2001,


kemudian MPR RI dalam sidang yang sama mengangkat dan
menetapkan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai
Presiden ke-5.14
Megawati melewati masa sekolahnya dari SD hingga SMA di
Perguruan Cikini, Jakarta. Setelah itu, ia pernah belajar di dua
universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran,
Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia (1970-1972). Sejak kecil lebih menyukai menari
daripada kegiatan-kegiatan yang lain.
Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Megawati
mula-mula terbilang tidak piawai dalam dunia politik dan tidak
pernah mengikuti secara resmi pengkaderan di dalam partai yang
didirikan dan dipimpin oleh orang tuanya. Ia masuk ke dunia
politik sejak tahun 1987 dengan menjadi salah satu calon anggota
DPR/MPR dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDI). Dalam
pemilu yang digelar kemudian, ia berhasil menaikkan suara PDI
dan terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Dia langsung memimpin
PDI cabang Jakarta Pusat. Peristiwa politik selanjutnya15 yang
menjadikan dia sangat populer dikalangan rakyat, karena
dianggap sebagai simbol yang melakukan perlawanan kepada
Soeharto.16
Naiknya Megawati ke kursi presiden terbilang unik karena
menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid yang secara resmi
diturunkan oleh MPR. Setelah menjalankan jabatan presiden
dalam sisa waktu yang ditinggalkan oleh presiden Abdurrahman
Wahid selama lebih kurang tiga tahun, Megawati mengakhiri
masa jabatannya setelah kalah dalam pemilu presiden secara
14
Ibid.
15
Peristiwa politik selanjutnya yang menjadikan dia menjadi simbol perlawanan
adalah ketika dia berhasil terpilih menjadi ketua PDI dalam kongres di Surabaya
mengalahkan jago pemerintah Budi Hardjono yang menggantikan Surjadi. Pemer-
intah tidak setuju dengan terpilihnya Megawati ini, dan mendukung Fatimah
Ahmad cs untuk menggelar Kongres Medan 1996 dan memilih kembali Surjadi
sebagai ketua. Tetapi Mega tidak mengakui, dan tetap menguasai kantor PDI di
Jl. Diponegoro Jakarta. Surjadi mengancam akan mengambil alih kantor. Atas
dukungan penguasa Orde Baru ancaman itu dilakukan pada tanggal 27 Juli 1996
dengan melakukan perebutan kantor PDI dengan cara kekerasaan. Peristiwa ini
disebut peristiwa Kudatuli yang mengakibatkan banyak korban meninggal dan
hilang baik dari unsur kader PDI maupun dari kalangan aktifis.
16
`Bisa dilihat di http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id.
8 Muslim AlHaraka

langsung. Megawati kalah dengan mantan menterinya, Susilo


Bambang Yudhoyono (SBY). Kekalahan ini memiliki hubungan
yang erat dengan pengabaian Megawati dan PDIP terhadap
harapan pendukungnya yang sebagian besar adalah wong
cilik.
Setelah menang dalam pemilu presiden langsung, akhirnya
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik melalui bersama
wakilnya Jusuf Kalla. Semula banyak diharapkan pemilihan
presiden secara langsung ini bisa sebagai mekanisme yang
lebih demokratis dan merupakan solusi untuk mencegah
berbagai distorsi yang banyak terjadi pada pemilihan presiden
sebelumnya.17
SBY dibesarkan di dunia militer. Setelah lulus sekolah
menengah atas SBY masuk ke AKABRI, meskipun sebelumnya
sempat masuk ke ITS Surabaya dan pendidikan guru SLTP di
Malang. Setelah menyelesaikan pendidikannya di AKABRI tahun
1973, SBY melanjutkan pendidikan kemiliterannya di berbagai
kursus kemiliteran di Amerika Serikat dan di dalam negeri.
Setelah menempuh jabatan karir militernya yang terakhir
sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999) 18,
pada tahun 2000, SBY mulai masuk ke dunia politik dengan
menjadi anggota kabinet Abdurrahman Wahid. Kemudian SBY
menjadi anggota kabinet Megawati Soekarnoputri. Jika dilihat
dari riwayat pendidikannya, SBY tidak pernah mengalami
pengkaderan kepemimpinan sipil sama sekali, seperti presiden
Soeharto. Watak politiknya adalah watak politik militer.
Pemerintahan SBY-JK berakhir setelah diselenggarakannya
pemilihan presiden secara langsung yang kedua pada tahun
2009. Pemilihan presiden tahun 2009 merupakan rangkaian
dari Pemilu tahun 2009. Sebelum pemilu presiden dilakukan,
juga dilakukan pemilu untuk memilih anggota DPR-RI, DPRD
dan DPD. Pemilu 2009 bisa dilaksanakan secara bebas dan
adil,19 meskipun Pemilu 2009 banyak dikritik sebagai momen
17
Pernyataan ini misalnya disampaikan oleh Smita Notosusanto di www.cetro.or.id/
pustaka/ppl4.html.
18
Bisa dilihat di http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id.
19
Hal ini dinyatakan secara resmi oleh US Embassy dalam laporan tentang kondisi
HAM di Indonesia. Bisa dilihat di http://jakarta.usembassy.gov/bhs/Laporan/
HRR09_ID.pdf.
Kepemimpinan Politik di Indonesia 9

bagi menguatnya kecenderungan demokrasi prosedural dan


memunculkan politik oligarki (kekuasaan politik hanya pada
elite yang berjumlah kecil) yang dijalankan oleh partai-partai
politik mapan. 20 Politik oligarki ini ditandai dengan masih
bercokolnya kelompok-kelompok elite politik lama. Pemilu tidak
menghasilkan susunan pemegang kekuasaan yang betul-betul
menyuarakan kepentingan rakyat kecil yang memiliki suara
terbanyak.
Dalam Pemilu 2009 ini, SBY kembali terpilih sebagai
pemenang pemilu presiden, tetapi tidak lagi bergandengan
dengan Jusuf Kalla sebagai wakilnya. SBY berpasangan
dengan Boediono, yang disebut sebagai orang yang menganut
paham neoliberalisme.21 Hal ini menjadi warning bagi rakyat
Indonesia bahwa, pemerintahan SBY selanjutnya akan semakin
memihak kepada kebijakan-kebijakan neoliberalisme yang
ditandai dengan: pertama, pengutamaan stabilisasi ekonomi
makro dibanding faktor ekonomi yang lain; kedua, liberalisasi
perdagangan dan investasi dan; ketiga, privatisasi dan penjualan
aset-aset strategis.22
Kecenderungan demokrasi yang ditunggangi oleh politik
oligarki, akan menyulitkan bagi kelompok-kelompok progresif
yang memiliki keberpihakan terhadap rakyat kecil dan miskin
tetapi tidak memiliki biaya besar untuk terlibat dan bisa
memenangkan pemilu. Karena biaya yang dikeluarkan untuk
terlibat dalam pemilu dengan menjadi calon anggota DPR, DPRD
dan DPD sangat besar, maka sangat sulit bagi kelompok rakyat
progresif yang rata-rata berangkat tidak dari kekuatan modal
dan ketenaran yang dimiliki, tetapi berangkat dari pengalaman
melakukan pembelaan kepada rakyat secara langsung dan nyata.
Politik oligarki yang menggunakan kekuatan modal besar, tidak
akan memberikan kesempatan kepada kelompok progresif ini,
20
Heru Wardoyo dalam Wilson, Mulyani Hasan, Ed, Belajar Merebut Kekuasaan,
Praxis, Jakarta, 2010, h. 107.
21
Hal ini dikatakan oleh Kwik Kian Gie yang pernah menjadi kolega Boediono dalam
kabinet Megawati Soekarnoputri. Secara tegas Kwik Kian Gie menyatakan bahwa
Boediono adalah penganut paham neoliberalisme. Kebijakan Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI), privatisasi perbankan dan penjualan Indosat yang merugi-
kan Indonesia trilyunan rupiah didukung oleh Boediono. Penyataan ini bisa dilihat
di www.pemiluindonesia.com.
22
Drajat Wibowo dalam www.pemiluindonesia.com.
10 Muslim AlHaraka

karena bagi mereka memberi kesempatan berarti membunuh


diri mereka sendiri.
Dibutuhkan upaya yang lebih panjang dan kerja penuh
kesabaran tetapi terukur untuk mewarnai proses demokrasi
yang lebih substantif dan berada penuh di bawah kontrol rakyat
secara langsung. Tanpa kesabaran yang selalu menjadi senjata,
maka apa yang akan dilakukan mudah tercebur ke dalam lubang
gelap keputusasaan.

2. Peran Partai dalam Kaderisasi Politik

Di Indonesia struktur pemerintahan dibuat mulai dari tingkat


desa sampai tingkat nasional. Dalam paparan sebelumnya, kita
melihat bagaimana proses kaderisasi para pemimpin nasional
sejak periode kemerdekaan sampai periode reformasi 23 dan
bagaimana kemudian kebijakan-kebijakan dikeluarkan setelah
menjadi pemimpin politik di tingkat nasional. Di tulisan
selanjutnya, kita coba melihat bagaimana rekrutmen serta
proses kaderisasi terhadap kepemimpinan politik sejak periode
kemerdekaan sampai periode reformasi yang telah dipimpin oleh
empat orang presiden.

A. Periode Pasca Kemerdekaan

Pada masa kepemimpinan politik nasional Indonesia


dipegang oleh Soekarno, proses kaderisasi kepemimpinan politik
banyak dilakukan melalui partai politik. Karena partai politik
merupakan organisasi yang paling intensif melakukan kegiatan-
kegiatan pengkaderan untuk memperkuat partai sehingga bisa
bertarung dalam merebut suara rakyat.
Kehidupan kepartaian memiliki peluang yang sangat
luas untuk hidup dan berkembang. Indonesia pada periode
ini menganut sistem multi partai. Lebih dari 30 partai yang
terbentuk dan selanjutnya mengikuti Pemilu tahun 1955.
Bisa juga dikatakan sejak periode Soekarno di masa kemerdekaan, demokrasi
23

parlementer, dan demokrasi terpimpin, periode Soeharto di masa pemerintahan


otoriter, sampai periode Habibie, Abdurrahman Wahidm Megawati dan Susilo
Bambang Yudhoyono dalam periode reformasi.
Kepemimpinan Politik di Indonesia 11

Berkembangnya kepartaian secara maksimal pada periode ini


dikarenakan partai politik memiliki tingkat otonomi yang sangat
tinggi dalam melakukan rekrutmen anggota atau pendukung,
pengurus atau pimpinan partai. Tidak ada campur tangan
pemerintah sama sekali dalam proses rekrutmen dan kaderisasi
tersebut, sehingga partai bisa secara bebas menentukan siapa
calon pimpinannya atau pengurusnya. Persaingan yang terjadi
antara tokoh-tokoh dalam partai berlangsung secara sehat dan
demokratis.24 Dengan kondisi seperti ini, maka tidak heran jika
pada saat itu muncul kepemimpinan politik yang cukup baik dan
memiliki kesadaran demokratik yang cukup mendalam, sehingga
saat itu dikatakan sebagai masa emas politik Indonesia paska
kemerdekaan. Kepemimpinan politik yang berangkat dari pola
rekrutmen dan kaderasi yang baik seperti ini menyebar hampir
di seluruh partai.
Partai politik saat itu (sekitar tahun 1950-an) menjadi tempat
bagi pemuda-pemuda yang mulai mendapatkan pendidikan
modern untuk mengembangkan gagasan dari warisan-warisan
pemikiran yang mereka peroleh dari keluarga dan kelompok
mereka, serta sebagai tempat untuk mengekspresikan apa yang
mereka peroleh dari pendidikan yang mereka jalani. Partai politik
betul-betul menjadi ladang yang subur untuk mengembangkan
kepribadian.
Di sisi lain, partai politik secara sehat menjaga agar anggota-
anggota dan kader-kader partai (terutama yang muda) tidak lari
ke partai lain. Karena itu partai harus bisa mencari jawaban
bagi masalah-masalah yang dirasakan oleh anggota atau kader,
terutama dalam masalah-masalah ideologi, memberikan
gambaran yang masuk akal tentang dunia yang ada di sekeliling
mereka, serta memberikan solusi yang tepat untuk masalah-
masalah tersebut. Tugas pimpinan politik dalam partai adalah
merumuskan visi (ideologi) yang layak, menguraikan tentang
posisi dan peran partai dalam mencapai visi tersebut yang

Semangat dalam melakukan kaderisasi dan rekrutmen dalam partai adalah upaya
24

mengimplementasikan gagasan demokrasi secara sungguh-sungguh. Hal ini banyak


dilatarbelakangi oleh pendidikan yang mereka dapatkan tentang demokrasi yang
harus diwujdukan tidak sebatas komitmen. Lebih jauh tentang hal ini bisa dilihat
di Afan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
12 Muslim AlHaraka

mengarah pada upaya menciptakan keadilan dan kesejahteraan


anggota serta rakyat secara umum.25
Inilah kondisi partai politik pada saat Indonesia baru lahir.
Proses rekrutmen dan kaderisasi dilakukan sebagai bagian dari
upaya untuk mewujudkan komitmen demokrasi yang telah
dipelajari. Kepentingan hanya untuk mendapatkan uang dan
kekuasaan belum secara anarkis masuk menjadi gagasan utama
dalam membangun demokrasi. Karena itu praktek demokrasi
yang terjadi adalah demokrasi sejati.

B. Periode Orde Baru: Keterampilan untuk


Memimpin Dihabiskan

Pada masa Soeharto atau era Orde Baru, kekuasaan tersentral


pada satu orang dengan pola hubungan patron client. Cara-cara
pemerintahan Soeharto dalam membatasi dan mengontrol setiap
kegiatan rakyat dilakukan secara komunal atau berkelompok.
Kebijakan pembabatan ini merupakan cara yang paling fatal
dan yang paling menghancurkan terhadap peradaban yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia yang mulai dibangun sejak
Indonesia diproklamasikan tahun 1945. Menjalankan kegiatan
dengan berserikat dan berkumpul merupakan kegiatan yang
dianggap makar. Namun bukan berarti tidak boleh berserikat
dan berkumpul. Tetapi harus berada di bawah organisasi yang
telah ditentukan pemerintah. Buruh harus berserikat melalui
organisasi yang dianggap sah oleh pemerintah yaitu SPSI, di
luar itu dicap melawan pemerintah. Organisasi kemasyarakatan
keagamaan harus berada di bawah MUI (Majelis Ulama
Indonesia). Organisasi wartawan harus berada di bawah PWI
(Persatuan Wartawan Indonesia). Kelompok-kelompok tani
dikumpulkan dalam satu organisasi HKTI (Himpunan Kerukunan
Tani Indonesia).26 Bahkan kalangan mahasiswa sebagai calon
intelektual juga harus berorganisasi lewat organisasi yang menjadi
anggota KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia).27
25
Tulisan tentang ini dibahas secara lebih detail dalam Herbert Feith dan Lance
Castle, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, LP3ES, Jakarta, 1988.
26
Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme, Delokomotif, Yogya-
karta, 2010.
27
Tulisan tentang hal ini bisa dilihat di http://www.library.utoronto.ca/pcs/state/
Kepemimpinan Politik di Indonesia 13

Penaklukan terjadi juga di organisasi partai politik. Setelah


dipilih MPR sebagai presiden setelah Pemilu 1971, Soeharto
yang pemerintahannya didukung angkatan 6628 segera membuat
kebijakan penyederhanaan partai politik bersama-sama dengan
DPR dengan mengesahkan Undang-Undang No. 3 tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golkar.29 Dengan disahkannya undang-
undang ini, maka partai-partai yang berhaluan Islam dipaksa fusi
ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai-partai yang
berhaluan nasionalis fusi ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Selanjutnya, partai politik hanyalah sebagai penghias pemilu,
karena yang menang pemilu pasti Golkar.
Selama pemerintahan Orde Baru yang ditopang oleh tiga
pilar utama: Golkar, birokrasi dan ABRI, praktis penentuan
kepemimpinan politik dilakukan melalui secreening ketat
dari atas. Pimpinan-pimpinan politik dipegang oleh orang-
orang yang menjadi penggerak di tiga pilar tersebut. Kalangan
ABRI merupakan yang paling besar dalam mengambil porsi
kepemimpinan. Melalui kebijakan Dwi Fungsi ABRI, perwira
ABRI bisa dikaryakan untuk menduduki pimpinan politik di satu
kabupaten atau kota. Meskipun pimpinan politik di kabupaten
atau kota dipilih oleh anggota DPRD Tingkat II, tetapi karena
DPRD dikuasai oleh Golkar serta fraksi ABRI yang mendapat
kursi cuma-cuma, maka hampir seluruh pimpinan politik
di daerah-daerah berasal dari Golkar, ABRI atau dari unsur
birokrasi yang kesemuanya dikendalikan dari atas.
Secara garis besar Orde Baru berusaha untuk melakukan
depolitisasi massa secara sistemik. Depolitisasi tersebut dilakukan
misalnya melalui monoloyalitas bagi semua pegawai negeri dan
pegawai perusahaan negara kepada Golkar, agar tidak terkotak-
kotak ke berbagai aliran ideologi. Disamping itu juga dilakukan
floating mass (massa yang mengambang), dimana setiap warga
negara tidak memiliki ikatan tertentu dengan partai politik. Rakyat

indon/indon2.htm. Sebuah case study tentang Indonesia yang di tulis oleh Charles
Victor Barber.
28
Menurut Pramoedya A. Toer, dalam salah satu pidatonya pada Maret 1999 men-
gatakan: Dalam sejarah modern kita selamanya Angkatan Muda menjadi motor
perubahan ke arah yang lebih maju, kecuali Angkatan 66.
29
Informasi diperoleh dari Museum DPR-RI di www.dpr-ri.org.
14 Muslim AlHaraka

hanya diperkenankan bicara tentang politik dan berhubungan


dengan partai politik ketika pemilu digelar.30
Kebebasan berserikat dan berkumpul yang dimiliki oleh
rakyat dalam era sebelumnya, diberangus habis dan dipusatkan
ke dalam satu titik. Teror, intimidasi, ancaman pembunuhan
bahkan pembunuhan kerap dialami oleh siapapun yang tidak
patuh dan sulit dikontrol oleh pemerintah.31 Proses ini terjadi
selama lebih 30 tahun. Satu rentang waktu yang cukup untuk
menghabiskan sebuah kebudayaan. Pada rentang waktu tersebut
tidak ada cara berorganisasi dan berkumpul yang baik kecuali
cara-cara yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sehingga
cara-cara serta keterampilan rakyat Indonesia dalam mengelola
organisasi dan melakukan kegiatan-kegiatan politik yang telah
ditempa sejak akhir masa kolonialisme sampai akhir era Soekarno
hilang begitu saja. Rakyat Indonesia kehilangan satu kekayaan
kebudayaan yang mungkin akan bisa ditumbuhkan lagi lebih
dari satu generasi mendatang.

C. Periode Era Reformasi

Era reformasi ditandai dengan tergulingnya Soeharto dari


kursi kepresidenan oleh gerakan massa. Setelah masuk dalam era
reformasi, bangsa Indonesia mengalami perubahan-perubahan
politik. Perubahan pertama yang cukup signifikan bagi perubahan
politik selanjutnya adalah dihapusnya Lima Paket Undang-
Undang Tentang Politik.32
Selama masa reformasi ini, bangsa Indonesia mengalami
kondisi politik yang baru, setelah sekian puluh tahun terkekang
dalam tirani Soeharto. Bangsa Indonesia sekali lagi mulai belajar
lagi dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan
dalam berorganisasi. Keterampilan bangsa Indonesia dalam
mengelola organisasi dan melakukan kegiatan-kegiatan politik

30
Afan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarat, 2000, h.131.
31
Politik kekerasan Orde Baru terdokumentasikan dengan baik dalam Sukandi A.K,
Ed, Politik Kekerasan ORBA, Mizan, Bandung, 1999.
32
Lima paket Undang-udang politik yang diberlakukan sejak tahun 1985 antara lain:
Undang-undang tentang Pemilihan Umum; Susunan dan Kedudukan MPR/DPR;
Partai Politik dan Golkar; Referendum. dan; Organisasi Kemasyarakatan.
Kepemimpinan Politik di Indonesia 15

tersebut salah satunya adalah keterampilan dalam melakukan


pengkaderan dan membangun kepemimpinan politik yang
baik. Tidak jalannya pengkaderan yang dilakukan oleh banyak
organisasi, terutama organisasi partai politik sebagai penopang
utama sistem demokrasi, lebih karena organisasi partai politik
tidak memiliki cara serta keterampilan dalam melakukan
pengkaderan seperti yang dulu pernah dimiliki secara canggih
oleh partai-partai pada periode paska kemerdekaan.
Buntu dan tidak jalannya proses pengkaderan di organisasi-
organisasi partai politik mengakibatkan partai politik tidak
memiliki kader yang mumpuni untuk dicalonkan sebagai
pimpinan politik. Kalaupun ada kader yang dianggap mumpuni,
bukan berarti partai telah melakukan proses pengkaderan
yang baik, tetapi lebih karena faktor individu kader yang telah
memiliki ketrampilan sebelum secara resmi bergabung dengan
partai. Dari sini, tidak heran jika banyak sekali partai politik yang
mengusung calon pimpinan politik dari orang yang selama ini
sama sekali tidak bergelut dan berproses dari bawah di partai
tersebut. Ini terjadi tidak hanya di partai-partai kecil, bahkan
partai-partai besar yang saat ini menduduki perolehan suara
besar juga melakukan hal yang sama.
Bahkan ada fenomena baru yang sangat tidak sehat bagi
perkembangan demokrasi di Indonesia yaitu partai politik lebih
memilih orang-orang yang terkenal dalam dunia hiburan sebagai
calon pimpinan politik. Karena dengan memilih orang yang
sudah terkenal dalam dunia hiburan sebagai calon pimpinan
politik, maka partai tidak susah payah untuk melakukan
kampanye. Artis menjadi pilihan yang menggiurkan dalam hal
ini, sehingga banyak sekali partai politik yang merekrut artis
terkenal sebagai calon pimpinan politik yang diusung dalam
pilkada.33 Meskipun tidak ada larangan bagi siapapun untuk
terlibat dalam perebutan pimpinan politik, tetapi fenomena ini
akan menghambat proses pembentukan pimpinan politik yang
Di Jawa Timur saja, pada tahun 2010 artis yang dicalonkan sebagai pimpinan politik
33

di daerah antara lain Emilia Contesa calon bupati Banyuwangi yang diusung koalisi
Partai Gerindra, PAN dan tujuh partai kecil; Ratih Sanggarwati calon bupati Ngawi
yang diusung oleh PPP dan PKB; Julia Peres yang diusung sebagai Wabup Pacitan
oleh Partai Hanura, PAN, Gerindra, PBB, Patriot, PDP, PKPB, serta PKPI, serta
yang terkahir adalah Maria Eva sebagai calon wakil bupati Sidoarjo.
16 Muslim AlHaraka

betul-betul melalui proses pendidikan yang cukup baik dari


bawah, terutama dalam mengelola dan menjalankan organisasi
pemerintahan. Sehingga tercipta pemerintahan yang berwibawa
dan bisa memberikan pelayanan dan perlindungan bagi rakyat.
Saking gerahnya dengan kondisi ini, Menteri Dalam Negeri dalam
Kabinet Indonesia Bersatu II, Gamawan Fauzi merencanakan
revisi Undang-Undang no.32/2004 dengan memasukkan
pasal tentang calon pejabat publik yang dipilih melalui pemilu
disyaratkan memiliki pengalaman dan moral yang baik serta
tidak pernah berzinah.34 Tentu persyaratan ini banyak ditentang
karena membatasi orang untuk ikut dalam kegiatan politik.
Fenomena ini juga menjadi gambaran yang cukup jelas
bahwa, partai-partai politik paska era otoritarian Orde Baru
tidak memiliki mekanisme dan cara-cara bagaimana melakukan
pendidikan bagi kader-kader partainya. Butuh satu mekanisme
yang mengharuskan kepada partai politik untuk melakukan
rekrutmen anggota dan pimpinan partai melalui pendidikan
kader secara sistematis. Rocky Gerung, 35 Pengajar Filsafat
UI Jakarta menawarkan jalan keluar yang cukup baik untuk
menyelesaikan masalah ini, pemerintah dan legislatif dalam
melakukan revisi Undang-Undang no.32/2004 memasukkan
pasal yang mewajibkan partai politik untuk menyusun kurikulum
pendidikan politik sebagai instrumen dalam melakukan
rekrutmen politik dan pendidikan kader.

34
Bisa dilihat dalam berita di Metronews.com, tanggal 5 Mei 2010 dan juga di Kompas,
tanggal 14 April 2010.
35
Yang dimuat di Kompas, tanggal 21 Mei 2010.
17

Bagian II

Dampak Kepemimpinan
Elitis: Kasus Kabupaten
Kediri Adalah Masalah
Indonesia

1. Kabupaten Kediri dalam Perkembangan


Ekonomi, Sosial dan Budaya

Untuk melihat konteks yang lebih detail sebagai latar


belakang dari tulisan membangun kepemimpinan politik ini,
maka selanjutnya dituliskan tentang kondisi, dimana praktek
membangun kepemimpinan politik dari bawah dilaksanakan.
Penulisan konteks wilayah yang lebih detail ini dimaksudkan
agar tulisan selanjutnya bisa mudah dipahami, terutama yang
berkaitan dengan posisi wilayah dan kondisi sosial-budaya,
ekonomi dan, politik serta berbagai problem yang terjadi di
wilayah itu yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan politik
yang dibuat oleh pimpinan politiknya, terutama dalam era masa
kini. Karena itu, tulisan selanjutnya akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut: bagaimana sejarah wilayah Kabupaten Kediri
terbentuk, dimana posisinya dan kondisi kependudukan seperti
apa? Bagaimana kondisi sosial-budaya, ekonomi dan, politik?
Terakhir bagaimana perkembangan saat ini di era reformasi dan
apa problem-problem mutakhir yang terjadi?
Kediri yang dipakai untuk nama sebuah wilayah di Jawa
Timur, bisa dirunut dalam prasasti Harinjing yang bertahun 804
18 Muslim AlHaraka
Dampak Kepemimpinan Elitis 19

M, 1 saat Rakai Warak Dyah Wanara menduduki tahta Mataram


Kuno.2 Prasasti Harinjing menceritakan tentang Bhagawanta
Bhari, seorang agamawan yang menguasai teknologi pengairan.
Berkat karyanya membuat bendungan di Kali Konto dan anak
sungai yang mampu mengairi lahan pertanian di sekitarnya
sehingga tanah pertanian menjadi subur, akhirnya Bhagawanta
Bhari diberi tanah perdikan oleh kerajaan.
Di masa selanjutnya cicit Mpu Sindok dari cucu perempuan
yang dikawin Udayana seorang Pangeran Bali: Airlangga,
menjadi raja dan naik tahta pada tahun 1019 M. Airlangga yang
memiliki beberapa anak kemudian membagi wilayahnya menjadi
dua: Pangjalu dan Jenggala, sebagai akibat logis agar anak-
anaknya tidak berebut kekuasaan. Pangjalu yang juga disebut
Kadiri berpusat di Daha dan Jenggala memiliki pemerintahan
di Kahuripan (Jiwana).3 Setelah rentang waktu yang panjang
di wilayah ini bertahta Sri Jayabhaya (1135 M.) yang dikenal
memiliki keahlian astrologi.
Secara geografis, wilayah Kabupaten Kediridiapit oleh dua
gunung yang memiliki sifat yang berbeda, yaitu Gunung Kelud
di sebelah timur yang bersifat vulkanik dan Gunung Wilis di
sebelah barat yang bersifat non vulkanik, sedangkan tepat di
bagian tengah wilayah Kabupaten Kediri melintas Sungai Brantas
yang membelah wilayah Kabupaten Kediri menjadi dua bagian,
yaitu bagian barat Sungai Brantas: merupakan perbukitan lereng
Gunung Wilis dan Gunung Klotok dan bagian timur Sungai
Brantas. Pembagian dua wilayah ini sangat sering digunakan
untuk membedakan wilayah subur dan tidak subur. Wilayah
timur Sungai Brantas yang memanjang hingga Gunung Kelud

1
Peneyebutan nama Kadiri pertama kali dalam prasasti Harinjing dijadikan sebagai
hari lahir Kabupaten Kediri yaitu tanggal 25 Maret 804. Parasasti Harinjing dibuat
di satu desa di wilayah Kabupaten Kediri sekarang.
2
Semula Mataram Kuno berdiri di wilayah Jawa Tengah, kemudian setelah terjadi
bencana alam hebat yang disebut sebagai Pralaya (banyak yang menyebut ter-
jadinya letusan G. Merapi), kemudian cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok (929
M.), memindah kerajaan ke wilayah sebelah timurnya, diantara G. Semeru dan
G. Wilis, di wilayah Jawa Timur sekarang. Kabupaten Kediri berada diantara dua
gunung ini disamping Malang dan Blitar.
3
M.M. Soekarto Kartoarmodjo, Sekitar Masalah Kerajaan Kadiri Kuno, makalah
disampaikan dalam simposium Sejarah Kadiri Kuno yang diselenggarakan oleh
Lembaga Javanologi dan Universitas Kadiri, 28-20 September 1984.
20 Muslim AlHaraka

merupakan wilayah yang cukup subur, sedangkan wilayah barat


Sungai Brantas sebaliknya.4 Pembedaan yang secara tidak sadar
juga membedakan status sosial ini dipertajam oleh pemerintahan
militer di jaman perang kemerdekaan. Komando pemerintahan
dibagi dua: Komando Daerah Militer Barat Sungai Brantas dan
Komando Daerah Militer Timur Sungai Berantas.5
Posisi geografi Kabupaten Kediri terletak antara 111 47
05 sampai dengan 112 1820 Bujur Timur dan 7 36 12
sampai dengan 8 0 32 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten
Kediri diapit oleh 5 kabupaten, yaitu Tulungagung dan Nganjuk
(sebelah barat), Nganjuk dan Jombang (sebelah utara),Jombang
dan Malang (sebelah timur) dan, Blitar dan Tulungagung (sebelah
selatan).
Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Kediri sekitar
1.386.05 km2 atau 5% dari luas wilayah propinsi Jawa Timur,
dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 1.464.827
jiwa dengan pembagian jumlah laki-laki sebanyak 724.522 jiwa
dan jumlah perempuan sebanyak 740.305 jiwa.6

A. Kondisi Sosial Budaya

Kabupaten Kediri berada dalam wilayah sub kultur wilayah


Mataraman wetan (timur) yang memiliki produk budaya yang
tak berbeda dengan komunitas Jawa di Surakarta. Masyarakat
yang ada di wilayah ini banyak dipengaruhi model sosiokultural
Jawa Tengah. Pola-pola aristokrasi, keselarasan, keseimbangan,
dan penuh simbol juga menjadi ciri kehidupan masyarakat.
Secara umum masyarakat yang ada di wilayah ini masih sangat
erat pada kultur paternalistik atau bapakisme.7 Kultur ini satu
sisi bisa menjadi perekat, tetapi di sisi lain bisa terjungkal
menjadi pola penindasan yang cukup efektif.

4
Diambil dari www.kediri.go.id.
5
Irna HN Hadi Soewito, Rakyat Jatim Mempertahankan Kemerdekaan, Jilid 3,
Penerbit Grasindo, Jakarta, 1994, h. 505.
6
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri, Kabupaten Kediri Dalam Angka Tahun
2009, h. 37.
7
Bima Baskara dan Budiawan SA, Mataraman itu Kental, Tetapi Gagal, artikel yang
juga menukil pendapat C. Gertz dimuat dalam Kompas, 25 Juli 2008.
Dampak Kepemimpinan Elitis 21

Di Kabupaten Kediri berdiri pondok-pondok pesantren yang


jumlahnya cukup banyak. Menurut data BPS 2009, jumlah
pondok pesantren di Kabupaten Kediri berjumlah 221 pondok
dengan jumlah santri 50.374 orang.8 Sistem pengajaran pesantren
di Kabupaten Kediri menjadi salah satu sistem pengajaran
pondok pesantren yang cukup disegani dan menjadi rujukan bagi
pesantren-pesantren di Indonesia, sehingga santri-santri yang
belajar di Kabupaten Kediri datang dari hampir seluruh wilayah
Indonesia, dan model pengajarannya banyak ditiru oleh banyak
pesantren di luar Kabupaten Kediri.
Meskipun banyak berdiri pondok pesantren yang menjadi
pusat dari masyarakat santri, masyarakat Kabupaten Kediri juga
menyukai kesenian tradisional seperti wayang kulit, jaranan,
banthengan dan jago-jagoan yang sementara ini dikonotasikan
dengan kesenian tradisi abangan. Masyarakat yang selama
ini dianggap santri juga menyukai kesenian-kesenian tradisi
tersebut. Sebaliknya masyarakat yang selama ini dianggap
sebagai masyarakat abangan juga terlibat dalam kegiatan-
kegiatan pengajian yang dianggap sebagai tradisi santri.9
Ikatan-ikatan sosial masyarakat sampai saat ini masih
terbangun dengan baik, meskipun derasnya arus modal terus
mengikis ikatan-ikatan tersebut yang menjadikan masyarakat
dalam proses menjadi sangat individualistik. Tetapi karena
sebagian besar masyarakat Kabupaten Kediri adalah hidup
sebagai petani dan hidup di desa, maka ikatan solidaritas yang
dibangun melalui berbagai kegiatan seperti soyo (gotong royong
membangun rumah dsb.), ngelayat (mendatangi keluarga
tetangga yang ditimpa musibah meninggal), rewang (membantu
tenaga tetangga yang punya hajatan) dan, buwuh (memberikan
sumbangan uang pada tetangga/warga yang menyelenggarakan
hajatan) masih cukup terjaga.10 Saat ini ikatan solidaritas ini terus
8
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri, Kabupaten Kediri Dalam Angka Tahun
2009, h. 139.
9
Hal ini misalnya bisa dilihat di Desa Joho kecamatan Semen. Jika dilihat dari
kehidupan sehari-hari masyarakat desa ini memiliki ketaatan dalam menjalankan
ajaran agama Islam yang dianggap sebagai ajaran kaum santri, tetapi masyarakat
desa tersebut juga menyukai kesenian lesung, jaranan dan wayang kulit yang diang-
gap sebagai tradisi abangan.
10
Zulkarnain Nasution, dalam artikelnya yang berjudul Konflik dan Lunturnya
Solidaritas Masyarakat Desa Transisi, dimuat di http://berkarya.um.ac.id.
22 Muslim AlHaraka

terkikis dengan masuknya modal lewat pembangunan perumahan


serta pembangunan pabrik-pabrik di wilayah yang selama ini
menjadi pusat pertanian. Masuknya modal ini mengubah cara
orang dalam memenuhi kebutuhannya, yang selanjutnya akan
mengubah cara orang dalam melihat orang lain.

