Anda di halaman 1dari 10

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

I. Definis
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan
pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien (Kriswedhani dkk, 2016).

II. Epidemiologi
Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus,
dan sekitar 16% kematian dalam kehamilan dikarenakan perdarahan yang
dilaporkan disebabkan kehamilan ektopik yang pecah (Kriswedhani dkk, 2016).
Menurut WHO, Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan penyebab 1
dari 200 (5-6%) mortalitas maternal di negara maju. Dengan 60.000 kasus setiap
tahun atau 3% dari populasi masyarakat, angka kejadian KET di Indonesia
diperkirakan tidak jauh berbeda dengan negara maju.
Berdasarkan data yang diapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun
2013, di wilayah Jawa barat 2,7% penyabab kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan antepartum yang diantaranya mencakup kehamilan ektopik
(Kriswedhani dkk, 2016).

III. Etiologi
1. Adanya kerusakan tuba falopi, karena penyakit radang panggul (PID) atau
karena infeksi lain, seperti usus buntu yang pecah atau bedah perut
2. Penggunaan kontrasepsi IUD dan pil progesterone, dapat meningkatkan
terjadinya kehamilan ektopik. Kontrasepsi IUD bias menyebabkan peradangan
di dalam Rahim sedangkan pil yang mengandung hormone progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang
sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam Rahim (Logor dkk, 2013).
Menurut Lomboan dkk (2016), Faktor risiko yang diperkirakan sebagai
penyebab terjadinya KET ialah:
- Infeksi saluran telur (salpingitis) dapat menimbulkan gangguan pada
motilitas saluran telur
- Riwayat operasi tuba
- Cacat bawaan pada tuba seperti tuba sangat panjang
- Kehamilan ektopik sebelumnya
- Aborsi tuba
- Pemakaian IUD
- Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom
- Bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan perubahan pada
endosalping sehingga walaupun fertilitas dapat terjadi, gerakan ovum
ke uterus terlambat
- Operasi plastik pada tuba dan abortus buatan.
Menurut Kriswedhani dkk (2016), Beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik antara lain :
1. Usia
Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 20-
40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Berdasarkan bebrapa
penelitian menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka
semakin tinggi angka kejadian KET yaitu 4 kali lebih besar diatas
usia 35 tahun.
2. Ras
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam
dari pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena
peradangan pelvis lebih banyak ditemukan pada golongan wanita
kulit hitam.
3. Paritas
Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan
paritas. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara.
4. Tingkat Pendidikan
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih
memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding
dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
5. Sosioekonomi
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat
kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan dan
menerima pelayanan kesehatan.
6. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan
ektopik adalah infeksi, tumor yang mengganggu keutuhan saluran
telur, dan keadaan infertil.
7. Riwayat kontrasepsi
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan
kehamilan intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita
yang tidak menggunakan metode kontrasepsi.
IV. Klasifikasi
Kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan
ektopik, dapat dibedakan menjadi :
1. Kehamilan Tuba. Kehamilan tuba meliputi >95% yang terdiri atas: pars
ampularis (55%), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars
interstisialis (2 %). Setelah sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka
setiap hambatan perjalanan sel telur ke dalam rongga rahim memungkinkan
kehamilan tuba.
2. Kehamilan Ovarial. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang
(0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan ovarial dapat terjadi
apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang beru pecah dan
membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur
yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium. Diagnosis
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni (1)
tuba pada sisi kehamilan harus normal; (2) kantong janin harus berlokasi pada
ovarium; (3) kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum
ovarii proprium; (4) jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam
dinding kantong janin.Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi ruptur pada
kehamlan muda dengan akibat perdarahan dalam perut.Hasil konsepsi dapat
pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi ruptur;
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran, yang terdiri atas jaringan
ovarium yang mengandung darah, vili korialis, dan mungkin juga selaput
mudigah.
3. Kehamilan servikal. Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa
nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks
membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.Kehamilan
servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif
oleh karena perdarahan.
4. Kehamilan intraligamenter. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi
sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami ruptur
dan mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum.
5. Kehamilan abdominal. Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan,
atau kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan abdominal
ada 2 macam yaitu primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi
dalam rongga perut. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang
lain misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah
ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat asalnya
(Kriswedhani dkk, 2016)

V. Patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum
dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari
korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek,
endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada
endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler,
dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal
mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi
seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium
secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan
antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil
konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa
kemungkinan yang mungkin terjadi adalah
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi. Pada implantasi secara kolumna,
ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan
mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba. Perdarahan yang terjadi karena terbukanya
dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke
dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba. Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan
dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi
pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara
spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina (Ezeddin Prawira Harri, 2008)

VI. Manifestasi Klinis


Menurut Logor dkk (2013), tanda dan gejala pada kehamilan etopik ialah :
1. Amenore
Lamanya amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan.
Dengan amenorea dapat dijumpai tanda-tanda hamil muda, yaitu morning
sickness, mual-muntah, terjadi perasaan ngidam.
2. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah. Rasa nyeri dapat
menjalar keseluruh abdomen tergantung dari perdarahan didalamnya. Bila
rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri di
daerah bahu. Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah
kavum douglas akan terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat buang air
besar.
3. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan kedalam
kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi. Darah yang tertimbun dalam
kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam sirkulasi
umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai
jatuh dalam keadaan syok.
Menurut Kriswedhani dkk (2016), Keluhan yang muncul sesuai dengan
gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu dimana pasien mengeluhkan
nyeri pada perut kiri tegah dan bawah, tidak mengalami menstruasi sejak 3
bulan yang lalu dan mengalami keluhan mual dan muntah. Sekitar 5%
wanita dengan kehamilan ektopik datang dengan keadaan syok hemoragik.
Pucat, takikardi, dan hipotensi perlu dicurigai adanya perdarahan
abdomen.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
(KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba
dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta
perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas
pucat, basah dan dingin.

