Anda di halaman 1dari 13

Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan masalah endokrin yang paling sering dihadapi

ahli anastesi dalam melakukan pekerjaannya. Sebanyak 5% orang dewasa di barat

mengidap diabetes mellitus, lebih dari 50% penderita diabetes mellitus suatu saat

mengalami tindakan pembedahan dalam hidupnya dan 75% merupakan usia lanjut di

atas 50 tahun. Sedangkan di Indonesia angka prevalensi diabetes mellitus adalah 1,5%

dan diperkirakan 25% penderita diabetes mellitus akan mengalami pembiusan dan

pembedahan. Karena factor penyulit inilah mereka memerlukan pembedahan lebih

banyak dari orang lain.


Penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas pada diabetes mellitus adalah

karena penyulit kronis, hal tersebut terjadi karena hiperglikemiayang tak terkontrol

dalam jangka waktu lama. Penyulit kronis tersebut berhubungan dengan disfungsi

organ seperti penyakit arteri koroner, penyakit pembuluh darah otak, hipertensi,

neuropati autonomic diabetic, gangguan persendian jaringn kolagen ( keterbatasan

ekstensi leher, penyembuhan luka yang buruk ), gstroparesis, produksi granulosit yang

in adekuat. Oleh karena itu perhatian utama ahli anastesi harus tertuju pada evaluasi

preoperative dan penanganan penyakit tersebut untuk menjamin kondisi preoperative

yang optimal.
Ada tiga komplikasi akut DM yang mengancam jiwa yaitu ketoasidosis

diabetik, koma non ketotik hipernosmolor dan hipoglikemia.

BAB II

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

PEMBAHASAN

2.1DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus ( DM ) adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh

difesiensi insulin ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam plasma.,


Saat ini, American diabetes association ( ADA ) dan WHO mengeluarkan

kriteria diagnostic terbaru. Kedua badan tersebut menganjurkan penurunan nilai

ambang kadar glukosa plasma puasa dan menetapkan klasifikasi berdasarkan

etiologi.
ADA telah memspesifikasikan bahwa diagnosis DM di buat jika kadar glukosa

plasma sewaktu pada individu asimtomatik >11,1 mmol/l ( 200 mg/dl ). Jika kadar

glukosa plasma puasa >7,0 mmol/l ( 126 mg/dl )pada individu asimtomtik,

pemeriksaan harus di ulang pada hari yang berbeda dan diagnosis dibuat jika nilainya

di ats batas ini. ADA menetapkan kadar glukosa plasma di antara 6,1 dan 7,0 mmol/l

(110 dan 126 mg/dl) sebagai kadar glukosa plasma puasa terganggu. WHO juga

merekomendasikan bahwa diagnosis DM di buat jika kadar glukosa plasma sewaktu

>11,1 mmol/l atau 200 mg/dl ( darah vena > 10.0 mmol/l atau 180 mg/dl ). DM dapat

juga diagnosis bila kadar plasma puasa >7,0 mmol/l ( 126 mg/ dl ). Dan tes kedua

yang serupa atau tes toleransi glukosa oral memberikan hasil pada batas diabetes.
.

KLASIFIKASI
DM diklasifikasikan menjadi dua tipe utama :
1. Tipe 1 ( kerusakan sel p pancreas ) dan tipe 2 ( gangguan sekresi insulin, dan

biasanya retensi insulin ) direkomendasikan untuk menggantikan istilah

insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) dan non insulin dependent

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

Diabetes Mellitus ( NIDDM ). Tipe 1 sering pada anak-anak dan dewasa

muda. Defisiensi insulin terjadi karena produksi yang rendah yang disebabkan

oleh adanya destruka sel-sel pembuat insulin melalui mekanisme imunologik,

sehingga pasien ini selalu memerlukan insulin sebagai pengobatannya dan

cnderung untuk mi insulin mengalami ketoasidosis jika insulin dihentikan

pemberiannya.
2. Tipe 2 kelainan disebabkan oleh dua sebab yaitu resistensi insulin dan

defisiensi insulin relative. Muncul pada usia dewasa, pasien tidak cenderung

mengaalami ketoasidosis, seringkali berbadan gemuk. Pengobatan pada

penderita kadang cukup dengan diet saja, bila perlu dapat diberikan obat anti

diabetes oral dan jarang sekuali memerlukan insulin kecuali pada keadaan

stress atau infeksi berat.

2.2PATOFISIOLOGI
Pulau-pulau Langerhans tersusun atas tiga jenis sel : sel-sel alfa memproduksi

glucagon yang menjadi factor hiperglikemia, sel-sel yang mensekresikan insulin, dan

sel-sel d yang membuat somatostatin. Pertama insulin disintesa sebagai proinsulin

diubah menjadi insulin melalui pembelahan proteolitik dan kemudian dibungkus

dalam butir-butir diantara sel b. sintesa terus berlangsung dengan rangsangan

glukosa. Glukosa dan fluktosa merupakan pengatur utama pelepasan insulin,

stimulator lain asam amino, glucagon, hormone gastrointestinal dan asetilkolin.

Epinefrin dan norepinefrin menghambat pelepasan insulin dengan reseptor alfa

adrenergic dan merangsang pelepasan b adrenergic.

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

2.3 EFEK PEMBEDAHAN DAN PEMBIUSAN PADA METABOLISME


DM menggambarkan adanya pengaturan abnormal dan gula darah karena salah satu

sebab yaitu adanya kekurangan insulin retentive atau absolute atau karena retensi

insulin. Kadar KGD tergantug dari prouduksi dan penggunaan gula darah tubuh.

Selama pembedahan atau sakit/stress terjadi respon katabolic dimana terjadi

peningkatan sekresi katekolamin, glucagon, korfisol, tetapi di sana juga terjadi sekresi

penurunan sekresi insulin. Jadi pembedahan, menyebabkan hiperglikemi, penurunan

penggunaan gula darah, peningkatan glukoneogenesis, katabolisme protein. Respon

tersebut di picu tidak hanya oleh nyeri tetapi jga oleh sekresi peptide seperti

interleukin I dan berbagai hormone termasuk growth hormone dan prolactine. Efek

pembiusan pada respon tersebut sangat berfariasi. Analgesia epidural tinggi dapat

menghambat respon katabolic terhadap pembedahan dengan cara blockade aferen dan

saraf otonom. Teknik narkotik dosis tinggi ( fentanyl 50 mg/kg) sebagian dapat

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

mencegah respon stress, sedangkan anastesi umum mempunyai efek menghambat

yang lebih kecil, meskipun dengan pemberian knsentrasi tinggi (2,1 MAC halotan).4

2.4FAKTOR RESIKO UNTUK PASIEN BEDAH DIABETES


Penelitian menunjukkan bahawa pembedahan pada pasien diabetes dapat

meningkatkan mortalitas sampai 10 kali, yang disebabkan oleh :


1. Sepsis
2. Neuropati autonomic
3. Komplikasi aterosklerosis (penyakit arteri koroner, stroke, penyakit pembuluh

darah perifer).
4. Ketoasidosis dan koma hiperosmolar

Pada tipe 1 terjadi proses autoimun dan meningkatkan neuropati autonomic, dengan

gejala klinik : hipohidrosis, berkurangnya respon denyut jantung terhadap valsava

manufer (-5 kali/menit) dan hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah >30mmhg

perubahan posisi tegak berdiri).

Pada DM lanjut sering dijumpai penyakit ginjal. Kondisi tersebut dengan

mikroalbuminuria dan kelainan filtrsi glomerolus yang dijumpai perubahan pada

klirens keratin. Dengan control gula yang ketat pada penderita DM dapat melindungi

fungsi ginjal, hipertensi, meskipun tidak tinggi sekali akan timbul jika glomerular

filtration rate (GFR) berkurang. Jika ada hipertensi berat atau hipertensi timbul tiba-

tiba harus difikirkan kemungkinan adanya suatu penyakit berupa stenosis arteri renalis

yang arterosklerotik. Aktivitas plasma rennin normal atau berkurang.

Hipoaldosteronisme yang hiporeninnemik dengan hiperkalemia dan asidosis

metabolic dengan hiperkloremia sedang adalah suatu keadaan biasa pada nefronpati

diabetik. Infeksi dan sepsis memainkan peranana penting dalam menigkatkan

mortalitas dan morbiditas pasca bedah penderita, hal tersebut di hubungkan dengan

adanya fungsi leukosit yang terganggu. Penderita dengan control gula yang ketat di

mana kadar gula dipertahankan dibawah 250 mg/dl fungsi leukosit akat pulih.,

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

PENILAIAN PRABEDAH

Penilaian prabedah di utamakan pada penilaian fungsi utama organ jantung, ginjal,