B. Kondisi Ekonomi

Sebagian besar masyarakat Kabupaten Kediri adalah petani,


baik petani yang memiliki lahan, petani tidak memiliki lahan
serta buruh tani. Selain bertani, masyarakat Kabupaten Kediri
juga berusaha di bidang perdagangan, industri (terutama industri
pengolahan) serta sebagai buruh di beberapa pabrik.11
Perum Perhutani menguasai lahan berstatus hutan yang cukup
luas di wilayah timur Kabupaten Kediri (Kecamatan Kandangan,
Kepung, Puncu, Ngancar dan Plosoklaten) dan di wilayah barat
Kabupaten Kediri (Kecamatan Semen dan Banyakan). Secara
keseluruhan luas lahan yang berada di bawah kekuasaan Perum
Perhutani adalah 14.465,3 Hektar.12 Di luar itu ada PTPN XII
Ngrangkah Sepawon yang ada di wilayah Kecamatan Puncu dan
beberapa perusahaan swasta yang memiliki HGU.
Di Kabupaten Kediri juga berdiri pabrik rokok Gudang
Garam.13 Pabrik yang didirikan oleh taipan Surya Wonowidjojo
pada 26 Juni 1958 ini memiliki buruh kurang lebih 41 ribu orang
yang berasal baik dari wilayah Kota Kediri maupun Kabupaten
Kediri. Pabrik rokok Gudang Garam merupakan penyumbang
cukai rokok terbesar di Indonesia14. Untuk tahun 2008 saja, cukai
rokok dari Kota dan Kabupaten Kediri sebesar 14 trilyun yang
80-90 persennya berasal dari Gudang Garam.15 Dari sini bisa
kita lihat bagaimana pabrik rokok Gudang-Garam Kediri turut

11
BPS, Kabupaten Kediri Dalam Angka 2009.
12
Luas hutan di Kabupaten Kediri menurut data dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur
yang dimuat dalam www.jatimprov.go.id.
13
Lokasi pabrik utama sebagian besar memang berada di wilayah Kota Kediri, tetapi
dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan mencakup Kota dan Kabupaten
Kediri.
14
Diambil dari publikasi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam di websitenya www.
gudanggaramtbk.com.
15
Kompas, tanggal 8 Mei 2008.
Dampak Kepemimpinan Elitis 23

menyumbang bahkan sangat menentukan laju perekonomian di


Kabupaten Kediri.
Satu lagi pabrik yang turut menentukan kondisi ekonomi
Kabupaten Kediri yang sebagian besar adalah petani, yaitu
pabrik pembenihan. Di Kabupaten Kediri ada beberapa pabrik
pembenihan. Salah satu yang paling besar dan melibatkan modal
internasional adalah PT. Bisi Internasional yang didirikan oleh the
Charoen Pokphand Group pada tahun 1983. PT. Bisi bekerjasama
dengan petani dalam melakukan pembenihan dan hasilnya dijual
ke petani di seluruh Indonesia melalui cabang-cabang yang ada
hampir di seluruh pulau-pulau utama kecuali Papua.16 Dari sini
juga bisa kita lihat bagaimana pengaruh perusahaan ini terhadap
kondisi petani di Kabupaten Kediri.
Disamping itu pada jaman dulu, bahkan sampai sekarang,
Kediri dikelilingi oleh pabrik-pabrik gula. Untuk di wilayah
kabupaten saat ini ada pabrik besar yang masih beroperasi yaitu
Pabrik Gula (PG) Ngadirejo di Kecamatan Kras, dan yang lainnya:
PG Meritjan dan PG Pesantren Baru berada di wilayah Kota
Kediri. Meskipun berada di wilayah kecamatan kota, tetapi areal
penanaman tebunya sebagian besar berada di wilayah Kabupaten
Kediri. Sebelumnya di wilayah Kecamatan Plosoklaten berdiri
juga PG Djengkol yang saat ini berada dalam administrasi PG
Pesantren Baru.17 Tidak heran jika di wilayah Kabupaten Kediri
banyak sekali sawah dan kebun yang ditanami tebu, sejak jaman
kolonial dulu hingga saat ini.
Seluruh pabrik gula tersebut adalah peninggalan era kolonial
yang sampai saat ini masih berjalan. Pada masa kolonial pabrik
gula dikuasai sepenuhnya oleh pemerintahan jajahan Belanda.
Pada masa paska kemerdekaan, terutama setelah kebijakan
nasionalisasi Soekarno, pabrik gula dalam kekuasaan pemerintah
Indonesia, meskipun menjadi ajang rebutan partai-partai yang
cukup kuat.18 Sedangkan pada masa Orde Baru, pabrik gula
berada di bawah PTPN X yang didirikan pada tahun 1996, yang
16
Ditulis dalam bussines profile PT. Bisi International di websitenya www.bisi.
co.id.
17
Data ini didapat di http://djengkol.wordpress.com/
18
Lebih jauh tentang kondisi pabrik gula di wilayah Jombang dan Kediri pada sekitar
tahun 160-an bisa di baca di Hermawan Sulistyo, Palu Arit Diladang Tebu, Sejarah
Pembantaian Masal Yang Terlupakan, Kepustakaan Gramedia, Jakarta, 2000.
24 Muslim AlHaraka

menggabungkan beberapa PTPN di Jateng dan Jatim.19 Meskipun


pabrik gula secara resmi dimiliki oleh pemerintah, tetapi pabrik
selalu dikuasai oleh tuan tanah-tuan tanah atau pemilik modal
yang bisa memenuhi permintaan pabrik secara reguler terutama
ketika musim giling tiba.

2. Politik Kabupaten Kediri: Dari Pangeran Slamet


Poerbonegoro ke Dinasti Sutrisno

Menurut catatan sejarah, Kabupaten Kediri pertama kali


dipimpin oleh Pangeran Slamet Poerbonegoro dari tahun
1800 hingga 1825, bertepatan dengan dimulainya perang jawa.
Setelah itu, sampai pada masa kemerdekaan, Kabupaten Kediri
dipimpin berturut-turut oleh sebelas orang bupati. Jabatan
bupati pada jaman tanam paksa (dimulai jaman Daendels tahun
1808) diangkat dari kaum feodal yang bekerja di bawah residen
Belanda. Pada masa selanjutnya jabatan bupati merupakan
jabatan karir, yang bisa dipegang oleh alumni sekolah untuk
pegawai inlanders, OSVIA (Opleidings School Voor Inlandsche
Ambtenaar), setelah mereka meniti karir dari tingkat yang paling
bawah sebagai juru teknis.20
Setelah masa kemerdekaan sampai tahun 1965, Kabupaten
Kediri dipimpin oleh enam orang bupati. Pada masa revolusi
yang serba darurat ini, dua orang bupati: R. Darmadi dan Syafii
Marzoeki hanya memimpin kurang dari satu tahun. Pada saat
genting, yaitu ketika terjadi peristiwa pembantaian besar-besaran
terhadap rakyat Indonesia yang dimotori oleh militer,21 antara
tahun 1965 sampai tahun 1970, Kabupaten Kediri dipimpin oleh
M. Iswadi Wirosaputro. Setelah itu, pada jaman gelap Orde Baru,
seperti halnya negara Indonesia, Kabupaten Kediri berada dalam
kekuasaan militer. Lima orang bupati yang memegang pimpinan
pemerintahan di Kabupaten Kediri seluruhnya berasal dari militer.22
19
Dalam profil PTPN X di www.kpbptpn.co.id.
20
Bisa dilihat misalnya dalam sejarah gubernur Jawa Timur di arsipjatim.go.id.
Sekolah OSVIA ini merupakan implementasi politik etis yang dicanangkan pada
tahun 1900.
21
Op. cit, John Roosa.
22
Kantor Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Kediri, Biografi Singkat Bupati Kediri
1800-2010.
Dampak Kepemimpinan Elitis 25

Dalam politik elektoral (pemilu), sejak Orde Baru berkuasa,


partai pemenang pemilu adalah Golongan Karya. Namun pada
pemilu terakhir yang dilaksanakan pada tahun 2009, partai
politik yang memiliki kursi terbanyak di DPRD adalah PDIP
dengan merebut 14 kursi, disusul Partai Demokrat dengan 8
kursi dan pada urutan selanjutnya adalah PKB dan Golkar yang
mendapatkan 7 kursi. Sementara PAN mendapatkan 4 kursi
disusul PPP dan Gerindra yang mendapatkan 3 kursi. Perolehan
kursi di DPRD ini menunjukkan bahwa partai sekuler nasionalis
lebih mendapat tempat daripada partai yang berbasis agama.23
Ketika gerakan reformasi pecah pada tahun 1998,
Kabupaten Kediri dipimpin oleh Kol. Inf. Suparyadi. Layaknya
Soeharto, Suparyadi tidak pernah menjalani pendidikan kader
kepemimpinan politik sipil. Karir jabatannya seluruhnya
ditempuh di lingkungan militer, mulai dari komandan peleton
di Batalayon 501 pada tahun 1968 sampai Paban VII/Ops Sospol
Mabes ABRI tahun 1994.
Sejak tahun 2000 Pemerintah Kabupaten Kediri dipimpin
oleh Sutrisno yang dipilih oleh anggota DPRD Kabupaten Kediri.
Pada pilkada langsung tahun 2005, Sutrisno mencalonkan
kembali dan berpasangan dengan Sulaiman Lubis. Dengan
menggunakan kekuatan birokrasi yang sudah dikuasainya,
Sutrisno kembali terpilih menjadi bupati Kediri sampai tahun
2005. Sebelum menjadi bupati Kabupaten Kediri, Sutrisno
adalah pengusaha obat-obatan dan pupuk pertanian yang
sebelumnya pernah menjadi Petugas Penyuluh Lapangan.24 Di
masa kepemimpinannya banyak proyek mercusuar yang bernilai
ratusan miliar rupiah di tengah-tengah rakyat yang sebagian
besar masih sangat miskin. Sebaliknya proyek-proyek yang
bersentuhan langsung dengan rakyat ditinggalkan dan tidak
mendapat perhatian yang serius. Hal ini lebih dikarenakan
Sutrisno bukanlah orang yang pernah menjalani dan terlibat
dalam pengkaderan kepemimpinan politik seperti yang dialami
oleh tokoh-tokoh pergerakan awal. Sutrisno adalah pengusaha
yang secara umum selalu mencari keuntungan finansial dalam

Data diperoleh dari KPUD Kabupaten Kediri.


23

Ibid.
24
26 Muslim AlHaraka

menjalankan profesinya, meskipun dia pernah menjadi Petugas


Penyuluh Lapangan, tetapi dia mengerjakan hal tersebut sebagai
profesi murni bukan sebagai wahana untuk melatih diri menjadi
seorang pemimpin.25 Sangat maklum, jika kemudian Sutrisno
memimpin Kabupaten Kediri dengan gaya pengusaha yang selalu
mencari untung, padahal seharusnya menjadi bupati memiliki
filosofi sebagai pelayan.

3. Kabupaten Kediri Semakin Surut di Era Reformasi

Sebagai dampak dari kepemimpinan yang tidak melalui


proses kaderisasi yang baik, seperti yang terjadi pada diri
Sutrisno, hasilnya bisa dilihat saat ini di Kabupaten Kediri.
Pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam kepemimpinan Sutrisno
menyimpang jauh dari dari visi dan misi yang ditetapkan. Dalam
visinya, Sutrisno ingin mewujudkan masyarakat Kabupaten
Kediri yang sejahtera berbasis pertanian, didukung perdagangan
dan industri. Tetapi dalam kenyataannya, proyek-proyek yang
dikerjakan dan dibiayai dari dana APBD Kabupaten Kediri
adalah proyek-proyek mercusuar bernilai ratusan miliar rupiah:
Simpang Lima Gumul, Gunung Kelud, Air Terjun Dolo. Dana
APBD habis untuk membiayai proyek-proyek tersebut.
Persoalan kepemimpinan sendiri sebenarnya dianggap
sangat penting bagi masyarakat di Kabupaten Kediri. Hal ini
dibuktikan dari hasil survei 26 yang dilakukan oleh SRKB 3
bulan sebelum pelaksanaan Pilkada Kabupaten Kediri 2010.
Masyarakat Kabupaten Kediri berharap dengan dilaksanakannya
pilkada dapat memilih seorang pemimpin yang memiliki karakter
kemasyarakatan yang kuat. Dari total 2740 jawaban, terdapat
1.317 jawaban yang menekankan pentingnya kepemimpinan
yang baik. Jawaban tersebut merupakan tertinggi dibandingkan
jawaban yang lain tentang orientasi program yang harus

25
Seperti yang selama ini terjadi pada seluruh petugas penyuluh lapangan, bekerja
hanya untuk menggugurkan kewajiban, bukan sebagai langkah untuk membangun
kekuatan petani.
26
Menjelang Pilkada Kabupaten Kediri 2010 SRKB melakukan survei tentang persoalan
yang dihadapi warga dan impian tentang kepemimpinan di Kabupaten Kediri 2010-
2015. Survei dilakukan di 14 kecamatan, 129 desa, dan 1.364 responden.
Dampak Kepemimpinan Elitis 27

dilakukan, semisal pertanian 34 jawaban atau pengentasan


kemiskinan 714 jawaban27.

Harapan Kepada Bupati Kediri 2010-2015

Kebijakan Umum 104

Orientasi Prog Pendidikan Sosial Budaya 62

Orientasi Prog Pertanian 34

Orientasi Prog Kesehatan 8

Orientasi Prog Kemiskinan 714

Pemimpion Aspiratif 501

Karekter Pemimpin 1317

0 200 400 600 800 1000 1200 1400


Jawaban Responden

Pada survei tersebut juga disebutkan bahwa persoalan


dominan yang dihadapi oleh masyarakat Kabupaten Kediri
adalah ekonomi. Masyarakat menganggap bahwa kinerja
Pemerintah Kabupaten Kediri sangat rendah. Upaya pemerintah
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat sangat
lemah. Responden menganggap pemerintah Kabupaten Kediri
lebih banyak tidak melakukan fungsinya untuk memfasilitasi
penyelesaian masyarakat sebesar 980. Sedangkan responden
yang menjawab bahwa pemerintah Kabupaten Kediri telah
menjalankan fungsinya hanya 34128.

A. Ironi Proyek Mercusuar di Tengah


Kemiskinan Rakyat Kabupaten Kediri

Selama Sutrisno menjadi bupati, banyak kebijakan


pembangunan mercusuar yang belum terukur keuntungan bagi
27
Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan
Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010.
28
Ibid.
28 Muslim AlHaraka

kepentingan rakyat. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain


pembangunan wahana wisata Gunung Kelud, pembangunan
tempat wisata Selomangleng dan kebijakan yang sangat
kontroversial yaitu pembangunan mega proyek Simpang Lima
Gumul (SLG) yang disinyalir penuh dengan korupsi dari dana
APBD Kabupaten Kediri.29
Pembangunan mega proyek SLG lahir setelah Sutrisno
berkunjung ke Paris. Setelah melihat monumen Arc de Triomphe
karya arsitek Jean Francois Chalgrin`s, Sutrisno terinspirasi untuk
membuat monumen yang sama di Kabupaten Kediri. Ia ingin
monumen yang dibangun untuk mengenang kemenangan tentara
Napoleon di Austerliz itu berdiri juga di kawasan Simpang Lima
Gumul, di Desa Tugurejo, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten
Kediri. Mimpi itu memang akhirnya benar-benar diwujudkannya
dengan menggunakan seratus persen dana APBD.30 Proyek SLG
ini adalah sebagai upaya Sutrisno membangun kota baru yang
dimulai dari nol yang membutuhkan dana ratusan miliar. Karena
itu mega proyek ini tidak selesai hanya satu dua tahun. Proyek
ini merupakan proyek multi-years.
Dalam salahsatu komentar dalam rangka meminta tambahan
dana sebesar 200 miliar yang ditulis di beberapa harian, 31
Sutrisno mengatakan:

Saya membayangkan SLG dan sekitarnya sebagai `kota


baru`, semacam central business district (kawasan pusat bisnis).
Untuk sebuah `kota baru`, idealnya butuh dana triliunan
rupiah. Angka Rp 200 miliar ini wajar. Selain APBD, akan
kami ambilkan dari DAU. Tentunya, ini atas pertimbangan
matang dan persetujuan DPRD. Saya bertekad menyulap
Jalan Simpang Lima ini menjadi pusat perekonomian. Saya
berharap pengganti saya nanti dapat melanjutkan proyek
ini. Bergantung bupati mendatang. Kalau memiliki wawasan
internasional, SLG akan berjalan sesuai perencanaan. Saya
29
Diulas dalam www.beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010 dalam judul Bupati
Kediri Pamer Kesuksesan Proyek-proyek Bermasalah. Dalam uraian selanjutnya
dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa nilai kerugian materi dari tiga jasa kon-
struksi tersebut kurang lebih Rp 45.504.275.000,00.
30
http://www1.surya.co.id/v2/?p=347.
31
Radar Kediri, 10 Januari 2007 juga bisa dilihat di http://www.surabayapagi.
com.
Dampak Kepemimpinan Elitis 29

Proyek Mercusuar SLG


30 Muslim AlHaraka

sudah menyiapkan orang untuk meneruskannya. Saya terus


membayangkan bagaimana nanas dari Ngancar dan mangga
podang Banyakan dan Semen bisa dirasakan orang luar Kediri
dan bahkan luar negeri. Caranya ya dengan SLG ini

Tujuan yang sering dikemukakan oleh Sutrisno dalam


membangun kawasan Simpang Lima Gumul adalah sangat
absurd yaitu: (1) meningkatkan PAD dari retribusi dan pajak;
(2) meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat home industry dan
UKM; (3) memajukan Kabupaten Kediri di sektor ekonomi dan
pariwisata; (4) mengurangi pengangguran dan; (5) sebagai paket
mega proyek dengan wisata Gunung Kelud, Air Terjun Dolo, dan
Pamenang.32 Dikatakan absurd karena pembangunan SLG yang
sampai 2010 ini masih belum ditempati adalah proyek prestisius
yang padat modal, karena itu membutuhkan pengembalian
modal yang sangat lama.
Harapan peningkatan PAD dari retribusi dan pajak, hanyalah
pepesan kosong, karena retribusi dan pajak yang diperoleh jika
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan dari APBD sangat
sulit diprediksi. Tidak ada jaminan sampai saat ini apakah proyek
ini akan menghasilkan laba yang besar, meskipun diklaim bahwa
proyek ini akan menyedot wisatawan dalam negeri dan manca
negara.33 Bahkan ketika ditanya tentang pengembalian dana dari
APBD tersebut, dengan nada yang meragukan dia mengatakan
Paling jelek, kita akan memiliki monumen, jalan mulus, dan
infrastruktur lain. Sebuah pernyataan yang menggambarkan
bahwa, Sutrisno memang seorang pemimpin yang tidak memiliki
visi yang jelas, dan hanya mengikuti mimpi pribadi yang
kemudian dipaksakan untuk disetujui DPRD.
Begitu juga dengan harapan bahwa proyek SLG akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat home industry dan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Peningkatan kesejahteraan
rakyat lewat home industry atau UKM, tidak dilakukan dengan
membangun proyek monumen yang bernilai ratusan milyar
rupiah. Peningkatan usaha kecil bisa dilakukan secara realistis
dengan membuat kebijakan yang memberikan akses modal dan
Loc.Cit, www1.surya.co.id/v2/?p=347.
32

Loc.Cit, www1.surya.co.id/v2/?p=347_
33
Dampak Kepemimpinan Elitis 31

akses pasar kepada rakyat. Disertai dengan fasilitasi pelatihan-


pelatihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
menjalankan usaha kecil dan menengah.
Tujuan untuk memajukan Kabupaten Kediri dalam sektor
ekonomi dan pariwisata adalah tujuan yang tidak hanya dimiliki
oleh proyek SLG, tetapi menjadi tujuan dari proyek-proyek yang
dijalankan pemerintah terutama proyek pembangunan fisik yang
tidak pernah dijelaskan secara gamblang kemajuan yang sudah
dicapai.
Pariwisata bukanlah sektor primer di wilayah Kabupaten
Kediri, tetapi sektor sekunder. Sektor ekonomi primer Kabupaten
Kediri sampai saat ini adalah sektor pertanian, meskipun
kondisinya terus mengalami penurunan. Tahun 2008, sektor
yang dimotori pertanian ini menyumbang 39,2% dari total
PDRB, menurun dibandingkan dengan 2007 yang tercatat 39,8%.
Padahal pada 2000, hampir 50% kegiatan ekonomi Kabupaten
Kediri ditopang sektor primer. Sektor sekunder yang saat ini
menunjukkan angka yang meningkat adalah sektor industri
pengolahan dan konstruksi.34
Proyek mercusuar SLG mulai dikerjakan tahun 2003 dengan
pembangunan monumen senilai Rp 19.737.202.000. Proyek ini
didanai DAU (Dana Alokasi Umum) dan dikerjakan PT Triple`s.
Monumen yang sekarang sudah berdiri tegak ini dikelilingi
oleh infrastruktur jalan dan sarana perkantoran dan tempat
perbelanjaan yang dibangun dengan dana APBD sebesar 71 miliar
rupiah. Sutrisno menganggarkan sekitar 200 milyar rupiah
untuk proyek tersebut.
Kebijakan ini ditopang secara ambigu oleh DPRD Kabupaten
Kediri. Satu sisi mereka mendukung dan satu sisi memprotes
kebijakan tersebut. Mereka juga berlindung di bawah keputusan
yang telah dibuat pada periode sebelumnya. Tidak ada upaya
untuk melakukan perlawanan dan memprotes kebijakan tersebut.
Harian Kompas, 26 Maret 2010, Ditopang Pertanian, Dipicu Industri dan Bangu-
34

nan. Analisis yang dilakukan oleh Litbang Kompas tersebut belum menjelaskan
tentang sektor konstruksi yang dimaksud dalam tulisan tersebut. Jika melihat mega
proyek yang ada di Kediri, sektor konstruksi yang dimaksud bisa pembangunan
mega proyek yang terdiri dari proyek SLG, air terjun dan Gunung Kelud. Karena
itu, peningkatan sektor sekunder (konstruksi) tersebut tidak akan memberi dampak
apa-apa kepada rakyat kecil secara luas.
32 Muslim AlHaraka

Dalam hal ini salahsatu anggota DPRD Kabupaten Kediri, Erjik


Bintoro dari Fraksi PDIP mengatakan:

Tak ada alasan menghentikan proyek ini. Sebab,


pembahasan pembangunan SLG oleh anggota dewan periode
sebelumnya sudah final. Saat itu, pemerintah dan dewan
menyepakati pelaksanaan megaproyek multi-years itu.
Kalau misalnya ada pihak yang menghendaki menghentikan
pembangunan itu keliru.35

Padahal jika kita membaca hak-hak yang dimiliki oleh anggota


DPRD, maka anggota DPRD memiliki hak untuk mempertanyakan
dan meminta untuk menghentikan kebijakan yang mengabaikan
kepentingan publik atau menghambur-hamburkan uang rakyat,
meskipun sudah diputuskan oleh DPRD periode sebelumnya.
Anggota DPRD yang lain dari Komisi D Bidang Kesejahteraan
Masyarakat, Iskak, pernah mengatakan:

proyek yang menggunakan dana APBD secara multi-years


tersebut, mengesampingkan aspek pendidikan, kesehatan,
dan pertanian yang menjadi basis kehidupan masyarakat.
Rakyat dipaksa mengikuti obsesi bupati untuk mewujudkan
pembangunan fisik yang tidak rasional.36

Namun dalam pernyataan selanjutnya, Erjik Bintoro, yang


menjadi ketua DPRD Kabupaten Kediri mengatakan bahwa
sejak dibangun tahun 2003 silam hingga kini manfaat monumen
tersebut belum terlihat. Kios dan perkantoran yang dibangun
di sekitar monumen tersebut semuanya mangkrak. Padahal
pembangunannya sudah menghabiskan biaya lebih 300 miliar
dana milik rakyat Kabupaten Kediri.37
Proyek ini bukannya tidak bermasalah, karena beberapa unsur
masyarakat mempersoalkan pembangunan proyek mercusuar
tersebut.38 Saat ini Polda Jawa Timur dalam proses menangani
35
Bisa dilihat di www.surabayapagi.com pada tanggal 26 Agustus 2008.
36
Koran Tempo tanggal 19 Juni 2009 diambil dari www.korantempo.com.
37
Tempo Interaktif, Senin, 14 Desember 2009.
38
Yang paling getol mempersoalkan korupsi mega proyek SLG ini adalah Tjejep
Mohammad Yasie dari Komuitas Peduli Kediri.
Dampak Kepemimpinan Elitis 33

dugaan korupsi mega proyek pembangunan SLG.39 Polda Jawa


Timur menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi SLG,
yaitu Sony Sandra pemilik PT Triples, Ketua Pengadaan Barang
dan Jasa Kabupaten Kediri Janu Irianto, Pimpinan Proyek
Kartika Dwi Krisnanti dan Konsultan Proyek Hariyo.
Disamping mega proyek SLG, Bupati Soetrisno juga
merencanakan pembangunan Lapangan Terbang (Lapter).
Lapangan terbang ini berlokasi di Kecamatan Ngancar. Studi
kelayakan dilakukan pada tahun anggaran 2009 sebesar Rp. 500
juta. Pembangunan Lapter yang direncanakan akan selesai tiga
sampai empat tahun ini ditujukan untuk melayani masyarakat di
wilayah Jawa Timur bagian selatan dan bagian barat. Dukungan
pembangunan Lapter ini datang dari salahsatu mantan DPP PDI
Perjuangan dan anggota DPR-RI Pramono Anung yang berjanji
akan menggerakkan anggotanya di legislatif.40 Dukungan ini
berkaitan dengan dukungan Sutrisno kepada Pramono Anung
untuk menjadi anggota DPR-RI. Dalam kampanye Pemilu 2009
dan mensukseskan Pramono Anung menjadi anggota DPR-RI,
Sutrisno memberikan dukungan sepenuhnya atas pencalonan
Pramono Anung dari Dapil VI Jawa Timur yang salah satu
wilayahnya adalah Kabupaten Kediri. Bahkan Sutrisno secara
vulgar melakukan penggalangan tandatangan kepala desa-
kepala desa di Kabupaten Kediri untuk mendukung Pramono
Anung.41
Dalam proses selanjutnya, pembangunan Lapter ini banyak
mendapat tentangan, baik dari masyarakat. Tentangan dari
masyarakat berupa class action yang disidangkan di Pengadilan
Negeri Kabupaten Kediri. Gugatan tersebut berisi pembatalan
proyek Lapter dan proyek-proyek mercusuar lainnya di
Kabupaten Kediri. Karena pembangunan tersebut dinilai tidak
realistis. Fasilitas tersebut ditengarai hanya akan dinikmati oleh

39
www.beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010, meskipun sampai tulisan ini dibuat
tidak ada penanganan lanjutan secara serius dari Polda Jatim berkaitan dengan
kasus ini. Hal ini memunculkan dugaan bahwa Polda Jatim sudah mendapat jatah
dari Sutrisno, bahkan Kejaksaan Kediri juga tidak bereaksi atas kasus ini dan kasus-
kasus lain yang berkaitan dengan penggelapan dana APBD yang diduga melibatkan
Sutrisno.
40
Kompas, Senin 30 Maret 2009.
41
Media Indonesia, Kamis, 19 Maret 2009.
34 Muslim AlHaraka

rekan-rekan bisnis Bupati tanpa memiliki azas manfaat bagi


masyarakat. Sedangkan tentangan dari penguasa teritori udara
datang dari Lanud Iswahjudi yang memperingatkan Bupati untuk
tidak membangun bandara komersil di Kabupaten Kediri. Sebab
kawasan udara di Kabupaten Kediri merupakan area latihan
pesawat tempur yang berbahaya bagi pesawat komersil. Tetapi
meskipun mendapat tentangan begitu, Bupati Soetrisno tetap
bersikukuh akan melanjutkan pembangunan Lapter.42

B. Angka Kematian Ibu dan Anak Meningkat

Ironinya, mengiringi pembangunan proyek mercusuar


Simpang Lima Gumul yang menghabiskan dana milyaran
rupiah, di Kabupaten Kediri angka kematian ibu melahirkan
meningkat tajam. Menurut catatan Dinkes Kabupaten Kediri,
petugas kesehatan dan posyandu yang tersebar di 26 kecamatan
di Kabupaten Kediri menemukan 17 ibu hamil yang meninggal
dunia saat menjalani proses persalinan selama kurun waktu
JanuariNovember 2009 dengan jumlah persalinan sekitar 25
ribu. Jumlah itu jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya, dengan
jumlah kematian sebesar 14 orang dari 24.707 persalinan.43
Peningkatan jumlah kematian ibu melahirkan dan anak baru
lahir ada kaitannya dengan rendahnya anggaran kesehatan dalam
APBD Kabupaten Kediri. DPRD yang begitu mudahnya mengetok
palu untuk menyetujui anggaran bagi proyek mercusuar,
begitu diminta untuk menandatangani nota kesepahaman bagi
peningkatan anggaran kesehatan di Kabupaten Kediri sangat
alot dan berbelit-belit.44 Meskipun akhirnya menyetujui nota
tersebut.
Kurangnya anggaran kesehatan membawa dampak tidak
maksimalnya kinerja petugas yang berada di bawah Dinas
Kesehatan. Sehingga dari tahun 2002-2007 tingkat kematian AKI
42
Tempo Interaktif, Senin, 24 Agustus 2009.
43
www.beritajatim.com tanggal 11 Januari 2010.
44
Proses ini terjadi dalam hearing yang diselenggarakan pada hari Jumat, 8 Agustus
2008, di hotel Insumo Palace Kediri, dihadiri sekitar 25 orang dari Dinas Kabupaten
Kediri, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Kediri, ALHARAKA, SUAR, dan
kelompok masyarakat desa siaga. Informasi tentang hal ini bisa dibaca di www.
alha-raka.org.
Dampak Kepemimpinan Elitis 35

dan AKB di Kabupaten Kediri sulit ditekan. Padahal Kabupaten


Kediri memiliki anggaran dalam APBD-nya lebih 600 milyar
rupiah, sementara hanya sekian juta saja yang dialokasikan
untuk dana kesehatan. 45 Bahkan jika dihitung dari realisasi
anggaran kesehatan di Kabupaten Kediri hanya 1% dari APBD.
Hal ini juga sejalan dengan survei yang dilakukan oleh SRKB.
Persoalan kesehatan di Kabupaten Kediri menduduki peringkat
ke enam terendah. Sebagian besar responden mengatakan bahwa
biaya berobat kian mahal, meskipun tidak dijelaskan apakah obat
atau fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit. Responden yang
mengatakan bahwa kesehatan masih menjadi persoalan dengan
mahalnya biaya dikeluarkan berjumlah 97 jawaban. Mereka
juga mengemukakan bahwa dukungan pemerintah kepada
persoalan kesehatan juga sangat rendah. Dengan jumlah 3
jawaban responden yang memberikan pandangan demikian.46

C. Kondisi Ekonomi Rakyat Semakin Buruk

Perekonomian di Kabupaten Kediri selama pemerintahan


Bupati Sutrisno, melanjutkan dari sistem sebelumnya, tidak
dibangun berdasarkan ekonomi kerakyatan yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945 baik yang lama ataupun hasil
amandemen. Hal in tercermin dari realisasi pembangunan
ekonomi di Kabupaten Kediri yang belum menyasar pada
upaya membangun ekonomi kerakyatan yang meliputi lima
hal: Pertama, tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang
layak bagi setiap anggota masyarakat; kedua, terselenggaranya
sistem perlindungan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar;
ketiga, tersebarnya kepemilikan modal material secara relatif
merata di tengah-tengah masyarakat; keempat, terselenggaranya
pendidikan bebas biaya bagi setiap anggota masyarakat dan;
kelima, terjaminnya hak setiap anggota masyarakat untuk terlibat
dalam organisasi-organisasi ekonomi.47 Dari kelima sasaran ini,

45
Ibid.
46
Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan
Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010.
47
Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme, Delokomotif, Yogya-
karta, 2010, h. 40.
36 Muslim AlHaraka

mungkin hanya yang kelima sudah bisa disasar meskipun masih


butuh rincian tentang pelaksanaannya.
Model pembangunan ekonomi, masih mengikuti model yang
digunakan oleh negara yaitu neoliberalisme, dimana pengetatan
anggaran atau meminimalkan subsidi atau bahkan meniadakannya
adalah ciri utama dari model ini. Bila kita lihat di Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Kediri, belanja untuk
subsidi atau pelayanan kepada masyarakat secara langsung sangat
sedikit. Dana yang sedikit itupun diduga masih digunakan untuk
kepentingan pribadi bupati Sutrisno, dimana pada tahun 2010
memasang istri pertamanya sebagai calon bupati Kediri 2010-
2015. Dana APBD untuk bantuan kepada rakyat sebesar 10 Milyar
yang tersebar di berbagai instansi digunakan oleh isteri bupati, dr.
Hariyanti, untuk kepentingan pencalonan dirinya dalam Pilkada
Kabupaten Kediri 2010. Hal ini dilakukan Hariyanti di Pare dan
Ngadiluwih dengan membagikan uang kepada PKL alon-alon
Pare dan pelaksanaan pasar murah di kawasan pasar Ngadiluwih.
Kedua kegiatan yang didanai APBD tersebut digunakan untuk
berkampanye dengan memasang atribut politik.48
Situasi sosial yang tidak membaik setelah era kepemimpinan
Bupati Soetrisno, ternyata juga diungkapkan dalam survei SRKB.
Salah satu pertanyaan yang dikemukakan kepada masyarakat
saat survei adalah masalah apa yang sering dihadapi selama 3
tahun terakhir. Jawaban yang dihasilkan ada 7 poin tertinggi
berupa peternakan, biaya obat yang mahal, anak tidak sekolah,
infrastruktur desa, kepemerintahan dan hukum, pertanian dan
rendahnya pendapatan (ekonomi). Rendahnya pendapatan
merupakan persoalan yang paling banyak dirasakan oleh
masyarakat Kabupaten Kediri dengan 1059 jawaban49.
Struktur tenaga kerja yang dipublikasikan oleh BPS 2009,
keadaan pencari kerja yang tercatat di Disnaker, bahwa dari
Pencari Kerja yang terdaftar sejumlah 10.169 orang di tahun
2008, dan yang ditempatkan sebesar 6.386 orang, dan yang belum
ditempatkan sampai akhir tahun sebesar 3.871 orang50. Artinya
ada 3.871 orang yang menganggur di Kabupaten Kediri.
48
Tempo Interaktif, tanggal 06 Januari 2010.
49
Loc.cit.
50
Katalog BPS : 1403.3506; Kabupaten Kediri Dalam Angka 2009, h. 44.
Dampak Kepemimpinan Elitis 37

Sedangkan jumlah pencari kerja lama dan baru di tahun 2008


terdiri; tingkat Sekolah dasar 941 orang, SLTP 3.165 orang, SLTA
12.517 orang, dan PT sejumlah 5.200 orang. Jadi total pencari
kerja lama dan baru sejumlah 21.823 orang yang memperebutkan
6.386 lowongan kerja yang tersedia.