VII. Pentalaksanaan
Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu
Bagaimana sikap bidan / perawatan kebidanan dalam menggapai
kahamilan ektopik terganggu, Kehamilan ektopik tergantung merupakan
masalah klinis yang memerlukan penanganan spesialistik, sehingga
rujukan merupakan langkah yang sangat penting. Dengan gambaran klinis
kehamilan ektopik terganggu, kiranya bidan dapat menegakkan diagnosis
kemungkinannya sehingga sikap yang paling baik diambil adalah segera
merujuk penderita (ibu) kefasilitas yang lebih lengkap seperti puskesmas,
dokter atau langsung ke rumah sakit. Sebagai gambaran penanganan
spesialistis tersebut yang akan dilakukan adalah penatalaksanakaan
kehamilan ektopik terganggu tergantung dalam beberapa hal, antara lain :
lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan
kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain
itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum
terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentu saja penatalaksanaan
penderita dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda
dengan penatalaksanaan dengan kehamilan ektopik yang menyebabkan
syok. Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah
sebagai berikut :
a Segera rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap (rumah sakit)
b Obtimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan trasfusi
darah untuk mengkoreksi hipofolemia dan anemia, pemberian oksigen atau
bila dicurigai ada infeksi deberi juga antibiotic (pada keadaan syok segera
diberikan infuse cairan dan oksigen sambil menunggu darah. Kondisi
penderita harus diperbaiki, control tekanan darah, nadi dan pernafasan).
c Penatalaksanaan yang ideal adalah menghentikan sumber perdarahan
segera dengan penatalaksanaan bedah (operasi/laparatomi) setelah
diagnosis dipastikan. (Anik Maryunani, Asuhan kegawatdaruratan dalam
kebidanan, 2009)
Penangana Kehamilan Ektopik Terganggu
1. Upaya stabilisasi dengan merestorasi cairan tubuh dengan larutan
kristaloid NS atau RL (500ml dalam 15 menit pertama) atau 2 L
dalam 2 jam pertama.
2. Kemoterapi. Kriteria khusus diobati dengan cara ini kehamilan di pars
ampullaris tuba belum pecah, diameter kantung gestasi 4 cm,
perdarahan dalam rongga perut 100ml, tanda vital baik dan stabil.
Obat yang digunakan metotrexate 1mg/kg IV dan sitrovorum vactor
0,1mg/kg IM berselang-seling setiap hari selama 8 hari.
3. Kuretase.
4. Laparatomi. Memperhatikan berbagai hal diantaranya kondisi
penderita, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvik, kemampuan teknik
bedah micro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi in
vitro setempat.
5. Salpingektomia. Pada kondisi yang buruk seperti syok.
(Mahardika Singgih Catur, 2013)

VIII. Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes kehamilan
Yang dimaksut tes kehamilan disini adalah reaksi imunologik untuk
mengetahui ada atau tidaknya hormone human chorionic gonadotropin (HCG)
dalam air kemih.
2. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada
kehamilan ektopik belum terganggu.
A. Teknik
Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
Vuva dan vagina dibesihkan dengan antiseptic.
Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian dilakukan traksi ke depan swhingga forniks posterior ditampakkan.
Jarum spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan sempit
10 ml dilakukan pengisapan.
B. Hasil
Positif
Apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan
adanya hematokel retrouterin. Untuk memudahkan sifat pengamatan sifat
darah, sebaiknya darah yang dihisap disemprotkan pada kain kasa.
Negative
Apabila cairan yang dihisap bersifat :
a) Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau
kista ovarium yang pecah.
b) Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelviks atau radang
apendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
c) Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Nondiagnostik
Apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan darah atau cara lain.
3. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang
diduga mengalami kehamilan ektopik adalah evaluasi uterus. Atas dasar
pertimbangan bahwa kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-
sama kehamilan uterin adalah 1:30.000 kasus, maka dalam segi praktis, maka
dalam segi praktis dapat dikatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan kantung gestasi intrauterine, kemungkinan
kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
4. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir unntuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain
menragukan. Melalui prosedur laparoskopik, lat kandungan dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin
mempersulit vistualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk
dilakukanlaparotomi. (Srawono Prawirohardjo, Ilmu Bedah Kebidanan, 2009)
Daftar Pustaka

Kriswedhani, P.A.G dan Carolia, N. 2016. Kehamilan Etopik. J Medula Unila. 5(1):61-66

Logor, D.C.S., Wagey, W.F., dan Loho, T.F.M. 2013. Tinjauan kasus kehamilan ektopik di
blu rsup prof.Dr. R. D. Kandou manado periode 1 januari 2010 31 Desember
2011. Jurnal e-Biomedik (Ebm). 1(1):40-44.
Lomboan, S.P., Mamengko, L., dan Wantania, J. 2015. Gambaran Kehamilan Ektopik
Terganggu Di RSUP Prof. Dr. R. D. Knadou Mando Periode 1 Januari 2012-31
Desember 2013. Jurnal e-Clinic. 3(2):624-628

Mahardika, S.C. 2013. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Post Operasi Laparotomi Dengan Kehamilan Etopik Terganggu Di Ruang Anggrek
RST DR. Soejono Magelang. Laporan Penelitian. Program pendidikan profesi ners.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad yani. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai