BAB I
PENDAHULUAN
mengidap diabetes mellitus, lebih dari 50% penderita diabetes mellitus suatu saat
mengalami tindakan pembedahan dalam hidupnya dan 75% merupakan usia lanjut di
atas 50 tahun. Sedangkan di Indonesia angka prevalensi diabetes mellitus adalah 1,5%
dan diperkirakan 25% penderita diabetes mellitus akan mengalami pembiusan dan
karena penyulit kronis, hal tersebut terjadi karena hiperglikemiayang tak terkontrol
dalam jangka waktu lama. Penyulit kronis tersebut berhubungan dengan disfungsi
organ seperti penyakit arteri koroner, penyakit pembuluh darah otak, hipertensi,
ekstensi leher, penyembuhan luka yang buruk ), gstroparesis, produksi granulosit yang
in adekuat. Oleh karena itu perhatian utama ahli anastesi harus tertuju pada evaluasi
yang optimal.
Ada tiga komplikasi akut DM yang mengancam jiwa yaitu ketoasidosis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus ( DM ) adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh
etiologi.
ADA telah memspesifikasikan bahwa diagnosis DM di buat jika kadar glukosa
plasma sewaktu pada individu asimtomatik >11,1 mmol/l ( 200 mg/dl ). Jika kadar
glukosa plasma puasa >7,0 mmol/l ( 126 mg/dl )pada individu asimtomtik,
pemeriksaan harus di ulang pada hari yang berbeda dan diagnosis dibuat jika nilainya
di ats batas ini. ADA menetapkan kadar glukosa plasma di antara 6,1 dan 7,0 mmol/l
(110 dan 126 mg/dl) sebagai kadar glukosa plasma puasa terganggu. WHO juga
>11,1 mmol/l atau 200 mg/dl ( darah vena > 10.0 mmol/l atau 180 mg/dl ). DM dapat
juga diagnosis bila kadar plasma puasa >7,0 mmol/l ( 126 mg/ dl ). Dan tes kedua
yang serupa atau tes toleransi glukosa oral memberikan hasil pada batas diabetes.
.
KLASIFIKASI
DM diklasifikasikan menjadi dua tipe utama :
1. Tipe 1 ( kerusakan sel p pancreas ) dan tipe 2 ( gangguan sekresi insulin, dan
muda. Defisiensi insulin terjadi karena produksi yang rendah yang disebabkan
pemberiannya.
2. Tipe 2 kelainan disebabkan oleh dua sebab yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin relative. Muncul pada usia dewasa, pasien tidak cenderung
penderita kadang cukup dengan diet saja, bila perlu dapat diberikan obat anti
diabetes oral dan jarang sekuali memerlukan insulin kecuali pada keadaan
2.2PATOFISIOLOGI
Pulau-pulau Langerhans tersusun atas tiga jenis sel : sel-sel alfa memproduksi
glucagon yang menjadi factor hiperglikemia, sel-sel yang mensekresikan insulin, dan
sebab yaitu adanya kekurangan insulin retentive atau absolute atau karena retensi
insulin. Kadar KGD tergantug dari prouduksi dan penggunaan gula darah tubuh.
peningkatan sekresi katekolamin, glucagon, korfisol, tetapi di sana juga terjadi sekresi
tersebut di picu tidak hanya oleh nyeri tetapi jga oleh sekresi peptide seperti
interleukin I dan berbagai hormone termasuk growth hormone dan prolactine. Efek
pembiusan pada respon tersebut sangat berfariasi. Analgesia epidural tinggi dapat
menghambat respon katabolic terhadap pembedahan dengan cara blockade aferen dan
saraf otonom. Teknik narkotik dosis tinggi ( fentanyl 50 mg/kg) sebagian dapat
yang lebih kecil, meskipun dengan pemberian knsentrasi tinggi (2,1 MAC halotan).4
darah perifer).
4. Ketoasidosis dan koma hiperosmolar
Pada tipe 1 terjadi proses autoimun dan meningkatkan neuropati autonomic, dengan
manufer (-5 kali/menit) dan hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah >30mmhg
klirens keratin. Dengan control gula yang ketat pada penderita DM dapat melindungi
fungsi ginjal, hipertensi, meskipun tidak tinggi sekali akan timbul jika glomerular
filtration rate (GFR) berkurang. Jika ada hipertensi berat atau hipertensi timbul tiba-
tiba harus difikirkan kemungkinan adanya suatu penyakit berupa stenosis arteri renalis
metabolic dengan hiperkloremia sedang adalah suatu keadaan biasa pada nefronpati
mortalitas dan morbiditas pasca bedah penderita, hal tersebut di hubungkan dengan
adanya fungsi leukosit yang terganggu. Penderita dengan control gula yang ketat di
mana kadar gula dipertahankan dibawah 250 mg/dl fungsi leukosit akat pulih.,
PENILAIAN PRABEDAH
Penilaian prabedah di utamakan pada penilaian fungsi utama organ jantung, ginjal,
dan SSP tak akalah penting di bandingkan status metabolic pasien. Untuk itu di
perlukan penilaian laboratorium dasar yang mencakup gula darah puasa, elektrolit,
ureum, kreatini dan EKG. Kompikasi kardioaskular (penyakit arteri koroner, gagal
mempunyai insiden 10%. Karenanya disfungsi autonomic ahrus dicari secara rutin
metabolisme karbonhidrat, tetapi mekanisme dan tempat kerjanya belum jelas. Obat-
kortisol jika digunakan dosis tinggi selama pembedahan. Obat golongan ini akan
menurunkan stimulasi simpatis, tetapi merangsang sekresi growth hormone dan akan
nidazolam diberikan pada dosis sedatif, tetapi dapat bermanak jika obat diberikan
hemodinamik, tetapi juga keseimbangan hormonal dan metabolic. Teknik ini secara
kemungkinan efek langsung pada hipotalamus dan pucat yang lebih tinggi. Peniadaan
yang terjadi pada pasien nomal dan mungkin bermanfaat pada pasien DM.
Ether dapat meningkatkan kadar gula darah, mencegah efek insulin untuk
transport glukosa menyebarang membrane sel dan secara tak langsung melalui
blockade regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormone katabolic dan sekresi
kortisol yang di juampai pada pasien non diabetik yang timbul akibat stress
dengan neuropati otonomik. Abses epidural lebih sering terjadi pada anastesi spinal
dan epidural. Sebaliknya, neurpati perifer dianetik yang timbul setelah anastesi
epidural dapat dikacaukan dengan komplikasi anestesi dan blok regional. Kombinasi
anastesi lokal dengan epinefrin dapat menyebab resiko yang lebih besar terjadinya
karbonhidrat dan pengobata peroral mungkin tertunda. Nausea pasca bedah, muntah,
pengendalian diabetik, dan tanda klinik dari hipo atau hiperglikemia yang dapat
berbahaya dari pada hiperglikemia. Glukosa peroral tidak boleh diberikan sebelum
darah setiap jam engan uji carik celup ( finger stick ).5
2. Diabetic yang dikontrol secara per oral untuk pembedahan mayor. Pemberian
dengan metode carik celup 1 jam sebelum pembedahan, dan 2 jam kemudian.
peroral di mulai ketika asupan makanan peroral telah stabil. Jika gula darah
gawat darurat pada tiap kasus diabetes. Gula darah secara kasar diukur dengan
suatu infuse dalam suatu paduan yang dimasukkan dalam 100 mil burret.
Setiap jam diberikan 100 mil larutan. Pengukuran gula darah dibuat setiap jam
Karbohidrat peroral dan insulin sub kutan dimulai lagi ketika asupan
peroral telah normal kembali. Urinalisis sekarang sudah menjadi sejarah masa
pada laju 100 mL per jam, dimana 2 unit insulin actrapit dan 2 mmol kalium
Diabetes sangat mudah terpapar infeksi oleh infeksi. Tindakan asepsis harus
diperhatikan.5
BAB III
KKS ANESTESI FK UISU 2010
Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus 11 April 2014
KESIMPULAN
Diabetes mellitus ( DM ) adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh difesiensi insulin
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam plasma. Saat ini, American diabetes
association ( ADA ) dan WHO mengeluarkan kriteria diagnostic terbaru. Kedua badan
tersebut menganjurkan penurunan nilai ambang kadar glukosa plasma puasa dan menetapkan
disebabkan oleh :
1. Sepsis
2. Neuropati autonomic
3. Komplikasi aterosklerosis (penyakit arteri koroner, stroke, penyakit pembuluh
darah perifer).
4. Ketoasidosis dan koma hiperosmolar
Teknik anastesi terutama dengan pengguanaan spinal, epidural, spinogenik dan blockade
regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormone katabolic dan sekresi insulin residual,
juampai pada pasien non diabetik yang timbul akibat stress pembedahan dengan anastesi
umum di hambat oleh anestesi epidural. Diabetes mempersulit anestesi karena kelaparan
yang berarti bahwa asupan karbonhidrat dan pengobata peroral mungkin tertunda. Nausea
pasca bedah, muntah, dan ketidak mampuan memakan makanan peroral dapat
emnyebabkan kehilangan pengendalian diabetik, dan tanda klinik dari hipo atau
hiperglikemia yang dapat menyerupai tanda-tanda pada anestesi umum, yang dapat
mengacaukan dugaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. McA nulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic Management of Patient with
4. Zaloga Gary P. Endocrine and Renal Function in Risk and Outcome in Anesthesia, 1994:
185-209.
5. Boulton, B Thomas. Anastesiologi. Edisi 10. Jakarta : EGC.1994.
Lampiran ..
Intermediate Acting
Lante (Insulin Zn Monotard HM 1,2-5 jam 6-12 jam 18-24 jam
susp)
NPH (Isophane Humulin N, 1-1,5 jam 6-12 jam 18-24 jam
Insulin) Isulatard HM
Long Acting
Insulin gargine Lantus 2-5 jam - 24 jam
Lainnya
Percampuran 30% Mixtard 30 HM Sampai 30 - 24 jam
70% NPH
Faktor resiko DM
1. Infeksi dan sepsis : fungsi leukosit terganggu, dan bila gula darah < 250 mg/dl fungsi
leukosit pulih.
2. Neuropatik autonom
- Hipotensi ortostatis ( penurunan TD > 30 mmHg pada perubahan posisi tegak
berdiri
- Hipotensi berat setelah pemberian anastesi
- Penurunan respon heart rate terhadap atropine dan propanolol
- Respon abnormal hipoksia yang dapat menyebabkan pasien meninggal mendadak
- Hipotermia intra operatif
- Nyeri berkurang pada pasien dengan miokard iskemik (sailent miokard iskemik)
- Neurogenik bladder yang dapat menyebabkan retensi urin
- Gastroparesis menyebabkan resiko aspirasi, cegah dengan pemberian