Persoalan Masyarakat Kab. Kediri 3 Tahun Terakhir

1200
1059

800 740 723


Jawaban Responden

600

400 302
227
200 97

0
N
IA AN M SA AH AL
AN N AK KU DE OL AH
AT TA N HU R K M
AP ER ER N TU SE T
ND P T DA BA
PE UK DA
K
RO
PE AN TR TI
A
AH S BE
NY NT RA AK A
AH NF AN AY
RI I BI
ND M
E
RE PE
KE

D. Banyak Sekolah Rusak

Pembangunan mega proyek Simpang Lima Gumul (SLG)


yang menghabiskan anggaran ratusan miliar rupiah sangat
bertentangan dengan kondisi sekolahan di Kabupaten Kediri yang
mengalami kerusakan berat dan sedang. Sekolah yang mengalami
rusak berat lebih kurang 239 sekolah dan yang mengalami rusak
ringan sebanyak 62 sekolahan. Sekolahan tersebut tersebar di 14
kecamatan di Kabupaten Kediri, mulai dari Kecamatan Tarokan
di sebelah barat sampai Kecamatan Ngancar di sebelah timur.
Kondisi ini terjadi pada tahun 2007, dimana Dana Alokasi
Khusus (DAK) untuk rehabilitasi gedung, pembentukan
perpustakaan, kebutuhan multi media dan kebutuhan buku
referensi pada tahun tersebut hanya tersedia anggaran kurang
lebih Rp. 2,4 miliar, sedangkan untuk rehabilitasi gedung mulai
dari SD, SMP hingga SMU disediakan anggaran kurang lebih
38 Muslim AlHaraka

Rp. 8,1 miliar dengan target sasaran 85 sekolahan dengan


perkiraan per sekolahan hanya mendapat Rp. 95 juta.51 Jika
dibandingkan dengan anggaran untuk SLG tahun 2007 dimana
Sutrisno meminta tambahan anggaran sebesar 71 miliar,52 maka
biaya pendidikan tahun 2007 hanya 15 % dari anggaran yang
digunakan untuk SLG.
Pada tahun 2010, kondisi ini tidak banyak berubah, karena
pemerintah Kabupaten Kediri tetap membiarkan sekolah dalam
keadaan rusak. Karena Pemkab Kediri tidak menganggarkan
rehabilitasi sekolah dalam APBD karena kesalahan dalam
menafsirkan Peraturan Menteri Keuangan tentang DAK.53 Jika
dihitung secara keseluruhan sekolah-sekolah yang rusak pada
tahun 2010: SD sebanyak 1.320 gedung dari total 4.933 gedung,
SMP sebanyak 141 gedung dari 213 gedung, SMA sebanyak 22
dari total 44 gedung. Namun pemerintah Kabupaten Kediri
beralasan berbeda yaitu, karena anggaran untuk tahun 2010
banyak dihabiskan untuk persiapan pembiayaan pilkada.54
Meskipun Sutrisno mengatakan biaya untuk melanjutkan
pembangunan SLG pada tahun 2010 tidak lagi mengambil dari
dana milik rakyat melalui APBD, tetapi menurut Erjik Bintoro,
ketua DPRD Kabupaten Kediri, pada tahun 2010 ini tim anggaran
telah meminta 15 miliar untuk penambahan pembangunan
proyek SLG.55 Dari sini bisa disimpulkan bahwa alasan Pemkab
Kediri bahwa mereka tidak bisa merehabilitasi sekolah karena
anggarannya digunakan untuk membiayai pilkada tidak bisa
diterima, karena kenyataannya mereka masih meminta anggaran
untuk melanjutkan pembangunan proyek SLG.

51
Data ini dimuat di Radar Kediri, 24 Mei 2007. Tentang jumlah sekolah yang rusak
serta anggaran yang diberikan untuk pendidikan di kabupaten Kediri pada tahun
2007 berasal dari data yang dikumpulkan oleh Radar Surabaya.
52
http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=19202.
53
Tempo Interaktif tanggal 3 Februari 2010.
54
Beritajatim.com tanggal 19 Januari 2010.
55
Tempo Interaktif tanggal 14 Desember 2009.
Dampak Kepemimpinan Elitis 39

E. Jembatan Yang Dibutuhkan Rakyat


Malah Tidak Dibangun

Ketika proyek SLG dibangun dengan biaya ratusan miliar


rupiah dengan manfaat yang masih belum jelas bagi rakyat kecil,
ada ironi lagi yang terjadi Kabupaten Kediri: di wilayah selatan
Kabupaten Kediri pemerintah telah merencanakan pembangunan
jembatan yang melintasi Sungai Brantas sejak tahun 2005,
tetapi sampai sekarang tidak pernah terrealisir. Jembatan ini
menghubungkan dua kecamatan yang ada di wilayah barat
Sungai Brantas dengan wilayah kecamatan yang ada di timur
Sungai Brantas, yaitu wilayah Kecamatan Ngadiluwih dengan
wilayah Kecamatan Mojo.56
Selama ini, rakyat Kabupaten Kediri yang ada di wilayah
Kecamatan Mojo dan sekitarnya, jika akan menuju ke Kota
Kediri atau ke pusat pemerintahan Kabupaten Kediri atau akan
menuju ke Tulungagung untuk menjual hasil-hasil pertanian
harus menggunakan fasilitas tambangan (menyeberangi sungai
menggunakan perahu) atau jika tidak, maka harus berputar
menuju wilayah Kota Kediri dan menyeberang di jembatan
Bandar Kidul. Cara ini dirasa sangat memberatkan bagi rakyat
Kabupaten Kediri yang ada di wilayah Mojo dan sekitarnya,
karena biayanya tentu bertambah mahal. Misalnya, untuk bisa
sampai ke Ngadiluwih dengan hasil pertaniannya, mereka
harus memutar dengan jarak tempuh 40 km melewati Muning
dan menyeberang di jembatan Bandar, Kota Kediri. Ongkos
kendaraan bisa mencapai Rp 100.000.
Menurut salahsatu anggota DPRD, Rachman, terbengkalainya
infrastruktur jembatan bukan karena Pemkab tidak mampu
membangunnya. Tetapi karena tidak ada kemauan. Menurut
Rachman, DPRD sudah menyetujui anggaran Rp 18 miliar untuk
APBD 2006 untuk dana pembebasan lahan dan studi kelayakan.
Pembangunan jembatan ini juga mendapat sambutan positif
provinsi dan pusat. Karena Kementerian Pekerjaan Umum di
Jakarta yang ketika itu masih bernama departemen, siap dengan
56
Tepatnya jembatan tersebut direncanakan di Desa Banggle, Ngadiluwih di sebelah
timur Sungai Brantas membentang ke sebelah barat Sungai Brantas di Desa Tam-
bibendo, Mojo, http://dprdkedirikab.go.id.
40 Muslim AlHaraka

kerangka logam dari Spanyol. Karena Pemkab Kediri tidak


merespon dengan baik, akhirnya dialihkan ke wilayah lain.
Anehnya, pikiran bupati Sutrisno sama sekali tidak nyambung
dengan pikiran rakyatnya. Jika rakyatnya berpikir lebih maju,
dimana pembangunan jembatan dilihat secara fungsional
dan bisa memberikan manfaat secara praktis kepada rakyat,
maka bupatinya berpikir akan membangun jembatan seperti di
Australia yang bisa menjadi tempat wisata.57 Jadi memang aneh
pikiran Sutrisno ini. Apa yang dipikirkan bukan atas kepentingan
rakyat, tetapi atas kepentingan dan mimpinya sendiri.
Padahal infrastruktur ini menjadi kebutuhan no. 4 bagi
masyarakat Kabupaten Kediri. Respon ini dibuktikan dengan
302 jawaban yang diberikan untuk item tersebut. Masyarakat
juga menegaskan bahwa selama kepemerintahan Sutrisno
pembangunan infrastruktur selalu diabaikan. Tidak ada satu
responden pun yang menjawab bahwa pemerintah telah
memperhatikan pembangunan infrastruktur58.

F. Petani: Konflik Tanah dan Sulitnya Sarana


Produksi Pertanian

Di wilayah Kabupaten Kediri banyak sekali konflik tanah


yang terjadi.59 Konflik ini terjadi tidak hanya saat ini, tetapi
sejak zaman kerajaan. Pada jaman kerajaan, konflik tanah
terjadi antar kerajaan dan antara rakyat dengan kerajaan
yang,60 berpegang pada teori milik raja (vorstendomein) yang
mengatakan bahwa seluruh tanah milik raja.61 Tanah-tanah
itu dibagi-bagikan penggarapannya oleh raja melalui bekel.62
57
Ibid., dprdkedirikab.go.id.
58
Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan
Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010.
59
Sejak tahun 1999 para penggerak yang sekarang tergabung dalam Perkumpulan
ALHARAKA melakukan advokasi petani yang terlibat konflik tanah di Kediri. Dari
catatan kasus yang diadvokasi ALHARAKA saja ada 6 kasus. Belum lagi kasus-kasus
lain yang tidak diadvokasi ALHARAKA.
60
Abdon Nababan dalam makalah Peta Penjarahan Hutan Nasional, Kelompok Kerja
Pemantauan Kebijakan, FWI
61
Suhartono W. Pranoto, Parlemen Desa, Lapera Pustaka Utama, 2000, h. 19.
62
Suhartono W. Pranoto, Apanege dan Bekel: Perubahan Sosial Di Pedesaan Sura-
karta 1830-1930, dalam artikel Mustain Mashud di http://mustainfisip.blogspot.
com.
Dampak Kepemimpinan Elitis 41

Di masa-masa setelahnya konflik tanah tidak pernah berhenti.


Kebijakan pertanahan tidak pernah menguntungkan petani
sebagai aktor utama dalam pemanfaatan tanah.63
Untuk saat ini konflik antara petani dengan penguasa tanah
(Perum Perhutani dan perusahaan/PTPN) di wilayah Kabupaten
Kediri terjadi secara terus menerus, naik turun. Konflik ini terjadi
karena adanya kesenjangan penguasaan dan kepemilikan tanah
dan terancamnya eksistensi diri para petani.64
Selama 10 tahun Sutrisno menjabat sebagai bupati Kediri
sama sekali tidak ada upaya untuk menyelesaikan, bahkan
intensitas konflik bertambah besar. Misalnya untuk kasus tanah di
Kecamatan Ngancar, antara petani di tiga desa: Sempu, Babadan
dan Sugihwaras dengan PT. Sumber Sari Petung. Bupati Kediri
pada tahun 2000 mengeluarkan surat yang menjadi dasar bagi
BPN untuk membuat surat keputusan bahwa tanah yang menjadi
obyek sengketa bisa didistribusikan ke petani. Namun ketika PT.
Sumber Sari Petung mengambil kembali tanah tersebut, bupati
Kediri sama sekali tidak melakukan pembelaan ke petani.65 Alih-
alih berupaya membantu petani untuk mendapatkan haknya,
di tempat yang berbeda pemerintahan Sutrisno justru terlibat
konflik dan mengambilalih tanah yang digarap petani.66
Disamping persoalan akses terhadap tanah, juga persoalan
sarana produksi (pupuk, benih dan obat-obatan) yang dibutuhkan
petani ketika musim tanam. Pada musim tanam kedua tahun
63
Lebih lanjut tentang konflik tanah yang terjadi, terutama di Jawa Timur bisa dibaca
di Herlambang Perdana, ed, Penindasan Atas Nama Otonomi, Pustaka Pelajar dan
LBH Surabaya, 2000.
64
Mustain Mashud, Mengantisipasi Booming Konflik Agraria 2012 di Jawa Timur,
dalam paper yang dipublikasikan melalui http://mustainfisip.blogspot.com.
65
BPN mengeluarkan SK No. 66/HGU/BPN/2000 yang berdasar pada surat Bupati
Kediri tanggal 18 Agustus 2000 nomor 593/1579/421.01/2000 yang menyatakan
telah mengadakan inventarisasi dan pengukuran keliling terhadap tanah seluas
2.500.000 m2 (250 Ha) yang akan di redistribusikan kepada masyarakat, seb-
agaimana diuraikan dalam lokasi peta Usulan Obyek Landreform tanah bekas HGU
PT Perkebunan Sumber Sari Petung pada tanggal 16 Agustus 2000, informasi ini
bisa dilihat di www.alha-raka.org.
66
84 Kepala Keluarga (KK) warga Desa Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabu-
paten Kediri menggugat Bupati Kediri ke PTUN. Bupati dituding telah merampas
tanah garapan yang mereka kelola selama ini. Tanah perkebunan seluas 280 hektar
yang sebelumnya dikuasai PTPN X, oleh Bupati Kediri telah dialihkan pengelolaan-
nya kepada PD Margomulyo. Dalam kasus ini petani tidak ingin memiliki, tetapi
menyewa. Dengan pengambilalihan ini petani kehilangan mata pencahariannya.
Berita ini dikutip dari Duta Mayarakat, tanggal 16 November 2009.
42 Muslim AlHaraka

2007, pemerintah Kabupaten Kediri memaksa petani membeli


pupuk urea dengan harga tinggi di kios-kios pupuk. Pemerintah
menganggap itu jatah petani, maka harus dibeli. Padahal yang
dibutuhkan petani pada musim tanam kedua adalah pupuk jenis
ZA yang harganya sudah naik dari 52 ribu rupiah menjadi 80 ribu
rupiah.67 Sementara di tahun 2009 harga pupuk yang melambung
tinggi melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan
pemerintah. Mekanisme pendistribusian pupuk bersubsidi juga
kian menyengsarakan karena petani harus membeli pupuk
satu paket sekaligus dan tidak boleh dijual eceran.68 Kondisi-
kondisi seperti ini terus menerus terjadi, seakan-akan tanpa ada
perhatian dari pemerintah Kabupaten Kediri, di tengah-tengah
pemerintahan Kabupaten Kediri sibuk dengan SLG-nya.
Disamping pupuk, penguasaan benih juga menjadi persoalan
yang cukup mendasar di Kabupaten Kediri. Di Kabupaten
Kediri berdiri beberapa perusahaan benih bersertifikat yang
dimiliki oleh pemilik modal lokal dan bahkan internasional.69
Perusahaan benih tersebut bekerjasama dengan petani dalam
melakukan proses pembenihan. Dalam jangka pendek kerjasama
ini kelihatan menguntungkan,70 tetapi dalam jangka panjang
petani akan tergantung kepada perusahaan benih (dan ini sudah
terjadi sekarang). Pemerintah Kabupaten Kediri sejak lama, tidak
peduli dengan kondisi ini, bahkan mendukung langkah-langkah
yang dilakukan oleh perusahaan pembenihan. Apalagi ketika
Sutrisno menjadi Bupati Kediri, karena Sutrisno adalah mantan
petugas lapangan PT. Bisi International.

67
Radar Kediri, tanggal 30 April 2007.
68
Surabaya Pagi, 23 Januari 2009.
69
Perusahaan internasional yang didirikan di Sumberagung Plosokalten Kediri adalah
PT. Bisi International.
70
Pernyataan ini pernah diungkapkan Daim, petani Desa Krenceng Kepung, yang
pernah menjadi mitra PT. Bisi. Padahal jika dihitung secara lebih rinci, dalam
jangka pendekpun petani tetap sangat rugi. Misalnya untuk benih jagung, petani
akan diberi secara cuma-cuma benih jagung bersertifikat oleh perusahaan sesuai
dengan kebutuhan tanam. Pada saat panen, perusahaan akan membeli seluruh hasil
panen (sesuai perjanjian dibeli semua tak tersisa) seharga Rp 1.400. Setelah dipipil,
dikeringkan, diberi fungisida dan dikemas di pabrik, perusahaan benih menjual
dengan harga Rp 34.000. Dengan hanya memberi label perusahaan benih untung
Rp 32.600, sedangkan bagi petani setelah dikurangi biaya tanam, perawatan, dan
panen satu kilogram hanya Rp 400.
Dampak Kepemimpinan Elitis 43

Pandangan masyarakat Kabupaten Kediri mendudukkan


pertanian sebagai persoalan penting kedua yang tidak bisa
diselesaikan. Rata-rata responden sejumlah 740 jawaban
mengatakan sulit dan mahalnya harga saprodi, rusaknya saluran
irigasi, dan rendahnya harga jual panen sebagai masalah yang
terjadi sepanjang 3 tahun (2007-2010)71.
Pada akhirnya hanya 87 jawaban dari masyarakat yang
mengatakan bahwa pemerintah berperan untuk menyelesaikan
persoalan pertanian. Angka ini sangat kecil dibanding peran
pemerintah dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan dengan
102 jawaban. Padahal pada tahun 2008, Kabupaten Kediri
merupakan salah satu lumbung padi dengan angka produksi
331.545 ton atau sekitar 10 persen dari target produksi Jawa
Timur72.Artinya, meskipun pemerintah telah mengupayakan
benih jagung murah dan pupuk bersubsidi ternyata berjalan
tidak semestinya. Bahkan dengan rentetan peristiwa gagal panen
mendorong pemerintah Kabupaten Kediri membuat kebijakan
agar para petani padi beralih tanam ke palawija.73

71
Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan
Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010.
72
Kediri, kompas.com Minggu, 9 Maret 2008 | 18:49 WIB, NIK.
73
Tempo Interaktif, Kediri, Jumat, 13 Juli 2007 | 17:15 WIB, Dwidjo U. Maksum.
45

Bagian III

Pola Dan Strategi


Dalam Membangun
Kepemimpinan Politik
Dari Bawah

1. Rakyat Desa Mengorganisasi Diri

A. Rekrutmen Penggerak Kelompok dari Desa

Dalam bab ini secara spesifik akan menelusuri pengalaman


tentang kepemimpinan politik di tingkat pemerintahan yang
paling bawah (desa). Kepemimpinan ini akan ditelusuri dari
proses rekrutmen, kaderisasi, hingga proses perebutan pemimpin
politik. Dalam bab ini memang dipilih sebuah desa terpencil di
Kecamatan Semen, dimana ada perempuan desa dari kalangan
bawah yang menjadi kepala desa. Sesuatu yang mustahil terjadi
jika melihat posisi perempuan di desa yang terpuruk karena
budaya patriarki telah menjadi harmoni dalam relasi kuasa
selama ini.
Pengalaman tentang kepemimpinan politik tidak bisa lepas
dari pengorganisasian masyarakat yang selama ini telah dilakukan
di Kabupaten Kediri. Pengorganisasian masyarakat di Kabupaten
Kediri berangkat dari sebuah masalah yang benar-benar dihadapi
oleh warga. Mereka didorong untuk menyelesaikan masalah
yang mereka hadapi secara bersama. Namun, hal ini sangat
sulit untuk tiba-tiba mengkonsolidasi banyak orang dengan
46 Muslim AlHaraka

kepentingan yang berbeda dan persoalan bersama yang belum


ditemukan. Karena masing-masing orang biasanya membawa
masalah sendiri-sendiri yang acapkali berbeda. Langkah pertama
yang ditempuh adalah menemukan siapa yang berpengaruh di
komunitas tersebut. Berpengaruh ini tidak berarti seorang tokoh
dan pejabat, tetapi biasanya orang yang memiliki mobilitas
tinggi, memiliki sikap ingin maju dan berubah serta senang
berorganisasi.
Rekrutmen penggerak ini sebenarnya bukan satu masalah
besar yang harus ditemukan dalam mengawali pengorganisasian.
Karena biasanya penggerak ini tanpa kita sadari dalam pertemuan
ke pertemuan akan muncul dengan sendirinya. Siapa yang
konsisten dengan sebuah gagasan, siapa yang sabar dalam
memediasi masalah dan siapa yang telaten dalam menyusun
acara-acara pertemuan. Dialah yang akan menjadi penggerak.
Untuk menemukan kader atau penggerak cara yang paling
mudah adalah melihat aktivitas dalam sebuah pertemuan
masyarakat. Pertemuan ini dibuat untuk membicarakan apa
masalah mereka dan bagaimana cara menyelesaikannya. Biasanya
dalam sebuah pertemuan di komunitas, calon penggerak ini
lebih aktif dalam menyampaikan gagasan dan ide-idenya dapat
diterima oleh anggota kelompok. Karena dalam setiap kelompok
pasti muncul orang yang aktif berbicara tetapi dia tidak diterima
oleh anggotanya. Nah yang pertamalah yang biasanya akan
menjadi penggerak atau kader kelompok. Sedangkan yang kedua,
biasanya hanya menjadi vocal point saja di kelompok, bukan
kader atau penggerak.
Penggerak ini biasanya lahir dari sebuah masalah di
komunitasnya. Masalah yang dirasakan oleh semua warga sehingga
perlu untuk diselesaikan. Di Dusun Dasun Desa Joho, Kecamatan
Semen Kabupaten Kediri, awal mula pengorganisasian diawali
dari seorang penggerak yang didukung dan menjadi anggota
perkumpulan ALHARAKA untuk melakukan pengorganisasian.
Sesuai dengan kaidah pengorganisasian yang selama ini dipegang,
pengorganisasian dilakukan melalui proses yang terencana dan
secara sadar dilakukan untuk melakukan perubahan.
Pola dan Strategi 47

Peta Desa Joho


48 Muslim AlHaraka

Tulisan berikut ini ingin merekam pengalaman tentang


perebutan kepemimpinan politik di desa yang bernama Desa
Joho. Desa Joho berada di Kecamatan Semen Kabupaten Kediri.
Berdasarkan cerita rakyat pada masa dahulu, Joho merupakan
dusun yang menjadi bagian dari Desa Pagung. Semula merupakan
dusun yang masih berupa hutan belantara. Karena luasnya
wilayah Desa Pagung kemudian, Kepala Dusun Joho mengajukan
permintaan kepada Pemerintah agar Dusun Joho bisa berdiri
sendiri, tidak lagi menjadi bagian dari Desa Pagung, tetapi
menjadi sebuah desa yaitu Desa Joho. Akhirnya permintaan
tersebut terkabulkan dengan konsekuensi perangkat Desa Joho
mendapatkan bengkok sedikit.
Secara geografis Desa Joho terletak pada wilayah barat
jalur ke Gunung Wilis, memiliki potensi yang cukup strategis
dengan luas wilayah 371.999 Ha yang tersebar di sembilan
dusun yakni Dusun Dasar, Dusun Joho, Dusun Glemboh,
Dusun Karangnongko, Dusun Igir-igir, Dusun Genengan, Dusun
Dasun, Dusun Nongkopait dan Dusun Gowokmenco. Desa Joho
Kecamatan Semen merupakan desa dengan jumlah penduduk
4.307 jiwa yang terdiri dari 1.695 jiwa penduduk laki-laki dan
1.712 jiwa penduduk dengan jenis kelamin perempuan.
Perekonomian Desa Joho secara umum didominasi sektor
pertanian yang sistem pengelolaannya masih sangat tradisional
(pengolahan lahan, pola tanam maupun pemilihan komoditas
produk pertaniannya). Produk pertanian Desa Joho untuk lahan
basah (sawah) masih monoton pada unggulan padi dan sedikit
palawija, hal ini diakibatkan adanya struktur tanah yang belum
tepat untuk produk unggulan pertanian di luar sentra padi.
Pertanian di Desa Joho juga ditopang dengan kegiatan peternakan
antara lain sapi, kambing, dan ayam. Meskipun kondisi tanah
yang tergolong subur, tetapi tidak bisa mendongkrak penghasilan
masyarakat. Minimnya ketersediaan pekerjaan menyebabkan
banyak pemuda desa merantau keluar dan bekerja di kota.
Sarana pendidikan yang ada di desa ini adalah PAUD, TK, TPA
dan SD. Namun, demikian masih ada juga anak didik yang tidak
bisa meneruskan jenjang pendidikannya lebih tinggi dan banyak
juga jumlah penduduk yang buta huruf. Lulusan SD yang ingin
Pola dan Strategi 49

meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi harus menempuh jarak


15 km.1 Dari sisi kesehatan, terbatasnya pendapatan ekonomi
masyarakat melatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat
tentang pola hidup sehat. Di desa ini ada posyandu 6 unit, 1 orang
bidan desa, dan 7 orang dukun bayi.
Kondisi Dusun Dasun memang sulit. Gambaran tentang
persoalan pertanian diungkapkan oleh salah satu warganya yang
menulis di sebuah majalah sebagai berikut:

Waktu proses tanam dilakukan, untuk memenuhi keperluan


bibit dan pupuk, aku harus ngutang kepada juragan pupuk.
Aku berjanji akan membayar harga pupuknya juga ditambah
anake saat panen. Biaya yang berlipat-lipat menjadi hal
lumrah dan menjadi ungkapan, tidak membawa pulang
uang setelah panen. Uang hasil panen habis untuk membayar
hutang. Himpitan utang menambah beban tersendiri bagi
seorang petani, beginilah kenyataannya.
Coba bayangkan, lahan tempatku menanam harus berbagi
dengan lahan perhutani, bibit padi harus kubeli, pupuk juga
milih-milih yang sesuai dengan kebutuhan bibit kalau tidak
ingin padi rusak, modal yang sedikit membawaku ke praktek
renternir, anehnya lagi saat panen harga jual gabah rendah.
Kenapa harga gabah lebih murah dari harga BBM, pikirku.
Aku sangat marah?. Tapi apa yang bisa aku lakukan?2

Pada awal 2003, di Dusun Dasun Desa Joho, Kecamatan


Semen Kabupaten Kediri, awal mula pengorganisasian diawali
dari sekelompok mahasiswa STAIN Kediri yang melakukan
Kuliah Kerja Nyata di Dusun Dasun.3 Dalam kegiatan yang hanya
dilakukan selama satu bulan tersebut ditemukan sebuah masalah
dimana anak-anak tidak memiliki pendidikan agama yang reguler
seperti TPA (Taman Pendidikan Al Quran) pada umumnya di
sebuah desa. Karena itu mereka menggagas pendirian TPA.
1
Pembuka Pintu Kemajuan Dasun, Media Sipil, No. 60/ , September 2004,
h.21.
2
Kemerdekaan Masih Jauh Dari Desaku, Media Sipil.
3
Dusun Dasun masuk wilayah Desa Joho yang terdiri dari 9 Dusun yang dipimpin
satu Kades dan tiga Kasun. Dusun yang ada yakni Nongkopait, Gowokmenco-
Nongkokerep, Joho-Glemboh, Genengan, Dasun, Dasar, Igir-igir, Karangnongko.
Penduduk terbanyak di Dusun Dasun, dan kedua Gowokmenco.
50 Muslim AlHaraka

Namun setelah kegiatan KKN selesai, TPA tidak berjalan lagi


dan mengalami kevakuman yang lama.
Pada akhir tahun 2003, masyarakat mulai lagi
menyelenggarakan kegiatan dalam rangka menyelesaikan
persoalan pendidikan agama yang dikelola secara bersama-
sama karena TPA yang pernah didirikan mengalami kevakuman.
Di dusun Dasun memang belum ada TPA yang berjalan dan
dikelola dengan baik Ibu-ibu warga dusun dan takmir masjid
yang sebagian besar laki-laki kemudian membangun TPA
lagi dengan memanfaatkan masjid setempat untuk dikelola
secara lebih terprogram. TPA yang diberi nama Darussalam itu
selanjutnya bisa berdiri secara mandiri, dengan 8 guru pengajar
dan 45 santri.
Setelah proses belajar di TPA mulai berjalan, simpati dari
warga lain mulai berdatangan, karena semua warga senang kalau
anaknya bisa belajar al Quran. Kepercayaan warga terhadap
para pengelola TPA dimanfaatkan sebagai bagian penting untuk
melihat persoalan lebih luas. Sehingga, pengurus TPA mengajak
orangtua murid untuk lebih intensif lagi dalam berkumpul
membicarakan masalah yang dihadapi TPA. Awalnya melakukan
pertemuan-pertemuan tidak terencana membicarakan masalah
yang dihadapi, tetapi kemudian mereka secara terfokus
membicarakan kemajuan pendidikan di dusunnya dalam
berbagai pertemuan.
Pada awal 2004, setelah hampir 6 bulan berdirinya TPA,
intensitas kegiatannya terus berkembang. Kemudian para
pengurus TPA berinisiatif mengadakan lomba antar TPA.
Kegiatan lomba TPA ini dilakukan dengan menjalin kerjasama
bersama organisasi Kecamatan yakni: Persatuan Anak Santri
(PASTI) se-Kecamatan Semen. Pertimbangannya dilakukan
acara lomba ini adalah agar pendidikan di Semen, khususnya
di Dusun Dasun mendapat perhatian dari pihak-pihak yang
berwenang. Untuk itu, mereka mengundang seluruh jajaran
pemerintah, mulai tingkat desa hingga kabupaten. Bahkan wakil
bupati bisa menghadiri kegiatan tersebut. Hal ini merupakan
keuntungan tersendiri, karena sejak acara tersebut, TPA-TPA
di Kecamatan Semen mulai diperhatikan.
Pola dan Strategi 51

Setelah pendidikan anak-anak terselesaikan, para pengurus


kemudian mendorong kegiatan lain di dusun. Akses jalan yang
rusak membuat situasi kesehatan di Dusun Dasun memburuk.
Untuk berobat, masyarakat harus mendatangkan mantri (petugas
kesehatan), dan jika tidak sembuh akan ke dukun sebagai
alternatif penyembuhan di sekitar desa tersebut. Kesadaran
tentang kesehatan ini juga dikarenakan pendapatan mereka tidak
memenuhi untuk berobat ke rumah sakit atau dokter. Masalah
lain tentang akses jalan rusak yang menghambat perkembangan
pendidikan anak di dusun tersebut. Selain itu, pendapatan
rendah ini seringkali menggiring mereka masuk dalam jebakan
rentenir, karena mereka membutuhkan dana pengobatan dan
pendidikan bagi keluarganya.
Salah satu guru TPA itu adalah Nurpiah, yang kemudian
menjadi seorang penggerak dan juga pengurus Muslimat NU.
Nurpiah sebagai isteri pengurus RT mengajak ibu-ibu lain
untuk membuat makanan kecil, berupa kripik pisang. Seiring
berjalannya waktu, hasil produksi Nurpiah mulai diterima pasar.
Hal ini karena kualitas produksinya cukup baik, renyah, dan juga
rasanya berbeda dengan yang ada di pasar-pasar. Merasa pesanan
semakin banyak, ia mulai mengajak tetangga-tetangga untuk
memproduksi kripik pisang. Mengetahui permintaan pesanan
semakin meningkat, akhirnya para penggerak mengajak orang-
orang yang membuat kripik untuk bertemu. Dari pertemuan
ini disepakati hasil produksi kripik pisang dijadikan satu dan
menunjuk salahsatu penggerak yang mempunyai keahlian
bisnis, yakni Sulastri untuk memasarkan. Sejak saat itu, selain
menerima pesanan, produk-produk tersebut juga dipasarkan ke
toko-toko di Kota Kediri seperti di Podotrimo dan Puhsarang.
Dari kegiatan bersama itu, ikatan sosial sudah mulai tumbuh dan
mereka mau diajak diskusi-diskusi tentang berbagai persoalan
yang dihadapi.
Ikatan sosial yang semakin baik antar warga Dusun Dasun
membuat mereka merencanakan kegiatan lain. Momentumnya
adalah ketika ada program nasional tentang Program Raskin
(beras untuk warga miskin). Di RT 1 Dusun Dasun menerima
Program Raskin sebanyak 6 kg per kepala keluarga (KK).
52 Muslim AlHaraka

Kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan dan menjadi tanggungan


Nurpiah, sebagai Ibu RT. Pembagian Program Raskin dihadiri
ibu-ibu karena berhubungan dengan kebutuhan rumahtangga.
Dari pertemuan ibu-ibu setiap bulan, muncul gagasan untuk
membentuk arisan beras 1 kg per orang yang diikuti oleh
warga RT 1. Arisan beras ini dimaksudkan agar anggota bisa
menyisihkan beras yang diterima. Selain untuk kas kelompok,
bisa dimanfaatkan untuk membantu warga yang sangat
membutuhkan. Anggota juga memiliki tabungan beras melalui
arisan tersebut. Bentuk kegiatan arisan mempermudah intensitas
pertemuan antar ibu-ibu dan menjadi awal gerakan perempuan
menemukan bentuknya.
Dari pengalaman menjalankan kegiatan-kegiatan bersama,
secara langsung mereka belajar tentang pengorganisasian,
analisis masalah, hingga manajemen kelompok. Kegiatan-
kegiatan yang dijalankan selalu berangkat dari masalah yang
dihadapi saat itu, kemudian dianalisis bersama sehingga
ditemukan penyelesaian. Dari satu masalah ke masalah lain
membuat pengorganisasian kelompok berjalan dengan efektif
dan tanpa disadari meningkatkan kemampuan kader dan
penggerak kelompok.
Pola inilah yang kemudian dikembangkan untuk melakukan
perekrutan kepemimpinan yang benar-benar berbasis dari bawah.
Salah satu indikator kepemimpinan adalah adanya pemimpin
atau calon pemimpin yang tumbuh melalui berbagai masalah
yang terjadi. Calon pemimpin ini tumbuh di kalangan kader-
kader kelompok yang ada dalam struktur informal masyarakat.
Banyaknya kader yang muncul bisa lebih dari satu orang dalam
satu kelompok. Jika kita lihat dalam sebuah kelompok, biasanya
ada pola pemilihan struktur pengurus atau penanggung jawab
dalam sebuah kegiatan. Orang-orang inilah yang jika ada
pembentukan organisasi kelompok akan menjadi pengurus.
Biasanya dalam organisasi kelompok tersebut, mereka akan
menduduki posisi: ketua, sekretaris dan bendahara. Sebuah
struktur organisasi yang paling sederhana.
Pola dan Strategi 53

B. Mendorong Berdirinya Organisasi

Untuk menumbuhkan kepemimpinan arus bawah, tidak


serta-merta pemimpin itu muncul dan menjadi garda terdepan
dari kelompoknya dalam menyelesaikan masalah. Dalam kultur
Jawa dan pedesaan, pemimpin itu memikul beban berat dan
sebuah kepercayaan. Sehingga, mereka cenderung tidak mau
untuk dipilih sebagai pemimpin. Masyarakat Jawa percaya
bahwa pemimpin haruslah orang yang berpendidikan tinggi atau
memiliki ilmu yang lebih tinggi. Maka, persoalan kepemimpinan
biasanya dikendalikan oleh struktur lama yang telah berkuasa di
sebuah komunitas yang berangkat dari genetikal atau keturunan,
orang kaya, orang berpendidikan atau penguasa yang ditunjuk
oleh penguasa yang lebih tinggi levelnya.
Pola kepemimpinan keturunan ini memang mengadopsi dari
struktur dan budaya kerajaan dimana jika ayahnya seorang raja,
maka anak laki-lakinya juga akan meneruskan menjadi raja.
Sama halnya dalam pola kepemimpinan saat ini. Jika ayahnya
menjadi pemimpin lokal, maka anaknya juga akan didorong
menjadi pemimpin baru kelak kemudian hari. Selain pola ini
juga ada pola siapa yang berkuasa secara ekonomi mereka akan
menguasai masyarakat di sekitarnya. Pola penguasa ekonomi ini
dulu dipraktikkan oleh kolonial Belanda. Mereka yang memiliki
akses ekonomi juga menguasai akses politik. Sehingga orang
miskin tidak punya peluang untuk berkuasa. Budaya ini berlanjut
dengan munculnya pemimpin lokal berdasarkan uang atau
kekayaan dapat menjadi kepala desa dan pemimpin lainnya.
Jika pola kepemimpinan keturunan dan kekayaan tidak berlaku
dalam sebuah transisi pemimpin, biasanya kemudian yang
terjadi adalah sistem tunjuk dari pemimpin di atasnya. Dalam
era Orde Baru, calon pemimpin harus memiliki rekomendasi atau
disetujui oleh pemimpin di level atasnya. Misalnya, seorang lurah
tidak mungkin terpilih jika camat tidak setuju. Atau pemimpin
RT tidak akan berani melawan lurah. Dan seterusnya.
Pola kepemimpinan yang elitis itulah yang mengakibatkan
budaya kepemimpinan arus bawah tidak bisa tumbuh dengan
baik di pedesaan. Sehingga, pengalaman tentang menumbuhkan
54 Muslim AlHaraka

sebuah kepemimpinan yang benar-benar mengakar dari rakyat


paling bawah seperti di Dusun Dasun menjadi peristiwa penting
dalam pola kepemimpinan ideal. Munculnya calon pemimpin yang
berasal dari calon kader yang mendorong komunitas warganya
menyelesaikan masalah-masalah kecil secara terus menerus,
menjadikan mereka sosok yang ideal dalam konteks pemimpin
rakyat. Pemimpin harus berpihak kepada kelompok atau warga
miskin dan lemah demi keadilan. Ini bertolak belakang dengan
situasi pemimpin yang terjadi saat ini, dimana pemimpin justru
merugikan warga miskin dan lemah. Pemimpin sekarang justru
melindungi kepentingan kaum mapan dan kaya, sehingga jauh
dari keadilan.
Pemimpin rakyat yang tumbuh dari kader dan penggerak
memiliki peran yang sangat besar dalam membela kelompoknya.
Hal ini berlawanan dengan keberpihakan pemimpin formal
di dalam struktur yang sudah ada. Mereka tidak menjadikan
warganya sebagai skala prioritas dalam kepemimpinannya,
bahkan seringkali berseberangan. Bagaimana menumbuhkan
pemimpin rakyat di pedesaan? Pengalaman di Dusun Dasun
Desa Joho cukup baik untuk kita telusuri. Karena strategi
dalam membangun kepemimpinan politik yang berangkat dari
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi warga desa cukup
efektif. Dalam sebuah kepemimpinan harus ada masalah besar
yang dihadapi, organisasi sebagai alat menyelesaikan, struktur
pemimpin yang menggerakkan, dan aturan-aturan dasar sebagai
prinsip bersama.
Masalah dasar yang dihadapi oleh warga Dusun Dasun
mula-mula pendidikan anak. Setelah pendidikan anak dapat
dijawab dengan berdirinya TPA, kemudian muncul masalah dasar
ekonomi. Sebagian warga desa, pendapatannya tidak menentu
dan bergantung musim karena mengandalkan sektor pertanian.
Sehingga mereka berinisiatif untuk membuat kripik pisang sebagai
bentuk usaha sampingan untuk meningkatkan pendapatan
keluarga. Sebagai keluarga miskin, mereka mendapatkan beras
dari Program Raskin yang kemudian dibuat arisan besar. Dalam
perkembangannya, arisan beras dikembangkan menjadi koperasi.
Karena warga desa seringkali berbenturan dengan modal usaha
Pola dan Strategi 55

pertaniannya jika menjelang masa tanam4, dari menyediakan


bibit hingga pupuknya. Permodalan selama ini menggantungkan
diri dari rentenir yang datang ke desanya.
Dari masalah permodalan dan ketergantungan terhadap
rentenir, kemudian warga dusun mengorganisir diri dalam
pendirian koperasi simpan pinjam. Pembahasan pembentukan
koperasi ini dilakukan dalam pertemuan ibu-ibu dalam kegiatan
arisan yang selama ini mereka lakukan. Dalam pertemuan itu, ibu-
ibu menyetujui kegiatan arisan dikembangkan menjadi koperasi.
Harapan mereka koperasi yang akan dikembangkan nanti bukan
koperasi yang selama ini terjadi di Indonesia, sebagaimana
yang digalakkan oleh rezim Orde Baru. Koperasi justru banyak
dimanfaatkan dan dikuasai oleh pemilik modal besar. Koperasi
yang dikembangkan benar-benar koperasi yang berangkat dari
bawah, dari anggota terutama warga miskin. Untuk mencari
informasi tentang koperasi, beberapa warga mencari informasi
tentang koperasi ke berbagai sumber sambil terus mengadakan
kegiatan-kegiatan simpan pinjam dan sebagainya.
Dalam diskusi awal tentang pembentukan koperasi,
teridentifikasi ada enam warga Dusun Dasun yang menjadi
anggota sebuah koperasi di Kecamatan Semen. Mereka menjadi
anggota untuk merasakan kemudahan dalam meminjam
uang saat membutuhkan dana cepat. Namun setelah mereka
diminta untuk memaparkan tentang bagaimana keanggotaan
mereka di koperasi tersebut, ternyata sifat keanggotaan mereka
hanya sebatas membayar kewajiban dan menerima pinjaman.
Mereka tanpa pernah dilibatkan dalam perumusan AD/ART,
pengambilan keputusan, dan tidak pernah mendapat bagian dari
SHU (Sisa Hasil Usaha) koperasi seperti organisasi koperasi yang
semestinya.5
Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri kurang lebih 20
orang ibu-ibu, mereka diajak berdiskusi tentang koperasi dan
pengalaman enam warga Dusun Dasun yang menjadi anggota
koperasi di Kecamatan Semen. Pertemuan itu menghasilkan
4
Masa tanam adalah waktu para petani mengolah lahannya.
5
Koperasi semacam ini banyak dijumpai di daerah-daerah, dimana anggota dari
koperasi adalah nasabah. Koperasi seperti ini biasanya dimiliki orang-orang ber-
modal besar.
56 Muslim AlHaraka

kesepakatan pendirian koperasi akan segera dilakukan dengan


mengajak warga lain sebanyak mungkin. Akhirnya dalam bulan
Juni 2006, rapat pembentukan koperasi diikuti 25 orang ibu-
ibu Dusun Dasun. Dalam rapat tersebut menyepakati nama
koperasinya, yaitu Koperasi Sido Makmur, besarnya simpanan
pokok Rp 25.000, simpanan wajib Rp 2.000. Untuk memperkuat
organisasi koperasi yang baru seumur jagung, anggota menyepakati
tentang rencana pelatihan pengelolaan koperasi bagi pengurus
dan anggotanya. Dan saat itu juga Koperasi Sido Makmur telah
mampu memenuhi kebutuhan pinjaman anggota walaupun hanya
ratusan ribu, karena modalnya masih terbatas.
Empat bulan kemudian, para pengurusnya dengan
mengundang semua anggota melakukan pelatihan koperasi
tentang manajemen dan administrasi.

Setelah mengikuti pelatihan, sekarang jadi gamblang.


Bahkan berapa uang yang berputar saat ini sudah bisa
langsung diketahui lewat pembukuan. Tidak menyangka
uang yang ada sudah mencapai 6 juta rupiah, dari modal 450
ribu rupiah, kata Patmi, anggota paguyuban dan koperasi
itu bangga.6

Dari pelatihan tersebut muncul kesadaran di tingkat pengurus


koperasi bahwa pertanggungjawaban keuangan tidak harus pada
akhir tahun, tetapi bisa juga dilakukan setiap bulan. Hal ini
semakin memotivasi mereka untuk lebih memahami manajemen
secara benar.

Dulu sulit sekali untuk melihat berapa simpanan anggota


setiap bulan. Yang sudah ngumpul berapa tidak bisa ngecek.
Nyarinya itu dimana, wong pembukuane ruwet, kata Sulastri,
ketua Paguyuban Sido Rukun.7

Pelatihan koperasi tersebut memberikan sebuah pelajaran


penting bagi pengurus. Sebuah organisasi harus memiliki
perangkat manajemen dan administrasi yang baik agar organisasi
6
Saat Ritme Kehidupan Mulai Berubah, Media Sipil, No. 100/September 2006.
7
Ibid.
Pola dan Strategi 57

tersebut berjalan dengan baik. Sehingga dalam perjalanannya


organisasi tidak berhenti di tengah jalan.
Pengalaman warga dusun dalam mengorganisasikan diri
dalam sebuah wadah mengantarkan mereka pada temuan ilmiah
bahwa menyelesaikan masalah harus menggunakan cara-cara
organisasional. Instrumennya antara lain, ada organisasi atau
wadah, memiliki pengurus dan ada susunan program bersama.
Sehingga, dalam kurun waktu yang bersamaan dengan proses
pendirian koperasi, mereka telah menyepakati sebuah wadah
perjuangan yang diharapkan memayungi seluruh kegiatan yang
lakukan oleh berbagai kelompok: dari pendidikan TPA, arisan,
pembuatan kripik, hingga kegiatan pra koperasi.

C. Paguyuban Dideklarasikan

Gagasan kader Dusun Dasun untuk mendirikan sebuah


paguyuban bersamaan dengan momentum pendirian Koperasi
Sido Makmur. Paguyuban yang akan didirikan ini lebih
ditekankan sebagai payung dari seluruh kelompok. paguyuban
ini mewadahi seluruh kegiatan sosial, pendidikan dan ekonomi
yang selama ini dilakukan warga dusun, khususnya ibu-ibu.
Selain itu menjawab organisasi formal di dusun seperti RT,
RW, dan PKK yang tidak bisa memfasilitasi keinginan warga
dusun untuk lebih sejahtera. Paguyuban ini didirikan bukan
mencari-cari dan mereka-reka program kerja seperti pendirian
sebuah organisasi pada umumnya. Biasanya, organisasi didirikan
kemudian baru menyusun daftar kegiatan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi anggota. Namun, paguyuban perempuan
ini justru menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan yang selama ini
sudah dilakukan oleh anggotanya. Sehingga program kerja dan
strukturnya tinggal melanjutkan dari pengalaman yang selama
ini sudah dikerjakan anggota paguyuban.
Penggerak paguyuban kemudian menyusun sebuah kegiatan
besar yang bertujuan untuk meneguhkan keberadaan organisasi
payung ini dalam acara seremonial berupa deklarasi paguyuban.
Dalam kegiatan tersebut, warga Dusun Dasun mendeklarasikan
sebuah maklumat penting untuk membangun dusunnya. Mereka
58 Muslim AlHaraka

memproklamasikan impian besar di sebuah wilayah kecil. Namun


dari yang kecil itulah, impian besar itu akan tercapai. Dan
impian itu dimulai dengan pendeklarasian sebuah organisasi
yang bernama Paguyuban Perempuan Sido Rukun. Deklarasi
bertujuan agar keberadaan paguyuban diketahui oleh warga
di dusun lain. Deklarasi dianggap sebagai upaya konsolidasi
antar anggota dan masyarakat sekitar, sekaligus mengingatkan
komitmen, solidaritas dan tujuan bersama membangun desa.
Ini adalah proklamasi sebuah perjuangan untuk menyelesaikan
persoalan pendidikan, ekonomi dan politik di sebuah dusun
terpencil.

Deklarasi Paguyuban Perempuan Dasun

Namun, banyak persoalan yang menjadi tantangan acara


deklarasi paguyuban ini, salahsatunya adalah kepengurusan.
Awalnya, ketua pengurus Nurpiah, penggerak sekaligus isteri
pengurus RT. Namun, karena alasan kesehatan akhirnya ada
pergantian pengurus. Sehingga, dalam proses menuju deklarasi
Pola dan Strategi 59

diiringi pergantian ketua paguyuban. Dalam proses pemilihan


pengurus, terpilihlah kader bernama Patemi, seorang kader
yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi dinilai cerdas dan
berpengalaman. Namun, tekanan pihak pemerintah desa terhadap
keberadaan paguyuban membuat Patemi, ketua terpilih, secara
psikologis terguncang.8 Ketua paguyuban kemudian diganti oleh
Sarti, yang memiliki keberanian untuk menghadapi perangkat
desa. Ketika proses deklarasi semakin dekat, Sarti merasa tidak siap
dan mau mengundurkan diri dari ketua paguyuban karena tidak
bisa membaca dan menulis. Pada akhirnya anggota paguyuban
menunjuk Sulastri menjadi ketua paguyuban. Dia seorang kader
muda yang secara pendidikan paling tinggi dan satu-satunya
perempuan di Dusun Dasun yang lulus SMA.
Setelah pergantian pengurus paguyuban, maka diputuskan
juga kepengurusan di masing-masing kelompok yang dinaungi
paguyuban. Ketua Koperasi adalah Nurpiah, Ketua TPA adalah
Suroso, pengurus usaha kripik dipegang oleh Nurjati, sedangkan
Siti Napsiah bertanggung jawab terhadap urusan ternak kambing.
Sedangkan arisan beras menjadi tanggung jawab ibu-ibu RT di
masing-masing dusun, Nurpiah, Mujiati, dan Ponimah.
Para penggerak tahu, merancang kegiatan yang melibatkan
banyak orang apalagi dilakukan oleh perempuan di Dusun
Dasun dianggap tidak wajar. Oleh karena itu perencanaan
deklarasi dibuat dengan hati-hati dan cermat dengan melibatkan
semua anggota. Tanggungjawab dibagi dengan pengangkatan
koordinator kepanitiaan, tugas masing-masing seksi, siapa yang
akan memberikan sambutan mewakili pengurus paguyuban,
dan kapan kegiatan dilaksanakan. Diusahakan dalam setiap
koordinasi selalu dihadiri oleh semua orang yang terlibat dalam
kepanitiaan.
Semua rangkaian persiapan ternyata mampu memberikan
daya tarik bagi warga sekitar. Latihan pementasan, rapat, belanja,
penyebaran undangan, pembuatan konsumsi, pembuatan
8
Tekanan-tekanan dari pihak pemerintahan desa dan beberapa tokoh masyarakat
silih berganti. Tekanan-tekanan tersebut berupa pernyataan pemerintah desa,
apakah perempuan bisa menata desa, apakah orang yang tidak lulus SD mampu
berorganisasi. Tekanan menjelang deklarasi ini dirasakan luarbiasa keras, setelah
sekian tahun menjalankan kegiatan-kegiatan dan tidak ada kendala dari pemerintah
desa.
60 Muslim AlHaraka

panggung, dan lainnya melibatkan seluruh warga dusun: laki-


laki, perempuan, anak-anak, dan remaja. Kesibukan persiapan
juga didengar oleh warga yang tidak terlibat secara langsung,
dan kemudian ikut membantu.
Karena Dusun Dasun adalah wilayah yang terpencil, di pucuk
gunung dan jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Kediri,
maka para penggerak dan kader serta pengurus paguyuban
memikirkan cara bagaimana agar deklarasi itu bisa didengar
banyak kalangan. Tujuannya agar deklarasi memiliki makna
dan menjadi pembicaraan banyak orang. Untuk menjawab
masalah ini, panitia deklarasi paguyuban membuat strategi
dengan mengundang perwakilan pemerintah kabupaten sebagai
alat legitimasi agar tidak ada gangguan dari aparat desa, dan
mengundang calon kader kelompok dari desa lain yang kelak
akan menjadi jaringan antar desa yang bisa dimanfaatkan 9.
Dari Pemerintahan Kabupaten Kediri, panitia mengundang
Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat
(Bakesbanglinmas) Kabupaten Kediri, sebuah badan pemerintah
yang memiliki tugas melakukan pemberdayaan organisasi
masyarakat.
Meskipun tekanan dari berbagai pihak sangat keras, namun
deklarasi bisa dilaksanakan secara baik. Paguyuban Perempuan
Sido Rukun Dusun Dasun Desa Joho Kecamatan Semen akhirnya
resmi berdiri dan dideklarasikan pada 29 Mei 2006. Momentum
ini benar-benar dimanfaatkan secara maksimal oleh para
kader paguyuban untuk menasbihkan diri sebagai organisasi
penting di dusun. Susunan acara dalam pelaksanaan deklarasi
itu sungguh diluar dugaan para tamu yang diundang. Mereka
mengumandangkan pertama kali lagu Indonesia Raya di dusun
itu. Kemudian disusul dengan menyanyikan Mars Paguyuban
Perempuan Sido Rukun10. Berikut teksnya:

9
Pada saat acara deklarasi, warga Manggis di Kecamatan Puncu Kediri diundang.
Setelah satu tahun pulang dari acara deklarasi tersebut, mereka menceritakan
bahwa di Manggis telah didirikan kelompok dengan nama Paguyuban Petani Adil
Makmur Manggis. Hal ini juga terjadi di Manyaran Kecamatan Banyakan, yang
mendirikan kelompok koperasi perempuan.
10
Dalam menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars paguyuban, mereka diiringi
musik dari grup teater Sudra dari Stain Kediri.
Pola dan Strategi 61

Tanah air ini kehidupan kita


Di lereng Gunung Wilis tercinta
Kita dilahirkan dan dibesarkan
Kita harus bersama

Bersatu dan berpadu


Membangun desa kita
Kita satukan cita-cita
Kita kumpulkan sumber daya

Reff :
Mari kita belajar bersama
Mari bekerja bersama-sama
Melalui paguyuban ini
Kita wujudkan desa impian
Desa yang makmur sejahtera11

Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars


Paguyuban, mereka membacakan ikrar sebagai berikut:

Ikrar Paguyuban Perempuan Sido Rukun

Paguyuban perempuan Sido Rukun, menjunjung tinggi


nilai-nilai persaudaraan, demi tercapainya kerukunan, dan
kesejahteraan warga.

Paguyuban perempuan Sido Rukun, selalu peduli terhadap


kebutuhan warga, dalam peningkatan bidang pendidikan,
kesehatan dan ekonomi rumah tangga.

Paguyuban perempuan Sido Rukun, senantiasa belajar


bersama-sama, bekerja bersama-sama untuk mewujudkan
cita-cita bersama.12

Dari kronologi acara tersebut, dapat dikatakan acara deklarasi


tersebut sebagai sebuah peristiwa yang luar biasa karena di
sebuah dusun yang terpencil, ada sebuah acara yang digagas
dan diselenggarakan oleh perempuan-perempuan. Jika dilihat
Profil Paguyuban Perempuan Sido Rukun.
11

Ibid.
12
62 Muslim AlHaraka

dari konsep acaranya, susunan acara demi acara selayaknya


dilakukan oleh sebuah organisasi mapan dan besar. Namun, hal
ini dilakukan oleh perempuan desa yang tidak diperhitungkan
sebelumnya. Bagi masyarakat desa di kawasan pegunungan
seperti di Dusun Dasun, kegiatan tersebut dianggap tidak wajar
jika dilakukan perempuan.
Setelah deklarasi dilakukan, tersiar kabar tentang eksistensi
paguyuban ini sampai di wilayah Kabupaten Kediri. Sehingga,
para anggota semakin sibuk dengan berbagai kegiatan selain
program rutin mereka. Keberhasilan pengorganisasian dengan
mendirikan paguyuban dengan segala kegiatannya, dirasakan
oleh warga Dusun Dasun sebagai berkah. Sehingga, pengurus
termotivasi untuk melacak sejarah dusun dan semua kegiatan yang
pernah ada di Dusun Dasun. Salah satunya, dalam inventarisasi
bidang kebudayaan, mereka menemukan kesenian jaranan
dan lesung.13 Di Dusun Dasun Desa Joho Kecamatan Semen
Kabupaten Kediri, lesung tinggal tersisa satu. Bunyinya yang
khas menjadi daya tarik tersendiri dan mulai digagas oleh ibu-
ibu di Paguyuban Perempuan Sido Rukun untuk dikembangkan
menjadi musik yang bisa merekatkan warga, khususnya oleh
perempuan dari generasi tua.
Kesenian lesung secara tidak langsung mampu menarik
perhatian kelompok tua yang merasa difasilitasi oleh paguyuban.
Kesenian lesung yang pernah melekat di diri perempuan-
perempuan tua tersebut bangkit lagi. Perempuan-perempuan
tua itu akhirnya ikut kegiatan paguyuban dan lesung menjadi
ikon sendiri di paguyuban.
Menurut cerita, untuk membuat suasana kerja menjadi
nyaman dan tidak cepat lelah, para perempuan penumbuk padi
itu kothekan (menabuh lesung) agar menghasilkan bunyi yang
enak seperti bunyi alat musik. Biasanya mereka juga menyanyi
dan menari, menirukan alunan musik seperti jaranan atau
membuat alunan sendiri dan memberi nama sesuai dengan
lagu yang dinyanyikan. Misalnya, Ngudang Bocah, Thithilan,
Lesung (alat untuk menumbuk padi), yang digunakan masyarakat Indonesia pada
13

jaman dahulu, keberadaannya sudah sangat langka. Bukan hanya karena tidak lagi
digunakan, tetapi kini lesung telah menjadi antik dan diperjual belikan sebagai
barang kuno yang bernilai ekonomi tinggi.
Pola dan Strategi 63

Kesenian lesung dalam deklarasi SRKB


64 Muslim AlHaraka

Gepyak, Sarukan, atau lagu-lagu lain yang mereka ciptakan dan


hanya dimengerti oleh penciptanya sendiri.14
Untuk mendorong lesung sebagai kesenian yang eksis
kembali, paguyuban merancang latihan menabuh lesung bagi
kader mudanya. Pada hari yang ditentukan,15 latihan menabuh
lesung menggunakan alu oleh beberapa perempuan tua dan
muda di Dusun Dasun diselenggarakan pertama kali. Latihan ini
sekaligus menjadi persiapan pementasan kesenian lesung. Sisa-
sisa kepiawaian para perempuan desa dalam mengapresiasikan
jiwa seninya, akan dipertontonkan dalam satu acara besar yakni,
deklarasi Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB) yang akan
berlangsung di lapangan Desa Pranggang Kecamatan Plosoklaten
Kabupaten Kediri.16
Di jaman modern ini kita memang tidak mungkin lagi
menggunakan lesung sebagai alat penumbuk padi, kecuali
di daerah-daerah pedalaman. Yang lebih memungkinkan,
keberadaannya digunakan sebagai alat musik.

Anggap saja ini untuk mengenang sejarah dan nguri-nguri


budaya peninggalan nenek moyang. Sekaligus sebagai ajang
kebersamaan dan membina kerukunan antar warga. Kalau
tidak ada alasannya begini, pertemuan empat generasi seperti
sekarang, dimana ada anak-anak, kaum muda, orang dewasa,
dan manula, rasanya sulit terjadi, ungkap Sukayah, salah satu
warga Dusun Dasun.17

Keberadaan paguyuban dari hari ke hari semakin terasa.


Berkat adanya kelompok usaha di Paguyuban Sido Rukun, Sulastri
mewakili Kader Pokja III PKK Desa Joho, diikutkan dalam Lomba
Potensi Produk Olahan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Acara
ini diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan,
bekerjasama dengan Tim Penggerak PKK Kabupaten. Sulastri
didaulat mewakili Kecamatan Semen, mengikuti lomba tersebut
di ruang Sekartaji Pendopo Kabupaten Kediri pada tanggal

14
Satu Yang Tersisa Dari Dasun, Media Sipil, No. 107/ , April 2007, h.22.
15
Bertepatan dengan tanggal 18 Maret 2007
16
Ibid. h. 23.
17
Ibid.
Pola dan Strategi 65

20 Juni 2007. Sebelumnya, dia juga mendapat juara III pada


lomba yang sama tingkat kecamatan yang diselenggarakan di
Kecamatan Grogol pada tanggal 29 Mei 2007.18
Sebagai salah satu prestasi yang dicapai perempuan Dusun
Dasun, pada tanggal 27 Juni 2007, Sulastri juga dipercaya
mewakili kelompoknya memenuhi undangan pemerintah
Kabupaten Kediri, sebagai Kader Pelopor Sektor Usaha. Dalam
kesempatan itu, Sulastri yang didampingi pejabat pemerintah
Kecamatan Semen, diberi kesempatan menyampaikan seluruh
kegiatan Paguyuban Perempuan Sido Rukun yang selama ini
telah berjalan.19
Setahun berikutnya, pada acara Pekan Budaya dan Pariwisata,
17 Juni 2008, yang diadakan oleh pemerintah Kabupaten Kediri,
hasil karya Paguyuban Perempuan Dusun Dasun dipamerkan.
Stan PKK Kabupaten dan Stan Dinas Perekonomian yang diisi
produk-produk hasil karya perempuan Dusun Dusun Dasun
memamerkan aneka makanan ringan yang dibuat sendiri
oleh anggota paguyuban. Diantaranya, kripik (pisang, sukun,
tales, bothe), opak bawang, opak gaplek, peyek bayem, dodol
pisang, rengginang, dan walangan/carangmas20. Selain itu juga
memamerkan hasil kebun rakyat berupa rosella merah, rosella
biru, dan madu tawon asli.
Eksistensi ketua paguyuban, Sulastri, juga mulai diakui.
Sulastri seringkali mewakili paguyuban mengikuti lomba-lomba
baik tingkat kecamatan, antar desa, lomba agustusan, dan bahkan
diberi kesempatan untuk mengikuti lomba kader pelopor tingkat
kabupaten dan propinsi. Dalam lomba kader pelopor ini, Desa
Jogo mewakilkan Sulastri sebagai ketua paguyuban. Paguyuban
ini termasuk salah satu yang diusulkan oleh Kabupaten Kediri
ke tingkat propinsi sebagai perwakilan. Karena sebelumnya,
paguyuban menjadi juara I Kader Pelopor Tingkat Kabupaten
Kediri, sehingga berhak mewakili lomba Kader Pelopor Tingkat
Provinsi Jawa Timur. Lomba Kader Pelopor Tingkat Provinsi
Jawa Timur kemudian menobatkan Sulastri menjadi juara III.
Keberhasilan ini menjadikan keberadaan paguyuban perempuan
18
Bunga Desa Menggapai Mimpi, Media Sipil, No. 110/ , Juli 2007, h.27.
19
Ibid.
20
Makanan kering terbuat dari ketela yang dipasrah dan diberi gula.
66 Muslim AlHaraka

sebagai alat perjuangan bagi masyarakat Dusun Dasun semakin


mendapatkan tempat dan perhatian dari pemerintah: desa,
kecamatan, dan kabupaten.

D. Warga di Dusun Lain Terinspirasi

Keberadaan Paguyuban Perempun Sido Rukun dengan


berbagai sepak terjang kader dan penggerak Dusun Dasun menjadi
inspirasi munculnya kader-kader di berbagai desa di Kabupaten
Kediri. Namun, dalam tulisan ini akan lebih banyak mencatat
tentang bagaimana dengan dusun-dusun di sekitar Dusun Dasun
sendiri. Salah satu dusun yang secara administratif berada dalam
satu desa dengan Dusun Dasun adalah Dusun Nongkopait.
Dusun Nongkopait berada dalam wilayah Desa Joho dan
bersebelahan langsung dengan Dusun Dasun. Namun, wilayahnya
lebih rendah jika dibanding Dusun Dasun yang berada di atas sisi
pegunungan. Melihat warga Dusun Dasun yang banyak melakukan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat nyata bagi warganya, warga
Nongkopait tergerak untuk melakukan hal yang sama. Rata-rata
warganya sudah saling mengenal dengan warga Dusun Dasun,
sehingga tidak terlalu sulit untuk melakukan komunikasi antar
warga.
Dusun Nongkopait yang terdiri dari 5 RT, memiliki potensi
yang juga beraneka ragam. Namun warganya melupakan potensi
yang ada. Salah satunya adalah lahan luas di sekitar pekarangan
rumah. Maka, dibuatlah sebuah pertemuan khusus untuk
membahas potensi warga Nongkopait ini. Di Dusun Nongkopait,
banyak lahan yang sudah berbentuk kolam dibiarkan kosong tanpa
menghasilkan apa-apa. Sudah ada sekitar 35 kepala keluarga
yang telah memiliki kolam lele. Hanya saja, kolam-kolam itu
belum dikelola secara baik. Hampir setiap keluarga di Nongkopait
mempunyai kolam di belakang rumah mereka.21
Kelompok peternak ikan Sumber Rejeki dengan Kismanto
sebagai ketua pengurus, akhirnya berhasil dibentuk pada pada
tanggal 3 April 2006. Untuk usaha ternak lele, warga mengusulkan

Nongkopait Temukan Alternatif Jalan Menuju Sejahtera , Media Sipil, No. 95/,
21

April 2006, h. 16.