dan SSP tak akalah penting di bandingkan status metabolic pasien. Untuk itu di

perlukan penilaian laboratorium dasar yang mencakup gula darah puasa, elektrolit,

ureum, kreatini dan EKG. Kompikasi kardioaskular (penyakit arteri koroner, gagal

ginjal congestif, hipertensi) hendaknya diatasi dahulu karena berkaitan dengan

meningkatnya mortalitas pada pasien DM. pasien dengan hipertensi mempunyai

isidensi neuropati autonomik hingga 50%, sedangkan pasien tanpa hipertensi

mempunyai insiden 10%. Karenanya disfungsi autonomic ahrus dicari secara rutin

pada peralatan prabedah.,

2.5PENGARUH OBAT ANASTESI PADA PENDERITA DM


Beberapa obat yang dipakai untuk anastesi dapat mengakibatkan perubahan di dalam

metabolisme karbonhidrat, tetapi mekanisme dan tempat kerjanya belum jelas. Obat-

bat induksi dapat mempengaruhi homeostatis glukosa perioperatif.


Benzodiazepine akan menurunkan sekresi ACTH, dan juga akan memproduksi

kortisol jika digunakan dosis tinggi selama pembedahan. Obat golongan ini akan

menurunkan stimulasi simpatis, tetapi merangsang sekresi growth hormone dan akan

menyebabkan penurunan rensponglikemia pada pembedahan. Efek ini minimal jika

nidazolam diberikan pada dosis sedatif, tetapi dapat bermanak jika obat diberikan

secara continue melalui infuse intravena pada pasien di ICU.


Teknik anatesi dengan opiate dosis tinggi tidak hanya memberikan keseimbangan

hemodinamik, tetapi juga keseimbangan hormonal dan metabolic. Teknik ini secara

efetktif mengahambat seluruh system saraf simpatis dan sumbu hipotalamik-pituitari,

kemungkinan efek langsung pada hipotalamus dan pucat yang lebih tinggi. Peniadaan

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

respon hormonal katabolic terhadap pembedahan aakan meniadakan hiperglikemia

yang terjadi pada pasien nomal dan mungkin bermanfaat pada pasien DM.
Ether dapat meningkatkan kadar gula darah, mencegah efek insulin untuk

transport glukosa menyebarang membrane sel dan secara tak langsung melalui

peningkatan aktivitas simpatis sehingga meningkatkan glikogenolisis di hati. Menurut

Grene penggunaan halotan pada pasien cukup memuaskan karena kurang

pengaruhnya terhadap peningkatan hormone pertumbuhan, peningkatan KGD dan

penurunan kadar insulin.

TEKNIK ANESTESI PADA PENDERITA DM


Teknik anastesi terutama dengan pengguanaan spinal, epidural, spinogenik dan

blockade regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormone katabolic dan sekresi

insulin residual, peningkatan sirkulasi glukosan perioperatif, konsentrasi epinefrin dan

kortisol yang di juampai pada pasien non diabetik yang timbul akibat stress

pembedahan dengan anastesi umum di hambat oleh anestesi epidural. Infuse

pentolamine perioperatif, suatu penghambat kopetitif reseptor -adenergik,

menurunkan respone gula darah terhadap pembedahan dengan menghilangkan

penekanan sekresi insulin secara parsial.


Anastesi regional dapat memberikan resiko yang lebih besar pada pasien DM

dengan neuropati otonomik. Abses epidural lebih sering terjadi pada anastesi spinal

dan epidural. Sebaliknya, neurpati perifer dianetik yang timbul setelah anastesi

epidural dapat dikacaukan dengan komplikasi anestesi dan blok regional. Kombinasi

anastesi lokal dengan epinefrin dapat menyebab resiko yang lebih besar terjadinya

cedera saraf iskemik dan atau udema pada penderita DM.


Diabetes mempersulit anestesi karena kelaparan yang berarti bahwa asupan

karbonhidrat dan pengobata peroral mungkin tertunda. Nausea pasca bedah, muntah,

dan ketidak mampuan memakan makanan peroral dapat emnyebabkan kehilangan

pengendalian diabetik, dan tanda klinik dari hipo atau hiperglikemia yang dapat

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

menyerupai tanda-tanda pada anestesi umum, yang dapat mengacaukan dugaan.

Regimen yang dipilih untuk penatalaksanaan DM tergantung pada derajat DM,

metode pengendalian normal dan sifat pembedahan. Tujuannya adalah untuk

mempertahankan gula darah untuk mendekati normal, tetapi hipoglikemia lebih

berbahaya dari pada hiperglikemia. Glukosa peroral tidak boleh diberikan sebelum

anastesi, seperti larutan hipertonik diddalam lambung yang dapat meningkatkan

resiko muntah dan aspirasi serta tidak dapat diserap.5


1. Diabetes yang terkontrol baik pada pembedahan permukaan tubuh yang

sedikit dapat dikendalikan dengan mudah. Perencanaan yang sesuai adalah

mengatur pembedahan sekitar 4 jam setelah waktu makan yang terakhir.

Infuse dekstrosa 5% sebanyak 500 mL secara IV selama 4 jam dan regimen

antidiabetes yang biasa digunakan, dipertahankan sambil memantau glukosa

darah setiap jam engan uji carik celup ( finger stick ).5

2. Diabetic yang dikontrol secara per oral untuk pembedahan mayor. Pemberian

terapi antidiabetes satu massa paruh sebelum pembedahan (klorpropamid 48

jam, glibenklamid-pada pagi hari sebelum pembedahan ) serta

mempertahankan asupan karbonhidrat seperti biasanya. Gula darah diukur

dengan metode carik celup 1 jam sebelum pembedahan, dan 2 jam kemudian.

Dekstrosa 5% atau saline 0,9% diberikan sesuai kebutuhan untuk

mempertahankan glukosa darah dalam batas normal 5-10 mmol/L. pengobatan

peroral di mulai ketika asupan makanan peroral telah stabil. Jika gula darah

melampaui batas normal, kemudian regimen harus di ubah menjadi insulin-

glukosa- kalium secara IV.5

3. Diabetes tergantung insulin selama pembedahan mayor elektif, atau bedah

gawat darurat pada tiap kasus diabetes. Gula darah secara kasar diukur dengan

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

metode carik celup dan suartu contoh dikirm ke laboratorium untuk

perbandingan. Larutan yang mengandung 10 mmol kalium klorida dan 10 unit

insulin Actrapit dalam 500mL dekstrosa 5% disiapkan dan dibuat sebagai

suatu infuse dalam suatu paduan yang dimasukkan dalam 100 mil burret.

Setiap jam diberikan 100 mil larutan. Pengukuran gula darah dibuat setiap jam

dan insulin atrapit ditambahkan berdasarkan slising scale.5

Karbohidrat peroral dan insulin sub kutan dimulai lagi ketika asupan

peroral telah normal kembali. Urinalisis sekarang sudah menjadi sejarah masa

lalu karena uju darah sederhana di bangsal sudah tersedia.5


Pertimbangan umum pada diabetes. Diatas semuanya, hindarkan

hipoglikemia. Penyulit diabetes dapat memperberat anastesi dan pebedahan,

karena menyebbabkan kebutaan, retinopati, neuropati perifer, destrofi

autonom, penyakit vascular perifer, dan iskemia miokardium. Torniket tidak

boleh dimana pun.5

Tabel. Skema penambahan larutan insulin Actrapit pada infuse dekstrosa 5%

pada laju 100 mL per jam, dimana 2 unit insulin actrapit dan 2 mmol kalium

klorida per 100 mL sudah ditambahkan.5

Pengukuran glukosa darah Larutan insulin actrapid


Glukosa urin
(kurang lebih)
(mmol/L) tambahan (unit)
Kurang dari 5 Nihil
5-7 1
8-10 1% 2
11-20 3
Lebih dari 20 2% 4

Diabetes sangat mudah terpapar infeksi oleh infeksi. Tindakan asepsis harus

diperhatikan.5

BAB III
KKS ANESTESI FK UISU 2010
Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

KESIMPULAN
Diabetes mellitus ( DM ) adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh difesiensi insulin

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam plasma. Saat ini, American diabetes

association ( ADA ) dan WHO mengeluarkan kriteria diagnostic terbaru. Kedua badan

tersebut menganjurkan penurunan nilai ambang kadar glukosa plasma puasa dan menetapkan

klasifikasi berdasarkan etiologi.


DM diklasifikasikan menjadi dua tipe utama :
1. Tipe 1 ( kerusakan sel p pancreas ) dan tipe 2 ( gangguan sekresi insulin, dan

biasanya retensi insulin ) direkomendasikan untuk menggantikan istilah

insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) dan non insulin dependent

Diabetes Mellitus ( NIDDM ).


2. Tipe 2 kelainan disebabkan oleh dua sebab yaitu resistensi insulin dan

defisiensi insulin relative.


Pembedahan pada pasien diabetes dapat meningkatkan mortalitas sampai 10 kali, yang

disebabkan oleh :
1. Sepsis
2. Neuropati autonomic
3. Komplikasi aterosklerosis (penyakit arteri koroner, stroke, penyakit pembuluh

darah perifer).
4. Ketoasidosis dan koma hiperosmolar

Teknik anastesi terutama dengan pengguanaan spinal, epidural, spinogenik dan blockade

regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormone katabolic dan sekresi insulin residual,

peningkatan sirkulasi glukosan perioperatif, konsentrasi epinefrin dan kortisol yang di

juampai pada pasien non diabetik yang timbul akibat stress pembedahan dengan anastesi

umum di hambat oleh anestesi epidural. Diabetes mempersulit anestesi karena kelaparan

yang berarti bahwa asupan karbonhidrat dan pengobata peroral mungkin tertunda. Nausea

pasca bedah, muntah, dan ketidak mampuan memakan makanan peroral dapat

emnyebabkan kehilangan pengendalian diabetik, dan tanda klinik dari hipo atau

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

hiperglikemia yang dapat menyerupai tanda-tanda pada anestesi umum, yang dapat

mengacaukan dugaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. McA nulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic Management of Patient with

Diabetes Mellitus in British Journal of Anaesthesia, London, 2000: 80-90.


2. Morgan JR. Clinical Anesthesiology, 2nded, Lange Medical Book, 1996: 636-655.
3. Haznam MW. Pankreas Endokrin dalam Endokrinologi, Percetakan Angkasa Offset,

Bandung, 1991: 36-106.

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

4. Zaloga Gary P. Endocrine and Renal Function in Risk and Outcome in Anesthesia, 1994:

185-209.
5. Boulton, B Thomas. Anastesiologi. Edisi 10. Jakarta : EGC.1994.

Lampiran ..

DAFTAR SEDIAAN INSULIN DI INDONESIA

Kandungan Nama paten Onset Peak Durasi


Short and Rapid Acting
Insulin aspart 15-20 mnt 1-3 jam 3-5 jam
Insulin lispro 15 mnt 0,5-1,5 jam 3-5 jam
Atrapit HM, 0,5-0,7 jam 1,5-4 jam 5-8 jam
Regular (Soluble,
Humulin R
neutral)

KKS ANESTESI FK UISU 2010


Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014

Intermediate Acting
Lante (Insulin Zn Monotard HM 1,2-5 jam 6-12 jam 18-24 jam

susp)
NPH (Isophane Humulin N, 1-1,5 jam 6-12 jam 18-24 jam

Insulin) Isulatard HM
Long Acting
Insulin gargine Lantus 2-5 jam - 24 jam
Lainnya
Percampuran 30% Mixtard 30 HM Sampai 30 - 24 jam

regular insulin dan Humulin 30/70 menit

70% NPH

Faktor resiko DM

1. Infeksi dan sepsis : fungsi leukosit terganggu, dan bila gula darah < 250 mg/dl fungsi

leukosit pulih.
2. Neuropatik autonom
- Hipotensi ortostatis ( penurunan TD > 30 mmHg pada perubahan posisi tegak

berdiri
- Hipotensi berat setelah pemberian anastesi
- Penurunan respon heart rate terhadap atropine dan propanolol
- Respon abnormal hipoksia yang dapat menyebabkan pasien meninggal mendadak
- Hipotermia intra operatif
- Nyeri berkurang pada pasien dengan miokard iskemik (sailent miokard iskemik)
- Neurogenik bladder yang dapat menyebabkan retensi urin
- Gastroparesis menyebabkan resiko aspirasi, cegah dengan pemberian

metroclopamid untuk mempercepat pengosongan lambung


- Keringat berkurang
- inpotensi
3. Gangguan ginjal
- mikroalbuminuria proteinuria
- gangguan GFR K reatinin meningkat
- penurunan GFR menyebabkan hipertensi ringan
- stenosis arteri renalis (sklerotik) menyebabkan hipertensi berat/hipertensi tiba-tiba
- gagal ginjal
4. Diuresis hipoosmolar, pasien mudah terjadi dehidrasi
5. Stift Join Syndrome, timbul kekakuan sendi atlantooccipitalis yang dapat

menyebabkan kesulitan melakukan tindakan intubasi

KKS ANESTESI FK UISU 2010

Anda mungkin juga menyukai