Pola dan Strategi 67

pembuatan kolam bagi yang belum memiliki dilakukan secara


gotong-royong. Untuk memulai usaha, mereka mengundang
peternak lele dari Desa Krenceng Kecamatan Kepung yang
bernama Ali dengan didampingi Murdaim. Mereka memberikan
pengalaman selama ini menjadi peternak lele dari pembibitan
hingga proses penjualan lele.22
Namun, perjalanan ternak lele mengalami kegagalan, dengan
berbagai alasan. Sehingga akhirnya mereka berpindah kepada
ternak belut yang dimulai dari satu orang. Perjalanan ternak belut
inipun mengalami jalan buntu dimana persoalan pembibitan yang
belum ada solusi. Pasokan bibit tidak ada, akhirnya belut jalan
ditempat. Proses usaha kelompok ini dilakukan oleh laki-laki di
Dusun Nongkopait. Salah satu penggeraknya adalah Kismanto
yang juga pengurus kelompok Sumber Rejeki.
Kebuntuan dalam usaha terjadi di Nongkopait, tetapi
pengorganisasian mereka tidak berhenti begitu saja. Atas motivasi
dan dorongan oleh pengurus kelompok Sumber Rejeki, Kismanto,
beberapa perempuan dusun itu menyusun sebuah kegiatan.
Saat itu Suparmi, sebagai salah satu penggerak perempuan di
dusun tersebut, bergerak melakukan sosialisasi dari rumah ke
rumah untuk membuat kegiatan bersama. Awalnya Suparmi
adalah anggota luar biasa dari Paguyuban Perempuan Dusun
Dasun dan dia sering mengikuti kegiatan koperasi di Dusun
Dasun dan juga koperasi di Kecamatan Semen. Lama-kelamaan
dia tertarik melihat keberhasilan kelompok ekonomi tersebut
dalam menggerakkan anggota dan membantu warga dalam hal
perekonomian.

Melihat perkembangan perempuan di Dusun Dasun


menjadi inspirasi bagi saya, bagaimana bisa menyatukan
dan mengompakkan warga Nongkopait. Saya bertekad
pengalaman yang sudah terjadi di Dasun, terjadi pula di
kelompok Sumberejeki. Dan perkumpulan yang terbentuk
harus memberi ruang bagi semua warga secara umum untuk
terlibat, baik yang aktif di pengajian maupun yang tidak.
katanya bersemangat.23

Ibid, hl. 17.


22

Usir Rasa Sepi dengan Berkoperasi, Media Sipil, No. 109/ , Juni 2007, h. 20.
23
68 Muslim AlHaraka

Usaha Kismanto dan Suparmi ini juga didukung oleh kader


muda bernama Widyaningsih yang baru berusia 23 tahun.
Akhirnya mereka berhasil membuat pertemuan pada tanggal
21 April 2007 dengan dihadiri hampir 70 persen perempuan
Nongkopait atau sekitar 85 orang yang berasal dari warga tiga
Dusun: Nongkopait, Gowokmenco dan Nongkokerep. Mereka
menyepakati kegiatan arisan beras 1 kg per orang dengan
diikuti oleh 85 orang perempuan. Arisan beras ini pertama
pada tanggal 23 April 2007 yang selanjutnya dilakukan setiap
minggu sekali.
Dalam pertemuan tanggal 7 Mei 2007, jumlah anggota
meningkat menjadi 110 orang. Di sela-sela pertemuan arisan
beras itu, mereka membicarakan pembentukan koperasi.
Akhirnya, proses pendirian koperasi semakin diharapkan oleh
anggota Sumber Rejeki dan anggota arisan beras. Koperasi
itu diberi namai Koperasi Sumber Makmur dengan ketentuan
simpanan pokok (Simpo) sebesar Rp 10.000,00, simpanan
wajib (Simwa) sebesar Rp 5.000,00. Setelah terbentuk koperasi,
jumlah anggotanya langsung membengkak menjadi 120 orang.
Berdirinya organisasi di kalangan warga di tiga dusun di Desa
Joho ini memberi daya dorong menguatnya hubungan solidaritas.
Karena warga di Dusun Dasun, Nongkopait dan Gowokmenco
memiliki cara pandang yang sama dalam membangun Desa Joho
dengan memperkuat kelompok dan organisasi di komunitasnya
masing-masing. Selain itu karena di masing-masing dusun
ada koperasinya, maka mereka membangun komunikasi dan
berjaringan antar dusun di desanya. Tidak jarang mereka
bertemu dalam berbagai kegiatan antar kelompok di Kabupaten
Kediri sehingga daya dukung untuk memperkuat Desa Joho
semakin kuat.

E. Kader Terbaik Kelompok Maju


Menjadi Calon Pimpinan Politik

Setelah organisasi berdiri dan kader-kader penggerak


bermunculan, mereka semakin tertantang. Jika diawal
berdirinya, organisasi jarang bersentuhan dengan kebijakan
Pola dan Strategi 69

desa, dalam perkembangannya mereka mulai berpikir untuk


mengefektifkan peran organisasi bagi pemenuhan persoalan
anggota harus didukung oleh kebijakan politik. Selama ini mereka
tidak mendapat dukungan dari pemerintah desa, justru dalam
beberapa persoalan yang dihadapi organisasi, pemerintah desa
merugikan dan tidak mendukung kepentingan warga. Karena
kader-kader mereka tidak menjabat di pemerintahan, organisasi
mereka hanya menjadi penonton saja dalam urusan kebijakan.
Walaupun mereka menyadari jika apapun masalahnya, tidak bisa
lepas dari sebuah kebijakan pemerintah (lokal).
Posisi paguyuban sejak awal hanya menjadi korban
kebijakan karena tidak pernah mempengaruhi proses pembuatan
kebijakan atau turut merumuskan kebijakan desa. Dalam
pandangan politik, kalau sebuah kelompok atau warga desa
hanya menjadi penonton maka mereka tidak pernah mandiri
dan tidak pernah berdaulat. Maka, yang harus dilakukan adalah
masuk juga sebagai aktor politik desa dengan berupaya merebut
kukasa di desa melalui proses demokrasi yang ada di desa, atau
singkatnya organisasi juga harus menentukan kebijakan desa.
Namun, persoalan yang selama ini dirasakan adalah organisasi
tidak terlalu efektif dalam mempengaruhi kebijakan desa.
Perjuangan merebut kebijakan desa memang tidak mudah dan
bisa dilakukan dalam waktu sekejap, proses itu membutuhkan
waktu dan tekad yang kuat. Maka, diperlukan sebuah target
yang konkret dan realistis bagi paguyuban dalam mendorong
organisasi ini masuk ke arena pertarungan politik. Impian
jangan yang muluk-muluk atau sesuatu yang mustahil diraih.
Tujuan harus lebih nyata dan konkrit serta realistis dan terukur.
Perjuangan paguyuban untuk menjadi aktor politik di desanya,
menemukan momentum, dimana pilkades atau pemilihan
kepala desa di Kabupaten Kediri akan diselenggarakan pada
November 2007 hingga Januari 2008. Desa Joho adalah salah
satu desa yang akan melakukan pilkades dari 200 desa di seluruh
Kabupaten Kediri.24
Berita tentang pemilihan kepala desa serentak menjadi

http://www.kediri.go.id/index.php/berita-mainmenu-2/politik-mainmenu-
24

186/189-tahapan-pilkades.html.
70 Muslim AlHaraka

perbincangan di paguyuban, khususnya di antara para


penggerak di Dusun Dasun antara lain: Nurpiah, Yatemin,
Nuraini, Salamun, Mulyono, dan Sulastri. Mereka beranggapan
bahwa pilkades sangat berhubungan dan berimplikasi langsung
terhadap pencapaian cita-cita paguyuban. Kalau kepala
desanya adalah orang di luar kader mereka pasti tidak akan
mendukung paguyuban. Dalam diskusi tersebut, kesimpulannya
mengerucut pada dua hal: merebut kekuasaan menjadi kepala
desa atau; paguyuban hanya akan menjadi pengontrol jalannya
pemerintahan desa yang selama ini belum terkelola dengan baik,
sehingga tidak bisa berjalan efektif.
Pembicaraan tentang pilkades dilakukan terus menerus
diantara penggerak sampai muncul inisiatif bersama untuk
mendorong Sulastri maju mencalonkan diri.25 Selain sebagai
ketua paguyuban, Sulastri dipandang kader terbaik, muda
dan paling tinggi tingkat pendidikannya di antara kader lain.26
Akhirnya, Sulastri meminta waktu untuk membicarakan dengan
keluarga. Seminggu kemudian Sulastri mengutarakan bahwa ia
tidak mampu, tetapi alasan yang dikemukakan hanya persoalan
ketidakmampuan dalam berpidato,27 seperti kebanyakan warga
desa.
Beberapa bulan kemudian ada kejadian kesewenang-
wenangan perangkat desa terhadap warganya yang meminta
surat keterangan miskin untuk biaya operasi kelahiran
anaknya tetapi dipersulit. Atas kejadian ini, memicu penggerak
paguyuban kembali mendorong Sulastri untuk maju dalam
pilkades. Akhirnya Sulastri bimbang dengan keputusan awal
yang tidak mau maju menjadi kepala desa dengan melihat
persoalan yang dihadapi warga desa dan dorongan yang
kuat oleh anggota paguyuban. Pembicaraan antar penggerak
25
Di satu sisi, pelaksanaan berbagai kegiatan paguyuban telah menempatkan ketua
paguyuban, Sulastri, dikenal oleh aparat pemerintahan desa dan warga Desa Joho.
Melalui paguyuban pula ia sering mengikuti lomba-lomba keterampilan baik
tingkat desa atau kecamatan. Bisa dikatakan dikenalnya Sulastri seiring dengan
perkembangan organisasinya.
26
Sulastri adalah perempuan berumur 29 tahun dan baru mempunyai satu orang
anak. Sulastri juga satu-satunya perempuan yang telah menempuh pendidikan
hingga tingkat SMA. Rata-rata anggota paguyuban adalah lulusan SD.
27
Pidato adalah kemampuan yang harus dimiliki karena di desa acara hajatan warga
saja biasanya meminta kepala desa untuk berpidato memberi wejangan tertentu.
Pola dan Strategi 71

paguyuban tentang wacana pilkades kemudian disampaikan


kepada anggota paguyuban melalui pertemuan RAT Koperasi,
perayaan agustusan dan mauludan. Hingga akhirnya, semua
anggota paguyuban membicarakan momentum ini secara serius.
Pembicaraan mengarah pada pemahaman bahwa salah satu
jalan untuk menyelesaikan persoalan Desa Joho adalah dengan
merebut kepala desa. Berdasarkan alasan tersebut maka semua
anggota paguyuban bersepakat memberikan mandat kepada
Sulastri maju dalam pemilihan kepala desa.28
Setelah anggota bersepakat memberikan mandat kepada
Sulastri, maka anggota paguyuban mulai bekerja untuk
memenangkan Sulastri. Dalam pencalonan ini, paguyuban
menghindari pengeluaran dana untuk money politik (politik
uang), dengan alasan bahwa Sulastri tidak memiliki uang. Selain
itu alasannya adalah jika pencalonan ini menggunakan uang,
kalaupun dia tidak menjadi pahlawan dan jika kalah semua
orang dan pendukungnya akan malu. Karena pencalonan ini
bukan semata-mata kehendak dirinya, melainkan mandat yang
diberikan oleh paguyuban sendiri.
Maka, paguyuban harus membuat rencana pemenangan.
Kemudian atas dukungan penggerak paguyuban dan simpatisan,
diagendakan sebuah pertemuan khusus yang dilakukan di luar
desa agar tidak banyak orang tahu.29 Pertemuan itu dilakukan
Jumat, 18 Mei 2007 di Kota Kediri, di sebuah tempat yang
disediakan oleh simpatisan paguyuban dari luar desa. Pertemuan
itu membicarakan tentang proses dan tahapan yang biasanya
terjadi dalam pilkades.
Pertemuan itu menghasilkan beberapa catatan penting30: ada
dua tahapan yang akan dilalui dalam pilkades. Pertama, tahap
pencalonan. Tim pemenangan nantinya harus tahu bagaimana

28
Sebelumnya paguyuban tidak punya pikiran untuk masuk dalam wilayah politik
desa karena para pelaku politik desa dianggap sebagai orang-orang hebat, banyak
uang, dan berpengalaman.
29
Pertemuan dilakukan di luar desa agar rencana untuk mengajukan calon dalam
pilkades tidak terdengar terlebih dahulu oleh orang-orang yang selama ini meng-
hadang langkah-langkah paguyuban, terutama dari kepala desa.
30
Data ini dipeoleh dari file proseding PERTEMUAN DENGAN WARGA DASUN dan
TIM Kemenangan Sulastri, tanggal 18 Mei 2007 jam 20.30 WIB di Embrio Center
Jl. Kapten Tendean No. 66 Ngronggo Kediri.
72 Muslim AlHaraka

prosedur dan persyaratan administratif serta kriteria calon


kepala desa. Hal ini untuk mengantisipasi Sulastri kalah atau
tidak lolos dalam pencalonan. Kedua, proses pemilihan itu
sendiri, dimana tim pemenangan harus mengawasi kecurangan-
kecurangan di segala titik.
Setelah pembicaraan tersebut ada rencana tindak lanjut
antara lain:
1. Menyiapkan data pemilih di desa
2. Informasi tentang prosedur dan tahap-tahap pemilihan mulai
tahap pencalonan sampai pemilihan
3. Pembentukan tim dan membuat rencana kerja tim
4. Membuat peta dukungan

Agenda pertama dan kedua dipresentasikan pada pertemuan


berikutnya yakni tanggal 2 Juni 2007 dan sekaligus pembentukan
Tim Pemenangan. Dalam pertemuan tersebut, mereka juga
memetakan suara yang ada berdasarkan dasa wisma, organisasi
terkecil yang selama ini dibentuk negara. Tim inti pemenangan
yang berjumlah 10 orang yang dipilih berdasarkan perwakilan
dari delapan dusun. Ibu-ibu memang tidak terlibat dalam tim
inti karena sudah terwadahi dalam paguyuban. Hal ini sekaligus
sebagai strategi menjangkau sasaran yang dibedakan berdasarkan
kebiasaan setempat dimana orang-orang sering mengelompok
berdasarkan laki-laki atau perempuan.
Kemudian tim inti bergerak ke dusun lain untuk membentuk
koordinator tim di masing-masing dusun. Pertemuan-pertemuan
kecil sering dilakukan oleh tim 10 bersama koordinator dusun.
Salah satunya adalah memetakan suara di masing-masing dusun
berdasarkan dasa wisma. Mereka beranggapan pemetaan suara
tidak sampai RT karena organisasi terkecil yang selama ini
dibentuk negara adalah dasa wisma yang terdiri dari 10 KK. Pada
pemetaan awal dapat disimpulkan untuk Dusun Dasun suara
pendukung sudah mencapai 90%, tetapi bagaimana dukungan
suara di Dusun Nongkopait, Igir-igir, dan Genengan?.
Tim inti bergerak ke dusun lain. Kebetulan, sepak terjang
Paguyuban Perempuan Sido Rukun sudah banyak didengar,
sehingga mereka dengan mudah membangun kontak. Kegiatan
Pola dan Strategi 73

paguyuban ini menginspirasi kelompok ibu-ibu membuat koperasi


di dusun-dusun lain, bahkan anggotanya lebih banyak, salah
satunya di Dusun Nongkopait. Pertemuan kemudian dirancang
untuk membuat kerjasama antar koperasi. Ketika membutuhkan
referensi pengalaman mengelola koperasi, Paguyuban Sido Rukun
dengan senang hati membaginya. Relasi ini mau tidak mau
menjadi ikatan baik dan kemudian bersatu untuk memenangkan
calon dari paguyuban.
Suara tentang pencalonan Sulastri, pimpinan paguyuban ini,
semakin kuat saja gaungnya. Di sela-sela proses membangun
dukungan bagi Sulastri, ia mendapat kesempatan untuk mengikuti
lomba kader pelopor mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten
hingga provinsi. Dan Sulastri sebagai ketua paguyuban perempuan
menang dan menjadi wakil Kabupaten Kediri menuju Provinsi
Jawa Timur. Suaranya tambah melambung tinggi, ketika Sulastri,
terpilih sebagai pemuda pelopor juara ketiga di tingkat Jawa
Timur. Keberhasilan ini menjadikan keberadaan paguyuban
perempuan sebagai alat kampanye Sulastri semakin efektif.
Semestinya, pilkades di Desa Joho dilaksanakan pada tanggal
1 Nopember 2007 jika sesuai jadwal. Tetapi karena peristiwa
Gunung Kelud yang menunjukkan gejala vulkanik akan meletus,
pilkades diundur 15 hari kemudian. Hari-hari yang telah lama
ditunggu warga Joho telah tiba. Sebuah peristiwa politik yang
akan menentukan masa depan para penggerak dan warga Joho
semuanya.
Dan kerja keras para kader desa dalam merebut kepemimpinan
politik desa akhirnya menjadi kenyataan. Pada tanggal 15
Nopember 2007, Sulastri, 30 tahun, Ketua Paguyuban Perempuan
Sido Rukun, terpilih menjadi Kepala Desa Joho Kecamatan
Semen Kabupaten Kediri. Dalam catatan majalah Sipil suasana
kemenangan diiringi suasana haru dan tangis bahagia.

Isak tangis bahagia dan pelukan mengharukan mewarnai


akhir dari penghitungan suara dalam pemilihan Kepala
Desa Joho pada hari Kamis sore itu. Sulastri yang selama ini
menjadi salah satu penggerak perempuan desa, dan secara
jelas membawa mandat dari organisasi, dengan jalan mulus
berhasil menyisihkan enam kandidat lain dengan perolehan
74 Muslim AlHaraka

suara mutlak yakni 727 suara. Di Desa Joho tercatat sekitar


2300 orang pemilih. Calon-calon yang lain yakni Maryono,
mendapat 177 suara, Paryono 131 suara, Anjarwati 18 suara,
Sularso 406 suara, Ali Surahmat 273 suara, dan Mahmudi
memperoleh 166 suara. Suara yang dinyatakan tidak sah
sebanyak 90 suara, dan sisanya dianggap tidak menggunakan
hak pilih.31

Dari tujuh calon kandidat kepala desa, dua diantaranya


adalah perempuan. Sehingga, kemenangan Sulastri ini sekaligus
mematahkan posisi perempuan yang selalu kalah dalam proses
pemilihan kepala desa yang selama ini terjadi. Kemenangan
ini menjadi pelajaran penting dalam kepemimpinan politik
yang sebelumnya tidak pernah mimpi bisa merebutnya. Jika
diperhatikan prosesnya, keberhasilan Sulastri menduduki jabatan
kepala pemerintahan di Desa Joho adalah kemenangan yang luar
biasa.

Kami semua sudah mengira kalau Ibu Sulastri yang akan


menang, karena jauh hari sebelumnya kami sudah sepakat
dan berupaya untuk bisa mewujudkannya. Tapi bila dilihat
kondisi kami beberapa tahun lalu, dimana tidak satupun
dari kami (perempuan) mempunyai peranan penting dalam
pemerintahan desa, ini adalah keberhasilan yang sangat
membanggakan, ujar Nurpiah, Ketua Koperasi Sido Makmur,
salah seorang perempuan yang menjadi penggerak awal
berdirinya Paguyuban Perempuan Sido Rukun.32

Kondisi Desa Joho, khususnya Dusun Dasun yang awalnya


statis, terpuruk dan tidak ada kegiatan apa-apa saat ini arusnya
berbalik menjadi sangat dinamis. Sejak ada paguyuban perempuan,
berbagai macam kegiatan ekonomi, politik, pendidikan hingga
pertemuan rutin biasa memberikan kehidupan baru bagi
masyarakat desa di lereng Gunung Wilis tersebut. Dari kegiatan
satu ke kegiatan yang lainnya, dirasakan semakin menambah
kerukunan dan membangun kekompakan diantara warga. Dari
31
Kemenangan Sulastri, Kemenangan Bersama, Media Sipil, No. 115/ , Desember
2007, h. 23.
32
Ibid.
Pola dan Strategi 75

Pilkades, Sulastri Menang


76 Muslim AlHaraka

kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat, memunculkan


kesadaran kritis tentang hak-hak mereka dan sesuatu yang
seharusnya diupayakan dan diperjuangkan. Hingga akhirnya
memuncak pada kesadaran untuk memiliki sebuah pemerintahan
desa, dan apa yang seharusnya dilakukan pemerintah kepada
rakyatnya.

Sebelumnya masyarakat tidak mau tahu, bersikap apatis


terhadap pemerintah, dan tidak ada kekompakan antar warga
seperti sekarang ini. Karena pemerintah juga tidak merespon
keluhan masyarakat. Semisal tentang hak kesehatan ibu dan
anak serta persoalan lain di luar program pemerintah. Tidak
ada sama sekali peran pemerintah desa untuk kemajuan
masyarakat. Kalau ada masyarakatnya yang kritis malah
dicurigai akan menggulingkan kekuasaannya, ungkap
Nurpiah.33

Kemenangan Sulastri sebagai kader perempuan memberi


jawaban atas pertanyaan dan keresahan selama ini. Mereka
akhirnya menang dalam perjuangan panjang dengan terpilihnya
salah satu kader perempuan terbaik di desanya. Jika dilihat
kebelakang, kemenangan ini bisa dirasakan sebagai kemenangan
warga Dusun Dasun, khususnya para perempuan desa. Awalnya
yang sama sekali tidak terbersit berkuasa, atau sekedar memiliki
organisasi yang bisa menyediakan modal pinjaman, sekarang
impian itu sudah terwujud. Memiliki koperasi yang bisa setiap
saat melayani anggotanya, memiliki TPA yang bisa memastikan
anak-anak mendapat pendidikan agama, memiliki organisasi
paguyuban yang banyak membantu anggota dengan program
kambing bergulir, arisan beras, sampai memasarkan produk hasil
pertanian mereka. Dan sekarang memiliki kepala desa yang benar-
benar mengerti persoalan yang dihadapi warga karena pemimpin
itu datang dari kelasnya bukan dari kalangan elit di desanya.
Kepemimpinan baru ini memberikan harapan baru bagi warga
Desa Joho, juga warga di desa-desa sekitarnya. Sebuah harapan
tentang kepemimpinan politik yang benar-benar ideal. Ideal
dalam artian: pemimpin itu datang dari kelompok mayoritas di
Ibid.
33
Pola dan Strategi 77

pedesaan yang miskin baik pendidikan, ekonomi maupun politik.


Sehingga pengalaman Desa Joho ini, yang bermula dari pendirian
Paguyuban Perempuan Sido Rukun merupakan pengalaman yang
sangat berharga bagi proses pembangunan kepemimpinan politik
yang datang dari arus bawah.
Gerakan perebutan kepemimpinan politik di Desa Joho
merupakan satu bagian dari membangun gerakan besar di Kota
dan Kabupaten Kediri. Karena perebutan kepemimpinan tersebut
juga terjadi di desa-desa di Kabupaten Kediri pada saat momentum
pilkades serentak di 200 desa. Sehingga dapat dikatakan, potret
kecil proses kepemimpinan politik di Joho merupakan bagian
dari gerakan besar perebutan kepemimpinan politik di Kabupaten
Kediri.
Memang gagasan kepemimpinan politik di Kota dan Kabupaten
Kediri adalah gagasan besar, namun gagasan besar yang kemudian
dioperasionalkan dalam gerakan besar tersebut bisa ditelusuri
melalui gagasan kecil yang kemudian menjadi gerakan yang berhasil
di Desa Joho tersebut. Gagasan besar tentang kepemimpinan
politik Kota dan Kabupaten Kediri berkait erat dengan adanya
organisasi aliansi yang bernama Serikat Rakyat Kediri Berdaulat
yang disingkat dengan SRKB, dan Paguyuban Perempuan Sido
Rukun Desa Joho adalah salah satu pendirinya.

Pelantikan Kades Kediri


78 Muslim AlHaraka

2. Menyatukan Kepentingan Dalam


Organisasi Aliansi

Kelompok-kelompok yang melakukan kegiatan-kegiatan


bersama untuk menjawab kebutuhan kongkrit dan dalam rangka
memperjuangkan hak dan keadilan tidak hanya dilakukan di Dusun
Dasun. Lebih dari 40 kelompok yang mengorganisasikan diri dalam
organisasi di tingkat dusun dan desa. Sejak tahun 2005, kelompok-
kelompok tersebut sering melakukan pertemuan-pertemuan
antar kelompok. Pertemuan-pertemuan tersebut dijadikan
forum saling belajar dan sharing pengalaman-pengalaman dari
kegiatan yang mereka lakukan. Melalui pertemuan-pertemuan
tersebut antar kelompok saling memberikan inspirasi dan saling
memberikan semangat untuk mengembangkan kelompoknya.
Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, pada akhirnya mendorong
penggerak dari berbagai kelompok yang tersebar di berbagai
pelosok Kota dan Kabupaten Kediri, untuk membentuk semacam
forum belajar antar kelompok. Forum ini bertujuan agar pertemuan
antar kelompok dapat lebih sistematik dan terus berlanjut. Dalam
perkembangannya pertemuan antar kelompok yang besar tersebut
mengerucut kepada pendirian Serikat Rakyat Kediri Berdaulat
(SRKB).34
SRKB atau Serikat Rakyat Kediri Berdaulat adalah kumpulan
berbagai kelompok dari desa-desa yang berada di Kota dan
Kabupaten Kediri. SRKB didirikan pada tanggal 7 April 2007
Organisasi aliansi seperti SRKB juga didirikan di Jombang, Mojokerto, dan Ngan-
34

juk. Anggota organisasi aliansi ini sama seperti SRKB, yaitu kelompok-kelompok
rakyat yang ada di tingkat dusun atau desa. Di Jombang telah didirikan Konsorsium
Rakyat Jombang (KRJB), di Mojokerto ada Serikat Perjuangan Rakyat Mojokerto
(SPRM), di Nganjuk ada Serikat Rakyat Anjuk Bersatu (SERAB), bahkan di Caru-
ban-Madiun juga pernah didirikan Forum Bersama Masyarakat Caruban (FBMC).
Organisasi-organisasi aliansi ini ditujukan sebagai wadah untuk menjawab persoa-
lan-persoalan generik antar kelompok yang ada di tingkat kabupaten, baik melalui
penguatan internal organisasi maupun advokasi kebijakan. Jika advokasi di tingkat
desa dilakukan oleh organisasi kelompok, maka melalui organisasi aliansi ini, ad-
vokasi di tingkat kabupaten dilakukan. Di KRJB misalnya, program yang dimiliki
adalah melakukan penguatan dan advokasi kebijakan. Penguatan dilakukan den-
gan mendorong pendirian koperasi di kelompok dan memperkuatnya. Sedangkan
advokasi dilakukan dengan melakukan loby kepada dinas koperasi Jombang agar
berupaya melakukan penguatan koperasi-koperasi rakyat di Jombang, terutama
koperasi milik anggota KRJB.
Pola dan Strategi 79

dan dideklarasikan di Desa Pranggang Kecamatan Plosoklaten


Kabupaten Kediri. SRKB terbentuk merupakan wujud kekecewaan
masyarakat untuk mensikapi ketimpangan atau persoalan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat Kota dan Kabupaten Kediri.
Sehingga 41 kelompok berkumpul bersama dalam SRKB untuk
melakukan upaya-upaya perubahan secara bersama-sama pula.
SRKB sebagai wadah bersama untuk membangun kemandirian
bersama demi kesejahteraan seluruh anggota khususnya dan
masyarakat luas pada umumnya, maka dikembangkanlah sikap
saling belajar, menolong, dan mengembangkan rasa persamaan
nasib para anggotanya. Secara umum, tujuan berdirinya SRKB
adalah terwujudnya masyarakat Kota dan Kabupaten Kediri yang
kuat dan berdaulat secara Politik, ekonomi, sosial dan Budaya
(Poleksosbud). Dan secara khusus, tujuan berdirinya SRKB adalah
terdapatnya wadah bersama antar kelompok/komunitas di Kota
dan Kabupaten Kediri untuk dapat bersatu dalam menyikapi
ketidakadilan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat
dan melakukan perubahan yang lebih baik yang tidak mungkin
dilakukan sendiri-sendiri.
SRKB menjadi organisasi aliansi yang pertama di Kota dan
Kabupaten Kediri yang mewadahi organisasi-organisasi di
tingkat dusun yang tersebar dalam berbagai bentuk organisasi
kelompok. SRKB memiliki sejarah yang cukup panjang dalam
proses pendiriannya. Latar belakang Kediri yang semakin suram
inilah yang menjadi pendorong lahirnya SRKB.

A. Sejarah SRKB Dimulai Dari TERAK

Kabupaten Kediri dalam dau kali periode dipimpin oleh


Bupati Sutrisno, sosok yang tidak mengedepankan pengembangan
ekonomi riil dalam kepemimpinannya. Justru proyek-proyek
mercusuar yang dibangun. Sehingga, sektor pertanian yang awalnya
menjadi visi misi dalam kampanyenya, justru dilupakan dalam
perjalanan pemerintahannya. Di sisi lain, kepemimpinan Sutrisno
memiliki pengaruh sangat kuat di level birokrasi pemerintahan
kabupaten hingga memasuki ke level pedesaan, melalui kepala
desa. Situasi ini menyebabkan masyarakat, terutama yang ada
80 Muslim AlHaraka

di pedesaan, tidak dapat merasakan perubahan yang lebih baik


dalam era Sutrisno ini. Sehingga, masyarakat mulai melakukan
upaya untuk merubah nasib dengan berbagai cara.
Di wilayah Kabupaten Kediri sebelah timur, sebuah kawasan
yang cukup subur karena berada di kaki Gunung Kelud, wilayah
pertaniannya menjadi sumber konflik. Karena kesuburannya,
wilayah ini sangat strategis bagi usaha pertanian rakyat bahkan
investor. Penguasaan lahan yang dominan dilakukan oleh PTPN
dan Perhutani. Sehingga, persoalan inilah yang memicu berbagai
konflik pertanahan di Kabupaten Kediri. Hampir setiap sengketa
tanah selalu menggunakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat
kepolisian, dan sebagian besar berujung pada kriminalisasi
petani.
Modus sengketa lahan di Kabupaten Kediri melalui
penyalahgunaan HGU oleh PTPN atau perusahaan swasta,
meskipun pada masa sebelumnya tanah yang di-HGU-kan
merupakan tanah warga. Mereka diusir secara paksa dan tanah
mereka dirampas dengan melibatkan ABRI (sekarang TNI).
Seperti konflik warga di Dusun Sanding Desa Babadan, Desa
Sempu, dan Desa Sugihwaras Kecamatan Ngancar, dengan PT
Sumber Sari Petung Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.
Kemudian warga Dusun Ngrangkah dan Dusun Badeg Desa
Sepawon Kecamatan Plosoklaten, Desa Babadan Kecamatan
Ngancar, dan Desa Satak Kecamatan Puncu. Mereka bersengketa
dengan pihak PTPN XII Ngrangkah Kecamatan Sepawon
Kabupaten Kediri. Pokok persoalannya, warga menginginkan
kembali tanah yang merupakan hak milik mereka yang dirampas
pada tahun 1966 oleh ABRI.
Modus kedua adalah pelaksanaan program Perhutani
yang dikenal dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) yang tidak sesuai prosedur. Selain itu oknum Perhutani
memanfaatkan program ini untuk mencari keuntungan pribadi.
Salah satu contoh adalah kasus warga Desa Krenceng Kecamatan
Kepung pada tahun 2004. Warga Krenceng dikriminalisasikan
hingga proses pengadilan.
Pada 7 Mei 2002, warga Krenceng diajak kerjasama oleh
Perhutani untuk mengelola hutan dengan sistem PHBM.
Pola dan Strategi 81

Identitas warga pada saat itu adalah anggota kelompok tani


PHBM, yang dibuktikan dengan menyetor KTP, mendapat
keplek (kartu), dan kewajiban membayar 20 persen hasil
produksi. Hubungan saling menguntungkan di atas lahan seluas
325 hektar itu berlanjut hingga pada akhir tahun 2003, ada
kebijakan dari pihak Perhutani tentang pengosongan lahan.
Warga yang pada saat itu masih menanam, dengan kondisi
hampir panen, meminta Perhutani mengurungkan niatnya.
Namun kebijaksanaan Perhutani berkata lain, hingga terjadi
pembabatan pada 6 Januari 2004. Warga yang merasa sangat
dirugikan, nekat menanami kembali lahan mereka, sampai
akhirnya pembabatan kedua terjadi pada bulan April 2005,
dimana warga dipaksa menandatangani persetujuan pembabatan
di Polres Pare Kabupaten Kediri. Warga yang menderita akibat
gagal panen dengan kerugian mencapai ratusan juta rupiah itu
tidak digubris. Jangankan diberi ganti rugi, beberapa diantara
mereka (35 orang ) pada bulan Mei 2005, bahkan ditangkap dan
dipenjara dengan tuduhan merusak hutan.35
Selain persoalan pertanahan, warga Kabupaten Kediri juga
dihadapkan pada kebijakan yang tidak populer yang dilakukan
oleh pemerintah. Maraknya huler atau mesin selep padi yang
menggunakan mesin sederhana, membuat kepolisian mengambil
kebijakan pelarangan berkeliaran di jalan. Sehingga, polisi sering
kali melakukan operasi dan penilangan huler-huler yang ada di
jalan-jalan sekitar Kabupaten Kediri. Persoalan ini kemudian
membuat para pemilik huler melakukan konsolidasi antar
mereka. Sehingga mereka kemudian melakukan aksi pawai
sekaligus hearing agar ada perlindungan dan tidak lagi ada
penyitaan mesin-mesin huler.
Selain itu, petani merupakan bagian dari masyarakat yang
seharusnya mendapat perhatian besar dalam pembangunan.
Namun kenyataannya di Kabupaten Kediri, orientasi pembangunan
yang dicanangkan di bidang pertanian masih kurang menyentuh
pada permasalahan petani. Akibatnya, mayoritas petani masih
sulit menggapai kesejahteraan. Inilah persoalan nyata petani

35
Mampukah Pansus Menjawab Persoalan Krenceng, Media Sipil, No. 103/ , De-
sember 2006.
82 Muslim AlHaraka

di Kabupaten Kediri. Penanganan distribusi pupuk di tingkat


daerah justru menjadi kacau. Dan, petani harus menanggung
akibat dari kebijakan pemerintah yang berpihak pada penyalur
(distributor). Distribusi macet menyebabkan tanaman petani,
khususnya padi terlambat dipupuk.
Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat itulah yang
menjadi keresahan di Kabupaten Kediri. Hal itu menyebabkan
beberapa kader kelompok mulai membicarakan upaya-upaya
mengingatkan pemerintah Kabupaten Kediri tentang masalah
yang terjadi. Semua orang masih mengingat bahwa Bupati
Sutrisno dalam kampanye-kampanye sebelum pemilihan bupati
selalu mengedepankan pertanian sebagai strategi pembangunan
di Kabupaten Kediri. Sehingga, ada kesenjangan antara impian
pemimpin dan realitas di pedesaan. Hal inilah yang mendorong
kelompok-kelompok untuk mengingatkan Bupati Kabupaten
Kediri. Selain itu yang paling dirasakan adalah arogansi dan
kebobrokan kepolisian yang seringkali memicu bentrok dengan
masyarakat, misalnya di Krenceng, pedagang jamu, kasus
Pengkol, pengusaha huler. Semuanya berurusan langsung dengan
kepolisian Kabupaten Kediri.
Kelompok-kelompok tersebut kemudian bertemu dan
melakukan identifikasi persoalan di masing-masing kecamatan.
Menjelang momentum Suro atau Muharram, kemudian
kelompok tersebut mengagendakan Grebek Suro/Muharram
yang biasa dilakukan dalam tradisi Jawa. Setelah beberapa kali
membicarakan masalah mereka dalam berbagai pertemuan, pada
awal Februari 2006, beberapa kelompok datang dan berkumpul
bersama di Gedung Bhagawanta Bhari Kabupaten Kediri.
Masalah yang paling mendapat perhatian adalah infrastruktur
jalan yang buruk. Pada awal pencalonan Sutrisno, kampanye
yang diusung adalah perbaikan dan pembangunan infrastruktur
jalan. Namun, pembangunan ini tidak dirasakan oleh kelompok-
kelompok yang terjadi di wilayah Kabupaten Kediri sebelah barat
dan timur. Acara itu sebagai salah satu respon menagih janji
bupati yang terpilih untuk kedua kalinya, yakni Sutrisno. Dalam
pertemuan tersebut, menyimpulkan bahwa belum bisa dirasakan
adanya sebuah perubahan yang lebih baik bagi kehidupan rakyat
Pola dan Strategi 83

Kabupaten Kediri. Karena itulah rakyat Kabupaten Kediri yang


tergabung alam acara Temu Rakyat Kediri (TERAK) melakukan
protes dengan membacakan tuntutan.
Masyarakat yang tergabung dalam Temu Rakyat Kediri
(TERAK) menuntut antara lain:
1. Pemerintah harus membangun dan memperbaiki jalan yang
rusak serta sarana dan prasarana transportasi sesuai janji
yang pernah disampaikan Bupati.
2. Pemerintah harus memberi perlindungan terhadap huler
dengan menjamin hak cipta karya Rakyat dalam perundang-
undangan.
3. Realisasikan Alokasi Dana Desa/ADD sesuai peraturan yang
ada.
4. Pemerintah harus memenuhi sarana dan prasarana
pendidikan murah dan terjangkau.
5. Pemerintah harus memenuhi sarana dan prasarana kesehatan
murah dan terjangkau.
6. Pemerintah harus menuntaskan konflik tanah di Kabupaten
Kediri, khususnya yang terjadi di Krenceng, Babadan dan
Sanding.
7. Pemerintah harus menutup hutan lindung di Besowo.
8. Pemerintah harus melindungi masyarakat hutan di Manggis,
Satak, Joho, dan Pagung.
9. Pemerintah harus menyikapi dengan tegas adanya pemecahan
batu di Winongsari Bakalan Grogol, yang menganggu
lingkungan.

B. Pertemuan antar Kelompok Semakin Intensif

Namun, janji yang ditagihkan dalam acara TERAK, tidak


disambut baik oleh bupati. Justru persoalan yang dihadapi
warga banyak yang berujung kepada tindak kekerasan. Kasus
pertanahan semakin memuncak dengan berbagai kekerasan dan
penangkapan petani.
Di sektor pedagang, muncul perlakuan represif yang dialami
oleh pedagang kaki lima dan para pengusaha jamu di Kabupaten
Kediri. Mereka sering kali ditangkap polisi dengan berbagai
84 Muslim AlHaraka

alasan yang melemahkan posisi mereka. Disertai dengan


intimidasi dan ancaman, polisi-polisi itu memeras, menekan dan
menakut-nakuti yang pada akhirnya dipaksa menyerahkan uang
suap. Yang menjadi persoalan, belum ada ketetapan pemerintah
yang mengatur tentang jamu, sehingga polisi dianggap jalan
sendiri.

Saat ini aparat-aparat yang mengaku dari Polda


maupun Polres Pare itu, gencar melakukan razia. Kami
diancam akan ditangkap, sehingga sementara kami berhenti
memproduksi. Ada juga yang masih berjalan tetapi dalam
jumlah produksinya tidak banyak. Dan pemasarannya tidak
lagi terbuka tetapi diambil langsung oleh konsumen, kata
Haji Kambali, Koordinator Pedagang Jamu Kediri, warga
Nambakan Kecamatan Ringinrejo.36

Sampai Mei 2006, ada sekitar 30 home industri yang terpaksa


menghentikan kegiatannya karena takut ancaman polisi. Polisi-
polisi korup itu mentarget para pedagang dengan jumlah uang
yang variatif, antara 6 sampai 12 juta rupiah. Seperti yang dialami
salah seorang pedagang jamu asal Desa Ngreco Kecamatan
Kandat, yang dimintai uang 6 juta rupiah. Bahkan ada polisi yang
datang beberapa kali ke pedagang dan menyuruh menyerahkan
uang 12 juta langsung ke kantor Polda Jawa Timur. Cara seperti
ini ditengarai untuk memberi kesan resmi meski akhirnya
dengan cara terselubung.37
Kasus pedagang jamu ini juga bersamaan dengan pedagang
VCD yang mengalami penangkapan. Inisiatif masyarakat dalam
menyambung hidup keseharian dengan berjualan CD dan VCD
murah, dinilai ilegal karena barang dagangan itu kebanyakan
bajakan. Kondisi ini ternyata dimanfaatkan oleh aparat polisi
sebagai lahan baru mendapatkan penghasilan dengan jalan
pungutan liar (pungli). Pedagang kaki lima VCD di wilayah Kota
dan Kabupaten Kediri, selama ini ditengarai aman di bawah
ketiak petugas. Namun, ketika upeti dirasakan kurang, razia
gencar dilakukan. Sembilan orang telah ditangkap dan diproses
36
Kreatifitas Pedagang Jamu Dikebiri Polisi, Media Sipil, No. 96/ , Mei 2006, h.12.
37
Ibid.
Pola dan Strategi 85

secara hukum. Dua orang pedagang VCD dan tujuh orang pemilik
rental yang ditangkap dan ditahan.38
Pada bulan Juli 2006, muncul kejadian yang membuat
warga Kabupaten Kediri semakin tidak percaya kepada
institusi kepolisian. Dusun Pengkol Desa Kasreman, Kecamatan
Kandangan, terjadi pengrusakan dan pembakaran dua unit sepeda
motor inventaris jenis GL Max dan Suzuki Trail, (kendaraan
patroli milik Polsek Kandangan). Dalam insiden amuk massa,
14 Maret 2006 lalu, berbuntut penahanan terhadap enam orang
warga. Amuk masa itu terjadi karena pada saat polisi menjalankan
patroli, mereka melakukan pengejaran kepada pengendara
sepeda motor hingga mengakibatkan korban meninggal.39
Kecerobohan polisi inilah yang memicu terjadinya amuk
masa dengan membakar sepeda milik polisi. Akhirnya berbuntut
penahanan terhadap enam orang warga. Mereka, para terdakwa
yang di sidang secara serentak yakni, Ahmad Hadi Sugito (44),
Yulianto (24), Erik Susanto (19), Amang Yusli (19), warga
Dusun Pengkol Desa Kasreman, dan Edi Waluyo (26), warga
Kasreman, serta Lutfi Hari Krisnanto (20) warga Desa Jeruk
Wangi, Kecamatan Kandangan. Kasus yang kemudian lebih
dikenal kasus Pengkol ini mendorong mereka untuk melakukan
konsolidasi dengan kelompok warga desa lain di Kota dan
Kabupaten Kediri yang merasa disakiti oleh polisi.40
Setelah melakukan pertemuan yang lebih dikenal dengan
TERAK, kelompok-kelompok di pedesaan kemudian menjalin
hubungan yang lebih intens. Apalagi dengan berbagai kejadian
pasca TERAK, tingkat represi kepolisian menjadikan mereka
semakin kuat dalam berjaringan antar kelompok yang
merasa menjadi korban kebijakan Kabupaten Kediri. Untuk
itu, mereka seringkali melakukan pertemuan bersama dalam
bentuk: pelatihan, workshop, seminar, dan kegiatan lainnya.
Sehingga membuat mereka saling kenal dan semakin mengetahui
persoalan yang terjadi di kelompok lain dan apa yang menjadi
potensi di dusun lain. Jika ada persoalan yang dirasa sama,
38
Ombang Ambing PKL VCD Kediri , Media Sipil, No. 96/ , Meil 2006, h.20.
39
Warga Pengkol Lawan Ketidakadilan Aparat, Media Sipil, No. 98/ , Juli 2006,
h.10.
40
Ibid.
86 Muslim AlHaraka

mereka kemudian melakukan pertemuan bersama untuk saling


menceritakan dan mencari solusi bersama.
Salah satu kegiatan itu misalnya pada akhir tahun 2006, 22
kelompok41 berkumpul di Gedung Diklat Kota Kediri. Mereka
mengadakan acara Temu Bareng Pengelolaan Sumber Daya Lokal
untuk pengembangan usaha bersama. Mereka saling bercerita
dan berbagi pengalaman tentang situasi di desanya masing-
masing. Hasil dari diskusi antar kelompok kemudian dijadikan
bagian dari penjajakan kebutuhan, sekaligus merencanakan
jalan keluar bersama untuk peningkatan usaha di kelompoknya
masing-masing. Mereka juga menganalisis seluruh sumber
daya yang dimiliki. Dari hasil analisis itu menjadi dasar untuk
menyusun perencanaan kerja sama dalam pengelolaan sumber
daya alam di seluruh kelompok. Bagi kelompok yang sudah
menjalankan usaha, mereka dijadikan model pengembangan
ekonomi kelompok yang bisa dicontoh bagi kelompok lain
tentang bagaimana cara mengatur sistem produksi, distribusi
dan konsumsi.42
Bulan November 2006, di rumah Kismanto, Ketua Kelompok
Sumber Rejeki Dusun Nongkopait Desa Joho, Semen Kabupaten
Kediri ada kegiatan yang menarik. Kegiatan belajar bersama yang
dilakukan pada tanggal 26 Nopember 2006 tersebut, dihadiri
oleh Organisasi Gempolpait Ingin Perubahan (OGIP) Jombang,
Karang Taruna Permadani Desa Bangunsari Kecamatan
Mejayan Caruban, Kelompok Tani Ringinbagus Kecamatan
Puncu Kabupaten Kediri, Setari Kediri, Organisasi Pemuda
Ngembak Etan (OPEN) Desa Gayam Mojoroto Kota Kediri.
Mereka sedang belajar tentang budidaya belut. Belut menjadi
salah satu contoh isu perekat yang mampu membawa beberapa
41
(1) Paguyuban Perempuan Sido Rukun Dusun Dasun, (2) Kelompok Sumber Rejeki
Dusun Nongko Pait, (3) Kelompok Desa Kletak, (4) Kelompok Labet Rukun Desa
Manyaran, (5) Kelompok Koperasi Sumber Rejeki Desa Manyaran, (6) Kelompok
Podang Mas Desa Manyaran, (7) Kelompok Open Desa Ngembak, (8) Kelompok
Dusun Bilo Parang, (9) Kelompok Desa Tarokan, (10) Kelompok Sumber Alami
Desa Jambu, (11) Kelompok Desa Panggung Sari, (12) Kelompok Desa Manggis,
(13) Kelompok Desa Satak, (14) Kelompok Desa Trisulo, (15) Kelompok Al Barokah
Desa Krenceng, (16) Paguyuban Warga Pengkol, (17) Kelompok Desa Babatan, (18)
Kelompok Desa Silir, (19) Kelompok Sudra, (20) Kelompok Tani Setari Kecamatan
Semen, (21) LPPM Kediri, dan (22) Embrio Center (EC) Ngronggo.
42
Membangun Jaringan Ekonomi, Media Sipil, No. 105/ , Februari 2007.
Pola dan Strategi 87

kelompok untuk datang dan belajar. Di sela-sela kegiatan ini


mereka juga membahas pentingnya organisasi aliansi kedepan
di Kota dan Kabupaten Kediri. 43
Booming budidaya ikan belut (Synbranchus) di kelompok-
kelompok menjadi isu strategis untuk menyatukan beberapa
kelompok dalam usaha bersama. Meski pelaku belut di
Kabupaten Kediri masih sangat minim, bisnis ikan berbasis
kelompok ini diharapkan mampu menyatukan angan-angan
dan pikiran mereka dalam satu tujuan dan cita-cita besar yakni
kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Untuk lebih
memahami bagaimana usaha budidaya belut dikembangkan,
kelompok-kelompok belajar bersama dalam temu beluter 44
dengan mengundang ahli belut yang didatangkan dari Kota
Solo.45
Namun, masalah yang terjadi ke pedesaan tidak hanya urusan
ekonomi, melainkan juga persoalan politik. Masalah politik sering
kali tidak bisa dijawab karena mereka selama ini merasa buta
politik, dan tidak berhak membicarakan. Sehingga, kebijakan-
kebijakan politik di desa yang tidak adil, tidak mendorong
mereka untuk bertanya atau protes. Mereka merasakan ada
persoalan, tetapi tidak tahu bagaimana menyelesaikan. Masalah
inilah yang kemudian mencuat dalam pertemuan antar kelompok
selanjutnya.
Di Kabupaten Kediri terdapat sekitar 344 desa, yang pada
bulan Juli 2006 telah mendapat sosialisasi program pemerintah
tentang adanya Alokasi Dana Desa (ADD). Namun hingga Maret
2007 program tersebut belum terealisasi. Bahkan banyak
masyarakat yang belum tahu apa itu ADD. Apakah ketidaktahuan
mereka dikarenakan pendistribusian dana tersebut belum cair,
ataukah memang ada kran informasi yang tersumbat dari
pemerintah kepada masyarakat? Masalah inilah yang kemudian
dibawa dalam sebuah pertemuan antar kelompok jaringan di
Kabupaten Kediri.46
43
Pertemuan Antar Kawasan Membangun Solidaritas, Media Sipil, No. 103/ ,
Desember 2006, h. 11.
44
Peternak dan pemerhati usaha budidaya belut
45
Meneguhkan Kegiatan Kelompok, Media Sipil, No. 106/ , Maret 2007, h. 5.
46
Sampaikan ADD Kepada Masyarakat Secara Transparan, Media Sipil, No. 106/
, Maret 2007, h. 12.
88
Muslim AlHaraka

Salah Satu Sesi Acara Dalam Deklarasi SRKB


Pola dan Strategi 89

Pertemuan-pertemuan yang melibatkan antar kelompok


semakin sering dilakukan. Melalui pertemuan-pertemuan
tersebut antar kelompok saling memberikan inspirasi dan saling
memberikan semangat untuk mengembangkan kelompoknya.
Secara gagasan, di kelompok-kelompok mulai merasa bahwa
mereka memiliki teman yang senasib sehingga mulai berkembang
keberanian untuk melawan sumber-sumber penyebab
ketidakadilan. Di kelompok-kelompok muncul kebutuhan untuk
terus berhubungan dengan kelompok di seluruh Kabupaten Kediri
karena merasa penting sebagai sebuah kekuatan bersama.

C. Deklarasi Pranggang Menjadi


Titik Balik Organisasi

Setahun setelah Temu Rakyat Kediri yang dikenal TERAK,


pertemuan antar kelompok lebih diintensifkan. Dari berbagai
pertemuan antar kelompok tersebut, yang selanjutnya juga
diikuti oleh beberapa LSM (LPPM dan SUAR), akhirnya muncul
kesepakatan untuk menggelar kegiatan rapat umum (assembly)
yang mempertemukan seluruh anggota kelompok-kelompok.
Gagasan utama rapat umum ini adalah mempertemukan seluruh
anggota kelompok agar seluruh anggota kelompok-kelompok
bisa saling mengenal dan saling berdiskusi tentang persoalan-
persoalan kongkrit yang dihadapi setiap kelompok dalm suasana
yang terbuka dan dalam forum yang besar.
Dalam forum rapat (assembly) itu juga ditampilkan kesenian-
kesenian rakyat yang berkembang di komunitas dimana kelompok
hidup. Hal ini sebagai upaya membuka ruang ekspresi untuk
mengembangkan kesenian rakyat yang seringkali menjadi salah
satu alat dalam memperjuangkan hak; disamping itu juga di gelar
pasar rakyat yang menjual dan memamerkan hasil-hasil produksi
kelompok-kelompok. Pasar rakyat ini digunakan sebagai ajang
promosi bagi produk-produk kelompok ke masyarakat luas.
Disamping sebagai sarana mempertemukan kelompok,
kegiatan ini juga digunakan sebagai unjuk kekuatan, karena
banyaknya anggota yang datang. Unjuk kekuatan ini digunakan
sebagai salah satu kekuatan terutama dalam melakukan upaya
90 Muslim AlHaraka

advokasi di masa-masa yang akan datang. Karena dengan


menunjukkan kekuatan seperti ini, maka secara politis aliansi
ini akan diperhitungkan oleh pembuat kebijakan, baik politik
atau ekonomi, dimana untuk kondisi Indonesia hal ini sangat
penting dilakukan.
Rapat umum yang dilakukan pertama kali ini juga bertujuan
untuk mendeklarasikan keberadaan forum aliansi di Kota dan
Kabupaten Kediri. Deklarasi dilakukan sebagai upaya peneguhan,
baik ke dalam maupun keluar, terhadap kebersamaan dan
solidaritas dalam memperjuangkan kedaulatan dan keadilan.
Rapat umum ini diselenggarakan dari tanggal 7-8 April 2007
bertempat di lapangan sepakbola Desa Pranggang Kecamatan
Plosoklaten.
Pada tanggal 7 April 2007 pagi, rapat umum dalam rangka
deklarasi forum aliansi dibuka dengan parade drumband anak-
anak, diikuti barisan kesenian tradisional banthengan, jago-
jagoan dan performance art yang dibawakan oleh komunitas
seni Sudra. Arak-arakan tersebut berangkat dari satu tempat
yang berjarak sekitar 2 kilometer dari lapangan Desa Pranggang.
Ribuan orang menyaksikan arak-arakan ini di sekitar jalan yang
dilewati. Ketika arak-arakan melewati Balai Desa Pranggang
dan masuk ke lapangan Desa Pranggang, tempat rapat umum
dipusatkan, mereka disambut dengan pemukulan alat-alat musik
dari arah panggung yang telah disiapkan di sudut selatan lapangan
sepakbola. Suasana sangat semarak menandai pembukaan acara
rapat umum dalam rangka Deklarasi Serikat Rakyat Kediri
Berdaulat (SRKB), kumpulan dari beragam kelompok yang
tersebar di seluruh Kota dan Kabupaten Kediri bertemu untuk
pertama kalinya dalam satu tempat.
Kelompok-kelompok yang terlibat dalam proses pertemuan
dan pembentukan SRKB terdiri dari 34 kelompok yang selama
setahun terakhir aktif berproses bersama-sama. Anggota
bertambah menjadi 42 kelompok (karena banyak kelompok
lain turut bergabung) yang teridentifikasi dalam Musyawarah
Besar (Mubes) yang berlangsung.47
47
Kelompok-kelompok tersebut adalah: Sumber Rejeki Desa Kalipang, Koperasi
Sumber Rejeki Desa Manyaran, FKPP Banyakan, Organisasi Pemuda (Open)
Desa Ngembak Gayam, Kelompok Tani Perempuan Labet Rukun Desa Manyaran,
Pola dan Strategi 91

PRESIDIUM

KESEKRETARIAN

BENDAHARA

SEKJEND

POKJA ADVOKASI POKJA PENDIDIKAN POKJA USAHA POKJA SENI BUDAYA

D. Musyawarah Besar

Salah satu acara dalam rapat umum adalah musyawarah


besar (Mubes) yang diselenggarakan di Balai Desa setempat
untuk melakukan musyawarah besar, disingkat Mubes. Mubes
yang dilakukan anggota SRKB pada malam 7 April 2007 diikuti
oleh seluruh perwakilan kelompok yang mengikuti kegiatan rapat
umum. Pembahasan dalam mubes antara lain: penentuan nama
organisasi aliansi. Organisasi bersama ini disepakati bernama
Serikat Rakyat Kediri Berdaulat disingkat SRKB.
Pembahasan lain adalah menentukan visi misi organisasi
aliansi ini. Visi yang disepakati adalah: terwujudnya masyarakat
Suara Nurani (SUAR), LPPM, Paguyuban Perempuan Sido Rukun Dusun Dasun
Desa Joho, Komunitas Musik dan teater Sudra, Kelompok Pemuda Podang Mas
Desa Manyaran, Kelompok Pemuda Desa Mlancu, Kelompok Tani Al-Barokah Desa
Krenceng, Paguyuban Petani Adil Makmur (PPAM) Desa Ringin Bagus, Embrio
Center (EC), Kelompok Tani Sumber Rejeki Desa Nongkopait, Gerakan Muda Per-
juangan Rakyat (GMPR) Desa Satak, Karang Taruna Tunas Harapan Desa Kraton,
Komunitas Desa Trisulo, Kelompok Pemuda Desa Turi Lor, Karang Taruna Tunas
Muda Desa Pranggang, Paguyuban Warga Pengkol, Kelompok Pemuda Sumber
Alami (Padasua) Desa Jambu, Koperasi Budi Rahayu, AP3RK, Serikat Tani Kediri
(Setari), Remas Rahmatika Desa Gayam, Madani Pos Kediri, Persatuan Pemuda
Bulusari (PPB) Tarokan, Kelompok Pemuda Dusun Sumber Pancur, Remas Suko-
harjo Plemahan, Paguyuban Pengusaha Roti Desa Banyakan, Pemuda Lamong,
Persatuan Pemuda Sumber Golek (P2SG) Desa Pranggang, Kebon Rejo Besowo,
PASTI Semen, Kelompok Tani Makmur 1 Kalisuko Berjo Plemahan, Pemuda Pecinta
alam Pranggang (Parang), Kelompok Pemuda Sumber Bendo, KMDH (kelompok
Masyarakat Desa Hutan) Sido Mukti Desa Satak, Kelompok Simpan Pinjam Sido
Waras SAE Desa Satak, Komunitas Desa Pakis, dan Kelompok Tani Ngembak Etan.
Kelompok-kelompok ini dalam perkembangannya ada yang bubar, tetapi ada juga
yang semakin kuat serta tidak sedikit yang muncul dengan mendirikan organisasi
di komunitas dan bergabung dalama SRKB.
92 Muslim AlHaraka

Kota dan Kabupaten Kediri yang kuat dan berdaulat secara


Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Sedangkan Misinya,
Melakukan Advokasi kebijakan secara litigasi dan non litigasi,
Melakukan pendidikan peningkatan kapasitas kelompok, dan
Melakukan penguatan dan pengembangan usaha kelompok.
Setelah pembahasan tentang nama, bentuk organisasi dan
visi-misi, selanjutnya pembahasan mengalir pada pembahasan
tentang program kerja. Organisasi (forum) aliansi ini akan
melakukan upaya-upaya: (1) advokasi, (2) pendidikan kader, (3)
pengembangan usaha ekonomi.
Program tersebut akan dijalankan oleh kelompok kerja
yang terdiri dari: (1) Pokja advokasi yang akan memberikan
fasilitasi pada kelompok-kelompok dalam melakukan advokasi
isu-isu bersama baik secara litigasi maupun non litigasi.;
(2) Pokja pendidikan kader, akan melakukan penyusunan
modul dan fasilitasi pendidikan kader, terutama kader-kader
kelompok yang selanjutnya akan menjadi kader SRKB; (3) Pokja
pengembangan usaha ekonomi berperan menyusun modul
dalam rangka memperkuat dan mengembangkan koperasi di
kelompok-kelompok, memperkuat dan mengembangkan usaha,
membangun dan mengembangkan jaringan usaha ekonomi, juga
menginisiasi terbentuknya koperasi induk di SRKB.
Untuk mewujudkan program kerja yang disepakati kemudian
SRKB menyusun struktur organisasinya. Struktur SRKB dalam
mubes tersebut disepakati adanya presidium, sekretaris jenderal,
dan kelompok kerja-kelompok kerja sebagai pelaksana program-
program yang akan dilakukan.

E. Pengajian Rakyat dan Deklarasi

Kegiatan rapat umum ini diakhiri dengan pengajian rakyat


dan pembacaan naskah deklarasi. Pengajian rakyat yaitu
penyampaian pidato politik dan kebudayaan yang disampaikan
oleh KH Azis Mansur dan Jhonson Pandjaitan, SH. Kegiatan
penutup ini dihadiri oleh sekitar 10.000 orang yang memenuhi
lapangan sepakbola Desa Pranggang, Kecamatan Plosoklaten
Kabupaten Kediri dimana acara rapat umum diselenggarakan.
Pola dan Strategi 93

Sebelum pidato politik dan kebudayaan disampaikan,


terlebih dahulu, di atas panggung yang berukuran 6 x 12 meter
tersebut ditampilkan berbagai atraksi kesenian, baik kesenian
modern maupun kesenian rakyat. Setelah atraksi kesenian
selesai dilanjutkan pembacaan deklarasi SRKB. Deklarasi ini
merupakan manifesto bagi seluruh kelompok-kelompok yang
tergabung dalam SRKB untuk bekerja, belajar dan berjuang
secara bersama-sama dalam meraih keadilan. Karena itu, teks
deklarasi yang telah dibuat dan dibacakan merupakan cita-
cita seluruh kelompok dalam mencapai kehidupan yang lebih
baik.
Teks deklarasi yang dibacakan oleh Masfiyah (pimpinan
kelompok perempuan Labet Rukun Manyaran Kabupaten Kediri)
tersebut adalah sebagai berikut:

Kami adalah Serikat Rakyat Kediri Berdaulat selanjutnya


di singkat SRKB. Kami adalah kumpulan dari berbagai
kelompok dan komunitas di Kabupaten dan Kota Kediri. SRKB
adalah wadah bersama bagi seluruh anggota khususnya,
dan umumnya untuk masyarakat luas. SRKB juga sebagai
wadah bersama, untuk membangun kekuatan bersama, saling
belajar bersama, saling mendukung, dan mengembangkan
solidaritas sesama anggota. Selain itu SRKB sebagai wadah
bersama untuk menyikapi hal-hal ketimpangan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat Kediri, sehinggga kami dapat
melakukan upaya-upaya perubahan yang lebih baik dimana
perubahan tersebut tidak mungkin kami lakukan secara
sendiri-sendiri. Namun demikian, SRKB bukanlah organisasi
politik.
Atas kehendak dan kesamaan cita-cita dalam membangun
dan meneguhkan kembali kedaulatan dan kesejahteraan kami
inilah, 41 kelompok-kelompok dan komunitas-komunitas
yang tersebar di Kabupaten dan Kota Kediri menyatakan diri
berhimpun dalam SRKB.
Terbentuknya SRKB bukan berarti masalah-masalah yang
kami hadapi sudah terselesaikan. SRKB merupakan wadah
yang mengawali perjuangan kami secara bersama-sama.
Namun, kita tidak menutup kemungkinan besok atau lusa,
ada penambahan anggota SRKB. Kami bertekad, SRKB akan
94 Muslim AlHaraka

kami kembangkan terus menerus secara terbuka, sehingga


SRKB bisa menjadi lebih banyak lagi kelompok dan komunitas
rakyat yang turut bergabung dengan SRKB. Meluas dan
membesarnya SRKB akan menjadikan kami lebih kuat dan
besar dalam memperjuangkan hak-hak kami yakni kedaulatan
dan kesejahteraan kami. Karena, lumpuhnya kedaulatan dan
kesejahteraan kami, sebagian besar disebabkan oleh berbagai
kebijakan pemerintah.
Upaya kami dalam rangka mewujudkan cita-cita merebut
kedaulatan dan kesejahteraan rakyat, maka dengan ini kami
telah bersepakat bulat untuk menyelesaikannya melalui :
1. Penanganan kasus-kasus yang datang dari kelompok yang
tergabung dalam SRKB
2. Mengupayakan kebijakan-kebijakan yang menjadi
kebutuhan kelompok-kelompok yang tergabung dalam
SRKB
3. Melakukan pendidikan peningkatan kapasitas kelompok
yang tergabung dalam SRKB
4. Melakukan pendidikan kader penggerak di kelompok-
kelompok yang tergabung dalam SRKB
5. Memperkuat dan mengembangkan koperasi di kelompok-
kelompok yang tergabung dalam SRKB
6. Memperkuat dan mengembangkan usaha di kelompok-
kelompok yang tergabung dalam SRKB
7. Membangun dan mengembangkan jaringan usaha
ekonomi
8. Menginisiasi terbentuknya koperasi induk di SRKB
9. Mengupayakan pelestarian budaya rakyat
10. Menyediakan, mendokumentasikan dan mendistribusikan
informasi.

Demikian deklarasi kami. Atas nama seluruh anggota


SRKB bahwa mulai detik ini kami akan berkomitmen untuk
memperjuangkan apa yang kami deklarasikan.48

48
Berkumpul Dalam Satu Perjuangan, Media Sipil, No. 108, Mei 2007, h.11.
Pola dan Strategi 95

3. Pengalaman Srkb Terlibat Dalam Perebuatn Kuasa

A. Tekanan Momentum Politik Terhadap Srkb

Momentum Pilkada Kabupaten Kediri 2010 benar-benar


menjadi momentum yang tepat bagi SRKB untuk mengukur
kekuatan konsolidasi organisasi. Sebuah peristiwa pertarungan
dalam memperebutkan kekuasaan politik di tingkat kabupaten.
Apakah pengalaman sebagai organisasi gerakan selama 8 tahun
telah cukup sebagai modal. Bukan tanpa alasan jika SRKB
turut berkompetisi karena peristiwa-peristiwa yang sama sudah
dialami oleh kelompok anggota SRKB ketika memperebutkan
kursi kepala desa. Artinya wilayah politik bukan lagi sesuatu yang
baru, kelompok sering terlibat dalam proses-proses politik. Mulai
pemilihan kepala desa, pemilu legislatif, dan presiden. Peristiwa
tersebut telah memaksa anggota SRKB untuk terlibat.
Berkaitan dengan kepemimpinan di Kabupaten Kediri,
SRKB memiliki sejarah panjang dengan mendorong setiap orang
untuk menjadi pemimpin. Minimal di kelompok masing-masing.
Sejak tahun 2002 upaya-upaya menumbuhkan kepemimpinan
politik lokal dilakukan. Proses ini berbarengan dengan lahirnya
kelompok-kelompok yang berjumlah 43 dan selanjutnya
mendeklarasikan organisasi SRKB pada 7 April 2007. Lahirnya
kelompok merupakan respon dari kebutuhan masyarakat untuk
menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Berangkat dari
kesadaran adanya persoalan yang dirasakan bersama, kemudian
mereka berkumpul, bersolidaritas untuk menyelesaikannya.
Melalui SRKB, setiap kelompok bisa belajar bersama
bagaimana cara yang paling efektif untuk menyelesaikan
persoalannya. Bagaimana mengelola sumber daya yang dimiliki
sehingga bisa lebih bermanfaat dan adil. Menjaga solidaritas
diantara mereka, melakukan advokasi kebijakan di tingkat desa.
Dari proses yang terjadi di setiap kelompok inilah melahirkan
dan membentuk kepemimpinan-kepemimpinan baru.
Sebuah kelompok membutuhkan seorang pemimpin. Ia
merupakan representasi dari anggotanya. Seorang pemimpin
berperan mendorong dan memotivasi para anggotanya untuk
96 Muslim AlHaraka

menyelesaikan persoalan, mengelola konflik serta mempengaruhi


pembuat kebijakan di tingkat desa. Di sinilah seorang pemimpin
lokal hadir, yang terpilih dan terdidik dari sebuah proses
berorganisasi di kelompok. Pemimpin yang lahir melalui proses
kaderisasi, bukan pemimpin yang terbentuk secara instan,
misalnya karena dia memiliki modal finansial yang besar atau
memiliki ketenaran semata.
SRKB yang ketika dideklarasikan memiliki 43 anggota,
sebenarnya telah memiliki 43 orang pemimpin lokal. Mereka
adalah para kader kelompok yang tertempa oleh pengalaman.
Mungkin secara deskriptif mereka tidak tahu bahwa, mereka
sedang menjalankan proses kepemimpinan, tetapi fungsi dan
peran kepemimpinan telah mereka jalankan. Dari waktu ke
waktu perkembangan SRKB semakin kuat. Terlebih jika melihat
latar belakang kondisi politik Kabupaten Kediri yang tidak
membaik.
Bupati Sutrisno yang terpilih kembali pada tahun 2005
memiliki janji-janji yang tertulis dalam visi-misi yang telah
disampaikan menjelang pilkada Kabupaten Kediri 2005. Namun
hingga dua tahun masa kepemerintahannya janji-janji politik
semasa kampanye belum ada satupun yang ditepati. Himpitan
persoalan masih dirasakan oleh masyarakat serta juga oleh
kelompok-kelompok yang selama ini terorganisir.
Kondisi tersebut memunculkan kemarahan rakyat Kediri,
kemudian lahirlah aksi bersama untuk menagih janji Bupati
Kediri Sutrisno. Aksi tersebut dikenal sebagai Terak (Temu
Rakyat Kediri) yang diikuti oleh 20 kelompok dari barat dan
timur Sungai Berantas, sungai yang membelah Kabupaten Kediri.
Lebih dari 1.000 orang turun jalan menuju kantor Kabupaten
Kediri. Aksi damai yang diiringi pemotongan tumpeng di depan
pendopo Kabupaten Kediri serta orasi dari masing-masing
kelompok. Tuntutan ini dilakukan untuk menagih janji sang
bupati yang pada saat itu tidak mau menemui. Akhirnya Terak
menyerahkan surat tuntutan kepada perwakilan bupati yang
hadir menemui massa saat itu.
Dampak dari aksi Terak, sebulan kemudian beberapa
pembangunan dilakukan di desa-desa yang turut serta dalam
Pola dan Strategi 97

aksi Terak. Jalan di Kecamatan Semen yang menuju Desa


Joho diaspal, beberapa persoalan di Manyaran di selesaikan,
dan kebijakan tentang penggilingan padi keliling direspon.
Dari peristiwa ini diambil sebuah pembelajaran bahwa faktor
kepemimpinan politik memegang peran penting. Sejak itu
konsolidasi antar kelompok dilakukan lebih intensif dan mulai
digagas untuk membentuk organisasi aliansi yang sekarang
dikenal dengan nama SRKB. Sejak itu pula benih-benih lahirnya
kepemimpinan di Kabupaten Kediri bermunculan.
Tiga tahun kemudian atau di awal tahun 2009, persoalan
kepemimpinan menjadi isu penting dalam Kongres dan Rapat
Umum II SRKB di Desa Sumberejo49. Bahwa pada tahun 2010 di
Kabupaten Kediri akan berlangsung pilkada. Sementara Bupati
Sutrisno tidak memungkinkan lagi untuk mencalonkan diri
karena sudah menjabat selama dua periode.
Sepanjang proses rapat umum, dorongan, dukungan dan
ungkapan dikatakan oleh para perwakilan kelompok tentang
gagasan dan mimpi bersama membangun kepemimpinan
politik di Kabupaten Kediri. Sejak saat itu SRKB telah benar-
benar mempersiapkan diri untuk bertarung di ranah politik.
Terpilihnya Munasir Huda, salah satu penggerak SRKB yang
melakukan pengorganisasian petani yang berkonflik dengan PT.
Perkebunan dan Perhutani di Kediri, sebagai sekretaris jenderal
dan berubahnya struktur organisasi dengan merampingkan
Dewan Presidium serta membentuk Kelompok Kerja sebagai
penyesuaian agar kapal besar SRKB lebih lincah bermanuver di
medan politik.

B. Restrukturisasi Terus Bergulir

Keberadaan SRKB semakin mendapat tempat dalam tatanan


sosial di Kabupaten Kediri. Bahkan secara politik mereka mulai
diperhitungkan terutama oleh pemangku kepentingan politik.
Kondisi eksternal ini mendorong SRKB untuk menata kembali visi
dan misinya. Sehingga mereka melakukan kongresnya yang kedua

Dokumen proses Kongres dan Rapat Umum II SRKB pada tanggal 1 Januai 2009
49

di Balai Desa Sumberejo Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri.


98 Muslim AlHaraka

pada bulan Januari 2009 di Balai Desa Sumberejo Kecamatan


Gampengrejo Kabupaten Kediri yang dihadiri oleh seluruh anggota
SRKB.
Dalam Kongres II ini dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap
perjalanan organisasi. Mereka mendata ulang dan mendiskusikan
persoalan-persoalan yang dihadapi kelompok selama dua tahun
terakhir. Pertemuan kelompok dalam forum resmi organisasi
tersebut, memunculkan empat isu pokok: pertanian, koperasi,
kesehatan, dan kesenian. Sehingga, diakhir kongres telah
dirumuskan rekomendasi yang harus dijalankan oleh Sekjen
SRKB.
Setelah menemukan rekomendasi program yang harus
dilakukan SRKB, kongres dilanjutkan dengan pembahasan
tentang efektifitas struktur organisasi yang selama ini berjalan.
Isu restrukturisasi ini diangkat karena Sekjen SRKB yang terpilih
ketika kongres pertama SRKB di Balai Desa Pranggang Plosoklaten
tidak bisa aktif. Hal ini berdampak perencanaan kegiatan-kegiatan
SRKB tidak bisa dijalankan. Selain itu, rekomendasi program
dalam merespon empat isu pokok untuk satu tahun mendatang,
diperlukan sebuah struktur yang lebih efektif sehingga bisa
menjawab kebutuhan. Dalam kongres tersebut, muncul hasil
yang menjadi kesepakatan tentang struktur SRKB yang baru yang
terdiri dari presidum, sekjen dan kelompok kerja.
Sebelum Kongres II SRKB, anggota presidium adalah
perwakilan dari setiap kelompok. Karena banyak kelompok
yang tergabung dipandang tidak efektif menentukan presidium
berdasarkan perwakilan kelompok, karena terlalu gemuk.
Presidium tidak bisa mengambil keputusan secara cepat karena
harus mengkoordinasikan semua kelompok. Dalam kongres
ini, presidium hanya diambil empat orang yang dipilih oleh
seluruh anggota kelompok yang kemudian muncul empat anggota
Presidium.50
Setelah presidium terpilih, kemudian peserta kongres
menentukan sekjen SRKB sebagai orang yang bertanggungjawab
atas berjalannnya organisasi. Secara aklamasi, peserta memilih

50
Empat orang anggota presidium tersebut antara lain Heri DK (Surya Sejahtera),
Sanusi (SUAR), Sulastri (Paguyuban Sidorukun), dan M. Ali (LPPM).
Pola dan Strategi 99

Munasir Huda yang dipandang sebagai kader orang paling dikenal


di kelompok-kelompok. Sebelumnya, Munasir Huda adalah
anggota presidium SRKB.
Pembahasan restrukturisasi SRKB dilanjutkan dengan
dibentuknya kelompok kerja yang perannya adalah membantu
kerja-kerja sekjen. Pokja ini dibentuk berdasarkan isu pokok:
pokja advokasi, pokja ekonomi, dan pokja sosial budaya. Dengan
tiga macam pokja, isu kesehatan masuk dalam pokja advokasi;
pertanian dan koperasi masuk dalam isu ekonomi; dan kesenian-
budaya dan pendidikan masuk ke dalam pokja sosial budaya.
Situasi politik di kabupaten menjadi daya dorong untuk
semakin memperkuat posisi SRKB, khususnya dalam strukturnya.
Pada 2010, Kabupaten Kediri akan menyelenggarakan Pemilihan
Umum Daerah. Kepemimpinan Sutrisno sebagai bupati Kediri
yang sudah dua periode dirasakan sebagai bentuk kegagalan.
Sutrisno yang awalnya berkomitmen terhadap pertanian, ternyata
diakhir periode justru sama sekali tidak memberi kontribusi
terhadap petani Kabupaten Kediri. Padahal masalah pertanian
merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh anggota
SRKB karena sebagian besar mereka adalah petani. Situasi ini
kemudian mendorong SRKB untuk bersikap dalam Pilkada 2010
di Kabupaten Kediri.
Tekanan politik di luar membuat SRKB kemudian memperkuat
struktur organisasinya. Sehingga dibutuhkan struktur organisasi
yang kuat, tertib administrasi dan roda program yang telah
diputuskan berjalan. Maka, ditentukan pos-pos kader yang mengisi
struktur yang telah dihasilkan dalam kongres II.
Pilkada Kabupaten Kediri 2010 yang semakin dekat, semakin
membuat tekanan dalam internal SRKB. Anggota-anggota yang
ada di pedesaan memunculkan gagasan tentang sikap SRKB dalam
pilkada ini. Sehingga, pengurus SRKB merasa perlu bersikap atas
Pilkada 2010. Dalam rapat Dewan Presidium dan Sekjen SRKB pada
tanggal 6 Maret 2009, SRKB telah membuat keputusan penting.
Pertama, SRKB harus mencalonkan seseorang yang dipercaya
untuk membawa aspirasi kelompok. Kedua, untuk mendukung
upaya-upaya pemenangan maka harus dilakukan pengembangan
struktur organisasi SRKB sebagaimana struktur yang disepakati
100 Muslim AlHaraka

pada evaluasi di Desa Sumberejo. SRKB harus mempunyai struktur


yang berjenjang mulai tingkat kabupaten sampai desa. Bukan
seperti struktur hasil kesepakatan pada awal tahun 2009 dimana
struktur SRKB hanya terdiri dari sekjen dan kelompok-kelompok
sebagai anggota dan menyebar di beberapa desa.
Padahal salah satu mandat dari Rapat Umum II SRKB adalah
membangun struktur organisasi yang lebih luas sehingga bisa
menjangkau desa-desa lain. Lewat pertemuan-pertemuan antara
dewan presidium, sekretaris jenderal, dan kelompok kerja rencana
restrukturisasi dibuat.51 Memang mandat tersebut terasa berat.
Akan tetapi keputusan telah dibuat maka tugas sekretaris jenderal
selanjutnya adalah melaksanakan. Ini merupakan tahap persiapan,
SRKB belum merencanakan upaya pemenangan.
SRKB merupakan organisasi gerakan yang mandiri, baik secara
program dan pendanaan. Dengan keterbatasan yang dimiliki
maka setiap kegiatan kelompok dan pertemuan dimanfaatkan
untuk mensosialisasikan soal kepemimpinan politik di Kabupaten
Kediri. Target awal sosialisasi supaya mandat tersebut tidak hanya
dirasakan oleh kepengurusan SRKB dan perwakilan kelompok,
tetapi juga seluruh anggota kelompok. Karena merekalah yang
bisa menentukan kekuatan SRKB.
Setelah sosialisasi mandat dari Rapat Umum II (membangun
struktur organisasi yang lebuh luas) dilakukan selama 4 bulan,
dipersiapkanlah pertemuan lanjutan. Pertemuan ini bertujuan
lebih memperkuat mandat dan juga merencanakan langkah-
langkah strategis. Karena selama ini kekuatan anggota SRKB
hanya terdiri dari 43 kelompok yang tersebar di Kota dan
Kabupaten Kediri. Hal ini tentu belum dianggap cukup jika SRKB
dipersiapkan untuk terlibat dalam perebutan kepemimpinan
politik melalui Pilkada Kabupaten Kediri 2010.
Jumlah anggota yang menghadiri pertemuan lanjutan berkisar
60 orang. Mereka mewakili kelompok dari barat sampai timur
Sungai Brantas. Dari lereng Gunung Kelud yang berada di wilayah
timur, kawasan seputar Gunung Wilis yang berada di wilayah barat
serta wilayah Kabupaten Kediri sebelah utara dan selatan. Pada
umumnya mereka adalah penggerak kelompok sehingga cukup
51
Dokumen Restrukturisasi Pokja, 11 April 2009.
Pola dan Strategi 101

mewakili aspirasi anggota SRKB.


Pembicaraan lebih mendalam dilakukan bersama. Sehingga
mandat yang dihasilkan dari Rapat Umum II SRKB menjadi
strategi perjuangan SRKB, yaitu dua model perjuangan di dalam
dan perjuangan ke luar. Perjuangan di dalam dilakukan dengan
memberikan bimbingan, pelatihan, yang bisa dilakukan oleh
anggota SRKB melalui forum belajar bersama. Lewat pertemuan
bulanan setiap kelompok bisa melakukan sharing atau bertanya ke
kelompok lain tentang sesuatu hal. Perjuangan ke luar dilakukan
dengan upaya-upaya advokasi kebijakan pemerintah Kabupaten
Kediri. Selain itu SRKB akan mendorong para kader di Pilkada
Kabupaten Kediri 2010 untuk mencalonkan diri sebagai upaya
perebutan kepemimpinan politik di tingkat kabupaten52.
Sejak saat itu rumusan langkah strategis dijalankan. Salah
satunya adalah membangun struktur organisasi SRKB sampai ke
desa-desa. Struktur yang diharapkan bisa menjadi mesin politik
untuk menopang gerakan pemenangan terdiri dari pengurus
kabupaten, koordinator kecamatan, dan koordinator desa, dan
terbawah adalah anggota-anggota. Dengan model tersebut, praktis
SRKB akan memiliki kaki di kecamatan-kecamatan dan desa-desa
di Kabupaten Kediri.
Menjelang bulan Oktober 2009 pembentukan struktur di
tingkat kecamatan dan desa-desa mulai dilakukan. Sekretaris
jenderal dan kelompok kerja serta dibantu oleh kelompok-
kelompok mulai mencari orang-orang yang mau dan siap untuk
direkrut menjadi koordinator kecamatan dan desa. Keterlibatan
kelompok sangat diperlukan untuk proses pembacaan terhadap
kader-kader yang akan dipilih. Memang tidak ada kriteria yang
disepakati, tetapi tanggung jawab dipikul oleh kelompok. Seorang
koordinator harus jelas keberpihakan, pemahaman tentang kondisi
di lingkungannnya, dan kedekatan dengan kelompok menjadi
pertimbangan utama.
Selama dua bulan proses perekrutan dilakukan. Setiap orang
yang ditentukan tidak bisa langsung diputuskan. Rekam jejak
seseorang ditelusuri, cek silang dengan anggota dan kelompok
lain dilakukan. Pada akhirnya terkumpullah 60 orang yang

Dokumen Rencana Kerja SRKB, 16-17 April 2009.


52
102 Muslim AlHaraka

dijadikan penanggung jawab di setiap kecamatan. Tugas mereka


adalah mencari orang untuk dijadikan koordinator desa. Seorang
koordinator desa bisa dari ketua kelompok atau orang lain di
luar kelompok dengan persetujuan kelompok dan koordinator
kecamatan setempat.
Dengan memiliki struktur sampai tingkat desa, maka SRKB
telah memiliki mesin politik yang digunakan untuk pemenangan
Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Struktur ini berfungsi menggalang
dukungan suara dari masyarakat melalui kerja-kerja politik hingga
hari pemungutan suara. Setelah proses restrukturisasi, strukturnya
berubah menjadi: (1) presidium, (2) sekretaris jenderal (sekjen),
(3) koordinator kecamatan, dan (4) koordinator desa. Sekjen
dibantu oleh komite-komite yang dibentuk sesuai kebutuhan, dan
komite yang dibentuk pertama adalah Komite Pendidikan.
Struktur organisasi setelah proses restrukturisasi, sebagai
berikut:

Presidium

Sekretaris Jenderal

Koordinator Kecamatan Koordinator Kecamatan Koordinator Kecamatan

Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator


Desa Desa Desa Desa Desa Desa

Anggota

C. Konsolidasi Dukungan Arus Bawah

Pada bulan Januari 2010 kerja-kerja restrukturisasi SRKB


telah selesai. Kerja ini menghasilkan 17 koordinator kecamatan
Pola dan Strategi 103

dan 136 koordinator desa. Namun kerja-kerja politik yang


dilakukan dirasa belum cukup. Ada dua tugas utama yang
harus dijalankan oleh para koordinator. Mendorong lahirnya
calon pemimpin di tingkat Kabupaten Kediri dan konsolidasi di
kelompok-kelompok untuk penggalangan dukungan suara.
Tugas pertama: penentuan calon yang akan diusung dalam
pilkada dan menjadi pemimpin di tingkat Kabupaten Kediri, yang
dilakukan melalui konvensi dengan menjaring setiap kader SRKB.
Konvensi ini menentukan seorang pemimpin yang bisa terlahir,
baik dari sekretaris jenderal sampai koordinator desa, atau dari
43 kader kelompok. Mereka semua memiliki kesempatan dan
hak yang sama untuk mengajukan diri menjadi calon.
Konvensi dilakukan secara berjenjang, dimulai dari kelompok
dan desa, kemudian penjaringan di tingkat kecamatan. Pada
seleksi di tahap kedua muncul dua atau tiga orang calon terkuat.
Mereka adalah calon-calon yang dianggap sesuai dengan kriteria
yang diusung oleh SRKB. Ditahap akhir konvensi dipilih salah
satu dari tiga orang yang maju dalam perebutan kepemimpinan
politik Kabupaten Kediri.
Konvensi dilakukan dibulan Juni 2010, lima bulan setelah
proses restrukturisasi SRKB berjalan. Batas akhir konvensi
diselaraskan dengan jadwal Pilkada Kabupaten Kediri yang
diselenggarakan sekitar bulan Juli 2010 sesuai dengan
berakhirnya masa jabatan Bupati Sutrisno yang habis pada
bulan Agustus 2005.
Tugas penggalangan dukungan dari masyarakat sangat
penting dilakukan untuk mengukur seberapa besar suara
yang dapat dihimpun. SRKB tidak bisa hanya berpatok pada
ukuran 43 kelompok dan struktur yang telah dimiliki. Upaya
memenangkan perebutan kepemimpinan politik Kabupaten
Kediri membutuhkan jumlah suara yang cukup besar. Paling
tidak tiga puluh persen dari jumlah pemilih.
Fungsi dan peran para koordinator kecamatan dan desa
dalam penggalangan suara adalah mengenalkan SRKB kepada
masyarakat di Kabupaten Kediri. Mereka adalah para ujung
tombak untuk mensosialisasikan siapa SRKB dan apa program
kerja yang dimiliki serta apa saja yang selama ini diperjuangkan.
104 Muslim AlHaraka

Selain kepada masyarakat luas, para koordinator juga diberi


tugas untuk mengkonsolidasikan para anggota SRKB yang terdiri
dari kelompok-kelompok .
Dari bulan Januari dan Februari 2010 konsolidasi dilakukan
dengan mengintegrasikan dalam survei. Survei sendiri merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh SRKB yang bertujuan untuk
mengetahui: persoalan apa yang dirasakan oleh masyarakat
Kabupaten Kediri selama tiga tahun ini dan pandangan mereka
terhadap kepemimpinan dalam Pilkada Kabupaten Kediri
2010.
Survei dilakukan oleh koordinator kecamatan, koordinator
desa, dan kelompok-kelompok anggota SRKB dalam rangka
konsolidasi terhadap setiap orang dan kelompok masyarakat.
Mereka bekerja berjenjang mengumpulkan data-data dari desa,
kecamatan, dan dikumpulkan di tim kabupaten. Di tingkat desa,
data diperoleh melalui enam pertanyaan kepada responden
secara berkelompok atau perorangan. Data-data inilah kemudian
diolah menjadi satu dokumen hasil survei SRKB 2010.
Di luar dugaan, survei yang dilakukan terhadap 1.364
responden di Kabupaten Kediri mendapatkan hasil luar biasa.
Secara garis besar ada tiga temuan pokok yang menyoroti
persoalan di Kabupaten Kediri. Pertama, masyarakat Kabupaten
Kediri terbelit dengan masalah ekonomi. Persoalan utama
yang dihadapi adalah rendahnya pendapatan sehingga tidak
mencukupi kebutuhan keluarga. Rendahnya pendapatan ini
disebabkan karena rendahnya pemasukan keuangan rumah
tangga terutama dari sektor pertanian yang tidak menjadi
perhatian utama dari pemerintah Kabupaten Kediri.
Kedua, masyarakat Kabupaten Kediri melihat bahwa, kinerja
pemerintah sangat rendah dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Kinerja berhubungan dengan fungsi dan
kewajiban pemerintah seperti di bidang ekonomi, hukum dan
pemerintahan, serta pembangunan. Kinerja pemerintah yang
rendah menunjukkan bahwa pemerintah seperti tidak melakukan
kerja apapun untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pandangan ini diberikan oleh 980 jawaban53.
53
Laporan Hasil Survei SRKB; Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan
Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010.
Pola dan Strategi 105

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP


KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI 2005-2010

1200

980
1000

800

600

341
400

200

0
PEMENUHAN HAK PENGABAIAN HAK

Temuan ketiga adalah soal kepemimpinan. Masyarakat


Kabupaten Kediri sangat membutuhkan pemimpin yang memiliki
pandangan yang manusiawi; berpihak dan membela kepentingan
rakyat dan mau mendengarkan keluhan rakyatnya. Pemimpin
yang bersih dari korupsi sangat diharapkan. Masyarakat
memandang faktor pemimpin menjadi sangat penting untuk
menyelesaikan persoalan di Kabupaten Kediri. Ungkapan ini
menjadi lambang dari bentuk kekecewaan masyarakat kepada
pemimpinnya.
Dalam hasil survei, masyarakat lebih mementingkan sosok
pribadi dari pada program kerja yang akan direncanakan. Apa
gunanya rencana program yang muluk-muluk jika pribadi
(sosok pimpinan) tidak mendukung dilaksanakannya program
tersebut. Faktor kepemimpinan inilah sebenarnya yang menjadi
sumber persoalan. Sesuai dengan pengalaman rakyat Kabupaten
Kediri, prilaku seorang pemimpin berpengaruh terhadap kinerja
birokrasi dalam memberikan pelayanan. Prilaku pemimpin yang
tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat berimplikasi kepada
masalah-masalah di masyarakat tidak terselesaikan. Melihat
kondisi ini, maka proses pemilihan dan pergantian pemimpin
politik di Kabupaten Kediri sangat menentukan bagi proses
pembangunan yang akan dilakukan di masa selanjutnya.
106 Muslim AlHaraka

Masyarakat Kabupaten Kediri menganggap pesimis terhadap


para calon bupati yang sudah mensosialisasikan diri melalui
poster dan baliho. Masyarakat membutuhkan calon bupati lain,
seseorang yang sama sekali baru dalam kepemimpinan politik
Kabupaten Kediri bukan dari kelompok incumbent. Hasil survei
menunjukkan masyarakat lebih menghendaki calon independen
dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010 dengan 913 atau 56% dari
total jawaban.54 Ada tiga calon yang maju, dua orang merupakan
orang-orang terdekat dari bupati sekarang dan satu orang calon
maju bersama wakil bupati incumbent.55

D. Seminar dan Kampanye Hasil Survei

Hasil survei yang diperoleh diharapkan tidak hanya diketahui


oleh SRKB. Apa yang menjadi persoalan dan harapan masyarakat
Kabupaten Kediri harus disosialisasikan kepada masyarakat
umum. Informasi yang disampaikan tersebut bisa menjadi
kampanye tandingan bagi kampanye illegal56 yang menonjolkan
figur calon-calon bupati yang memasang gambar diberbagai
pelosok Kabupaten Kediri. Dalam kampanye illegal tersebut, para
calon berusaha melakukan politik pencitraan untuk menaikkan
popularitasnya, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh calon-
calon pimpinan politik yang tidak memiliki riwayat melakukan
pendampingan dan penguatan rakyat serta hidup bersama-sama
mereka untuk menyelesaikan berbagai persoalan rakyat. Tak
jarang kampanye hitam dengan memfitnah calon lain dilakukan
demi menjaga citra.
Dalam kampanye tersebut, bukanlah rencana program kerja
yang berhubungan dengan persoalan rakyat yang dibicarakan
tetapi hal-hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan
kebutuhan rakyat. Bahkan selama proses pilkada, baik para
calon, masyarakat, tokoh politik dan agama tidak melakukan
evaluasi terhadap kinerja bupati terdahulu. Seakan-akan tidak

54
Ibid.
55
Dua orang terdekat bupati incumbent (Sutrisno) adalah istri pertamanya yaitu dr.
Hariyanti dan istri keduanya, yaitu Nurlaila.
56
Dikatakan illegal, karena kampanye dilakukan sebelum masa kampanye resmi
diberikan oleh KPUD
Pola dan Strategi 107

ada persoalan berkenaan dengan kebijakan yang dibuat oleh


Bupati Sutrisno.
Masyarakat telah terkepung oleh informasi yang hanya
bersumber dari para tim sukses. Para calon telah menguasai
beberapa media massa, cetak, audio, dan audio visual. Ribuan
baliho berukuran besar dan kecil telah terpasang di tepi-tepi jalan
Kabupaten Kediri meskipun masa kampanye belum dimulai.
Informasi alternatif yang diperoleh dari survei terus
dikembangkan oleh SRKB melalui seminar, talk show di radio-
radio dan televisi lokal. Dua tema utama yang disampaikan
adalah gagasan perlunya Kabupaten Kediri dipimpin dari figur
alternatif atau calon independen dan persoalan masyarakat baik
dari timur dan barat Sungai Brantas juga disebarkan.
Tanggapan-tanggapan yang mendukung disuarakan oleh
para aktivis, kalangan akademisi, wartawan, pengacara, dan
pengamat57. Artinya, mereka secara sadar bahwa kepemimpinan
Bupati Sutrisno selama dua periode tidak membawa Kabupaten
Kediri menjadi lebih baik. Kritik tajam yang sering dilontarkan:
pelaksanaan visi pembangunan Kabupaten Kediri telah salah
arah. Pembangunan dilaksanakan tidak mencerminkan visi
ketika berkampanye yang menekankan pada pengembangan
sektor pertanian, dimana sebagian besar masyarakat Kabupaten
Kediri hidup dari dan sebagai petani. Namun pembangunan
57
Narasumber yang diundang dalam acara seminar dan talk show di radio dan televisi
adalah Zaini (penggerak), M Yasin (Ketua ISNU Kediri), Abdul Hamid (aktivis desa),
Rosyid (Karangtaruna Kandangan), Ibu Aminah (Muslimat Kandangan), Moch.
Syifa (JRK), Nurbaidah (Biro Bantuan Hukum UNISKA), Ahmad Subakir (Rektor
STAIN Kediri). Salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Hamid: Pembangunan
sekarang seperti menara gading. Tidak menyentuh kebutuhan masyarakat bawah
sehingga pembangunan yang dijalankan belum menyelesaikan persoalan yang
terjadi di Kediri. Seperti halnya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelay-
anan kesehatan yang baik. Di Kediri hanya ada satu rumah sakit umum sehingga
masyarakat kesulitan mengaksesnya. Karena kalau akan berobat mereka harus
mengeluarkan biaya tranportasi. Yasin juga mengungkapkan bahwa pengang-
guran di Kab Kediri memang tinggi, salah satunya karena sektor pertanian tidak
menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Tidak tersedianya bibit ung-
gul dan harga yang terjangkau oleh petani. Hilangnya pupuk ketika banyak petani
membutuhkan diwaktu musim tanam. Bagaimana Pemda mengantisipasi kapan
musim tanam itu datang dan pupuk tersedia di pasaran sehingga para petani tidak
kesulitan, bukan sebaliknya. Bahkan ketersediaan pupuk semasa panen dipermain-
kan juga dengan hargan yang membumbung tinggi. Dokumentasi proses seminar
SRKB, 17 Maret 2010 dan dokumentasi talk show di radio dan tv lokal sepanjang
bulan Maret April 2010.
108 Muslim AlHaraka

bidang pertanian tertinggal jauh, justru pembangunan proyek


mercusuar SLG yang lebih diutamakan.

E. Sikap Politik: Konvensi Dan


Rapat Umum III SRKB

Pada tanggal 8 Mei 2010 SRKB melakukan konvensi untuk


menentukan sikap politik berkaitan dengan Pilkada Kabupaten
Kediri 2010.58 Tujuan konvensi adalah untuk memilih calon
yang diusung oleh SRKB dalam pemilihan kepala daerah
Kabupaten Kediri 2010-2015. Konvensi dibangun agar menjadi
kesepakatan di antara anggota dan Dewan Presidium, Sekjen
SRKB, Koordinator Kecamatan dan Koordinator Desa dan semua
anggota yang ikut mempersiapkan hampir satu tahun.
Sementara kondisi di beberapa desa, setelah penggalangan
dukungan dilakukan oleh para koordinator kecamatan dan desa,
tim sukses dari para calon lain juga masuk ke desa-desa untuk
mempengaruhi masyarakat. Sehingga ada desa yang masih
kuat mempertahankan keinginan untuk mengusung sendiri
dan ada sebagian desa sudah mendukung calon di luar SRKB.
Adanya friksi-friksi di dalam SRKB, dengan mempertimbangkan
konflik yang akan terjadi, Dewan Presidium membuat keputusan:
konvensi akan dilakukan tertutup.
Sikap politik SRKB yang dihasilkan dalam konvensi ini
apakah: pertama, SRKB mengusung calon sendiri dalam Pilkada
Kabupaten Kediri 2010; kedua, SRKB akan mendukung salah
satu calon dan siapakah yang akan didukung; ketiga, SRKB
tidak jadi maju karena pertimbangan kekuatan mesin politik
kurang maksimal dan tetap mendorong persoalan-persoalan
warga Kabupaten Kediri hasil dari survei untuk diperjuangkan
kepada semua calon.
Sebelum diputuskan pilihan mana yang diambil, di dalam
konvensi dilakukan analisa terhadap apa yang sudah dilakukan
oleh SRKB dan perubahan politik apa yang terjadi selama 3 bulan
ini. Melihat kondisi internal SRKB saat ini para koordinator telah
58
Sikap politik SRKB menjelang pilkada Kabupaten Kediri ini tertuang dalam Naskah
Sikap Politik SRKB dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010, yang disusun pada
tanggal 8 Mei 2010.
Pola dan Strategi 109

terpecah-pecah dukungan politiknya. Hal ini menandakan bahwa


persiapan mulai bulan November 2009 hingga April 2010 oleh
SRKB masih dianggap terlalu cepat. Proses kaderisasi belum
terlalu lama dilakukan sehingga pandangan politik terhadap
perebutan kepemimpinan politik masih berbeda diantara para
koordinator.
Perbedaan ini dapat dilihat dari rangkuman pandangan para
koordinator kecamatan dan koordinator desa tentang kondisi
politik saat ini dan seperti apa sikap SRKB. Pandangan tersebut
antara lain: Tetap mendukung upaya SRKB untuk mencalonkan
kadernya dalam Pilkada Kabupaten Kdiri 2010; Menolak usul
SRKB untuk mencalonkan kadernya dan menekankan seharusnya
SRKB mendukung Ibu Laila, istri kedua bupati Sutrisno; Bahwa
apa yang sudah dilakukan oleh SRKB sampai saat ini adalah
untuk merebut kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri. Jika
ini tidak diteruskan lebih baik SRKB mundur dari panggung
pilkada, tidak usah memberikan dukungan kepada calon lain yang
berasal dari luar SRKB; Bahwa SRKB belum terlalu kuat untuk
mengusung calon bupati saat ini mengingat kekuatan politik para
istri-istri bupati incumbent sangat besar. Ia menyarankan agar
SRKB lebih baik mendukung Ibu Haryanti Sutrisno.
Ada juga yang berpendapat bahwa SRKB memang belum
terlalu siap untuk mendukung salah satu kader untuk maju
di Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Alasan yang dikemukakan,
bahwa hasil survey yang dilakukan tidak bisa memenuhi target
yang diharapkan. Meskipun survei dilakukan di 14 kecamatan,
hampir separuh jumlah kecamatan, namun cakupan wilayah
hanya 129 desa yang berarti belum ada separuh dari jumlah desa
yang ada di Kabupaten Kediri. Melihat ini, mustahil SRKB bisa
merebut kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri59.
Sedangkan kondisi di luar yang terjadi selama 3 bulan ini
terdapat peristiwa-peristiwa yang melemahkan posisi SRKB.
Pergantian ketua cabang PDIP Kabupaten Kediri dari Erjik Bintoro
kepada Sutrisno, bupati yang saat ini menjabat. Pergantian ini
sebagai kartu truff dukungan basis PDIP terhadap salah satu
calon semakin kuat disamping organisasi kemasyarakatan yang
59
Dokumentasi workshop survei SRKB, 20 Februari 2010 dan dokumentasi konvensi
SRKB, 8 Mei 2010.
110 Muslim AlHaraka

sudah dipengaruhi. Kondisi di luar SRKB dan sangat berpengaruh


lagi adalah kebijakan KPUD Kabupaten Kediri untuk memajukan
jadwal pilkada di bulan Mei 2010. Berarti pemungutan suara
dimajukan tiga bulan sebelum masa jabatan Bupati Sutrisno
habis pada bulan Agustus 2010. Pendaftaran calon independen
karena itu, dilakukan pada akhir bulan Januari sampai awal
bulan Februari 2010.60 Peristiwa-persitiwa inilah yang perlu
dihitung untuk melihat kemungkinan-kemungkinan SRKB maju
dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010 dan menang.
Berdasar pandangan-pandangan dari perwakilan kelompok,
koordinator dan analisa kondisi luar SRKB, tidak memberikan
peluang kepada SRKB untuk mencalonkan kadernya dalam
perebutan kepemimpinan politik di tingkat kabupaten. Artiya
upaya SRKB mendorong kadernya untuk maju dalam pencalonan
Pilkada Kabupaten Kediri telah gagal. Alasan yang disampaikan
oleh koordinator, kelompok dan kondisi politik di Kabupaten
Kediri merupakan pertimbangan lahirnya keputusan tersebut.
Secara organisasi, SRKB belum dianggap cukup kuat untuk
dijadikan mesin politik yang terorganisir sehingga memberikan
jaminan suara yang sudah pasti. Karena dalam kenyataannya
ada koordinator yang telah memberikan dukungan kepada
calon-calon yang berbeda, terutama koordinator yang direkrut
setelah keputusan SRKB terlibat dalam pilkada. Perbedaan
ini jika dipaksakan untuk mendukung salah satu kader SRKB
atau calon lain akan membawa potensi konflik. Inilah yang
sangat dikahawatirkan, perpecahan yang terjadi akan merusak
gerakan rakyat di Kediri sendiri. Pertimbangan lainnya: daripada
memaksakan ikut dalam pemilihan, kemudian hasilnya tidak
sesuai dengan harapan semua kader, maka yang terjadi akan
banyak korban jatuh di internal SRKB.
Secara teknis, kebijakan KPU pada tanggal 20 Februari 2010
yang diumumkan di media massa cetak bahwa pendaftaran calon
independen akan dilakukan mulai tanggal 27 Februari sampai
dengan 3 Maret 2010. Ini adalah pukulan telak bagi SRKB
karena anggota dan pengurus tidak mungkin mengumpulkan
Pemajuan secara mendadak dan singkatnya masa pendaftaran ditengarai sebagai
60

upaya bupati Sutrisno menjegal calaon-calon independent, sebagaimana yang


dikatakan oleh Munasir Huda, 29 Januari 2010
Pola dan Strategi 111

Raker SRKB, Januari 2009

Rapat Umum SRKB III


112 Muslim AlHaraka

KTP (kartu tanda penduduk) sebagai tanda dukungan sebesar 3%


dari jumlah penduduk Kabupaten Kediri61. Waktu pendaftaran
ini tidak diperkirakan sejak awal, asumsi awal pemungutan
suara Pilkada Kabupaten Kediri 2010 dilakukan pada bulan Juli,
ternyata dilakukan pada 12 Mei 2010. Sehingga akhirnya SRKB
mengeluarkan sikap politik, bahwa SRKB tidak akan mendukung
calon tertentu dengan membiarkan setiap kelompok untuk
menentukan sendiri pilihan politik masing-masing.
Hasil konvensi ini merupakan tahapan puncak dari perjuangan
SRKB untuk merebut kepemimpinan pada Pilkada Kabupaten
Kediri 2010. Agar sikap politik ini dipahami oleh semua anggota
secara umum, pada keesokan harinya dilakukan Rapat Umum
III. Pada kesempatan ini SRKB mengundang kalangan politisi,
DPRD, dan pemerintahan baik dari kota dan kabupaten. Dalam
Rapat Umum III ini, sikap politik SRKB dalam menghadapi
Pilkada 2010 di Kabupaten Kediri, tidak mendukung salah satu
calon manapun. Karena itu setiap anggota diberi kebebasan
untuk menentukan dan memilih calonnya masing-masing dengan
tetap menjaga persatuan dan solidaritas antar anggota.
Setelah rapat umum dilakukan, Munasir Huda, Sekretaris
Jenderal SRKB melakukan lobi-lobi kepada para calon bupati
Kediri: Sunardi-Sulaiman Lubis, Haryanti Sutrisno-Masykuri,
dan Nurlaila-Turmudi Abror. Jeda waktu antara rapat umum
dan pemungutan suara hanya tiga hari dimanfaatkan untuk
menyampaikan sikap politik dan hasil survei kepada para calon.
Tindakan ini untuk membuka ruang komunikasi SRKB dengan
pihak lain sehingga dapat ditindaklanjuti setelah pilkada.
Apa yang dilakukan oleh sekretaris jenderal bukanlah
langkah mendukung salah satu calon. Melainkan upaya untuk

Data KPU kabupaten Kediri 2010: Daftar pemilih tetap (DPT) Kabupaten Kediri
61

sebanyak 1.173.325 yang terbagi laki-laki 567.657 jiwa dan perempuan 585.668
jiwa. Terbanyak di Kecamatan Pare sebanyak 71.312 pemilih, disusul Kecamatan
Wates 65.975 pemilih, Kecamatan Kepung 62.038 pemilih dan Kecamatan Gurah
60.061 pemilih. Jumlah TPS sebanyak 2.600 unit. Merujuk pada UU no 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah, di Pasal 59 ayat 2b item d, bahwa kabupaten/kota dengan jumlah pen-
duduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya
3% (tiga persen). Oleh karena itu KPU mensyaratkan kepemilikan tiga persen
jumlah dukungan dari 1,47 juta jiwa penduduk di Kabupaten Kediri, atau 44.141
KTP bagi calon independen
Pola dan Strategi 113

memperjuangkan apa yang sudah dihasilkan dari survei. Sikap


politik SRKB sudah jelas untuk tidak memberikan dukungan.
Sehingga SRKB tetap akan melakukan kontrol kepada pemerintah
Kabupaten Kediri 2010-2015 jika membuat kebijakan yang tidak
sesuai dengan kepentingan masyarakat. SRKB juga mendorong
agar kebijakan Kabupaten Kediri bisa bercermin dari hasil survei
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di masyarakat.
Pada tanggal 12 Mei 2010, pemungutan suara Pilkada
Kabupaten Kediri dilakukan. Baik dari hitungan manual maupun
hitungan cepat, Haryanti Sutrisno-Masykuri mengungguli dua
calon lain. Kemenangan Haryanti Sutrisno yang didukung oleh
PDI-P ini sudah diprediksikan sejak awal oleh SRKB. Apalagi
Bupati Sutrisno saat ini juga menjabat sebagai ketua PDI-P
Kabupaten Kediri yang membawa pengaruh kepada struktur
kepartaian. Strategi kampanye terselubung sudah dilakukan
jauh-jauh hari sebelum tahapan pemilu, melalui radio dan
baliho-baliho yang dianggap tidak menyalahi aturan. Artinya
kemenangan Haryanti Sutrisno-Masykuri telah dipersiapkan
sudah lama.
Dengan demikian kemenangan Haryanti adalah kemenangan
bupati Kediri, Sutrisno. Pertanyaannya, apakah ada perubahan
politik di era kepemimpinan baru? Tentu membutuhkan waktu
panjang untuk menjawabnya. Fakta-fakta tersebut akan dilihat
setelah dua tahun ia menjabat. Masyarakat akan bisa menilai
dengan sendirinya. Tetapi beralihnya kekuasaan bupati dari
suami ke istri akan menunjukkan perubahan pola kepemimpinan
politik di Kabupaten Kediri.
Selesainya Pilkada Kabupaten Kediri 2010 bukan berarti
perjuangan SRKB selesai. Pengalaman untuk mempersiapkan
organisasi dan kader sebagai pimpinan politik di kabupten
menjadi pembelajaran yang berarti di masa depan. Berbekal
hasil survei dan sesuai mandat dari anggota, SRKB harus
terus memperjuangkannya, melakukan penguatan di internal
organisasi, kelompok-kelompok, dan advokasi persoalan-
persoalan masyarakat.
Konsolidasi di SRKB terus dilakukan dengan mengefektifkan
peran koordinator kecamatan. Mereka melakukan pertemuan-
114 Muslim AlHaraka

pertemuan secara periodik yang dihadiri oleh kelompok-


kelompok yang berada di wilayah salah satu kecamatan. Proses
belajar bersama untuk menyelesaikan persoalan tetap dilakukan.
Dan sesekali diadakan pertemuan antar kecamatan dalam
kewilayahan yang terdekat. Kebutuhan apa yang ingin dipenuhi
oleh beberapa kelompok dibicarakan dan dicoba dipenuhi secara
bersama. Dari sinilah kaderisasi kepemimpinan politik dilakukan
lagi. Hidup Rakyat!!!
115

Bagian IV

Kepemimpinan Arus
Bawah Mulai Tumbuh

Kepemimpinan politik sering kali menjadi masalah yang tidak


bisa dipahami oleh warga pada umumnya. Karena kepemimpinan
politik dipahami sebagai sesuatu yang elit, berskala nasional
dan tidak memiliki hubungan yang secara langsung dapat
mempengaruhi kehidupan warga. Sehingga, dalam proses
perubahan atau pergantian kepemimpinan politik mulai dari
tingkat desa, kabupaten, provinsi bahkan nasional, masyarakat
sering apatis, apolitik dan justru partisipasi politiknya lebih
banyak dikendalikan oleh unsur-unsur pragmatis, misalnya
politik uang.
Untuk merubah situasi kesadaran politik masyarakat tentang
pentingnya kepemimpinan politik tidak mudah di tengah
gerusan pragmatisme yang selama ini dipraktekkan oleh partai
politik hingga aktor-aktor lain yang berkepentingan terhadap
kepemimpinan politik. Namun, dari tulisan singkat di atas,
ada gambaran yang unik dimana masyarakat justru memiliki
kesadaran untuk merebut kekuasaan dan kepemimpinan
politik di lingkungannnya. Berangkat dari situasi yang kecil
di lingkungannya, mereka mengalami langsung dampak dari
kebijakan pemerintah. Di desa, mereka mengenal satu sama lain
sehingga relasi kuasa di tingkat desa sangat terasa dan terlihat
116 Muslim AlHaraka

nyata. Sehingga, mereka berkepentingan untuk memperjuangkan


kepemimpinan politik yang dapat dikatakan berangkat dari
mandat mereka sendiri. Menariknya, perebutan itu dimulai dari
desa ke desa hingga menjadi upaya perebutan kepemimpinan di
level kabupaten.
Model perebutan kekuasaan desa ini sangat unik dan bisa
menjadi contoh baik dalam upaya perlawanan rakyat dalam
menentukan pemimpinnya. Selama ini di tengah-tengah
kehancuran partisipasi rakyat, semua menganggap bahwa politik
itu kotor. Pola pikir anti kekuasaan secara langsung berpengaruh
dalam pola perebutan kepemimpinan dari desa sampai tingkat
nasional. Maka munculnya kesadaran politik baru dari kalangan
masyarakat akar rumput merupakan pengalaman yang patut
dicatat dan didorong agar semakin luas. Kekuasaan yang
diorientasikan untuk membangun kondisi politik yang lebih baik
bukanlah sesuatu yang buruk. Karena jika kita hanya menggerutu
melihat dan mengamati perilaku politisi atau pimpinan politik
yang buruk, perubahan kondisi politik agar lebih baik tidak
akan pernah terjadi. Untuk mengubah kondisi politik yang
buruk, karena perilaku politisi atau pimpinan politiknya, maka
kita harus menjadi aktor politik tak sekedar sebagai pengamat.
Disamping itu, nilai seorang yang sekedar menjadi pengamat
lebih rendah daripada nilai seorang yang bersusah payah dan
berjuang habis-habisan menjadi aktor.
Dalam kasus perempuan di lereng Gunung Wilis Kabupaten
Kediri, gerakan arisan yang kemudian menjadi gerakan politik
tersebut dibangun dari kelompok-kelompok kecil yang awalnya
digerakkan oleh beberapa orang penggerak saja. Kelompok
kecil ini mula-mula adalah kumpulan dari beberapa orang yang
melakukan kegiatan secara bersama-sama untuk menyelesaikan
persoalan mereka sendiri. Kelompok-kelompok kecil ini
secara rutin dan berkelanjutan melakukan kegiatan-kegiatan
untuk menjawab kebutuhan yang tidak pernah habis. Fungsi
penggerak dalam kelompok sangat penting, karena penggerak
inilah yang terus memberikan motivasi dan dorongan kepada
kelompok untuk membuat rencana dan menjalankan kegiatan-
kegiatan. Partisipasi politik perempuan Dasun yang kemudian
Kepemimpinan Arus Bawah Mulai Tumbuh 117

membuahkan pemimpin yang sesuai dengan harapan mereka


tersebut, menjadi momentum perubahan di level desanya.
Pengalaman ini juga terjadi di Desa Ringin Bagus Kecamatan
Puncu Kabupaten Kediri dan beberapa desa lain.
Kelompok-kelompok kecil tersebut merupakan gambar
besar Kabupaten Kediri, karena apa yang terjadi di desa lain di
sepanjang barat dan timur Sungai Brantas ternyata melakukan hal
yang sama seperti di Dusun Dasun Desa Joho. Mereka melakukan
pengorganisasian di desanya masing-masing. Dari perkumpulan
komunitas tersebut mereka berlajar kembali tentang pemilihan
pemimpin kelompok, belajar tentang keterampilan memimpin
dan menjalankan organisasi, belajar tentang dalam memenuhi
kebutuhan dasar warga, belajar tentang menjalankan mandat
anggota untuk dijalankan sesuai impian bersama. Sehingga
jika kemudian menjadi gerakan yang berdaya dorong di level
kabupaten, hal ini tidak semata-mata karena ada proses pilkada,
melainkan juga memiliki alasan dari dalam mereka sendiri untuk
melakukan perubahan besar di Kediri.
Bergabungnya kelompok-kelompok yang tersebar di penjuru
Kota dan Kabupaten Kediri dalam forum aliansi yang bernama
Serikat Rakyar Kediri Berdaulat bukan hal yang kosong yang
sering kali terjadi. SRKB berangkat dari satu kelompok, dua
kelompok dan hingga 43 kelompok. Setelah banyak kelompok
muncul di pedesaan, maka baru forum aliansi dibentuk dan
dideklarasikan. Jadi, forum aliansi ini memberi gambaran konkrit
tentang pengorganisasian yang berbasis massa dengan kegiatan
yang tidak keluar dari kebutuhan kongkrit yang dihadapi masing-
masing kelompok.
Pengalaman keberhasilan kader-kader kelompok yang
menduduki jabatan politik di desa, mendorong mereka untuk
lebih luas lagi dalam berjuang secara politik melalui SRKB dalam
merebut kepemimpinan politik di tingkat kabupaten. Dalam
prosesnya, keputusan organisasi untuk terlibat dalam Pilkada
Kabupaten Kediri 2010 telah mampu menumbuhkan kesadaran
masyarakat luas tentang pentingnya kepemimpinan politik
versi mereka yang bisa menjamin kepentingannya terjamin
dan bisa diakomodasi pemerintahan. Keputusan SRKB ini telah
118 Muslim AlHaraka

mampu membangun partisipasi masyarakat dalam proses politik


khususnya anggota-anggota kelompok yang tergabung dalam
forum aliansi. Partisipasi politik ini juga terlihat dalam mobilisasi
para anggota dalam memperjuangkan kepentingan politiknya
melalui berbagai kegiatan dari survei, seminar, pelatihan kader
hingga konvensi kepemimpinan politik Kabupaten Kediri.
Kesadaran politik warga Kabupaten Kediri ini belum pernah
terjadi sebelumnya dimana mereka secara sadar melakukan
mobilisasi politik baik di level desa, kecamatan maupun
kabupaten. Sadar dalam hal ini diartikan secara sempit bahwa
tidak ada pendekatan uang dalam mobilisasi tersebut yang
selama ini umum dilakukan misalnya membagi-bagi kaos, janji-
janji tertentu, beras, uang dan bentuk-bentuk lainnya.
119

Daftar Pustaka

1. John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September


dan Kudeta Suharto, ISSI dan Hasta Mitra, Jakarta, 2008
2. Wilson, Amir Sjarifudin, Politikus Negawaran (1), artikel.
3. Afan Gaffar, Politik Indonesia, Tramsisi Menuju Demokrasi,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000
4. O.G. Roeder, Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto, Gunung
Agung, 1987
5. Heru Wardoyo dalam Wilson, Mulyani Hasan, Ed, Belajar
Merebut Kekuasaan, Praxis, Jakarta, 2010
6. Afan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2000
7. Herbert Feith dan Lance Castle, Pemikiran Politik Indonesia
1945-1965, LP3ES, Jakarta, 1988
8. Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme,
Delokomotif, Yogyakarta, 2010
9. Sukandi A.K, Ed, Politik Kekerasan ORBA, Mizan, Bandung,
1999
10. Metronews.com tanggal 5 Mei 2010
11. Kompas, tanggal 14 April 2010
12. Kompas, tanggal 21 Mei 2010
13. www.surabayapagi.com pada tanggal 26 Agustus 2008
120 Muslim AlHaraka

14. M.M. Soekarto Kartoarmodjo, Sekitar Masalah Kerajaan


Kadiri Kuno, Makalah simposium Sejarah Kadiri Kuno yang
diselenggarakan oleh Lembaga Javanologi dan Universitas
Kadiri, 28-20 September 1984
15. Irna HN Hadi Soewito, Rakyat Jatim Mempertahankan
Kemerdekaan, Jilid 3, Penerbit Grsindo, Jakarta, 1994
16. Badan Pusat Statistik Kab. Kediri, Kabupaten Kediri Dalam
Angka Tahun 2009
17. Bima Baskara dan Budiawan SA, Mataraman itu Kental, Tetapi
Gagal, artikel Kompas, 25 Juli 2008
18. Badan Pusat Statistik Kab. Kediri, Kabupaten Kediri Dalam
Angka Tahun 2009
19. Zulkarnain Nasution, Konflik dan Lunturnya Solidaritas
Masyarakat Desa Transisi, http://berkarya.um.ac.id
20. BPS, Kabupaten Kediri Dalam Angka 2009
21. Kompas, tanggal 8 Mei 2008
22. Hermawan Sulistyo, Palu Arit Diladang Tebu, Sejarah
Pembantaian Masal Yang Terlupakan, Kepustakaan Gramedia,
Jakarta, 2000
23. Kantor Arsip dan Perpustakaan Kab. Kediri, Biografi Singkat
Bupati Kediri 1800-2010
24. Data KPUD kabupaten Kediri
25. Radar Kediri, 10 Januari 2007
26. Harian Kompas, 26 Maret 2010
27. Koran Tempo tanggal 19 Juni 2009 diambil dari www.
korantempo.com
28. Tempo Interakktif, Senin, 14 Desember 2009
29. Beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010
30. Kompas, Senin 30 Maret 2009
31. Media Indonesia, Kamis, 19 Maret 2009
32. Tempo Interaktif, Senin, 24 Agustus 2009
33. Beritajatim.com tanggal 11 Januari 2010
34. Hasil Survey SRKB 2010
35. Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme,
Delokomotif, Yogyakarta, 2010
36. Tempo Interaktif, tanggal 06 Januari 2010
37. Hasil Survey SRKB 2010
38. Katalog BPS : 1403.3506; Kabupaten Kediri Dalam Angka
2009, hal 44.
Daftar Pustaka 121

39. Radar Kediri, 24 Mei 2007


40. Tempo Interaktif tanggal 3 Februari 2010
41. Beritajatim.com tanggal 19 Januari 2010
42. Tempo Interaktif tanggal 14 Desember 2009
43. Abdon Nababan dalam makalah Peta Penjarahan Hutan
Nasional, Kelompok Kerja Pemantauan Kebijakan, FWI
44. Suhartono W. Pranoto, Parlemen Desa, Lapera Pustaka Utama,
2000, h. 19
45. Suhartono W. Pranoto, Apanege dan Bekel: Perubahan Sosial
Di Pedesaan Surakarta 1830-1930
46. Herlambang Perdana, Ed, Penindasan Atas Nama Otonomi,
Pustaka Pelajar dan LBH Surabaya, 2000
47. Duta Mayarakat, Tanggal 16 November 2009
48. Radar Kediri, tanggal 30 April 2007
49. Surabaya Pagi, 23 Januari 2009
50. KOMPAS.com Minggu, 9 Maret 2008
51. TEMPO Interaktif, Kediri, Jumat, 13 Juli 2007
52. Media Sipil, No. 60/ , September 2004
53. Media Sipil, No. 100/ , September 2006
54. Profil Paguyuban Perempuan Sido Rukun
55. Media Sipil, No. 107/ , April 2007
56. Media Sipil, No. 110/ , Juli 2007
57. Media Sipil, No. 95/ , April 2006
58. Media Sipil, No. 109/ , Juni 2007
59. proceding PERTEMUAN DENGAN WARGA DASUN dan TIM
Kemenangan Suastri, tanggal 18 Mei 2007 jam20.30 WIB di
Sekber Jl. Kapten Tendean No. 66 Ngronggo Kediri
60. Media Sipil, No. 115/ , Desember 2007
61. Media Sipil, No. 103/ , Desember 2006
62. Media Sipil, No. 96/ , Mei 2006
63. Media Sipil, No. 98/ , Juli 2006
64. Media Sipil, No. 105/ , Februari 2007
65. Media Sipil, No. 103/ , Desember 2006
66. Media Sipil, No. 106/ , Maret 2007
67. Media Sipil, No. 106/ , Maret 2007
68. Media Sipil, No. 108, Mei 2007
69. Dokumentasi proses Kongres dan Rapat Umum II SRKB
pada tanggal 1 Januai 2009 di Balai Desa Sumberejo Kec.
Gampengrejo Kabupaten Kediri.
122 Muslim AlHaraka

70. Dokumentasi Restrukturisasi Pokja, 11 April 2009 di RM Podo


Joyo Kabupaten Kediri. Dokumentasi rapat, 6 Maret 2009 di
Brontos Cafe. Dokumentasi rapat kedua tanggal 8 Maret 2009
di kantor Surya Sejahtera
71. Dokumentasi Rencana Kerja SRKB, 16-17 April 2009, LEC
(Lembaga Education Center) Kota Kediri.
72. Hasil Pendataan Persoalan Masyarakat dan Kepemimpinan
Kabupaten Kediri 2010-2015 yang dilakukan oleh SRKB,
Januari-Februari 2010
73. Dokumen Sikap Politik SRKB dalam PILKADA Kabupaten
Kediri 2010, 8 Mei 2010 di RM Podo Joyo Kabupaten Kediri.

Sumber Website

1. http://indoprogress.blogspot.com
2. http://countrystudies.us/indonesia/16.htm
3. www.warungbebas.com
4. http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id
5. Smita Notosusanto di www.cetro.or.id/pustaka/ppl4.html
6. http://jakarta.usembassy.gov/bhs/Laporan/HRR09_ID.pdf
7. www.pemiluindonesia.com
8. www.library.utoronto.ca/pcs/state/indon/indon2.htm
9. www.dpr-ri.org
10. www.kediri.go.id
11. www.jatimprov.go.id
12. www.gudanggaramtbk.com
13. www.bisi.co.id
14. http://djengkol.wordpress.com/
15. www.kpbptpn.co.id
16. www.beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010
17. http://www1.surya.co.id/v2/?p=347
18. http://www.surabayapagi.com
19. www.alha-raka.org
20. http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=
19202
21. http://dprdkedirikab.go.id
22. http://mustainfisip.blogspot.com
23. http://www.kediri.go.id/index.php/berita-mainmenu-2/
politik-mainmenu-186/189-tahapan-pilkades.html
123

Indeks

A D
Airlangga 19 Daendels 24
AKABRI 8 Daha 19
Al Azhar Kairo 6 Dewan Presidium 97, 99, 108
ALHARAKA ix, xiv, 34, 40,
E
46, 127, 128
Amir Sjarifuddin 3 Erjik Bintoro 32, 38, 109
Austerliz 28
G
B
Gamawan Fauzi 16
Badan Kesatuan Bangsa 60 Genengan 48, 49, 72
Badan Kesatuan Bangsa Poli- Gerakan 30 September 2, 119
tik dan Perlindungan Gudang Garam 22
Masyarakat 60 Gunung Kelud xiv, 19, 26, 28,
Bandar Kidul 39 30, 31, 73, 80, 100
Belanda. 23, 24, 53
Bhagawanta Bhari 19, 82 H
BJ Habibie 5 Harinjing 17, 19
Boediono 9 Hariyanti 36, 106
Hariyo 33
124 Muslim AlHaraka

Haryanti Sutrisno 109, 112, Koperasi Sumber Makmur 68


113
L
Hatta 3
HKTI 12 Lapangan Terbang (Lapter)
33
I
Leiden 6
Igir-igir 48, 49, 72
M
Indonesia Raya 60, 61
Irak 6 M. Iswadi Wirosaputro 24
Malang 8, 19, 20, 128
J
Masfiyah 93
Janu Irianto 33 Masykuri 112, 113
Jawa Timur xiv, 15, 17, 19, 20, Mataram Kuno 19
22, 24, 32, 33, 41, 43, Megawati Soekarnoputri 5, 6,
65, 73, 84, 128 7, 8, 9
Jean Francois Chalgrin`s 28 Mesir 6
Jenggala 19 Mpu Sindok 19
Jepang 2, 3 MUI 12
Jerman 6 Mujiati 59
Jhonson Pandjaitan 92
N
Joho 21, 46, 47, 48, 49, 54,
60, 62, 64, 66, 68, 69, Napoleon 28
70, 71, 73, 74, 76, 77, 83, Ngancar 22, 30, 33, 37, 41, 80
86, 91, 97, 117 Nongkopait 48, 49, 66, 67,
Jombang ix, xii, xiv, xv, 20, 68, 72, 73, 86, 91
23, 78, 86, 127, 128 NU 6, 51, 127, 128
Jusuf Kalla 8, 9 Nurpiah 51, 52, 58, 59, 70,
74, 76
K
O
Kahuripan 19
Kartika Dwi Krisnanti 33 Orde Baru v, 4, 7, 12, 13, 14,
Kediri vi, 27 16, 23, 24, 25, 53, 55
KH. Abdurrahman Wahid 5, 6 Organisasi Gempolpait Ingin
KH Azis Mansur 92 Perubahan (OGIP) 86
Kismanto 66, 67, 68, 86 Organisasi Pemuda Ngembak
KNPI 12 Etan (OPEN) 86
Kol. Inf. Suparyadi 25 OSVIA 24
Indeks 125

P Reformasi v, vi, 5, 6, 14, 26


Rocky Gerung 16
Paguyuban Perempuan Sido Rukun 56, 58, 60, 61, 62, 64,
58, 60, 61, 62, 65, 72, 65, 66, 72, 73, 74, 77, 86,
73, 74, 77, 86, 91, 121 90, 91, 93, 121
Paguyuban Perempuan Sido
Rukun 58, 60, 61, 62, S
65, 72, 73, 74, 77, 86, 91,
Sekutu 3
121
Semen 21, 22, 30, 45, 46, 48,
Pangeran Bali 19
49, 50, 55, 60, 62, 64,
Pangeran Slamet Poerbone-
65, 67, 73, 86, 91, 97
goro vi, 24
Sido Makmur 56, 57, 74
Panitia Persiapan Ke-
Simpang Lima Gumul (SLG)
merdekaan Indonesia
28, 37
(PPKI) 3
Situbondo 6
Papua 23
Sjahrir 3
Paris 28
Soeharto 2, 4, 5, 7, 8, 10, 12,
PDI 5, 7, 13, 33, 113
13, 14, 25, 119
Pengelolaan Hutan Bersama
Soekarno 2, 3, 4, 10, 14, 23
Masyarakat (PHBM) 80
SPSI 12
Perancis 6
Sri Jayabhaya 19
Perang Dunia II 2
SRKB iv, vi, xiii, xiv, 26, 27,
Perguruan Cikini 7
35, 36, 40, 43, 63, 64,
Perhutani 22, 41, 80, 81, 97
77, 78, 79, 88, 90, 91,
PETA 4
92, 93, 94, 95, 96, 97,
PKK 57, 64, 65
98, 99, 100, 101, 102,
Ponimah 59
103, 104, 106, 107, 108,
PPP 5, 13, 15, 25
109, 110, 111, 112, 113,
Pramono Anung 33
117, 120, 121, 122
PT. Bisi Internasional 23
STAIN 49, 107
PT. Sumber Sari Petung 41
Sulastri 51, 56, 59, 64, 65, 70,
PTPN XII 22, 80
71, 72, 73, 74, 76, 98
PT Triple`s 31
Sumber Rejeki 66, 67, 68, 86,
PWI 12
90, 91
R Sungai Brantas 19, 20, 39,
100, 107, 117
R. Darmadi 24 Susilo Bambang Yudhoyono
Rakai Warak Dyah Wanara 19 (SBY). 8
Raskin 51, 52, 54
126 Muslim AlHaraka

Sutrisno vi, 24, 25, 26, 27, 28, U


30, 31, 33, 35, 36, 38,
Udayana 19
40, 41, 42, 79, 80, 82,
Universitas Indonesia 7
96, 97, 99, 103, 106, 107,
Universitas Padjadjaran 7
109, 110, 112, 113
Syafii Marzoeki 24 W
T Widyaningsih 68
Wikana 3
Temu Rakyat Kediri (TERAK)
83 Y
TERAK vi, 79, 83, 85, 89
the Charoen Pokphand Group Yogyakarta 3, 4, 11, 12, 35,
23 119, 120
Yusril Ihza Mahendra 6
127

TENTANG PENULIS

Muslimin Abdilla, lahir di Suwayuwo Pasuruan pada tanggal


28 Februari 1971, menyelesaikan SMP-nya di SMPN 2 Pandaan
Pasuruan, kemudian melanjutkan ke Madrasah Muallimin
6 tahun Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Setelah tamat
dari Tambakberas melanjutkan ke Fakuktas Syariah IKAHA
Tebuireng. Pernah mengikuti International Human Rights
Training di Montreal Canada tahun 2001 dan berbagai conference
di beberapa negara. Pengalaman organisasinya dipupuk sejak di
bangku Madrasah Muallimin Tambakberas, dan ketika kuliah
aktif menjadi ketua Senat Mahasiswa IKAHA, juga pernah
menjadi Presidium Forum Mahasiswa Jombang (Formajo)
serta pernah aktif di PMII Jombang. Setelah lulus mendirikan
Yayasan Madani Jombang (Yamajo) yang kemudian menjadi
penggagas pendirian Pekumpulan ALHARAKA. Saat ini masih
aktif menjadi direktur Perkumpulan ALHARAKA, Pengurus
salah satu Lembaga NU Jombang dan menjadi simpul belajar
Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat, serta secara freelance
menjadi fasilitator di berbagai palatihan dan wokshop.

Edy Musyadad, lahir di Pucung, sebuah desa terpencil 15


km dari Kota Salatiga pada tanggal 8 November 1979. Setelah
128 Muslim AlHaraka

lulus dari SMPN 4 Salatiga, melanjutkan ke SMA A Wachid


Hasyim Tebuireng Jombang. Tahun 1994 mulai menempuh
kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Sosial
dan Politik Jurusan Ilmu Komunikasi. Sejak di Malang aktif di
berbagai organisasi dari PMII ke GMNI kemudian bergabung
dengan sebuah serikat buruh (FNPBI). Sejak mahasiswa, aktif
menulis di media massa nasional dan lokal. Juga menulis
surat pembaca, sehingga bergabung dengan jaringan Warga
Epistoholik Indonesia, sebuah komunitas penulis surat pembaca.
Mulai 2005 bekerja di Yayasan Madani Jombang dan kemudian
menjadi salah satu pendiri Perkumpulan Alha-raka. Sempat
menjadi ketua pengurus koperasi di Jombang dan menjadi
pengawas di beberapa koperasi komunitas sampai sekarang.
Saat ini menjadi ketua pengurus Perkumpulan Desa Mandiri
(PUNDEN). Disela-sela aktivitas, penulis masih mengelola
berbagai blog dan website. Personal webnya bisa dikunjungi di:
www.musyadad.net

Muklis Irawan, nama panggilan dari Mochammad Muchlis,


lahir di Surabaya pada tanggal 18 Mei 1975. Jenjang pendidikan
dari TK, SD, SMPN 2, SMAN 7 di Surabaya. Kemudian kuliah
pada fakultas Dakwah di IKAHA Tebuireng Jombang ditahun
1994-1998 dan mengecap pendidikan di PP Salafiyah Syafiiyah
Al-Mahfudz Seblak Jombang. Aktif di beberapa forum studi
dan di organisasi mahasiswa PMII sampai menjadi pengurus di
Koordinator Cabang Jawa Timur. Setelah mahasiswa terlibat di
beberapa pelatihan dan kemudian menjadi pengurus di Yayasan
Madani Jombang (Yamajo). Pelatihan internasional yang diikuti:
International Study Intensive on Christian-Muslim Dialog,
Overcoming Prejudices For And Through Living Together;
Pelatihan Jurnalistik untuk HAM dan hubungan antar agama
oleh ICFJ. Saat ini aktif di IKAPMII dan menjadi pengurus
ISNU (Ikatan Sarjana NU) dari tahun 2009-2012. Sebagai
salah satu penggagas lahirnya Perkumpulan ALHARAKA dan
menjadi bendahara perkumpulan sampai tahun 2012. Pekerjaan
freelance yang dilakukan menjadi fasilitator untuk pelatihan dan
workshop, redaktur dan penulis.

Anda mungkin juga menyukai